Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Kata pengantar.... i
2. Daftar isi .... ii
3. Bab I Pendahuluan...........1
1.1 Latar Belakang.... 1
1.2 Rumusan Masalah... 1
1.3 Tujuan. 1
4. Bab II Pembahasan .... 2
2.1 Pengertian Gender.. 2
2.2 Bentuk perbedaan antar gender di masyarakat... 3
2.3 Kesetaraan gender menurut perspektif Islam..6
5. Bab III Penutup. 15
3.1 Kesimpulan. 15
6. Daftar pustaka .... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kesetaraan gender saat ini memang sering digembar gemborkan
kepada khalayak ramai, dalam menyikapi hal tersebut kita tidak bisa
menerima begitu saja. Sebagaimana Keadilan dan kesetaraan gender dalam
Islam tidak lepas dari Al Quran dan Hadist. Al quran dan hadist menyimpan
banyak hukum dan tatanan mengenai kesetaraan gender untuk itu kita wajib
memahami masalah ini dengan dasar Al Quran dan Hadist agar tidak salah
dalam menafsirkan pada kehidupan sehari-hari. Memang untuk memahami
konsep keadilan dan kesetaraan gender diperlukan pemahaman yang benar,
mengingat dalam kenyataan hidup sehari-hari banyak fakta yang
menunjukkan bahwa konsep tersebut belum atau bahkan tidak dilaksanakan
sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam yang bersumberkan pada Al Qur`an
dan Hadist.
Sebagai umat muslim kita seharusnya memahami bagaimana AlQuran
dan hadist mengatur hokum tentang keadilan dan kesetaraan gender, sehingga
dalam kehidupan bersosial kita tetap dapat menjalankan sesuai dengan syariat
yang ada agar tidak terjadi kesalah fahaman dalam menerapkannya.
1.3 Tujuan
a. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan gender.
b. Mengetahui dan memahami Bentuk Perbedaan Antar gender di
Masyarakat
c. Untuk mengetahui bagaimana kesetaraan gender menurut perspektif Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2
nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa
Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan
Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.
Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-
ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki
yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan
ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke
tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender
dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu
istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial
budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan
sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai
sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan
aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia.
Istilah gender yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak
secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep
gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender
perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi
masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan
bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan
sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk
dan dirubah
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women
Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas,
3
dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat.
2. Kekerasan (violence)
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun nonfisik
yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga,
masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah
membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminim dan
laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis,
seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya
perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata
pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan
4
bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan
semena-mena, berupa tindakan kekerasan.
Contoh :
Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap
isterinya di dalam rumah tangga.
Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan
tersiksa dan tertekan.
Pelecehan seksual.
Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
4. Marjinalisasi
Marjinalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis
kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau
kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya
dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan,
maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan
anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung
proses pemiskinan dengan alasan gender.
Contoh :
Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah
tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat
gaji/upah yang diterima.
5
Masih banyaknya pekerja perempuan di pabrik yang rentan terhadap PHK
karena tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja
karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan,
pekerja sambilan dan juga alasan faktor reproduksinya, seperti menstruasi,
hamil, melahirkan dan menyusui.
Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian
modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan
pekerja perempuan.
5. Subordinasi
Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui,
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah
peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung
jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-
laki dalam urusan publik atau produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestik
dan reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan
produksi? Sepanjang penghargaan sosial terhadap peran domestik dan reproduksi
berbeda dengan peran publik dan produksi, sepanjang itu pula ketidakadilan
masih berlangsung.
Contoh :
Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran
pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.
Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang,
karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik
(anggota legislatif dan eksekutif ).
6
(sex) tidak diungkapkan dalam masalah ini. Pernyataan-pernyataaan al-Quran
tentang posisi dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat
sebagaimana berikut:
1. Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban
sama untuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam (Adz-
Dzariyat: 56).
7
5. Sementara itu Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan adalah
saudara kandung kaum laki-laki (HR Ad-Darimy dan Abu Uwanah).
Dalam ayat-ayatnya bahkan Al-quran tidak menjelaskan secara tegas
bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya
kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Quran terhadap
kaum laki-laki dan perempuan adalah sama, dimana hak istri adalah diakui secara
adil (equal) dengan hak suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan
kewajiban atas perempuan, dan kaum perempuan juga memiliki hak dan
kewajiban atas laki-laki. Karena hal tersebutlah maka al-Quran dianggap
memiliki pandangan yang revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, yakni
memberikan keadilan hak antara laki-laki dan perempuan.
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah
dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun)
ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian
dari karuniaNya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu
8
Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui
warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau
maskawin dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan
tidak bias diambil kembali oleh suami.
Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang kelipatan bagian kaum pria
dibanding kaum perempuan dalam hal harta warisan, sebagaimana yang tertulis
dalam al-Quran, maka rujukannya adalah watak kaum pria dalam kehidupan, ia
menikahi wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya selain ia
juga bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan
keluarganya itu. Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian sebesar bagian
untuk dua orang, sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami, maka seluruh
kebutuhannya ditanggung oleh suaminya, sedangkan bila ia masih gadis atau
sudah janda, maka kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang ia peroleh,
ataupun kalau tidak demikian, ia bisa ditanggung oleh kaum kerabat laki-lakinya.
Jadi perebedaan yang ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul karena
karekteristik tanggung jawab mereka yang mempunyai konsekwensi logis dalam
pembagian warisan.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Islam memberikan jaminan yang penuh
kepada kaum wanita dalam bidang keagamaan, pemilikan dan pekerjaan, dan
realisasinya dalam jaminan mereka dalam masalah pernikahan yang hanya boleh
diselenggarakan dengan izin dan kerelaan wanita-wanita yang akan dinikahkan itu
tanpa melalui paksaan. Janganlah menikahkan janda sebelum diajak
musyawarah, dan janganlah menikahkan gadis perawan sebelum diminta izinnya,
dan izinnya adalah sikap diamnya (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita dengan
semangat kemanusiaan yang murni, bukan disertai dengan tekanan ekonomis atau
materialis. Islam justru memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa kaum
wanita hanyalah sekedar alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam memerangi
kebiasan penguburan hidup anak-anak perempuan, dan mengatasinya dengan
semangat kemanusiaan yang murni, sehingga ia mengharamkan pembunuhan
seperti itu.
9
c. Perempuan dan Pendidikan
Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan agar berilmu
pengetahuan dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat mengecam orang-
orang yang tidak berilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagaimana (az-Zumar: 9)
10
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahku.
Dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk
menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Quran biasa diistilahkan dengan
orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
Kedua, Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Maksud dan
tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah di samping untuk menjadi
hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi
khalifah di bumi, sebagaimana tersurat dalam Alquran (Al-Anam: 165).
11
bertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman, sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
Ketiga, Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial.
Menjelang seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu
harus menerima perjanj-ian dengan Tuhannya. Disebutkan dalam Alquran (Al-
Araf: 172):
12
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
13
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual
maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin
saja.
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan
(distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan
(discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis
perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut
tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan
laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara
utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling
memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing
mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya,
seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat
dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran
ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu
yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti
pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.
Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara
lakilakidan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang
hanyaterletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya
kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada
manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua
amal yang dikerjakannya.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17