Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NIM : 11-2015-346
Dokter Pembimbing :
I. IDENTITAS PASIEN
Agama : Budha
Ayah
1
Ibu
II. ANAMNESIS
Data diambil secara Alloanamnesis (ibu pasien), tanggal 06 Juni 2017 pukul 13.10
Dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam cukup tinggi namun ibu pasien
tidak mengukur tinggi demamnya. Demam dikatakan terus menerus sepanjang hari dan terus
menerus dan disertai menggigil. Ibu pasien mengatakan tidak ada bintik merah ataupun bercak
kemerahan pada kulit, tisak ada gusi berdarah maupun mimisan. Buang air besar pada pasien
tidak mencret dan tidak keras, konsistensi seperti biasanya, frekuensi beberapa kali sehari, tidak
meningkat dibanding biasanya. Lendir tidak ada, darah tidak ada, bau busuk tidak ada, warna
coklat kekuningan. Buang air kecil pada pasien normal, frekuensi seperti biasanya tidak
meningkat, wana kuning muda normal. Mual dan muntah tidak ada. Pasien mengalami batuk
dan pilek. batuk dikatakan terus menerus sepanjang hari. Batuk tidak berdahak, tidak ada darah.
lalu pilek berupa cairan lendir, bening, tidah kental, dan tidak berbau. Pasien masih mau minum
susu dan masih rewel, serta tidak ada gangguan kesadaran pada pasien. Kemudian pasien
diberikan sanmol syrup oleh ibu pasien, dan ibu pasien mengatakan panas sempat menurun.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien kembali demam tinggi yang tidak diukur
oleh ibu pasien, namun ibu pasien mengatakan demamnya cukup tinggi sama dengan kemarin.
dan Ibu pasien kembali memberikan obat penurun panas sanmol hingga demam menurun.
Namun keluhan batuk pilek masih ada pada pasien, keluham mual muntah tidak ada, buang air
besar dan buang air kecil masih normal
2
Dua jam sebelum masuk rumah sakit pasien kembali mengalami demam tinggi dan tiba-
tiba kejang. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dengan gerakan seperti menarik ulur, dan
berlangsung selama sekitar satu menit. Ibu pasien mengatakan pada saat kejang pasien tidak
sadarkan diri dengan mata mendelik keatas. Sesaat setelah kejang pasien kembali sadarkan diri.
Setelah kejang orang tua pasien langsung membawa pasien ke IGD RS Husada. Saat di IGD
dikatakan suhu pasien adalah tiga puluh sembilan derajat Celcius. Dan saat di IGD dokter
memberikan obat panas yang diberikan lewat dubur. Ibu pasien mengatakan ini pertama
kalinya pasien mengalami kejang. Keluhan batuk dan pilek masih ada pada pasien. Tidak ada
trauma kepala sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat dirawat di RS. Menurut ibu pasien biasanya pasien jarang
sakit, hanya sakit batuk, pilek, diare, dan demam yang biasa sembuh setelah berobat ke klinik.
Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
Alergi +
Asma +
Tuberkulosis +
Hipertensi +
Ayah Ibu
3
DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 30 28
Perkawinan ke 1 1
1 2 Juni P + - - - Sakit
2016
(1 tahun
0 bulan
17 hari)
Kehamilan
Penyakit kehamilan : Tidak ada tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit infeksi,
maupun perdarahan selama kehamilan.
Kelahiran
Kurva Lubchenko
RIWAYAT PERTUMBUHAN
5
1 tahun 0 bulan 17 hari 9300 gram 74 cm
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai karna ibu lupa dengan data
pertumbuhan anaknya
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Riwayat perkembangan menurut denver 2 ada 4 aspek yang penting dinilai yaitu personal
social, motorik halus adaptif, motorik kasar, dan bahasa. Cara menanyakan yang benar adalah
dengan menanyakan 3 gugus dibawah garis terlebih dahulu. Untuk personal social pasien
pasien sudah dapat berusaha menggapai mainan sendiri, makan sendiri, tepuk tangan,
menyatakan keinginan, daag daag dengan tanagan, main bola dengan pemeriksa, menirukan
kegiatan, namun gagal untuk minum dengan cangkir. Untuk segmen motorik halus adaptif
pasien sudah dapat mengambil 1 kubus, memegang dengan ibu jari dan jari, membenturkan 2
kubus, menaruh kubus dicangkir, mencoret-coret, namun gagal mengambil manic-manik
ditunjukkan, untuk segmen bahasa sudah bisa untuk papa mama tidak spesifik, kombinasi
bilabel mengoceh, papa mama spesifik, 1 kata, 2 kata, namun belum bisa 3 kata. Untuk segmen
motorik kasar pasien sudah dapat bangkit untuk berdiri, berdiri 2 detik, namun belum dapat
berdiri sendiri.
6
7
8
RIWAYAT IMUNISASI
Waktu
Imunisasi
Pemberian
Bulan (Tahun)
0 1 2 3 4 5 6 9 12 18 5 6 12
BCG I
DPT I II III
Polio 0 I II III
Hepatiti
0 I II III
sB
Campak I
Vaksin
Hepatiti
sA
HiB
Typhim
MMR
Varicel
a
Pneumo
kokus
Riwayat Makanan
ASI ad
0 6 bulan libitum on
demand
9
ASI ad
libitum on
9 bulan- demand Apel/ pisang/ 3 x sehari
sekarang papaya 1-2 porsi sedang
kali sehari
ASI ad
libitum on
demand
RIWAYAT PENYAKIT
Penyakit Penyakit
Diare + Morbili -
Otitis - Parotitis -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Pasien biasanya jarang sakit, hanya sakit batuk, pilek, diare yang biasa sembuh setelah
berobat kepuskesmas.
10
11
DATA PERUMAHAN
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 5 orang ( ayah, ibu, kakek dari ibu pasien,
nenek dari ibu pasien, dan pasien), terdiri dari 2 kamar tidur, 1
kamar mandi dan wc, 1 dapur, dan 1 ruang tamu.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat
lampu dengan sinar putih di setiap ruangan (kamar tidur, kamar
mandi, ruang tamu, dapur).
Keadaan Lingkungan : Sanitasi lingkungan cukup baik, selokan depan rumah lancar,
letak pembuangan sampah cukup jauh, rumah berdempetan
dengan rumah tetangga.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, anak terlihat lemas, saat menangis air mata
keluar, tidak ada sesak nafas.
Tanda-tanda vital :
Suhu : 38,1 oC
Tekanan darah :-
12
Data Antropometri
Intepretasi:
13
- Berdasarkan kurva NCHS, perbandingan usia dengan berat badan terletak di presentil
50 dan 25
14
- Berdasarkan kurva z score perbandingan usia dengan berat badan terletak di antara 2
sd 0. Kesan normal
15
- Berdasarkan kurva z score perbandingan usia dengan panjang badan diantara 0 sd -2.
Kesan normal ( grafik terlampir)
16
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala : Bentuk dan ukuran normocephali, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut. Ubun-ubun belum menutup, tidak cekung maupun
menonjol
Mata : Bentuk simetris, palpebral superior dan inferior
tidak tampak cekung, kedudukan kedua bola mata dan alis mata simetris,
konjungtiva palpebral hiperemis -/-, sklera ikterik -/-, kornea kanan dan kiri
jernih, pupil kanan dan kiri bulat simetris (2 mm/ 2mm), refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normotia, MAE kiri dan kanan lapang membrane timpani tidak
nampak
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-), bibir tidak kering, gusi normal tidak berdarah
Lidah : Lidah tidak kotor
Tonsil : T2-T2, hiperemis (+), detritus (-),
Faring : Hiperemis (+), uvula di tengah
Gigi : Karies (-)
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di sela iga ke IV garis midclavicula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gerakan peristaltik usus.
Palpasi : nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipocondrium kiri.
Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen.
17
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Brudzinsky I (-)
Brudzinsky II (-)
HEMATOLOGI
MCV 77 fL 69-92
MCH 27 pg/mL 22 34
MCHC 33 g/dL 32-36
IMUNOLOGI
Dengue NS1 Ag Negatif Negatif
KIMIA KLINIK
CRP kualitatif 0,49 mg/dL <0,5
18
V. RESUME
Pasien anak perempuan berusia 7 bulan 14 hari datang dengan keluhan demam sejak 2 hari
SMRS. Demam sepanjang hari dan terus menerus dan disertai menggigil. Ada batuk dan pilek.
batuk dikatakan terus menerus sepanjang hari.
1 hari SMRS Satu kembali demam yang sama dengan kemarin. Keluhan batuk pilek masih
ada pada pasien
8 jam SMRS pasien kembali mengalami demam tinggi dan tiba-tiba kejang. Kejang terjadi
pada seluruh bagian tubuh dengan gerakan seperti menarikm ulur, dan berlangsung selama
sekitar satu menit. Sesaat setelah kejang pasien kembali sadarkan diri. Kejang merupakan yang
pertamakalinya. Keluhan batuk dan pilek masih ada pada pasien.
2 jam SMRS pasien kembali mengalami panas tinggi dan pasien kembali kejang. Kejang
sama seperti sebelumnya, kurang dari satu menit, kejang pada seluruh tubuh. Keluhan batuk
dan pilek masih ada pada pasien. Dan setelah kejang yang kedua, orang tua pasien langsung
memutuskan untuk membawa pasien ke dokter.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, anak lemas, saat menangis air mata
masih dapat keluar, tidak ada sesak nafas
- Tanda-tanda vital :
Suhu : 38,1 oC
Tekanan darah :-
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, simetris, refleks cahaya +/+. Isokor
Ubun-ubun : tidak menonjol
Hidung : septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : bibir tidak kering, gusi tidak berdarah
Lidah : Lidah tidak kotor
Tonsil : T2-T2, hiperemis (+), detritus (-),
Faring : Hiperemis (+), uvula di tengah
Gigi : Karies (-)
19
Toraks :
Paru
Auskultasi : Suara nafas dasar vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gerakan peristaltik usus.
Palpasi : nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipocondrium kiri.
Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Anus dan rectum : sekitar anus hiperemis (-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-), deformitas (-), sianosis (-),
Kulit : turgor kulit normal
VII.DIAGNOSIS BANDING
1. Epilepsy
2. Meningitis
- Darah lengkap
- Elektrolit
- Kalsium serum
- Pungsi lumbal
- Urinalisis
- EEG
IX. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
20
- IVFD KAEN 3A 1000 cc/ 24 jam
- Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml. 4 x 120 mg jika suhu > 37,5 C
- Tirah baring
Edukasi
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif, namun harus diingatkan
efek samping obat
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring kesamping,
bersihkan muntahan dan lender di mulut dan hidung bila ada
Berikan diazepam rectal, dan jangan berikan kembali jika kejang berhenti
Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung > 5 menit
Prognosis
Ad vitam : bonam.
Ad functionam : bonam.
S Ibu pasien mengatakan demam pasien masih tidak stabil, masih demam dan turun
setiap di beri obat lalu beberapa jam kemuian naik kembali, keluhan batuk pilek sudah
berkurang, BAB sudah 1 x sejak semalam, normal. Muntah tidak ada, makan minum
baik. kejang tidak ada
- Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml. 4 x 120 mg jika suhu > 37,5 C
S Ibu pasien mengatakan demam sudah tidak demam sejak kemarin sore, keluhan batuk
pilek sudah tidak ada, BAB sudah 1 x sejak semalam, normal. Muntah tidak ada,
makan minum baik. kejang tidak ada
22
Frekuensi nadi : 124 x/menit.
Frekuensi napas : 34 x/menit.
Suhu : 36,7oC
TD: -
Pemeriksaan fisik:
- Mata : Konjungtiva anemis -/-
- Bibir : bibir tidak kering
- Lidah: lidah tidak kotor
- Tonsil : T2-T2 Hiperemis berkurang, detritus(-)
- faring : Hiperemis berkurang
- Pembesaran KGB : -
- timpani pada lapang perut (perkusi)
- Bising usus normal (Auskultasi)
Pemeriksaan lab belum ada hasil
- Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml. 4 x 120 mg jika suhu > 37,5 C
S Ibu pasien mengatakan tidak demam sejak kemarin sore, keluhan batuk pilek tidak ada,
BAB sudah 1 x sejak semalam, normal. Muntah tidak ada, makan minum baik. kejang
tidak ada
23
O KU : tampak sehat
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 122 x/menit.
Frekuensi napas : 36 x/menit.
Suhu : 36,4oC
TD: -
Pemeriksaan fisik:
- Mata : Konjungtiva anemis -/-
- Bibir : bibir tidak kering
- Lidah: lidah tidak kotor
- Tonsil : T2-T2 tidak hiperemis, detritus(-)
- faring : tidak Hiperemis
- Pembesaran KGB : -
- timpani pada lapang perut (perkusi)
- Bising usus normal (Auskultasi)
Pemeriksaan lab belum ada hasil
Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml. 4 x 120 mg jika suhu > 37,5 C
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
3.1.1 Kejang
Sebelum memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang seizure dan
konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang
terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak
dapat dikendalikan akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa
bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau
klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang
dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut
sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-
otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih
sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari
seizure.1
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
> 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statment
on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.1,2 Definisi kejang demam menurut
International League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1
bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf
pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria
tipe kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.3,4
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului dengan
demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam. 2,5
Anak yang pernah kejang tanpa demam kemudian mengalami kejang demam kembali
dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam definisi kejang demam.
25
Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38
o
C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang berlangsung sering tidak diketahui.2,5
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal
atau multipel (lebih daripada 1 kali kejang per episode demam) sedangkan kejang demam
sederhana ialah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa
gerakan fokal, kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejadian kejang demam
sederhana yaitu 80% di antara seluruh kejang demam. 2,5
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit baik satu kali atau
multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang maka diklasifikasikan sebagai status
epileptikus yang diprovokasi demam. Kejadian ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang
yang disertai demam.4
Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal dan
perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu
yang paling tinggi, terkadang kejang terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal
ini terjadi maka anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk berulangnya kejang. 2
3.2 EPIDEMIOLOGI
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun
yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi namun, beberapa pasien masih dapat
mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Dua sampai lima persen anak
dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam, insiden bangkitan kejang
tertinggi pada usia 18 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.2 Gen yang dicurigai
berperan dengan terjadinya kejang demam antara lain: FEB1 (8q), FEB2 (19q), FEB3
(5q),SCAN1A (2q), dan SCAN1B (19q)
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak umur
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang
angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.3,6
26
Prognosis kejang demam mempunyai angka kematian hanya 0,64% - 0,75%.
Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang
menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Empat persen penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan
pencapaian tingkat akademik.1
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak sering terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau
lebih, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dan lainya).
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat
tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari.2,7
1. Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala
kejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus
terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot;
sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami
gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau
seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik,
karena di korteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom
27
adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat,
disfagia, dan de ja vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian
pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya
kesadaran.
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks (dahulu dikenal sebagai
kejang psikomotor atau lobus temporalis) sering berasal dari lobus temporalis
medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang
lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks.
Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain
dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi
yang dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic behavior). Contoh dari perilaku
ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-
ngecap bibir, atau mengunyah berulang-ulang. Pasien tetap sadar selama serangan
tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks
dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.
2. Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta
ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di
kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal.
Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang.
Kejang ini muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa
tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang
mioklonik, kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.
c. Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai,
cenderung singkat.
d. Kejang atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lemahnya postur tubuh.
e. Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di lengan,
dan tungkai
f. Kejang tonik
29
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh
bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin
berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.
Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan sampai 5 tahun, berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam
waktu 24 jam. Frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, dan biasanya kejang timbul
dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.4
1.
Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit
2.
Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.5
3.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat dilihat pada
tabel berikut:
Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi Livingston.
Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul pertanyaan, dapatkah
diramalkan dari sifat dan gejala mana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menderita epilepsi. Livingston (1954) membagi kejang demam atas 2 golongan : 5
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
30
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)
Modifikasi Livingston diatas dibuat untuk diagnosis kejang demam sederhana adalah:
1. Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang
kelompok kedua ini memiliki kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan
demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu: demam, usia,
riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu,
hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat
lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang
akibat toksik, trauma kepala).1,6
1. Faktor demam.
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,80 oC aksila atau di atas 38,30
o
C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering pada
anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. 1
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada
keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu fungsi normal
31
pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga
menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang.
Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.
1,8
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar
38,90C-39,90C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,90C
sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.
1
2. Faktor usia
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 1:
1. Neurulasi
2. Perkembangan prosensefali
3. Proliferasi neuron
4. Migrasi neural
5. Organisasi
6. Mielinisasi.
Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi neural.
Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-tahun
pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi
sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila
mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.1
Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam
glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA
sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi. 1,8
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus
tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. 1,8
Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak fase
organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak
mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang. 1,8
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada
anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada
anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.1
3. Riwayat keluarga
32
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam.
Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar 60-80%.
Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya
beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya
apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko
terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.1
4. Faktor Prenatal dan Perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai
komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi
dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan.
Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga
berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR.
Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia.
Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan
atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada
rangsangan yang memadai seperti demam. 1
5. Faktor Pascanatal
Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan
berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat
seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara barat penyebab yang
paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus
temporalis.Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian
kejang demam pada anak sebesar 20,6%.1
33
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa
yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang
dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lain kecuali clorida (Cl-
). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+
rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar
sel neuron. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel Gambar 1. Potensial Membran SelNeuron1
tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, pada keadaan demam,
kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan
peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi ion kalium dan natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan
listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot,
dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang
35
bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama
akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat
aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron
karena kegagalan metabolisme di otak. 1
- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/immatur.
- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permiabilitas membran sel.
- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang
akan merusak neuron.
- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk
sel.
Kejang demam
Pada anak dengan Gambar
ambang3. kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C
Mekanisme terjadinya kejang 1
sudah terjadi kejang, Namun pada
demam4
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
anak dengan ambang kejang rendah. 1
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
36
biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis
laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh
disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang 1
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak
pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan
udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat
menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang
yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya epilepsi.
3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat disingkirkan
yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit, dan
penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis
merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis
pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%. 4
37
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi pada sistem
respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola. Lebih dari 50% kejadian
kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun berhubungan dengan infeksi virus herpes
(Human Herpes Virus 6 dan 7).4
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk dilakukan
pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika terdapat komplikasi atau
penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang berkaitan
dengan dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium
sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin
untuk melihat ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus
infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor,
magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam juga
38
kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam
sederhana.10
Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi kejang demam
sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang demam kompleks
sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance imaging (MRI) dapat
dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah
hipokampus jika penyebab kejang masih belum diketahui.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini7:
39
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam7
Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang baik berupa
pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang demam sederhana
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis 7
Diagnosis kejang demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu
jika memenuhi kriteria sebagai berikut 5:
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 2:
Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus dilakukan ialah
membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan apabila muntah untuk
mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir
dilakukan secara teratur, diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 2
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
40
antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah
10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-
10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.5
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai
dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam waktu 5
menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB,
diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan
diazepam rektal dengan dosis 2,5:
41
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan berikut
ini 12:
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering berulang dan
menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis
intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap
hari. 2
43
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
3.9 PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian
akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal atau
kejang umum. 3,5
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang pertama < 12 bulan,
temperatur yang rendah saat kejang (<40C) dan timbulnya kejang yang cepat setelah
demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80
% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.2,5Faktor risiko lain adalah terjadinya
epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
BAB IV
ANALISA KASUS
44
Definisi kejang demam menurut International League Against Epilepsy (ILAE) adalah
kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan
oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan
tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut lainnya. Pada pasien ini, berusia 1 tahun 17 hari
datang dengan kejang yang berlangsung selama kurang 15 menit sebelum masuk rumah sakit.
Dua hari sebelum kejang timbul, pasien demam naik turun. Pada kejang demam sering terjadi
akibat infeksi ekstrakranium, pada pasien ini bangkitan kejang terjadinya karena demam yang
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas.
Karena kejang yang terjadi pada pasien berulang selama 2 kali dalam 24 jam, maka
kejang pada pasien diklasifikasikan menjadi kejang demam kompleks. Menurut pengakuan
ibunya, pasien tangan pasien melipat dan kaku pada saat kejang, mendelik ke atas dan tidak
sadar pada saat kejang.
Kejang pada pasien dapat terjadi karena demam yang didasari oleh adanya dugaan
infeksi pada saluran pernafasan atas karena infeksi virus dengan dasar adanya demam, dan
hasil lab yang normal tanpa adanya leukositosis. Namun dianjurkan untuk dilakukan beberapa
pemeriksaan lain seperti kadar elektrolit, calcium serum, gula darah sewaktu, untuk mencari
penyebab lain dari kejang selain infeksi. Dan dapat juga dilakukan pemeriksaan lain seperti
urinalisis, kultur urin darah dan feces untuk mencari sumber infeksi lain. Penyebab infeksi
ataupun massa intrakranial maupun selaput otak disingkirkan karena pemeriksa tidak
menemukan adanya penurunan kesadaran maupun defisit neurologis pada pemeriksaan fisik
pada pasien, serta tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial. Pemeriksaan pungsi
lumbal dapat dilakukan untuk memastikan, dan sangat dianjurkan untuk bayi berusia <12 bulan
dan dianjurkan untuk usia12-18 bulan, namun jika secara klinis tidak mengarah kearah infeksi
intracranial maka tidak perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Fuadi F, (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak, (Tesis), Universitas
Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
2. Soetomenggolo T.S, (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi, IDAI, Jakarta.
3. Jones T, Jacobsen S.J, (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications, Int.
J. Med. Sci. 4(2):110-114.
4. Wolf P, Shinnar S, (2005), Febrile Seizures in Current Management in Child Neurology,
Third Edition.BC Decker Inc.
5. Pusponegoro H.D, Widodo D.P, Ismael S, (2006), Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
6. Kusuma D, Yuana I, (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan Bangkitan Kejang
Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1,
Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
7. Scheffer I.E, Sadleir L.G, (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.
8. Bahtera T, (2006), Pengelolaan Kejang Demam, Neurologi Anak, FK UNDIP, Jawa
Tengah.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter anak
Indonesia Jilid 1.
10. Srinivasan J, Wallace K.A., Scheffer I.E., (2005), Febrile Seizures, Australian Family
Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025.
11. Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile seizures, British
Columbia Medical Assosiation.
12. Mangunatmadja, I, Widodo D.P, (2011), Simposium dan Workshop Tata Laksana Terkini
Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang
Kalimantan Barat.
13. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Pediatri
2002;7:143-151
46