Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah ektravasasi darah ke dalam parenkim
otak yang dapat meluas ke ventrikel otak atau dalam kasus yang jarang terjadi
dapat mencapai ruangan subarachinoid (Quresi et all, 2001). Perdarahan yang
terjadi merupakan akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan
otak yang secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang
kadang-kadang disertai lateralisasi (Paula, 2009).
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil yang dapat terjadi akibat luka tembak dan cedera tumpul
(Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak.Hal
ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemoragik
akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).
B. Etiologi
Berdasarkan causa yang terjadi, perdarahan intracerebral (ICH)
diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. ICH primer terjadi sebagai
akibat ruptur spontan pembuluh darah kecil yang telah mengalami kerusakan
akibat adanya proses hipertensi kronis atau amyloid angiopaty yang kasusnya
mencapai 80% dari semua kasus ICH (Quresi et all, 2001). ICH sekunder
terjadi sebagai adanya abnormalitas pembuluh darah (malformasi arterivena,
aneurisme), gangguan koagulasi, dan perdarahan pada tumor otak(Quresi et
all, 2001).
Faktor resiko terjadinya ICH (Riccon & Mayyer, 2005) diantaranya :
1. Jenis kelamin laki-laki
2. Usia tua
3. Menderita hipertensi
4. Mengkonsumsi alkohol, merokok
5. Hipokolestrolemia
6. Pemakaian antikoagulan dan antitrombotik
7. Penyalagunaan obat-obat kokain
C. Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba, beberapa kasus
menunjukan hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas.Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan
atau tidak ada.Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.Beberapa gejala, seperti
lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi
hanya salah satu bagian tubuh.orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau
menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang.Mata bisa di
ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh.Pupil bisa menjadi tidak
normal besar atau kecil.Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran
adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Smith 2010, tanda dan gejala klinis dari ICH dapat berupa
defisit neurologis yang cepat serta tanda klinis peningkatan tekanan
intracarnial seperti nyeri kepala, muntah poroyektil, penurunan kesadaran;
hampir semua pasien menunjukan peningkatan tekanan darah dan dapat juga
mengalami disautonomiaseperti bradikardi, takikardia, hiperventilasi, febris
dan hiperglikemia; gejala klinis biasanya kan timbul dalam 24 jam pertama
dan disebabkan oleh kombinasi antara ekspansi perdarahan, edema
perihematoma, kejang dan hidrocefalus.
D. Patofisiologi
F. Penatalaksanaan
Tujuan dari manajemen stroke akut secara komprehensif adalah; (1) untuk
meminimalkan jumlah sel yang mengalami kerusakan melalui perbaikan jaringan
panumbra dan pencegahan terjadinya perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral, (2) untuk mencegah secara dini terjadinya komplikasi neurologik maupun
komplikasi medik, dan (3) untuk mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan. Jika secara keseluruhan manajemen stroke dapat berhasil dengan baik,
maka pasien diharapkan akan lebih baik prognosisnya. Penegakkan diagnosis jenis
patologis stroke dengan segera sekarang ini memungkinkan oleh karena di beberapa
rumah sakit sudah ada dokter spesialis saraf maupun tersedianya layanan CT Scan,
sehingga manajemennya akan lebih cepat sesuai dengan jenis patologisnya, walaupun
demikian asuhan medik dan asuhan keperawatan secara umum, pencegahan terhadap
komplikasi, dan fisioterapi secara lebih dini masih merupakan landasan utama pada
manajemen stroke.
2.6.1 Manajemen Pra-Rumah Sakit
Jika ada serangan stroke akut maka baik pasien (jika sadar) atau keluarganya harus
segera memanggil ambulan untuk segera dibawa ke rumah sakit yang terdekat, dan para
dokter atau paramedis di rumah sakit harus terlatih dalam pertolongan pertama jika
mendapatkan kasus stroke di masyarakat. Mereka harus memberikan prioritas utama
terhadap upaya rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap (Porteous et al.,
1999; Camerlingo et al., 2001), khususnya jika serangan stroke baru saja terjadi.
Sangat ditekankan kepada masyarakat bahwa pengenalan tanda dan gejala stroke
secara dini dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan
terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada fase akut (jendela terapi
therapeutic window) yang diberikan dalam hitungan menit, jam atau hari yang artinya
makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin lama waktu antara saat serangan
dengan waktu pemberian terapi berarti makin buruk prognosisnya.
Assessment terhadap pasien stroke akut meliputi evaluasi terhadap jalan nafas (Air
way), pernafasan (Breathing) dan aliran darah (Circulation) atau resusitasi (Hachimi-
Idrissi & Huyghens, 2002; Adams Jr et al., 2003), juga pemeriksaan gula darah harus
segera dilakukan. Dokter harus menanyakan kepada pasien (jika sadar), atau keluarganya
tentang kondisi kesehatan saat sebelum serangan, juga dievaluasi apakah terdapat defisit
neurologis yang lain, kapan saat serangan berlangsung dan sudah berapa lama, faktor
risiko yang dipunyai, faktor risiko tersebut terkontrol apa tidak, dan obat-obat apa saja
yang biasa diminumnya. Kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit terdekat, jika ada
pertimbangan kondisi medis maka dokter harus mendapinginya sampai rumah
sakit.Penanganan di rumah sakit meliputi tindakan medik di ruang emergensi hingga
penanganan di unit stroke.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko peningkatan tekanan intra kranial berhubungan dengan perdarahan otak
akibat pecahnya pembuluh darah otak
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
akibat peningkatan produksi sputum
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiplegi ektremitas kiri atas
bawah
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedrest total
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
No. Intervensi
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1. MK: Resiko peningkatan tekanan 1. Observasi MAP (mean arterial pressure)
intra kranial setiap 4 jam
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
keperawatan selama 3 x 24 jam, reaksi pupil
diharapkan tidak terjadi peningkatan 3. Observasi tingkat kesadaran, GCS, tingkat
orientasi setiap 4 jam
tekanan intra kranial. 4. Observasi tanda-tanda vital: TD, Nadi, RR,
Kriteria Hasil: suhu setiap 4 jam
1. Kesadaran compos mentis, GCS 5. Observasi status respirasi: BGA, saturasi
456 oksigen, kedalaman, kecepatan dan usaha
2. Pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks tambahan untuk bernafas
cahaya +/+ 6. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital dalam batas klien
normal : 7. Observasi reflex kornea
Tekanan darah : 120/80mmHg 8. Observasi batuk dan reflex telan
Suhu : 36,5 0C -37,5 0C 9. Observasi kekuatan otot, gerakan motoric
Nadi : 60-100 x/menit 10. Hindarkan fleksi kepala, atau fleksi panggul
dan lutut.
RR : 16-24 x/menit 11. Hindarkan terjadinya valsava manuver:
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan batuk, mengejan.
TIK : 12. Posisikan head up 30
- Penurunan kesadaran 13. Kaji adanya tanda-tanda peningkatan
- Nyeri kepala hebat Tekanan intrakarnial : Nyeri kepala, muntah
- Muntah proyektil proyekstil peningkatan tekanan darah,
- Hipertermi penurunan kesadaran
- Papilledema 14. Jika terdapat tanda-tanda PTIK lakukan
- Kejang manajemen PTIK:
5. MAP 70 mmHg sampai 100 - Kolaborasi pemberian manitol
- Kolaborasi pemberian analgetik dan
mmHg
sedasi
6. Saturasi oksigen > 95% - Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
7. Nilai BGA dalam batas normal : - Anjurkan klien untuk tidak mengedan,
PO2 : 80- 100 mmHg Kolaborasi pemberian laksatif
PCO2 : 35-45mmHg 15. Imoblisasi kien
HCO3- : 21-28 mmol/L 16. Ganti posisi tidur miring kanan-terlentang-
miring kiri setiap 2 jam
17. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
18. Kolaborasi pemberian antipiretik-analgetik
19. Kolaborasi pemberian neuroproktektor
20. Kolaborasi dalam melakukan CT scan ulang
sebagai evaluasi
2. MK : Ketidakefektifan bersihan 1. Berikan O2 sesuai kebutuhan klien
jalan nafas 2. Auskultasi suara napas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3. Berikan posisi untuk memaksimalkan
keperawatan selama 1x24 jam ventilasi, head trunk up 300
diharapkan bersihan jalan napas klien 4. Bersihkan sekret dengan melakukan
efektif suction bila perlu
Kriteria hasil : 5. Ajarkan pasien teknik napas dalam
1. RR : 16-24 x/menit 6. Kolaborasikan pemberian bronkodilator
2. Irama pernapasan : reguler sesuai indikasi
3. kedalaman inspirasi normal 7. Lakukan fisioterapi dada: clapping,
4. klien mampuan mengeluarkan vibrating
sekret 8. Ajarkan pasien dan keluarga penggunaan
5. suara napas : vesikuler nebulizer sesuai jadwal
6. tidak ada tanda-tanda sianosis
9. Evaluasi status respirasi dan oksigenasi
perifer dan sentral
7. tidak terlihat penggunaan otot
bantu pernapasan
8. tidak ada retraksi dinding dada
9. SaO2 > 95%
prostaglandin,
Metabolisme Gangguan aliran darah
sitokinin Vasodilatasi
Fungsi otak menurun
anaerob dan oksigen ke otak
pembuluh darah