Вы находитесь на странице: 1из 6

Persentase N-gain dengan kategori tinggi pada kelas eksperimen sebesar 73% dan kelas kontrol

14%. N-gain dengan kategori sedang pada kelas eksperimen sebesar 27% dan kelas kontrol 61%
dan N-gain dengan kategori rendah pada kelas eksperimen sebesar 0% dan kelas kontrol 25%.
Dari persentasi tersebut terlihat bahwa kategori tinggi lebih banyak dicapai pada kelas
eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Jika ditinjau dari setiap indikator keterampilan berpikir
kritis peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat terlihat pada tabel 4.2.

Berdasarkan tabel 4.2 di atas terlihat bahwa pada indikator Merumuskan hipotesis kelas
eksperimen memperoleh N-gain sebesar 0,93 dengan kategori tinggi sedangkan pada kelas
kontol sebesar 0,32 dengan kategori sedang, begitu juga pada indikator mengidentifikasi alasan
pada kelas eksperimen memperoleh N-gain 0,58 dengan kategori sedang sedangkan pada kelas
kontrol nilai N-gain 0,25 dengan kategori rendah, pada indikator memberikan contoh dan bukan
contoh kelas eksperimen memperoleh N-gain 0,30 dengan kategori sedang sedangkan pada kelas
kontrol memperoleh N-gain 0,18 dengan kategori rendah.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kelas kelas eksperimen memiliki keterampilan
berpikir kritis lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, dengan adanya kategori sebanyak tinggi
sebanyak satu indikator sedangakan kelas kontrol tidak ada, pada kelas eksperimen tidak ada
satupun indikator dengan katagori rendah sedangkan pada kelas kontrol memiliki dua indikator
dengan kategori rendah.

Rendah Sedang Tinggi

93%
100
90 70%
80 63% 67% 67%
70 53%
60
50 37% 33%
40 30% 30%
23%
30 10% 13%
20 3% 7%
10 0% 0% 0%
0

Gambar 4.2. Diagram N-gain Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen

Tabel 4.3 Skor pretest, posttest dan N-gain Keterampilan Berpikir Kreatif Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Keterampilan Berpikir Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kritis Pretest Posttest N-gain Pretest Posttest N-gain
Skor Minimum 1 3 0,00 1 3 0,00
Skor Maksimum 5 5 1,00 5 5 1,00
Skor Rerata 2,50 4,60 0,79 2,46 4,18 0,57
Standar Deviasi 1,11 0,56 0,30 1,14 0,55 0,35

Tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan keterampilan berpikir kreatif pada kedua kelas sama,
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol skor minimum untuk pretest adalah 1 dan skor
maksimum adalah 5, dan untuk posttest skor minimum 3 dan skor maksimum 5, nilai N-gain
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dari dua tes ini mencapai skor minimum sebesar 0,00
dan skor maksimum 1,00, sehingga nilai standar deviasi untuk kelas eksperimen sebesar 0,30 dan
untuk kelas kontrol sebesar 0,35. Dari kedua kelas tersebut tidak berbeda hasil skor minimum
dan skor maksimum yang didapat. Jika ditinjau dari setiap indikator keterampilan berpikir kritis
peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat terlihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis N-gain Keterampilan Berpikir Krreatif Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Keterampilan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Berpikir Kreatif N-gain Kategori N-gain Katagori
Memperbaiki hasil 0,53 Sedang 0,46 Rendah
keluaran
Menerka akibat-akibat 0,40 Sedang 0,32 Rendah
suatu kejadian
Menerka sebab akibat 0,58 Sedang 0,46 Sedang
Meramalkan 0,47 Sedang 0,39 Sedang

Berdasarkan tabel 4.4 di atas terlihat bahwa pada indikator memperbaiki hasil keluaran
kelas eksperimen memperoleh N-gain sebesar 0,53 dengan kategori sedang dan pada kelas
kontol sebesar 0,46 dengan kategori sedang, begitu juga pada indikator menerka akibat-akibat
suatu kejadian pada kelas eksperimen memperoleh N-gain 0,40 dengan kategori sedang dan pada
kelas kontrol nilai N-gain 0,25 dengan kategori sedang, pada indikator menerka sebab akibat
kelas eksperimen memperoleh N-gain 0,58 dengan kategori sedang dan pada kelas kontrol
memperoleh N-gain 0,46 dengan kategori rendah pula, pada indikator meramalkan 0,47
memperoleh N-gain 0,47 dan pada kelas kontrol diperoleh N-gain sebesar 0,39. Meskipun
memiliki kategori yang sama, namun persentase yang diperoleh lebih kecil pada kelas kontrol
dari pada persentase pada kelas eksperimen.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kelas kelas eksperimen memiliki keterampilan
berpikir kreatif lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, dimana kelas eksperimen memiliki nilai
persentase N-gain yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh kelas kontrol meskipun berada
pada kategori yang sama yaitu kategori sedang.

1. Pembahasan Dampak Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Inkuiri untuk


Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini berdasarkan langkah
pembelajaran metode eksperimen berbasis inkuiri yaitu, menetapkan masalah, merumuskan
hipotesis, melakukan penelitian atau eksperimen, mengolah data dan menganalisis data, menguji
hipotesis, membuat simpulan umum dan menyajikan hasil. Pada saat pembelajaran guru
membagi peserta didik kedalam 5 kelompok. Pemilihan kelompok dipilih secara acak. Tiap
kelompok diberikan LKPD berbasis inkuiri dan alat dan bahan percobaan agar setiap kelompok
dapat melakukan percobaan selama pembelajaran atau percobaan berlangsung.
Sebelum pembelajaran metode eksperimen berbasis inkuiri diterapkan, kemampuan awal
peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap keterampilan berpikir kritis tidak
terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua kelas
tersebut memiliki kemampuan awal yang sama. Setelah diberikan perlakuan pada kelas
eksperimen yang mendapat pembelajaran metode eksperimen berbasis inkuiri secara keseluruhan
lebih baik dibandingkan peserta didik kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran dengan
eksperimen verifikasi.
Skor N-Gain kelas eksperimen adalah 73% termasuk kedalam kategori tinggi. Hal ini
disebabkan karena tingkat berpikir kritis peserta didik dapat terasah dengan pembelajaran
eksperimen berbasis inkuiri, karena pada pembelajaran eksperimen berbasis inkuiri peserta didik
melakukan eksperimen dan menemukan konsep dengan kerja mandiri. Hasil penelitian ini
didukung ole Sarwi (2012) bahwa implementasi model eksperimen open-inquiry pada mata
kuliah gelombang efektif untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa fisika.
Siswa secara aktif dan bertanggung jawab dalam menjawab masalah-masalah yang
diberikan dengan cara berdiskusi aktif dengan teman sebaya dalam melakukan percobaan-
percobaan. Keterampilan berpikir kreatif siswa terjadi secara mendalam karena siswa melakukan
sendiri percobaan-percobaan melalui proses penemuan seperti seorang ilmuan dengan
menggunakan LKPD inkuiri membiasakan siswa mencari sendiri dan berpikir kritis dimulai
dengan membuat hipotesis hingga menemukan konsep. Dalam setiap proses pembelajaran, siswa
selalu dituntut untuk aktif berpikir, sehingga pada akhir pembelajaran peserta didik sudah
terbiasa dengan keterampilan berpikir kritis. Peserta didik selalu aktif dalam bertanya dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan klasifikasi yang menantang, sehingga pada saat peserta didik
menjawab posttest peserta didik sudah paham akan konsep yang di isi pada lembar jawaban. Hal
ini didukung oleh pernyataan Suardana (2008) bahwa peserta didik dapat ditingkatkan
keterampilan berpikir kritisnya jika kurikulum didesain secara eksplisit untuk meningkatkan
keterampian berpikir kritis melalui urutan pembelajaran inkuiri dari konsep yang dipahami dan
dapat diamati menuju konsep yang tidak dipahami dan abstrak.
Kelas kontrol memperoleh nilai N-Gain sebesar 61% termasuk ke dalam kategori sedang,
ini di sebabkan karena pada metode ekperimen verifikasi peserta didik tidak bekerja dengan
mandiri tetapi bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan oleh guru, sehingga mengakibatkan
siswa menjadi pasif hanya guru yang terlihat aktif. Hal ini didukung oleh penelitian Riyadi
(2008) bahwa keterampilan berpikir kritis peserta didik lebih baik setelah pembelajaran dengan
kegiatan laboratorium inkuiri mendapat respn yang baik dari peserta didik mengerjakan dan
mendiskusikan sendiri hasil kegiatannya sehingga materi yang dipelajari dengan cepat dipahami.
Penelitian Nyoman dkk (2014) terdapat perbedaan kemampuan keterampilan berpikir kritis dan
kinerja ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri dengan peserta didik
yang mengikuti model pembelajaran langsung.
Keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa indikator yaitu: 1) Mengidentifikasi
Alasan, 2) memberi contoh dan bukan contoh, 3) membuat kesimpulan, 4) menggunakan
prosedur, 5) menerapkan prinsip, 6) merumuskan hipotesis. Melalui indikator tersebut dibuatlah
instrument untuk mengukur keterampilan berpikir kritis.
a) Indikator Berpikir Kritis Mengidentifikasi Alasan
Indikator berpikir kritis mengidentifikasi alasan memiliki rata-rata pretest 0,43 dan
posttest 0,89. Dengan demikian, setelah diberikan pembelajaran dengan menerapkan metode
eksperimen berbasis inkuiri mengalami peningkatan sebesar 0,46. Adanya peningkatan pada
indikator mengidentifikasi alasan menunjukkan bahwa peserta didik telah mampu menggunakan
kemampuan yang dimiliki untuk menentukan cara mengemukakan alasan dari percobaan yang
telah ditentukan.
b) Indikator Berpikir Kritis Memberi Contoh dan Bukan Contoh
Indikator berpikir kritis memberi contoh dan bukan contoh memiliki nilai rata-rata pretest
0,53 dan posttest 0,83 sehingga mendapat peningkatan sebesar 0,3. Dapat disimpulkan bahwa
peningkatan terjadi pada indikator ini menggambarkan peningkatan dan kemampuan peserta
didik dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari pengamatan sehari-hari. Peserta didik
dapat menjelaskan secara baik mana yang termasuk kedalam contoh dari materi yang sedang
dipelajari yaitu materi suhu dan kalor dan peserta didik juga mengetahui mana yang bukan
contoh dari materi suhu dan kalor.
c) Indikator Berpikir Kritis Membuat Kesimpulan
Indikator berpikir kritis membuat kesimpulan memiliki nilai rata-rata pretest 1,73 dan
posttest 1,73 terjadi peningkatan sebesar 0,70. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
pada indikator ini menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki dan menarik kesimpulan dari hasil
fakta dengan informasi yang diperoleh dari hasil penyelidikan atau eksperimen dan fakta yang
diperoleh dari kejadian sehari-hari peserta didik. Peserta didik terlihat sangat memperhatikan dan
melakukan dengan baik percobaan yang sedang dilakukan sehingga mereka dapat membuat
kesimpulan dengan baik dan benar.

d) Indikator Berpikir Kritis Menggunakan Prosedur


Indikator berpikir kritis menggunakan prosedur memiliki nilai rata-rata pretest 1,10 dan
posttest 1,80 terjadi peningkatan sebesar 0,68, dapat disimpulkan bahwa terdapat cara merancang
eksperimen, berdasarkan latar belakang fakta peserta didik dapat membuat dan menggunakan
prosedur eksperimen dengan baik. Peserta didik terlihat sangat kreatif dan kritis dalam
melakukan eksperimen sehingga peserta didik dapat merancang dan menggunakan prosedur
dengan sangat baik.
e) Indikator Berpikir Kritis Menerapkan Prinsip
Indikator berpikir kritis menerapkan prinsip memiliki nilai rata-rata pretes 0,20 dan
posttest 0,87 terjadi peningkatan sebesar 0,67 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
dari nilai rata-rata prottest dengan kategori sedang, pada indikator ini peserta didik dapat
menerapkan prinsip dari hasil percobaan atau eksperimen untuk menjawab pertanyaan yang
berikan dalam bentuk soal. Prinsip tersebut diperoleh dari hasil eksperimen yang dilakukan
dengan teliti dan sistematis, jika peserta didik tidak melakukan dengan teliti dan sistematis maka
peserta didik tidak mendapakan prinsip yang benar sehingga pada saat penerapan prinsip maka
prinsip yang digunakan merupakan prinsip yang salah.
f) Indikator Berpikir Kritis Merumuskan Hipotesis
Indikator berpikir kritis merumuskan hipotesis memiliki nilai rata-rata pretest 0,03 dan
posttest 0,97 terjadi peningkatan sebesar 0,93 apat disimpulkan dalam menerapkan prinsip yang
paling baik di antara indikator-indikator lain yang menjadi instrument penelitian, hal tersebut
diakibatkan karena peserta didik dalam merumuskan hipotesis mengimplemetasikan hasil
pengamatan dalam kehidupan sehar-hari dan memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh
guru pada proses praeksperimen, sehingga peserta didik dapat merumuskan hipotesis dengan
baik dan benar.

4.2.2 Dampak Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Inkuiri untuk Peningkatan


Keterampilan Berpikir Kretif

Keterampilan berpikir kreatif yang diukur dalam penelitian ini berdasarkan langkah
pembelajaran metode eksperimen berbasis inkuiri yaitu, menetapkan masalah, merumuskan
hipotesis, melakukan penelitian atau eksperimen, mengolah data dan menganalisis data, menguji
hipotesis, membuat simpulan umum dan menyajikan hasil. Pada saat pembelajaran guru
membagi peserta didik kedalam 5 kelompok. Pemilihan kelompok dipilih secara acak. Tiap
kelompok diberikan LKPD berbasis inkuiri dan alat dan bahan percobaan agar setiap kelompok
dapat melakukan percobaan selama pembelajaran atau percobaan berlangsung.
Sebelum pembelajaran metode eksperimen berbasis inkuiri diterapkan, kemampuan peserta
didik pada kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang sama.
Hal ini terlihat pada hasil analisis skor pretest peserta didik. Pada saat penerapan metode
eksperimen berbasis inkuiri bagi kelas eksperimen dan metode eksperimen verifikasi bagi kelas
kontrol, terdapat peningkatan keterampilan berpikir kreatif.
Pada kelas eksperimen, nilai rata-rata N-Gain keterampilan berpikir kreatif berdasarkan
hasil analisis data pretest dan posttest sebesar 67% dengan kategori tinggi. Hal ini diakibatkan
peserta didik yang melakukan eksperimen dengan LKPD inkuiri dapat lebih memahami konsep
karena peserta didik menemukan sendiri konsep yang permalasahannya telah ditentukan oleh
guru, peserta didik lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan sesama teman kelompoknya
dan peserta didik dapat mempertanggung jawabkan setiap konsep yang telah ditemukan sehingga
peserta didik lebih aktif, kritis dan kreatif dalam melakukan eksperimen. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Neka, dkk (2015) terjadi perbedaan keterampilan berpikir kreatif
antara siswa yang belajar dengan model inkuiri berbasis lingkungan dengan model pembelajaran
langsung. Hilmi, dkk (2015) terjadinya interaksi antara pendekatan inkuiri melalui metode
eksperimen dan proyek dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kognitif.
Keterampilan berpikir kreatif memiliki beberapa indikator yaitu: 1) Memperbaiki hasil
keluaran, 2) Menerka akibat-akibat suatu kejadian, 3) Menerka sebab akibat, 4) Meramalkan.
Melalui indikator tersebut dibuatlah instrument untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif.
a) Indikator Berpikir Kreatif Memperbaiki Hasil Keluaran
Indikator berpikir kreatif memperbaiki hasil keluaran memiliki rata-rata pretest 0,47 dan
posttest 1,00. Dengan demikian, setelah diterapkan metode eksperimen berbasis inkuiri terjadi
peningkatan sebesar 0,53. Indikator ini muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung dan
setelah proses pembalajaran beakhir dimana peserta didik sudah mampu membarikan informasi
dengan cara mereka sendiri secara lebih baik dan mudah dipahami.
b) Indikator Berpikir Kreatif Menerka Akibat-Akibat Suatu Kejadian
Indikator berpikir kreatif menerka akibat-akibat suatu kejadian memiliki rata-rata pretest
0,57 dan pottest 0,97. Indikator menerka akibat-akibat suatu kejadian mengalami peningkatan
sebesar 0,40 berkategori sedang. Dapat disimpulkan bahwa setelah diterapkan metode
eksperimen berbasis inkuiri peserta didik dapat lebih baik dalam memberikan prediksi atau
hipotesisnya terhadap suatu eksperimen yang sedang dilakukan.
c) Indikator Berpikir Kreatif Menerka Sebab Akibat
Indikator berpikir kreatif menerka sebab akibat memiliki nilai rata-rata pretest 1,03 dan
posttest 1,73 sehingga mengalami peningkatan 0,53. Dapat disimpulkan bahwa peserta didik
sudah mampu mengamati dan memahami gambar dengan baik. Peserta didik sudah sepenuhnya
mengetahui bagaimana cara mengetahui sumber-sumber penyebab suatu kejadian berdasarkan
pengamatan langsung atau suatu gambaran yang telah diberkan oleh guru.
d) Indikator Berpikir Kreatif Meramalkan
Indikator berpikir kreatif memiliki nilai rata-rata pretest 0,43 dan posttest 0,90 sehingga
mengalami peningkatan sebesar setelah 0,47 setelah diterapkan metode eksperimen berbasis
inkuiri. Hal ini dapat terjadi karena peserta didik mampu untuk memprediksi sesuatu yang akan
terjadi dengan baik serta peserta didik sudah mampu menjelaskan dan memberi pendapat
terhadap pertanyaan yang sesuai dengan konsep dan peristiwa.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode


eksperimen berbasisi inkuiri dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif
siswa secara signifikan dibandingkan dengan metode eksperimen verivikasi. Terjadinya
peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik pada materi suhu dan kalor setelah
penerapan metode eksperimen berbasis inkuiri, dimana nilai rata-rata N-gain untuk kelompok
eksperimen sebesar 73%% termasuk pada kategori tinggi dan untuk kelompok kontrol diperoleh
sebesar 61% termasuk kategori sedang. Terjadinya peningkatan keterampilan berpikir kreatif
pada materi suhu dan kalor setelah penerapan metode eksperimen berbasis inkuiri. Peningkatan
N-gain penguasaan konsep kelas eksperimen sebesar 67% termasuk kategori tinggi pada
subkonsep rangkaian hambatan dan untuk kelas kontrol diperoleh sebesar 39% termasuk kategori
sedang. Penggunaan metode eksperimen berbasis inkuiri memberi tanggapan yang positif, karena
sangat membantu peserta didik dalam berpikir kritis dan berpikir kreatif, sehingga peserta didik
lebih cenderung bertanya, membuat kesimpulan dan membuat hipotesis.

Вам также может понравиться