Вы находитесь на странице: 1из 14

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. SA Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 16 tahun Pekerjaan : Siswi

Alamat : Jl. Rangga Sentap 2, Sukaharja Agama : Islam

Kunjungan RS : 30 November 2016

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis
Tanggal : 30 November 2016, 11.10 WIB

Keluhan utama :
Gatal pada punggung sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


2 Minggu SMRS pasien mengeluhkan gatal pada punggung, awalnya hanya berupa bercak
merah. Gatal muncul terutama saat keadaan berkeringat. OS sehari-hari memakai kaos dalam
ketat jika pergi ke sekolah.
1 minggu SMRS OS merasa merasa bercak di punggung semakin melebar. OS sudah berobat
ke puskesmas tetapi tidak ada perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat menderita kencing manis, darah tinggi, asma, penyakit jantung, alergi, batuk-batuk
lama disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36.7 oC
Nadi : 88x/menit Pernapasan : 14 x/menit
Keadaan Gizi : Cukup Berat Badan : 45kg
Sianosis : Tidak Ada Habitus : Normal
Cara Berjalan : Tegak Mobilitas : Aktif

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : Wajar
Alam Perasaan : Biasa
Proses Pikir : Wajar

1
Kepala
Ekspresi Wajah : Tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : Merata, Hitam sebagian putih Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi

Mata
Exopthalmus : Tidak Ada Enopthalmus : Tidak Ada
Kelopak : Oedem (-) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-) Visus : Normal
Sklera : Ikterik (-) Gerakan Mata : Aktif
Lapangan Penglihatan : Normal Tekanan Bola Mata : Normal
Nistagmus : Tidak Ada

Telinga
Tuli : Tidak Tuli Selaput Pendengaran : utuh, intak (+)
Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak Ada
Serumen : Tidak Ada Perdarahan : Tidak Ada
Cairan : Tidak Ada

Mulut
Bibir : Lembab Tonsil : T1-T1 tenang
Langit-langit : Tidak ada kelainan Bau Pernapasan : Tidak Ada
Gigi geligi : utuh, caries dentis (-) Trismus : Tidak Ada
Faring : Tidak hiperemis Selaput Lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor

Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar Kelenjar Limfe: Tidak teraba membesar
Deviasi Trachea : Tidak Ada Massa : Tidak Ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat Paha : Tidak teraba membesar

Dada

2
Bentuk : Simetris, elips, sela iga tidak terlalu lebar atau sempit
Pembuluh Darah : Spide nevi (-)
Buah Dada : Simetris

Paru-paru:

Depan Belakang
Inspeksi Kiri Bentuk toraks normal, Bentuk toraks normal
simetris Gerakan statis simetris
Pernapasan torako-abdominal Tidak ada retraksi sela iga
Bernapas normal saat statis
dan dinamis
Tidak terdapat retraksi sela iga
Kanan Bentuk toraks normal Bentuk toraks normal
Pernapasan torako-abdominal Gerakan statis simetris
Bernapas normal saat statis Tidak ada retraksi sela iga
dan dinamis
Tidak terdapat retraksi sela iga
Palpasi Kiri Sela iga normal Sela iga normal
Dan Tidak ada bagian yang Tidak ada bagian yang tertinggal
Kanan tertinggal Fremitus kiri dan kanan sama
Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi Terdengar sonor diseluruh lapangan Terdengan sonor diseluruh lapangan
paru paru
Auskultasi Terdengan suara napas Terdengan suara napas vesikuler
vesikuler Ronki (-)
Ronki (-) Mengi (-)
Mengi (-)

Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4, di garis midklavikula kiri. Kuat angkat normal
Perkusi : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi : BJ - BJ II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terdapat sikatriks
Palpasi :
Dinding Perut : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muscular (-), massa (-)
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : Ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

3
Extremitas (lengan&tungkai)
Tonus : normotonus
Massa : eutrofi
Sendi : tidak dilakukan pemeriksaan
Kekuatan : Tidak dilakukan pemeriksaan Sensori : Tidak dilakukan pemeriksaan
- - - -
- - - -
Edema : Tidak dilakukan pemeriksaan Sianosis: Tidak dilakukan pemeriksaan
- - - -
- - - -

Refleks

Kanan Kiri
Refleks tendon Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Biceps Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Trisep Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Patella Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Archiles Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Kremaster Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks kulit Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks patologis Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

Alat kelamin (atas indikasi)


*Tidak dilakukan pemeriksaan

Colok dubur (atas indikasi)


*Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. STATUS DERMATOVENEROLOGI


Lokasi : Pada Thorax Posterior
Effloresensi : Makula hiperpigmentasi batas tegas, tertutup skuama halus, berukuran
plakat, bentuk teratur, susunan anular.

4
Gambar 1

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

VI. RINGKASAN (RESUME)


Seorang perempuan usia 16 tahun datang dengan keluhan gatal 2 minggu SMRS.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya makula hiperpigmentasi batas tegas, tertutup
skuama halus pada abdomen regio lumbal sinistra, berukuran numular, bentuk teratur,
susunan anular, serpiginosa.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Korporis
VIII. DIAGNOSIS DIFFERENTIAL & DASAR DIAGNOSIS
- Dermatitis Kontak
- Dermatitis Numularis
- Pitiriasis Rosea
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Itrakonazol 2 x 100mg/hari
- Ketokonazol salep 2-3x sehari sesudah mandi
- Loratadine 1 x 10 mg/hari (malam hari)

Non medikamentosa
- Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan
- Mandi minimal 2x/hari dengan air bersih
- Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab, misalnya memakai
pakaian dari bahan yang dapat menyerap keringat dan longgar.
- Pakaian yang basah karena keringat, segera diganti dengan yang bersih dan kering.
- Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk, jika keluhan
hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh.

5
- Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari.
- Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama-sama.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

TINEA KORPORIS

I. PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala,
wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.1-3 Manifestasinya akibat
infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang
hidup.1,4 Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis.1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang
panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi
dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas
hospes dan spesies dari jamur.5

II. EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang
panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan
sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang
lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik
akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat
disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan
organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.2
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau
hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak
lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian
ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi.2

6
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa
berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan
wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya
lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih
sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada
subtropis.2
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia),
zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai
sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk
mencegah reinfeksi manusia.2

III. ETIOLOGI
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat ditemukan
berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu. 1,2 Namun demikian yang lebih umum
menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, dan M.canis.1

Gambar 2
IV. PATOGENESIS
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal.

Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit.3

Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission


Category Mode of transmission Typical clinical features
Antropofilik Manusia ke manusia Hewan ke Ringan, tanpa inflamasi, kronik
Zoofilik manusia Tanah ke manusia Inflamasi hebat (mungkin pustula dan
Geofilik atau hewan vesikel), akut. Inflamasi sedang

7
Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan klinis
dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada
permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan
bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang
berlebih dan maserasi juga berpengaruh.4
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat
dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi
ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit.4
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian
perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses
proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi
aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh
sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.4
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang
disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat
diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.4

V. GAMBARAN KLINIK
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering terjadi
pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang
tertutup atau oklusif atau daerah trauma.3
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang
berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung
menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Derajat
inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula, bergantung pada spesies
penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda
inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.3
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi
eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah

8
dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi
anular.(1,5) berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada
bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya
merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.4
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.4
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-
lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar.
Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk
lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.4
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon
inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-positif
atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas.4
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara
obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan
berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang
berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang
terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.4

Gambar 3
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit
sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi kadang
temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang.
Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat.1-4
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan

9
pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur.3
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk
mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa
diantara material keratin.5
Gambaran effloresensinya sebagai berikut5
Penyakit jamur Floresensi
Tinea kapitis Hijau, biru kehijauan Kuning keemasan
Pitiriasis versikolor
Bukan Penyakit jamur Effloresensi
Eritasma Merah bata kuning

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau pemeriksaan
sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20% atau KOH 10%, untuk melihat
elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab
yang lebih akurat.5
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop
untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit. Infeksi
dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari hasil positif kerokan
oleh kultur jamur.5

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan
beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan psoriasis. Untuk alasan ini, tes laboraturium
sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya.5
Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan
kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal
dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan
punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan
lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis.1,2
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh dan
bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral patch
yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah

10
yang dapat memastikan diagnosisnya.1,2

IX. PENATALAKSANAAN
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi
selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.
A. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup
pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam
berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%).
Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang
digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik
yang tinggi.5
Berikut obat yang sering digunakan :
1. Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-
dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.5
2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol
membran sel jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1%
(fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah
pemakaian selama 7 hari berturut-turut.5
3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan
fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.5
4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.5
B. Terapi sistemik

11
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus
hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis,
pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ
topikal.1,5
1. Griseofulvin1,5
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas
pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum,
Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium
metafase.
2. Ketokonazol1,5
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk
golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
3. Flukonazol1,5
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi
tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
4) Itrakonazol1,5
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur
dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan
makanan.
5. Amfosterin B1,5
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces
nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat
pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada
pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan
preparat azol.

X. PROGNOSIS
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik.3

XI. KESIMPULAN

12
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala,
wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.1-3 Manifestasinya akibat
infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang
hidup.4 Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak pada didaerah tropis.1
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara
obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan
berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang
berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang
terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.3
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik.3

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis.
Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4.
2. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2003.
3. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3.
4. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis. In :
Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors.
Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.99-106.
5. Kuswadji, Widaty KS. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K,
Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai
penerbit FKUI, 2004.p.108-16.

14

Вам также может понравиться