Вы находитесь на странице: 1из 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


INTRACEREBRAL HEMORRHAGE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
TINJAUAN TEORI ICH (INTRACEREBRAL HEMORRHAGE)

A. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah ektravasasi darah ke dalam parenkim
otak yang dapat meluas ke ventrikel otak atau dalam kasus yang jarang terjadi
dapat mencapai ruangan subarachinoid (Quresi et all, 2001). Perdarahan yang
terjadi merupakan akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan
otak yang secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang
kadang-kadang disertai lateralisasi (Paula, 2009).
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil yang dapat terjadi akibat luka tembak dan cedera tumpul
(Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak.Hal
ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemoragik
akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).

B. Etiologi
Berdasarkan causa yang terjadi, perdarahan intracerebral (ICH)
diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. ICH primer terjadi sebagai
akibat ruptur spontan pembuluh darah kecil yang telah mengalami kerusakan
akibat adanya proses hipertensi kronis atau amyloid angiopaty yang kasusnya
mencapai 80% dari semua kasus ICH (Quresi et all, 2001). ICH sekunder
terjadi sebagai adanya abnormalitas pembuluh darah (malformasi arterivena,
aneurisme), gangguan koagulasi, dan perdarahan pada tumor otak(Quresi et
all, 2001).
Faktor resiko terjadinya ICH (Riccon & Mayyer, 2005) diantaranya :
1. Jenis kelamin laki-laki
2. Usia tua
3. Menderita hipertensi
4. Mengkonsumsi alkohol, merokok
5. Hipokolestrolemia
6. Pemakaian antikoagulan dan antitrombotik
7. Penyalagunaan obat-obat kokain

C. Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba, beberapa kasus
menunjukan hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas.Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan
atau tidak ada.Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.Beberapa gejala, seperti
lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi
hanya salah satu bagian tubuh.orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau
menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang.Mata bisa di
ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh.Pupil bisa menjadi tidak
normal besar atau kecil.Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran
adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Smith 2010, tanda dan gejala klinis dari ICH dapat berupa
defisit neurologis yang cepat serta tanda klinis peningkatan tekanan
intracarnial seperti nyeri kepala, muntah poroyektil, penurunan kesadaran;
hampir semua pasien menunjukan peningkatan tekanan darah dan dapat juga
mengalami disautonomiaseperti bradikardi, takikardia, hiperventilasi, febris
dan hiperglikemia; gejala klinis biasanya kan timbul dalam 24 jam pertama
dan disebabkan oleh kombinasi antara ekspansi perdarahan, edema
perihematoma, kejang dan hidrocefalus.

D. Patofisiologi

ICHprimer biasaterjadi pada kapsul internal dan hematomameluas


kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang
relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat
pangkalnyadikarotid internal dan sering dijelaskan sebagaiarteria
lentikulostriata.Pemeriksaanpostmortemmenunjukkanpadaarteria perforating
pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang
diduga rupturnya menjadi sumberperdarahan.Lebih jarang perdarahan terjadi
pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler. ICH
akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan
mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam
deficit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada
60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma.Nyeri kepala dan mual dengan
muntah terjadi pada 20-40% kasus.Gejala ini karenapeninggianTIK akibat
perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda
lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda
khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor
kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan
tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus
temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah.Gejala afasik
bila hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara:
1) Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini
terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus
serta ganglia basal rusak.
2) Hematoma yang membelah korona radiatamenyebabkankerusakan yang
kurang seluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin
reversibel.80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam
eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang.
Pasien dengankoagulopati lebih berisiko terhadap ICH seperti juga
penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia
dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan
obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya ICH. ICH terjadi
pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada
ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada
pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer
serebral. Berikut inistruktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-
50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%,
serta pons 5-12%. Arteria yang paling seringmenimbulkan perdarahan
adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang
mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua stroke. Seperti
dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke
parenkhima otak. Rupturvaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil,
dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria
lipohialinotik yang sering tampak padaotopsi pasien dengan hipertensi.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup,
tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa
prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk,
lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada
pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya
prediktor terpentingatas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien
dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan
batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot kesistemaventrikuler
memperburuk outcome. Pasiendengan perdarahan dengan diameter lebih
dari 3 sm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan
kondisi medis buruk dan yang berusia70 tahun atau lebih cenderung
mempunyai outcome buruk.Tampilanklinis karenanya akan berupa
meningisme pada onset akut dan bersamaan dengan tampilan yang segera
dari defisit neurologis fokal akibat hematoma yang bila cukup besar,
perburukan progresif akibat peninggian tekanan intrakranial. Hilangnya
kesadaran lebih sering dibanding ruptur aneurisma serebral.Penelitian
Herbstein dan Schaumberg 1974 dengan menyuntikkan eritrosit yang dilabel
radioaktifmemperlihatkan bahwa fase aktif perdarahan saat ICHakut
berakhir dibawah dua jam. Perburukan selanjutnya diduga sebagai edema
otak reaktif yang dapat dikurangi dengan evakuasi secara bedah terhadap klot
darah.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hemorrhageadalah sebagai berikut:
1) Angiografi : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
2) CT scanning : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
3) Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
4) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
5) Thorax photo : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
6) Pemeriksaan darah rutin :
a. Pemeriksaan kimia darah
pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
b. Pemeriksaan darah lengkap
untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

F. Penatalaksanaan
Tujuan dari manajemen stroke akut secara komprehensif adalah; (1) untuk
meminimalkan jumlah sel yang mengalami kerusakan melalui perbaikan jaringan
panumbra dan pencegahan terjadinya perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral, (2) untuk mencegah secara dini terjadinya komplikasi neurologik maupun
komplikasi medik, dan (3) untuk mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan. Jika secara keseluruhan manajemen stroke dapat berhasil dengan baik,
maka pasien diharapkan akan lebih baik prognosisnya. Penegakkan diagnosis jenis
patologis stroke dengan segera sekarang ini memungkinkan oleh karena di beberapa
rumah sakit sudah ada dokter spesialis saraf maupun tersedianya layanan CT Scan,
sehingga manajemennya akan lebih cepat sesuai dengan jenis patologisnya, walaupun
demikian asuhan medik dan asuhan keperawatan secara umum, pencegahan terhadap
komplikasi, dan fisioterapi secara lebih dini masih merupakan landasan utama pada
manajemen stroke.
2.6.1 Manajemen Pra-Rumah Sakit
Jika ada serangan stroke akut maka baik pasien (jika sadar) atau keluarganya harus
segera memanggil ambulan untuk segera dibawa ke rumah sakit yang terdekat, dan para
dokter atau paramedis di rumah sakit harus terlatih dalam pertolongan pertama jika
mendapatkan kasus stroke di masyarakat. Mereka harus memberikan prioritas utama
terhadap upaya rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap (Porteous et al.,
1999; Camerlingo et al., 2001), khususnya jika serangan stroke baru saja terjadi.
Sangat ditekankan kepada masyarakat bahwa pengenalan tanda dan gejala stroke
secara dini dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan
terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada fase akut (jendela terapi
therapeutic window) yang diberikan dalam hitungan menit, jam atau hari yang artinya
makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin lama waktu antara saat serangan
dengan waktu pemberian terapi berarti makin buruk prognosisnya.
Assessment terhadap pasien stroke akut meliputi evaluasi terhadap jalan nafas (Air
way), pernafasan (Breathing) dan aliran darah (Circulation) atau resusitasi (Hachimi-
Idrissi & Huyghens, 2002; Adams Jr et al., 2003), juga pemeriksaan gula darah harus
segera dilakukan. Dokter harus menanyakan kepada pasien (jika sadar), atau keluarganya
tentang kondisi kesehatan saat sebelum serangan, juga dievaluasi apakah terdapat defisit
neurologis yang lain, kapan saat serangan berlangsung dan sudah berapa lama, faktor
risiko yang dipunyai, faktor risiko tersebut terkontrol apa tidak, dan obat-obat apa saja
yang biasa diminumnya. Kemudian pasien dirujuk ke rumah sakit terdekat, jika ada
pertimbangan kondisi medis maka dokter harus mendapinginya sampai rumah
sakit.Penanganan di rumah sakit meliputi tindakan medik di ruang emergensi hingga
penanganan di unit stroke.

2.6.2 Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat


Penatalaksanaan di ruangan gawat darurat difokuskan pada pengelolaan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasu, kontrol tekanan darah, pengelolaan tekanan
intracarnial, terapianti kejang, identifikasi dan pengelolaan koagulopati. Setelah itu
harus dilakukan evaluasi secara simultan oleh dokter spesialis saraf dan dokter instalasi
rawat darurat. Assessment tersebut meliputi fungsi neurologis dan fungsi vital yang
dilaksanakan secara bersama-sama dengan pemberian tindakan kedaruratan sesuai
dengan kondisi pasien pada saat itu bagai basic life support. Manajemen kedaruratan
terhadap pasien stroke akut meliputi tiga proses secara paralel, yaitu; (1) manajemen
terhadap kondisi mengancam yang dapat menyebabkan terjadinya perburukan maupun
komplikasi pada fase akut, (2) evaluasi medik maupun neurologik dengan peralatan
neuroimaging terkini, dan (3) manajemen terhadap strokenya itu sendiri dengan
pemberian terapi primer.
Pemeriksaan awal yang harus dilakukan di ruang rawat darurat adalah
pemeriksaan fungsi pernafasan, tekanan darah, fungsi jantung, dan pemeriksaan analisa
gas darah.Secara simultan dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah rutin,
kimia darah, pemeriksaan koagulasi darah serta pemeriksaan fungsi hematologi yang
lain, dan bersamaan dengan tindakan tersebut pasien dipasang infus intravena dengan
cairan elektrolit standar hingga diganti dengan cairan lainnya sesuai dengan hasil
pemeriksaan kimia darah, dan selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan
Elektrokardiografi (EKG). Juga dilakukan persiapan pemberian antitrombotik dengan
mempertimbangkan beberapa pemeriksaan fungsi koagulasi, kemudian jika pasien akan
diberikan antikoagulan oral maka harus dilakukan pemeriksaan International ormalized
Ratio (INR). Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI untuk
mendapatkan kepastian diagnosis berdasarkan jenis patologisnya.
Pasien dengan skor GCS dibawah 8 dissarankan menggunakan intubasi unutk
mempertahankan kepatenan jalan napas yang mungkin menurun sebagai akibat adanya
kelumpuhan persyarafan. Selain itu laju napas dan volume tida diatur untuk mendapatkan
kondisi normokapnia. Hiperventilasi yang agresif dengan hasil PaCO2dibawah 28mmHg
dihindari karena dapay menyebabkan vasokrontriksi serebral hebat yang dapat memicu
terjadinya iskemia. Peningkatan tekanan darah yang ekstrim setelah terjadinya ICH harus
dikendalikan secara hati-hati. Pengendalian tekanan darah berguna dalam menurunkan
resiko ekspansi hematoma namun tetap diperhatikan pemeliharaan tekanan perfusi otak
(TPO) yang adekuat, karena penurunan tekanan darah berlebihan dapat memicu
terjadinya iskemia. Pedoman rujukan American Heart Assosiation (AHA),
merekomendasikan agar tekanan darah rerata dipertahankan dibawah 130 mmHg untuk
klien ICH dengan riwayat hipertensi, dibawah 100 untuk klienyang mengalami
kraniotomi.untuk semua kasus tekanan sistolik dipertahankan diatas 90 mmHgdan pasien
harus dipasang monitor TIK, tekanan perfusi otak dipertahankan diatas 70mmHg.
Tekanan darah dapat dipertahankan dengan penggunaan obat hipertensi. Pengelolaan
TIK dapat dilakukan dengan elevasi kepala 150-300, pemberian manitol 20%, teknik
hiperventilasi, PaCO2 30-35mmHg) dilakukan terutama pada pasien ynag menunjukan
tanda-tanda herniasi.
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic.Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang
yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.Lebih dari setengah orang yang
mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.Mereka yang bertahan
hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan
waktu.Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic.Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan
obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1) Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2) Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3) Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa
memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang
parah.Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar
pituitary atau pada cerebellum.Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah
mungkin.

G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Primary Survey (ABCDE)
a) Airway
(1) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi
kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku
dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari
segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah
dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow
Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen
tidak mencapai 90%.
(2) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
(3) Feel (raba)
b) Breathing
(1) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest
dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan
harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk
dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke
dalam paru.
(2) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda
akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang
cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
(3) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita.
c) Circulation
(1) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
(2) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
(3) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka akan
timbul hipotensi
(4) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut
(5) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
(6) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
d) Disability
(1) GCS setelah resusitasi
(2) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
(3) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
e) Expossure
Semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak
ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus
dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS).

Secondary Survey Kepala dan leher


Kepala:Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher: Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid),
palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
Dada dan paru
- Inspeksi:
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau
pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
- Palpasi:
Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada,
nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara)
- Perkusi:
Perhatikan adanya hipersonor atau dull yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.
- Auskultasi:
Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko peningkatan tekanan intra kranial berhubungan dengan perdarahan otak
akibat pecahnya pembuluh darah otak
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
akibat peningkatan produksi sputum
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiplegi ektremitas kiri atas
bawah
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedrest total
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
No. Intervensi
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1. MK: Resiko peningkatan tekanan 1. Observasi MAP (mean arterial pressure)
intra kranial setiap 4 jam
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
keperawatan selama 3 x 24 jam, reaksi pupil
diharapkan tidak terjadi peningkatan 3. Observasi tingkat kesadaran, GCS, tingkat
orientasi setiap 4 jam
tekanan intra kranial. 4. Observasi tanda-tanda vital: TD, Nadi, RR,
Kriteria Hasil: suhu setiap 4 jam
1. Kesadaran compos mentis, GCS 5. Observasi status respirasi: BGA, saturasi
456 oksigen, kedalaman, kecepatan dan usaha
2. Pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks tambahan untuk bernafas
cahaya +/+ 6. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital dalam batas klien
normal : 7. Observasi reflex kornea
Tekanan darah : 120/80mmHg 8. Observasi batuk dan reflex telan
Suhu : 36,5 0C -37,5 0C 9. Observasi kekuatan otot, gerakan motoric
Nadi : 60-100 x/menit 10. Hindarkan fleksi kepala, atau fleksi panggul
dan lutut.
RR : 16-24 x/menit 11. Hindarkan terjadinya valsava manuver:
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan batuk, mengejan.
TIK : 12. Posisikan head up 30
- Penurunan kesadaran 13. Kaji adanya tanda-tanda peningkatan
- Nyeri kepala hebat Tekanan intrakarnial : Nyeri kepala, muntah
- Muntah proyektil proyekstil peningkatan tekanan darah,
- Hipertermi penurunan kesadaran
- Papilledema 14. Jika terdapat tanda-tanda PTIK lakukan
- Kejang manajemen PTIK:
5. MAP 70 mmHg sampai 100 - Kolaborasi pemberian manitol
- Kolaborasi pemberian analgetik dan
mmHg
sedasi
6. Saturasi oksigen > 95% - Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
7. Nilai BGA dalam batas normal : - Anjurkan klien untuk tidak mengedan,
PO2 : 80- 100 mmHg Kolaborasi pemberian laksatif
PCO2 : 35-45mmHg 15. Imoblisasi kien
HCO3- : 21-28 mmol/L 16. Ganti posisi tidur miring kanan-terlentang-
miring kiri setiap 2 jam
17. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
18. Kolaborasi pemberian antipiretik-analgetik
19. Kolaborasi pemberian neuroproktektor
20. Kolaborasi dalam melakukan CT scan ulang
sebagai evaluasi
2. MK : Ketidakefektifan bersihan 1. Berikan O2 sesuai kebutuhan klien
jalan nafas 2. Auskultasi suara napas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3. Berikan posisi untuk memaksimalkan
keperawatan selama 1x24 jam ventilasi, head trunk up 300
diharapkan bersihan jalan napas klien 4. Bersihkan sekret dengan melakukan
efektif suction bila perlu
Kriteria hasil : 5. Ajarkan pasien teknik napas dalam
1. RR : 16-24 x/menit 6. Kolaborasikan pemberian bronkodilator
2. Irama pernapasan : reguler sesuai indikasi
3. kedalaman inspirasi normal 7. Lakukan fisioterapi dada: clapping,
4. klien mampuan mengeluarkan vibrating
sekret 8. Ajarkan pasien dan keluarga penggunaan
5. suara napas : vesikuler nebulizer sesuai jadwal
6. tidak ada tanda-tanda sianosis
9. Evaluasi status respirasi dan oksigenasi
perifer dan sentral
7. tidak terlihat penggunaan otot
bantu pernapasan
8. tidak ada retraksi dinding dada
9. SaO2 > 95%

3. MK : Gangguan mobilitas fisik 1. Jelaskan tujuan dilakukannya tirah baring


Tujuan : 2. Jelaskan kepada klien dan keluarga
Setelah dilakukan tindakan tentang tujuan dan perencanaan dari
keperawatan selama 3x24 jam latihan ROM pasif
diharapkan klien dapat mobil sesuai 3. Kaji motivasi klien untuk memulai atau
kemampuan melanjutkan program latihan ROM pasif
Kriteria hasil : 4. Lakukan latihan ROM pasif
1. Tidak terjadi kontraktur pada 5. Lakukan pergerakan sendi dengan
ekstremitas sinistra meminimalkan nyeri dan pergerakan sendi
2. Klien mampu mempertahankan posisi 6. Libatkan keluarga dalam perencanaan
yang optimal program latihan
3. Kebutuhan perawatan diri klien seperti 7. Hindari penggunaan linen yang bertekstur
mandi, makan, toileting terpenuhi
kasar
4. klien mampu mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas 8. Pertahankan kebersihan dan kerapian
linen
9. Observasi adanya komplikasi dari tirah
baring (misalnya : penurunan kekuatan
otot, nyeri punggung, konstipasi,
peningkatan stres, depresi, pusing,
perubahan pola tidur)
10. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
dasar (mandi, oral hygiene, makan,
eliminasi)
11. Posisikan meja pada lokasi yang mudah
dijangkau pasien
4. MK: Resiko Kerusakan integritas NIC : Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulit
pakaian yang longgar
Tujuan : 2. Hindari kerutan pada tempat tidur anjurkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga untuk melakukan hal yang sama
selama 3x24 jamgangguan integritas kulit 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
tidak terjadi dan klien dapat: kering anjurkan keluarga untuk melakukan
1. Meningkatkan : Tissue Integrity : Skin hal yang sama
and Mucous Membranes 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
2. Mempertahankan Tissue Perfusion dua jam sekali anjurkan keluarga untuk
perifer melakukan hal yang sama
3. Klien dan keluarga menunjukkan 5. Observasi kulit akan adanya kemerahan
pemahaman dalam proses perbaikan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
kulit dan mencegah terjadinya sedera
berulang derah yang tertekan
4. Mampu melindungi kulit dan 7. Observasi aktivitas dan mobilisasi pasien
mempertahankan kelembaban kulit dan 8. Observasi status nutrisi pasien
perawatan alami 9. Mandikan pasien dengan sabun dan air
5. Sensasi dan warna kulit normal hangat anjurkan keluarga untuk melakukan
hal yang sama
10. Gunakan pengkajian risiko untuk
mengobservasi faktor risiko pasien (Braden
Scale, Skala Norton)
11. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang
yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika
merubah posisi pasien.
12. Jaga kebersihan alat tenun
13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin
14. Observasi serum albumin dan transferin
Pathway (Corwin, 2009)
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, ,Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan : Kraniotomi Darah membentuk massa atau hematoma

Luka insisi pembedahan Port dentri


Penekanan pada jaringan otak
Mikroorganisme
Sel melepaskan Peningkatan Tekanan Intracranial
mediator nyeri : Resiko infeksi

prostaglandin,
Metabolisme Gangguan aliran darah
sitokinin Vasodilatasi
Fungsi otak menurun
anaerob dan oksigen ke otak
pembuluh darah

Impuls ke pusat Refleks menelan


Ketidakefektifan
nyeri di otak perfusi jaringan Kerusakan menurun
(thalamus) Somasensori korteks cerebral neuromotorik
otak : nyeri Anoreksia
dipersepsikan
Kelemahan otot
ADL dibantu
progresif Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
Nyeri Akut
kurang dari
Gangguan pemenuhan Kerusakan mobilitas fisik
kebutuhan tubuh
kebutuhan ADL

Вам также может понравиться