Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya, dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pre-anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total yaitu hilangnya kesadaran
secara total, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh) dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang
lebihluas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal
(trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum
juga termasuk mengendalikan pernapasan dan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama
prosedur anestesi.

1.2 Tujuan dan Manfaat


a) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Anestesi umum dan Sebagai syarat
untuk menyelesaikan KKS Stase Anestesiologi.
b) Penulisan Laporan Kasus dan Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada pembaca atau kepada mahasiswa/i yang sedang
menjalani Stase Anestesiologi.

1.3 TINJAUAN PUSTAKA

1
1.3.1 Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit
yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim dan menghasilkan
kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot
Pilhan cara anestesi
a. Umur
- Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
b. Status fisik
- Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia dan pasca bedah.
- Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan
anestesia umum.
- Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaiknya
dilakukan dengan anestesia umum.
- Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan
anestesia adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.
c. Posisi pembedahan
- Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesi
umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan demikian
juga pembedahan yang berlangsung lama.
d. Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah
- Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan
kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi
perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah
plastik dan lain-lain.
e. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi
f. Keinginan pasien
g. Bahaya kebakaran dan ledakan
- Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif adalah pilah
utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

2
1.3.2 Tahapan Tindakan Anestesi Umum
1.3.2.1 Penilaian dan persiapan pra anestesia
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah, pasien
dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi
angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
1.3.2.2 Penilaian pra bedah
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
napas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih
baik. Beberapa peneliti menganjurkan obat yang menimbulkan masalah dimasa
lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan
ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-
2 hari sebelumnya.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.
c. Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan penyakit
yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
d. Kebugaran untuk anestesia

3
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari.
e. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
f. Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum
induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi
anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

1.3.2.3 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
- Meredakan kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi anestesia

4
- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anestetik
- Mengurangi mual muntah pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi refleks yang membahayakan

Waktu dan cara pemberian premedikasi:


Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan
secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan
belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi
intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan
secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin.
Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin (amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin (amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl (fl 10cc = 500 g), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

1.3.2.4 Induksi Anastesi


Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien
tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia
sampai tindakan pembedahan selesai.

5
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-
Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-
faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
1. Induksi intravena
a) Paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Selama induksi
anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

b) Obat-obat induksi intravena:


- Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg
Dosis: 3-7 mg/kgBB (IV); pada anak dan manula digunakan dosis
rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi. Disuntikkan perlahan
(dihabiskan dalam 30-60 detik), karena larutan ini sangat alkalis
(pH 10-11) sehingga suntikan keluar vena menyebabkan nyeri
hebat.6
Sediaan: ampul 500 mg atau 1000 mg. Dikemas dalam bentuk
bubuk berwarna kuning, berbau belerang. Sebelum digunakan
dilarutkan dalam akuades sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg).6
Farmakokinetik
Tiopental dalam darah 70% diikat albumin, sisanya 30% dalam
bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis
harus dikurangi.
Efek

6
bergantung dosis dan kecepatan suntikan, pasien akan berada
dalam keadaan sedasi, hipnosis, anestesia atau depresi napas.
Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intrakranial dan diduga dapat melindungi otak akibat
kekurangan O2.
Dosis rendah bersifat anti-analgesia
- Propofol (diprivan, recofol)
Dosis
Induksi: 2-3 mg/kgBB (IV dengan kepekatan 1%). Suntikan
IV sering menyebabkan nyeri sehingga 1 menit sebelumnya
sering diberikan lidocaine 1-2 mg/kgBB IV.6
Maintenance anestesia intravena total: 4-12 mg/kgBB/ jam.6
Sedasi pada perawatan intensif: 0,2 mg/kgBB
Pada manula dosis harus dikurangi
Sediaan: dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg).
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Kontraindikasi: tidak dianjurkan pada wanita hamil dan anak <3
tahun.
- Ketamin (ketalar)
Dosis: 1-2 mg/kgBB (IV)
Sediaan: dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml=10
mg), 5% (1 ml=50 mg) dan 10% (1 ml=100 mg)
Efek
Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi,
nyeri kepala, pasca anestesia sering menimbulkan mual
muntah, pandangan kabur, mimpi buruk, atau halusinasi
(oleh karena itu dianjurkan memakai sedativa, contohnya
Midazolam/dormikum atau diazepam/valium dengan dosis
0,1 mg/kg IV dan untuk mengurangi hipersalivasi diberikan
sulfas atropin 0,01 mg/kg)
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka
Kontraindikasi
Tidak dianjurkan pada pasien TD tinggi (>160 mmHg)
- Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Dosis
dosis induksi: 20-50 mg/kg
dosis rumatan: 0,3-1 mg/kg/menit
Efek
Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung

7
2. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskular
dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

3. Induksi inhalasi
a) N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan
anastetik lain seperti halotan.
b) Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain
4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi
miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah,
anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan
kadar gula darah.
c) Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot
lurik lebih baik disbanding halotan.
d) Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian
aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik
anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah
otak.

8
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
e) Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak
digunakan untuk induksi anestesi.
f) Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

4. Induksi per rectal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
a) Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga
asetilkolin tidak dapat bekerja.
b) Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama
20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.
c) Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
- Cegukan (hiccup)
- Dinding perut kaku
- Ada tahanan pada inflasi paru

1.3.2.5 Rumatan Anestesi (Maintainance)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-
50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia
cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena
dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan
9
infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena,
pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran
2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan,
dibantu atau dikendalikan.

10
1.3.3 TATALAKSANA JALAN NAPAS
Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
- Hidung
Menuju nasofaring
- Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring
menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea.
Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang
aritenoid, kornikulata dan kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
- Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
- Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
- Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga
gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-
faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-
pharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
- Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

11
- Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

E. Pipa trakea (endotracheal tube)


Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.

Indikasi intubasi trakea


Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea
antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya
digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan
napas, dan lain-lainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi

12
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan
tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lainnya.

1.3.4 Anestesi Pada Pasien Pediatrik


Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan
dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak
dan dewasa, meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi,
disamping prosedur pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat
perbedaan yang mendasar, tetapi prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan,
keamanan, kenyamanan, dan perhatian yang seksama baik pada anak maupun dewasa
adalah sama.
Beberapa tahapan anestesi pediatrik seperti tahapan evaluasi, persiapan pra
bedah, dan tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan dan tindakan anestesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap tahap
dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya.
Adaptasi fisiologis dalam sistem jantung dan pernafasan anak-anak untuk
memenuhi peningkatan permintaan merupakan hal fisiologis yang harus diperhatikan.
Salah satu perbedaan paling penting antara pasien anak dan dewasa adalah konsumsi
oksigen, pada bayi dapat melebihi 6ml/kg/min, dua kali lipat dari orang dewasa.
Perbedaan-perbedaan inilah yang mengakibatkan tindakan anestesi pada neonatus dan
anak adalah istimewa.

13
1.3.4.1 Pernafasan
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa.
Pada neonatus dan bayi antara 30 40 x semenit. Tipe pernafasan : neonatus, dan bayi
adalah abdominal, dan hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini
memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. Paru- paru lebih mudah rusak karena
tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan pneumotoraks, atau
pneumomediastinum. Laju metabolisme yang tinggi menyebabkan cadangan oksigen
yang jauh lebih kecil, sehingga kurangnya kadar oksigen yang tersedia pada udara,
dapat menyebabkan terjadinya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang
dewasa.
Perbedaanfisiologipernafasanorangdewasadananakanak
Variabel Anakanak Dewasa
Frekuensipernafasan 3050 1216
Volumeml/kg 68 7
Deadspaceml/kg 22.5 2.2
AlveolarVentiltion 100150 60
FRC 2730 30
Konsumsioksigen 68 3

1.3.4.2 Kardio
Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x permenit.
Hipoksia menimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar
hemoglobin neonatus tinggi (16-20 gr%), tetapi kemudian menurun sampai usia 6
bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah
darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90
miligram berat badan karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan sistem
kardiosirkulasi.
Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatrik berdasarkan umur
Umur Heartrate Systolic Diastolic
Barulahir 110150 6075 25
6bulan 80150 95 45
2tahun 85125 95 50
4tahun 75115 95 57
8tahun 60110 112 60

1.3.4.3 Cairan Tubuh

14
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat badan
75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% dan setelah dewasa menjadi 55-
60%.
Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatrik berdasarkan umur
Umur EBV
Premature 90100cc/kg
Barulahir 8090cc/kg
3bulan1tahun 7080cc/kg
>1tahun 70cc/kg
Dewasa 5560cc/kg

15
1.3.5 Anastesi Pada Mandibula

2. 1 Anatomi Dan Persarafan Mandibula

Memahami anatomi saraf mandibula sangat penting dalam keberhasilan untuk memblok
saraf ini. Persarafan mandibula terdiri dari saraf sensorik yang paling banyak dijumpai dan
motorik. Saraf motorik terdiri dari saraf pterigoid eksterna, maseter dan temporalis. Nervus
trigeminus muncul dipertengahan bagian lateral pons sebagai akar sensoris dan akar motorik.

1. Somato sensoris umum

a. Eksteroseptif Neuron sensoris pertama terdapat didalam ganglion semilunar gaseri.


Menerima rangsang dari kulit dan selaput lender muka. Akson-aksonnya masuk sebagai
akar sensorik ke nukleus sensibilis pontis N. V dan ke nucleus spinalis N. V. Dari kedua
nukleus ini, impuls kemudian diteruskan ke thalamus. Cabang pertama dan cabang
kedua akar sensoris, yaitu N. Optalmikus dan N. maksilaris, juga melalui dinding
lateralis sinus kavernosus.

b. Proprioseptif Nukleus sensoris pertama terletak dalam nukleus mesensepalon


nervus trigeminus. Menerima rangsang melalui cabang-cabang N. V dan juga dari N.
III, IV, VI, dan VII. Serabutserabut eferen dari nucleus mesensepalikus berhubungan
dengan cerebellum dan juga dengan nukleus motorik N. V untuk refleks mengunyah.

2. Brakio motoris

Nukleus mastikatorius atau nukleus motoris N. V terdapat dibagian rostral pons,


medial terhadap nukleus sensibilia pontis N. V. Aksonnya muncul dipermukaan pons
sebagai akar motorik dan kemudian bersama N. mandibularis melalui foramen ovale di
basis kranii menuju ke otot-otot pengunyah.

Bersama dengan saraf motorik, saraf sensorik bukal bercabang untuk menginervasi
kulit dan membran mukosa pipi, mukosa dan gingiva pada daerah bukal molar dan
mukosa pada daerah trigonum retromolar. Saraf bukal yang panjang melintasi ramus
anterior kira-kira pada level dataran oklusal gigi molar. Sampai pada level tersebut saraf
ini kemudian menurun ke arah anterior dan lateral di antara otot-otot pterigoid eksternal
dan bergerak di bawah tepi anterior otot maseter menyilang ke posisi lateral ke tepi
anterior ramus, syaraf ini menjadi aksesibel untuk blok intra oral.

Persarafan mandibula, memiliki kelompok percabangan yang mensarafi divisi


posterior yaitu saraf aurikulotemporal dan saraf lingual. Saraf aurikulotemporal adalah
saraf sensorik dan memiliki ujung cabang yang menginervasi kelenjar parotis, sendi
temporomandibula, bagian anterior telinga, meatus auditorius eksternus, membran
timpani dan kulit kepala pada daerah temporal.

Teknik blok intraoral tidak dapat menganestesi saraf ini dan hanya dapat dicapai
dengan blok ekstraoral. Sebaliknya, cabang saraf lingual pada umumnya dianestesi

16
dengan jalur intraoral. Saraf lingual berjalan ke bawah medial menuju otot pterigoid
eksternal dan lateral menuju otot pterigoid internal tetapi diantara kduanya dan ramus
mandibula ada suatu daerah yang dinamakan ruang pterigomandibular. Hal ini berarti
daerah tersebut paling aksesibel untuk blok anestesi lokal. Dari ruang pterigomandibular,
saraf bergerak lebih dalam ke posisi disamping dasar lidah (di bawah dan belakang molar
ketiga), dimana saraf melintas di anterior dan medial. Distribusinya adalah sensorik pada
2/3 anterior lidah, mukosa dasar mulut serta mukosa dan gingiva permukaan lingual
mandibula.

Selanjutnya saraf mandibula bergerak dalam arah menurun, mencapai ruang


pterigomandibular dimana saraf ini terletak di antara ligamen spenomandibular dan
permukaan medial ramus. Pada titik ini, saraf memasuki foramen mandibula ke kanalis
mandibula, dan saraf ini menjadi nervus alveolaris inferior. Sebelum memasuki saluran
ini, saraf melepaskan cabang motorik yang menginervasi otot milohioid.

Saraf mandibula merupakan cabang terbesar dari N. trigeminal, saraf ini berjalan dari
kepala keluar melalui foramen ovale dan menginervasi regio mandibula, faring, 2/3
anterior lidah dan regio posterior aurikula. Nervus mandibularis terbagi atas cabang yang
kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior adalah saraf motoris
utama. Kedalamnya hampir seluruh bagian yang asli yaitu N. maseterikus, N. temporalis
profundi, dan N. pterigoideus eksternus, yang mengandung hanya beberapa serabut yang
tidak motoris, yaitu saraf sensori sejati N. bukinatorius.

Gambar N. Maxillaris (V/2); N. Mandibularis (V/3); setelah diangkat sebagian


rahang atas dan rahang bawah dan dibebaskannya canalis mandibulae

17
Cabang-cabang dari bagian anterior N. mandibularis ini adalah:

a. N. Maseterikus dan N. pterigoideus lateralis biasanya keluar bersama-sama N.


temporalis profundus posterior, melalui bagian horizontal lateral fasial infra
temporalis dari tulang spenoid dan kemudian terus kebagian lateral dan bawah melalui
insisura mandibula ke permukaan medial m. masseter dan memberikan 1-2 hubungan
untuk persendian rahang.

b. N. Temporalis profundi, biasanya 3 buah yaitu posterior, intermedius dan anterior


yang kadang-kadang timbul bersama dengan N. maseterikus. Nervus ini mula-mula
berjalan horizontal lateral seperti N. masentrikus dan kemudian membelok vertikal
keatas dan akhirnya terpencar beranastomose dengan yang lain dalam m. temporalis.

c. N. Bukinatorius berjalan kebawah, ke depan dan ke lateral. Nervus ini berada


diantara kedua kepala M. pterigoideus atau diantara kedua mm. pterigoideus tiba
diatas permukaan lateral m. bukinator dan disana ia beranastomose dengan cabang
bukalis N. fasialis. nervus ini memberikan cabang-cabangnya melalui m. bukinator
kepada membrana mukosa daripada pipi, kekulit sudut mulut dan kulit yang menutupi
m. bukinator. ini adalah saraf sensoris yang asli.

Cabang dari bagian posterior N. mandibularis adalah:

1. N. Aurikulotemporalis, muncul agak di bawah foramnen ovale dari pinggir


posterior N. mandibularis. Nervus ini mula-mula berjalan ke belakang dan agak ke
bawah pada permukaan medial N. pterigoideus eksternus dan prosesus kondiloideus
mandibula di atas arteri maksilaris interna, membengkok (melengkung) di sekeliling
kolum prosesus kondiloideus, mula-mula ke bagia lateral kemudian ke atas melalui
kelenjar parotis atau tertutup oleh kelenjar parotis di depan kartilago akustikus eksternus
dan akhirnya menuju bersama-sama dengan arteri temporalis superfisialis, ke atas ke
kulit pelipis, bergabung dengan ganglion optikum dalam beberapa hubungan dengan
membawa ke jaringan sekret dari kelenjar parotis.

2. N. Lingualis, berjalan pada sisi medial dari M. pterigoideus eksternus dan arteri
maksilaris interna, kemudian diantara M. pterigoideus internus dan ramus mandibularis,
sedikit membelok, ke bawah dan ke depan melalui bagian bawah M. miloparingeus dan
di bawah membrana mukosa dasar mulut, berjalan ke depan diatas M. milohioideus dan
kelenjar submaksilaris, mengelilingi duktus submaksilaris (Wartoni) sebelah lateral dan
kebawah, kemudian berpencar menjadi cabang-cabang terminalnya. Diatas M.
Pterigoideus bergabung dengan khorda timpani yang menghampiri nervus ini dengan
membuat sudut yang tajam dari belakang dan atas. Nervus lingualis merupakan serabut-
serabut sensoris yang asli dan serabut-serabut perasa dari 2/3 anterior lidah dan juga
menginervasi bagian lingual mandibula.

3. N. alveolaris inferior, merupakan cabang terbesar, mula-mula melalui permukaan


medial dari M. pterigoideus eksternus dan dari arteri maksilaris interna, kemudian
diantara ramus mandibula dan M. pterigoideus internus sedikit membelok kebawah

18
menuju foramen mandibula kemudian kebagian depan di dalam kanalis mandibula
bersama artei dan vena. Nervus ini mengadakan cabang-cabang:

a. N. milohioideus, berasal dari N. alveolaris inferior tepat sebelum masuk ke


foramen mandibularis dan turun kebawah dan kedepan didalam sulkus
milohioideus mandibula, mula-mula lateral dari m. pterigoideus internus,
kemudian dibawah M. milohioideus dan akhirnya mensuplai venter anterior m.
digastrikus.

b. Rami dentalis inferior dan rami ginggivalis inferior, yang berjalan didalam kanalis
mandibula dan masuk ke tiap-tiap akar gigi yang akhirnya ke alveolus dan masuk
ke gingiva, mereka membentuk pleksus diatas N. mandibularis.

c. N. mentalis, adalah cabang yang terbesar meninggalkan kanalis mandibula


melalui foramen mentalis, ditutupi M. triangularis. Nervus ini membelah menjadi
rami mentalis, yang menerobos otot-otot tersebut pergi kekulit dagu dan rami
labialis inferior yang berjalan kebagian atas untuk kulit dan membrana mukosa
bibir bawah.

Gambar 2. Saraf-saraf wajah,N. trigeminus (V), N. fasialis (VII),


N.glosoparingeus (IX), N. maksilaris, N. alveolaris inferior dan bercabangannya
(Sobotta. atlas anatomi manusia. Bagian 1. Edisi 20. Jakarta. EGC. 1994; 78-02)

19
2. 2 Anatomi sel saraf (neuron)

Sebuah sel saraf atau neuron biasanya terdiri dari tiga bagian utama yaitu: badan sel,
dendrit dan akson, walaupun terdapat variasi dalam struktur, bergantung pada lokasi dan
fungsi dari neuron yang bersangkutan. Nukleus dan organel-organel sel berada pada badan
sel, tempat berasalnya sejumlah besar tonjol yang dikenal sebagai dendrit, biasanya
berbentuk seperti antena untuk meningkatkan luas permukaan yang memungkinkan
penerimaan sinyal dari saraf lain. Dendrit membawa sinyal ke arah badan sel. Pada sebagian
besar neuron, membran plasma badan sel, dan dendrit mengandung reseptor-reseptor protein
untuk mengikat zat kimiawi dari neuron lain. Akson atau serat saraf adalah tonjolan tunggal,
memanjang, dan berbentuk pipa yang menghantarkan potensial aksi menjauhi badan sel dan
akhirnya berakhir di sel lain. Akson sering mengeluarkan cabang-cabang sisi atau kolateral
sepanjang perjalanannya. Bagian pertama akson ditambah bagian dari badan sel tempat akson
tersebut keluar dikenal sebagai axon hillock (bukit akson) ini adalah tempat potensial aksi
bermula di sebuah neuron (kecuali untuk neuron-neuron yang mengkhususkan diri untuk
menyalurkan informasi sensorik). Impuls kemudian menyebar di sepanjang akson menuju
ujung akson yang biasanya sangat bercabang pada terminal akson. Terminal-terminal ini
mengeluarkan zat-zat perantara kimiawi yang secara simultan mempengaruhi banyak sel lain
yang berhubungan erat dengan terminal tersebut.

Panjang akson bervariasi, mulai dari yang kurang dari 1mm pada neuron-neuron yang
hanya berhubungan dengan sel-sel tetangganya sampai lebih dari 1m pada neuron-neuron
yang berhubungan dengan bagian-bagian sistem saraf yang jauh atau dengan organ perifer.

Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan
sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.

2.3 Proses penghantaran impuls

2.3.1. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf Penghantaran impuls baik yang berupa
rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson) dapat terjadi karena
adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada
waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif
terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada
indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat.
Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut saraf.
Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1 sampai
dengart 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya
selubung mielin.

Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui
oleh impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial
istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000
detik. Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh
mitokondria dalam sel saraf.

20
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan
menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di
atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang
kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu
daripada impuls yang lemah.

2. 3. 2. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis Titik temu antara terminal akson salah
satu neuron dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson
membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis
terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter; yang disebut
vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-
sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut
post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan
melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan
neurotransmitter berupa asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang
dapat menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke postsinapsis.
Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya asetilkolin yang terdapat di
seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan dopamin serta
serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah
sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis.

Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf


berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan diuraikan oleh
enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-sinapsis. Antara saraf
motor dan otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan membran prasinapsis dan
membran post-sinapsis yang terbentuk dari sarkolema yang mengelilingi sel otot.
Prinsip kerjanya sama dengan sinapsis saraf-saraf lainnya.

Gambar 3. Lokasi, anatomi dan cara kerja sinapsis

21
2. 4. Anestesi blok mandibula

Anestesi blok mandibula merupakan anestesi yang paling penting untuk kedokteran gigi.

Saraf-saraf yang dilumpuhkan antara lain:

a. Nervus alveolaris inferior


b. Nervus mentalis
c. Nervus lingualis
d. Nervus insisivus

Daerah yang teranestesi meliputi:

a. Gigi mandibula setengah kuadran


b. Badan mandibula dan ramus bagian bawah
c. Mukoperiosteum bukal dan membran mukosa di depan foramen mentalis
d. dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah
e. jaringan lunak lingual dan periosteum

Indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu:

a. Diperlukannya daerah anestesi yang luas, misalnya pencabutan gigi posterior rahang
bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu kuadran,
b. Pada saat diperlukannya anestesi pada jaringan lunak bagian bukal dan juga lingual.
Adapun kontra indikasi penggunaan teknik anestesi ini yaitu adanya inflamasi pada
daerah suntikan dan pada pasien yang tidaak kooperatif.

Petunjuk penyuntikan intra oral:

a. Krista buksinatoria
b. Margo anterior ramus asendens
c. Fosa retro molaris

Gejala bahwa anestesi berhasil adalah bibir (N. alveolaris inferior) dan lidah sampai
ujung (N. lingualis) pada area penyuntikan terasa kebas. Bila N. alveolaris inferior dan N.
lingulis telah lumpuh, maka pencabutan gigi pada setengah rahang bawah dapat dilakukan
tanpa rasa sakit. Namun adakalanya pada ginggiva regio molar masih terasa sakit karena
adanya N. buksinatorius yang menginervasi pipi sampai dengan mukosa regio molar satu dan
terkadang sampai molar dua atau molar tiga. Untuk menghilangkan rasa sakit ini biasanya
cukup dengan infiltrasi anestesi mukosa bagian bukal dari gigi yang akan dicabut.

22
Gambar. Daerah anestesi yang dilumpuhkan

2.5.Komplikasi

Beberapa komplikasi dari anestesi blok pada mandibula adalah:

1. Cedera saraf

a. Sakit selama dan setelah penyuntikan

Tidak diragukan lagi bahwa ada beberapa pasien yang takut terhadap suntikan.
Walaupun pada beberapa kasus ketakutan ini hanya merupakan salah satu aspek dari sikap
hidup pasien umumnya dan terhadap perawatan gigi khususnya, sungguh disayangkan
bahwa pada beberapa kasus lainnya ketakutan disebabkan karena pengalaman suntikan
yang sakit di masa lalu. Dokter gigi berkewajiban untuk memastikan bahwa metode
pengontrolan rasa sakit yang digunakannya benar-benar tidak menimbulkan rasa kurang
enak dan bahwa metode tersebut dapat digunakan senyaman mungkin.

Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan bahwa
dokter gigi hanya menggunakan jarum disposibel berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh
industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung yang tajam dari
jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan
lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak yaitu menghangatkan larutan dan
menyuntikannya perlahan-lahan.

Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang sudah
terkontaminasi. Penggunaan catridge yang tepat akan dapat menghilangkan kemungkinan
ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami
sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini
merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera
ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk mendepositkan larutan anestesi pada
situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama.
Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk mendepositkan larutan pada jaringan
resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan karena itu harus dihindari sebisa mungkin.

23
b. Parestesi

Parestesia didefenisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa kebas, rasa terbakar
dari kulit tanpa adanya stimulus yang jelas. Parestesi dapat disebabkan oleh trauma, tumor,
penyakit jaringan kolagen, infeksi dan penyakit-penyakit idiopatik.

2. Sinkope (kolaps)

Sinkope atau kolaps merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dari penggunaan
anestesi lokal di kedokteran gigi. Kolaps merupakan bentuk dari syok neurogenik yang
disebabkan oleh iskeminya jaringan serebral sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah
perifer disertai penurunan tekanan darah.

3. Efek toksik

Pada umumnya semakin potensialnya suatu anestetikum semakin besar pula memberikan
efek toksik. Dosis toksik bagi kebanyakan anestetikum yang digunakan dalam bedah mulut
yaitu berkisar 300-500mg. 15

4. Trismus

Trismus merupakan hal biasa terjadi pada pasie, dan pasien merasa sulit untuk membuka
mulutnya setelah pemberian anestesi blok mandibula. Trismus biasanya disebabkan oleh
trauma tusukan jarum pada serabut otot pterigoideus medial.

5. Hematoma

Biasanya hematoma disebabkan oleh injeksi yang menembus pembuluh arteri dan vena
pada saat injeksi blok saraf alveolar inferior atau saraf alveolar posterior superior.

24
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Keysa Ananda
Jenis Kelamin : Perempuan
No.RM :-
Usia : 11 bulan
Berat Badan : 8 kg
Diagnosa : Lymphangioma
Tindakan : Eksisi Lymphangioma

2.2 ANAMNESIS
Pasien datang pada tanggal 10 Mei 2016 pukul 10.00 WIB. Didapati benjolan
pada wajah bagian kiri (+), Diameter 6,5 x 3,5 x 2,5 cm, nyeri (+), sulit makan (+), sulit
bicara (+), riwayat demam (+), tidak turun dengan obat penurun panas, penurunan BB
(+), sulit beraktivitas (+), BAK (+) normal, BAB (+) normal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


PRIMARY SURVEY

1. Jalan Nafas Bebas

2. Nafas :

a. RR 30x/menit teratur simetris

b. Vesicular + /+, Rh -/-, Wh -/-

3. Nadi 108 x/menit teratur,


4. Kesadaran : Compos Mentis
5. Mata tidak ada kelainan
6. Pipi kanan : tidak ada kelaianan
7. Pipi kiri : benjolan pada pipi sebelah kiri dengan diameter 6,5 x 3,5 x 2,5 cm
8. THT tidak ada kelainan
9. Thoraks : tidak ada kelainan
10. Abdomen : tidak ada kelainan
11. Extremitas : tidak ada kelainan

25
RESUSITASI

BREATH

- RR : 30x/menit teratur, simetris

- SP : Vesicular +/+ Rh -/- Wh -/-

- ST :-
- F. Tx :-

BLOOD

- TD :-

- HR : 98x/menit

- EKG :-

- Darah Rutin : HB : 12,9 g/dl HT : 37,8 % LEU : 10,3 109/ltr

TROM : 481 109/ltr LED : 12 mm/jam

BRAIN

- GCS : 15
- PUPIL : Isokor +/+ ODS

BLADDER

- UO : 100 ml
- Warna : Bening

BOWEL

- Distensi : -
- Peristaltik : (+) normal

BONE

- Edema :-
- Fraktur :-

26
SECONDARY SURVEY

Head to Toe :
Kepala :
Benjolan pada pipi sebelah kiri dengan diameter 6,5 x 3,5 x 2,5 cm
Thorax :
a) Inspeksi : Simetris
b) Palpasi : Masih dalam batas normal
d) Auskultasi : SP Vesikuler.
Abdomen :
a) Inspeksi : Simetris
b) Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
c) Perkusi :-
d) Palpasi : Masih dalam batas normal
Ekstremitas :
a) Superior : Dalam Batas Normal
b) Inferior : Dalam Batas Normal

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
Darah Lengkap :
- Hb : 9,2 g/dl
- Leukosit : 19,9 x 109/l
- LED : -
- Trombosit : 484 x 109/l
- Ht : 28,6 %
- Eritrosit : 28,6 x 1012/l
- MCV : 79,5 fl
- MCH : 25,4 pg
- MCHC : 32,1 gr/dl
- Jenis Leukosit :
eosinofil : 3%
basofil :-
neutrofil : 63%
Limfosit : 26 %
Monosit :8%

27
- Golongan darah : A
Pemeriksaan kimia klinik :
- Albumin : 4,8 g/dl
- Natrium : 134 mEq/L
- Kalium : 3,82 mEq/L
- Chlorida : 109 mEq/L
- Gula darah ad random : 53 mg/dl

2.6 PERENCANAAN OPERASI Eksisi Lymphangioma


2.7 TINDAKAN OPERASI Eksisi Lymphangioma
2.8 TEMUAN PADA SAAT OPERASI
- TD : Tertinggi : -
Terendah : -
- HR : Tertinggi : 163 x/i
Terendah : 130 x/i
- Perdarahan :
- Cairan Keluar :
2.9 KESAN ANESTESI
ASA : II

2.10 RENCANA ANESTESI


General anestesi dengan intubasi ETT nomor 2,5 mm, dengan menggunakan obat-obatan:
1. Pre medikasi :
Sulfas Atropin
2. Induksi :
Propofol
3. Intubasi (Muscle relaxant) :
Rocuronium Bromide
4. Reversal :
a. Neostigmin
b. Atropin

2.11 TINDAK LANJUT

Tanggal 10.05.2016 / 22.40 wib


Diet: Puasa susu asi
Cairan :
- Aminofluid : 1000 ml/hari 14 gtt/i
- RL : 1000 ml/hari 14 gtt/i
28
- Dextrose 10% : 1000 ml/hari 14 gtt/i

Medikamentosa :
- inj. Novalgin 150mg / 8j
- Inj. Ceftriaxone 250mg / 12j
- Inj. Gentamisin 25mg / 12j
- Inj. Ketorolak 1/3 amp / 8j
- Pct syr cth

Monitoring :
Darah dari luka op
Darah dari drain

Tanggal 11.05.2016
Cairan :
- Dexrose 5% : 50cc/8 jam via NGT
- Aminofluid : 1000 ml/hari 14 gtt/i
- RL : 1000 ml/hari 14 gtt/i
- Dextrose 10% : 1000 ml/hari 14 gtt/i

Medikamentosa :
- inj. Novalgin 150mg / 8j
- Inj. Ceftriaxone 250mg / 12j
- Inj. Gentamisin 25mg / 12j
- Inj. Ketorolak 1/3 amp / 8j

Tanggal 12.05.2016
Cairan :
- Dexrose 5% : 50cc/8 jam via NGT
- Aminofluid : 1000 ml/hari 14 gtt/i
- Clinocleic 20% : 100 cc/hari 3gtt/i
- RL + KCl 25 mg : 1000 ml/hari 14 gtt/i via infuse pump
- Dextrose 10% : 1000 ml/hari 14 gtt/i

Medikamentosa :
1. inj. Novalgin 150mg / 8j
2. Inj. Ceftriaxone 250mg / 12j
3. Inj. Gentamisin 25mg / 12j
4. Inj. Ketorolak 1/3 amp / 8j
5. Pct syr cth
6. Ambroxol syr 3 x cth

29
BAB III

DISKUSI KASUS

Pasien anak Keysa ananda, 11 bulan menjalani operasi eksisi lymphangioma pada tanggal 10
mei 2016 dengan diagnosis pre operatif adalah susp. Benigna o/t facialis sinistra.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan : Tekanan darah -/- mmHg, Nadi 98
x/menit, Respirasi 30 x/menit, dan Suhu 38oC. Pasien masuk ke dalam ASA II
Rencana anestesi pada pasien ini adalah anestesia umum dengan ETT ukuran 2,5mm.
Anestesia umum dimulai dengan didahului premedikasi sulfas atropin . dan fentanyl 0,1mg.
Penggunaan dosis kecil dari kedua obat ini bersifat anxiolitik untuk meredakan kecemasan
pasien. Tujuan premedikasi disini adalah untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien
dengan pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa
khawatir. Selanjutnya pasien diberikan propofol 200mg. untuk induksi dan atracurium
sebanyak 50mg. sebagai mucle relaxant.
1. Pre medikasi :
Sulfas Atropin
2. Induksi :
Propofol

30
3. Intubasi (Muscle relaxant) :
Rocuronium Bromide
4. Reversal :
a. Neostigmine
b. Atropin
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (isofluran) dengan ukuran 1,12vol% dengan oksigen dari mesin ke
jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah
dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan isofluran disini dipilih karena Efek
terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesia
teknik hipotensi.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan
isofluran 1,1 vol%, oksigen:N2O sekitar 1:1 L/menit sebagai anestesi rumatan, atracurium
diberikan dalam dosis maintenance tiap 30 menit. Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan
laju napas 12 x/ menit. Pasien dipasang IV line di tangan kiri. Sesaat setelah operasi selesai
gas anestesiditurunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk
membangunkanpasien gas inhalasi diganti dengan sevofluran 2 v% karena baunya yang
nyaman untuk pasien dan juga lebih cepat membangunkan pasien. Juga diharapkan agar
pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi hampir selesai.Lalu mesin anestesi
diubah ke manual supaya pasien dapat melakukan nafas spontan. Kemudian pasien
dipindahkan ke ruang recovery room dan dinilai aldrette score yaitu 9 dan pasien kembali ke
ruangan yaitu ICU karena memerlukan monitoring yang intens pada pasien.

31
BAB IV
PENUTUP

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal
(trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum
juga termasuk mengendalikan pernapasan dan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama
prosedur anestesi.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :


1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia : hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant : relaksasi otot

Terdapat beberapa tipe anestesi :


1. Pertama anestesi total yaitu hilangnya kesadaran secara total,
2. Anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh),
3. Anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebihluas dari tubuh oleh
blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi


Intensif,FKUI. Jakarta: CV Infomedia.
2. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Clinical Anesthesia 5th
edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p.801-65.
3. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Ilmu Anestesi dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010. p.49-65.
4. Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. p.48-53.
-

33

Вам также может понравиться