Вы находитесь на странице: 1из 11

KOMPOSISI DAN PRODUKSI SERUMEN

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian kartilaginosa

kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak kelenjar

sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen. Serumen membentuk

lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus bergabung dengan lapisan keratin yang

bermigrasi untuk membuat lapisan pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat

antibakteri. Terdapat perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen.

Pada beberapa orang mempunyai serumen sedikit sedangkan yang lainnya

cenderung membentuk massa serumen secara periodik yang menyumbat liang

telinga.12

Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering

dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.13

Gambar 3.1. Serumen pada cotton bud, tipe basah dan tipe kering
Serumen tipe basah dan tipe kering

Serumen pada ras Oriental memilki karakteristik kering,

berkeping-keping, berwarna kuning emas dan berkeratin skuamosa yang disebut

rice-brawn wax. Serumen pada ras non-Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga

dapat menjadi lunak ataupun keras. Perkembangan serumen dipengaruhi oleh

mekanisme herediter, alel serumen kering bersifat resesif terhadap alel serumen

basah. Yang cukup menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax berhubungan

dengan rendahnya insidensi kanker payudara. Namun, ini bukanlah suatu hal yang

mengejutkan karena kelenjar seruminosa dan kelenjar pada payudara sama-sama

merupakan kelenjar eksokrin.13

Serumen tipe lunak dan tipe keras13

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe

lunak dan serumen tipe kering :

Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih sering

pada orang dewasa.

Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan bersisik.

Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe

keras.

Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan.

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan

konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen yang
berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila dijumpai maka

dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria.14

Warna sebenarnya dari serumen tidak dapat diketahui hanya melalui

mata telanjang namun harus dilakukan apusan setipis-tipisnya dari sampel. Pigmen

yang menjadi zat pemberi warna pada semen masih belum dapat teridentifikasi.13

Kanalis akstikus eksternus memiliki banyak struktur yang berperan

dalam produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar seruminosa yang berjumlah

1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip dengan kelenjar

keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini memproduksi peptide,

padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut pada kanalis akustikus eksternus

yang mensekresi asam lemak rantai panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol,

skualan, dan kolesterol.15

Sel epidermal terdapat sepanjang telinga luar yang identik pada

permukaan kulit. Sehingga kita dapat memprediksi proses generasi dari kulit tersebut,

dari migrasi hingga pengeluarannya. Bila hal ini terjadi di kulit luar sel-sel dapat

dengan mudah jatuh. Namun pada telinga kecil kemungkinannya untuk tidak

menumpuk. Sel-sel yang mengalami deskuamasi ini terkumpul pada kanalis akustikus

eksternus dalam bentuk lapisan, dan menjadi 60% dari berat total serumen. Serumen

juga terdiri atas lisosim, suatu enzim anti bakteri yang dapat merusak sel dinding

bakteri.15
FISIOLOGI SERUMEN

Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga kanalis

akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan mambasahi

kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga secara

langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan serangga.

Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5). pH ini tidak dapat ditumbuhi oleh

organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi pada kanalis

akustikus eksternus.15

Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda dari

kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan keratin

dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi dalam kanalis

akustikus eksternus, migrasi epitel squamosa merupakan cara utama untuk kulit mati

dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum korneum dalam membran timpani

bergerak secara radial dari arah area anular membran timpani secara lateral sepanjang

permukaan dalam kanalis akustikus eksternus. Sel berpindah terus ke lateral sampai

mereka berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan akhirnya dilepaskan, ketiadaan

rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta keberadaan membran basal halus

memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus ke lubang lateral pergerakan

pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan mekanisme pembersihan alami

dalam kanalis akustikus eksternus, dan bila terjadi disfungsi akan menyebabkan

infeksi.14
Fungsi Serumen16

Membersihkan

Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses yang

disebut conveyor belt process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan

seperti rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk ditengah membran timpani yang

bermigrasi kearah luar dari umbo ke dinding kanalis akustikus eksternus dan

bergerak keluar dari kanalis akustikus eksternus. Serumen pada kanalis akustikus

eksternus juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut

keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan kotoran yang

menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan harapan

pengeluaran kotoran.

Lubrikasi

Lubrikasi mencegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit kanalis

akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh dari kandungan

lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada serumen tipe

basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai

panjang dalam jumlah yang banyak, dan alcohol.

Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal


Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak studi yang

menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain bakteri.

Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan hidup bakteri antara lain

haemophilus influenzae, staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan

jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan

oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan adanya asam

lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif rendah pada serumen.

Studi imunohistokimia menduga terdapat reaksi imun yang dimediasi

oleh antibodi yang ada pada serumen dan menjaga kanalis akustikus eksternus dari

infeksi. Epidermis dan dermis memiliki kelenjar seruminosa dan sebasea dengan pilar

folikel yang dengan cepat dapat mengaktivasi reaksi imun lokal termasuk IgA dan

IgG.16

Serumen biasanya berkumpul di lantai kanalis akustikus eksternus namun

terkadang dapat berkumpul dan menyumbat meatus. Selama sisa keratin bersifat

hidrofilik masuknya air dapat bercampur dengan serumen dan menyebabkan

sumbatan yang total, yang menyebabkan ketulian atau perasaan penuh. Serumen yang

tidak menyumbat secara sempurna kanalis akustikus eksternus tidak akan

menyebabkan ketulian. Ini dapat terjadi bila serumen benar-benar menyumbat kanalis

akustikus eksternus, sumbatan ini juga tejadi bila pasien mendorong kumpulan

serumen ke bagian dalam kanalis akustikus eksternus. Biasanya disebabkan oleh

cotton bud.14

Ketika serumen terperangkap dalam kanalis akustikus eksternus dengan

keadaan hampa udara dapat melalui membran timpani dan pasien merasa telinganya

tersumbat dan terjadi tuli ringan. Jika serumen menekan membran timpani pergerakan
serumen atau membran timpani dapat menimbulkan nyeri. Serumen harus dikeluarkan

dengan hati-hati sehingga tidak menyebabkan trauma pada kanalis akustikus

eksternus atau membran timpani. Jika itu memungkinkan maka sebaiknya serumen

dikeluarkan dengan suction atau kuret. Irigasi dengan air harus dihindari karena dapat

memperburuk situasi jika ada perforasi membran timpani.17

PATOFISIOLOGI AKUMULASI SERUMEN

Pemumpukan serumen dapat disebabkan oleh ketidakmampuan

pemisahan korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut

Gangguan Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan serumen.13

Beberapa pasien mendapati adanya benda yang putih seperti mutiara

pada telinga mereka dan terbentuk dari keratin skuamosa yang terkompresi. Jenis ini

sangat sulit untuk dibersihkan. Bila berlanjut lembar keratin akan berdeskuamasi

sampai ke lumen kanalis akustikus eksternus dan massa akan bertambah banyak.

Tekanan dari massa ini akan menimbulkan erosi pada tulang kanalis akustikus

eksternus.13

Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa impaksi serumen bukan

karena overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena ketidakmampuan

korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Pada orang normal, korneosit

terpisah satu sama lain sejalan dengan migrasi stratum korneum ke lateral dari bagian

profunda ke jaringan ikat superfisial di kanalis akustikus eksternus bagian dalam. Bila

proses ini gagal, lembara keratin tidak mengalami migrasi secara normal, sehingga

terjadi akumulasi di kanal bagian dalam.13


Ketidakmampuan korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang

hilang yaitu keratinocyte attachment-destroying substance(KADS). Menurut teori

KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan menjadi bagian yang kecil dan

terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan akan mencapai

bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya akan terbentuk

akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk massa sumbatan.13

Faktor lain yang mempengaruhi adalah steroid sulfatase yaitu enzim

arylsulfatase-C yang normalnya terdapat di sel epithelial, fibroblast, dan leukosit.

Enzim ini diketahui dapat membantu proses deskuamasi sel epidermal. Kohesi sel di

stratum korneum dijaga oleh kolesterol sulfat yang berfungsi sebagai perekat

intraselular. Steroid sulfat diyakini menghambat kerja kolesterol sulfat dan

melepaskan ikatan antar sel. Pada orang normal, aktivitas steroid sulfat lebih banyak

di epithelium kanalis akustikus eksternus profunda daripada di kanalis superfisial.

Jadi, steroid sulfat bertanggung jawab terhadap pemisahan keratosit dan migrasinya

ke arah luar. Juga tehadap iktiosis resesif X-linked, keratin menjadi terakumulasi dan

berwarna coklat gelap.13

DIAGNOSIS DAN MANISFESTASI KLINIS

Diagnosis serumen impeksi ditegakkan jika terdapat akumulasi serumen yang

disertai gejala serumen impaksi, akumulasi serumen yang menghalangi pemeriksaan

telinga, atau keduanya sekaligus. Sehingga serumen tidak dikatakan impaksi jika tidak

ditemukan gejala impaksi atau obstruksi MEA. Gejala serumen impaksi meliputi

otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga, nyeri, batuk, dan gangguan pendengaran.18

Pada pemeriksaan fisik telinga dengan otoskop, serumen impaksi akan

menghalangi pandangan tenaga medis untuk menilai liang telinga, membran


timpani, dan telinga dalam. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fungsi

pendengaran dengan tes penala, audiometry, dan lain sebagainya. Jika pada

pemeriksaan tampak adanya serumen di liang telinga dan terdapat gangguan fungsi

pendengaran, maka diagnosis serumen impaksi juga dapat ditegakkan. Namun

sebagian besar fungsi audiologik pendengaran tidak dapat dilakukan dengan akurat

baik pada impaksi total maupun impaksi sebagian.18


Gambar. Algoritma serumen impaksi18

Daftar Pustaka

12. Ballenger, Jacob John. "Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher."

Edisi 13 (2010): 11-25.


13. Hawke, Michael. "Update on cerumen and ceruminolytics." Ear, nose & throat

journal 81.8 (2002): 23.

14. Brian J. G.B., Michael H., Peter K., Atlas of Clinical Otolaryngology. 2001.

Mosby Yaer Book.

15. Pray, W. Steven, and Joshua J. Pray. "Earwax: Should it be removed." US

Pharmacist 30.5 (2005).

16. Guest, J. F., et al. "Impacted cerumen: composition, production, epidemiology and

management." Qjm 97.8 (2004): 477-488.

17. Bluestone, Charles D. Pediatric otolaryngology. Vol. 2. Gulf Professional

Publishing, 2003.

18. Schwartz, Seth R., et al. "Clinical practice guideline (update): Earwax (cerumen

impaction)." OtolaryngologyHead and Neck Surgery 156.1_suppl (2017):

S1-S29.

Вам также может понравиться