Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KASUS penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk di
Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski
demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya masih
belum diketahui luas. Autisme adalah suatu gangguan yang ditandai oleh
melemahnya kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara. Autisme
sering disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).
Untuk mengetahui apakah anak mengidap autis, maka penting untuk mengetahui
mulai dari gejala, tindakan kuratif (penyembuhan) hingga tindakan preventif
(pencegahan), serta makanan apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh penderita
autisme. Sejalan dengan bulan "Autis Awareness", Sun Hope menggelar seminar
kesehatan dengan mengambil tema "Autiskah Anakku?". Dalam seminar yang
diselenggarakan di Kantor Pusat Sun Hope Indonesia ini, menghadirkan pembicara
dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K).
Dalam seminar yang baru diadakan belum lama ini, dr Irawan memberikan
pemahaman kepada para peserta seminar lebih jauh mengenai penyakit autis.
"Penyakit autis memiliki gejala-gejala yang kemudian dapat membantu diagnosis
dokter yang dapat dilihat dari perilaku para penderitanya," paparnya. Menurut dr
Irawan, anak autis memiliki gangguan komunikasi yang lemah. Artinya, tidak bisa
berbicara atau memiliki keterlambatan bicara pada usia seharusnya. Kadang
kesalahan yang terjadi diakibatkan kurang tahunya orangtua akan penyakit ini.
Sehingga menganggap biasa anak yang telat bicara.
"Bila anak Anda mengalamai ciri tersebut, maka sebaiknya cepat konsultasikan pada
dokter," sarannya.
Ciri lain yang dapat dilihat ialah anak memiliki gangguan interaksi sosial. Dengan
kondisi demikian, anak sulit untuk diajak berkomunikasi. Tak hanya itu saja,
lanjutnya, anak autis juga memiliki gangguan perilaku. "Ciri khas lainnya dari gejala
autis ialah anak sering melakukan kegiatan yang berulang. Seperti mukul-mukul
sendiri atau suka memutar diri sendiri yang dilakukan berulang kali," terangnya.
Mengenai cara penanganan penyandang autis, ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah
Syarief, AMG, StiP menuturkan untuk memberikan nutrisi tepat. "Pada beberapa
studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi
terhadap makanan tertentu. Penderita autis umumnya mengalami masalah
pencernaan, terutama makanan yang mengandung casein (protein susu) dan gluten
(protein tepung)," jelas Fatimah.
Karena kedua jenis protein tersebut sulit dicerna, maka akan menimbulkan gangguan
fungsi otak apabila mengonsumsi kedua jenis protein ini. Sehingga perilaku
penderita autis akan menjadi lebih hiperaktif. Menurutnya, suplemen yang baik
diperlukan penderita autis yang biasanya mengalami lactose intolerance
(ketidakmampuan pencernaan untuk mencerna laktosa). Salah satu suplemen yang
baik diberikan bagi penderita autis adalah sinbiotik.
Untuk menghambat lebih jauh terhadap serangan sensasi yang kacau, otak
memfokuskan pada satu sensasi atau aktifitas. Hal ini mungkin berupa
menggoyangkan tubuhnya dengan keras, bermain dengan mainan yang sama, atau
melihat video yang sama berulang-ulang. Aktivitas ini kelihatan aneh, tidak pantas
dan bersifat unik untuk masing-masing anak. Aktivitas ini diulang terus menerus,
sehingga membuat tingkah lakunya menjadi aneh.
Aktivitas yang berulang-ulang lebih sering terjadi dan lebih jelas terjadi ketika
mengalami pengalaman baru. Suara yang keras, orang asing yang belum dikenal atau
tempat-tempat yang ramai kadang-kadang dapat mencetuskan hal ini. Aktivitas yang
berulang-ulang adalah mekanisme pertahanan dan perlindungan pada anak autistik.
1. Definisi
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang
berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau
keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar
biasa, asik dengan dirinya sendiri. (Reber, 1985 dalam Trevarthedkk, 1998). Pengertian ini
menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain,
tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.ini tidak membantu orang lain untuk
memahami seperti apa dunia mereka. Seorang ahli psikologi dari Harvard yaitu Loe Kanner
telah memperkenalkan istilah autis pada tahun 1943. Dia mendiskripsikan gangguan ini
sebagai ketidakmampuan bersosialisasi (respon negative dalam berkomunikasi), mengalami
kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa
terhadap rangsangan sekitar (keadaan yang tidak fleksibel dengan orang lain atau
lingkungan).
Autisme menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk dalam
gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental disorders). Secara khas
gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distori perkembangan fungsi
psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan social dan berbahasa,
seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasive yang secara menyeluruh
mengganggu fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak. Oleh sebab itu bisa juga
dikatakan sebagai gangguan neurobiology yang disertai dengan beberapa masalah seperti
autoimunitas, gangguan pencernaan, dysbiosis pada usus, gangguan integrasi sensori, dan
ketidakmampuan susunan asam amino. Beberapa penyebabnya diketahui anatara lain
keracunan logam berat ketika anak dalam kandungan, seperti timbal, merkuri, cadmium,
spasma infantile, rubella kongenital, sklerosis tuberose, lipidosis serebral, dan anomaly
komosom X rapuh. Hal ini merupakan beberapa kondisi yang sering dijumpai. (Triantoro
Safaria, 2005)
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyakut komunikasi,
interaksi social dan aktivitas imajinasi. Dan anak autistic adalah anak yang mempunyai
masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi social, gangguan sensori, pola
bermain, berperilaku dan emosi. (Depsiknas, 2002)
Maka dapat disimpulkan, autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
komunikasi, gerakan tubuh badan, sikap atau berperilaku, interaksi social, kelainan emosi,
gangguan sensori, intelektual dan kemauan (gangguan pervasive), sehingga ia mempunyai
dunianya sendiri.
3. Tanda-Tanda Autisme
Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari,
Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.
Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain.
Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia
mainkan).
Suka menyendiri.
5. Gambaran Umum
Anak anak yang mengalami gangguan autisme menunjukkan kurang respon terhadap
orang lain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan
respons yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya, terkadang para ahli
gangguan perkembangan anak menjelaskan gangguan ini dengan nama gangguan autisme
infantil. Hubungan antara kategori ini dengan skizofrenia masih kontroversial. Beberapa ahli
menganggap bahwa autisme infantil adalah bentuk paling dini dari skizofrenia.
6. Gambaran Penyerta
Afeksi ( mood ) mungkin labil, tangisannya tidak dapat di mengerti alasannya atau tidak
dapat ditenangkan. Walaupun enggan dihibur, terkadang anak tertawa tanpa alasan jelas
sehingga membingungkan orang orang disekitarnya. Kira kira 40% anak dengan
gangguan ini mempunyai IQ di bawah 50 dan hanya 30% yang memiliki IQ 70% atau
bahkan lebih.
Suatu teori adalah adanya variasi selama perkembangan otak dalam anak-anak autistik
terutama pada masalah integrasi sensorik. Otak tidak dapat mengartikan sejumlah sensasi
penglihatan, suara, sentuhan, bau dan rasa. Otak menjadi kacau dan bingung. Otak mencoba
melindungi dirinya sendiri dengan menghambat dan mengabaikan masukan sensorik yang
datang. Hal ini menyebabkan anak seolah-olah berada jauh dan bertingkah laku tidak
responsive.
7. Gejala Autisme
Gejala anak autis antara lain :
2. Interaksi Sosial
o Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
o Lebih suka menyendiri
o Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan
o Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang di
inginkan
3. Komunikasi
o Perkembangan bahasa lambat
o Senang meniru atau membeo
o Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
o Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
o Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
o Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
4. Pola Bermain
o Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
o Senang akan benda-benda yang berputar
o Tidak bermain sesuai fungsi mainan
o Tidak kreatif, tidak imajinatif
o Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
5. Gangguan Sensori
o Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
o Sering menggunakan indera pencium dan perasanya.
o Dapat sangat sensitive terhadap sentuhan.
o Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa akut
6. Perkembangan Terlambat
o Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan social, komunikasi dan
kognisi.
o Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
7. Gejala Muncul
o Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil.
o Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang.
2) Masalah gangguan perilaku dan emosi (Dificult behaviour and emotional problems).
Sikap menyendiri dan menarik diri (Aloofness and withdrawal).
Menentang perubahan (Resistance to change).
Ketakutan khusus (Special fears).
Prilaku yang memalukan secara sosial (Socially embarrassing behaviour).
Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play).
Tidak ada seorang anak pun didunia ini yang ingin terlahir dalam kondisi autis,
ketika mereka harus menjalani takdir sebagai penyandang autis, butuh perjuangan
berat agar dapat menjalani hidup sebagaimana anak normal lainnya.
Jika setiap anak menikmati masa kecil yang indah dan menyenangkan serta disayang
orang sekelilingnya, hal itu tidak berlaku bagi penyandang autis.
Ini diperparah oleh pandangan lama yang menyatakan autis adalah sesuatu yang
baku dan tidak dapat disembuhkan, sehingga pupus sudah harapan untuk dapat hidup
sebagai individu yang paripurna dan mandiri sebagaimana anak lainnya.
Namun itu dulu, ternyata autis dapat disembuhkan. Penelitian terbaru menunjukan
penyandang autis dapat disembuhkan dan pada akhirnya bisa menjalani hidup normal
secara mandiri di lingkunganya.
Mungkin ada yang memandang mereka sebagai warga kelas dua yang tidak berguna
dan tidak dapat melakukan apa-apa. Tapi fakta berbicara seorang Thomas Alfa
Edison si penemu bola lampu adalah penyandang autis yang berhasil menorehkan
kegemilangan prestasi di akhir hayatnya.
Demikian juga dengan apa yang dialami mantan penyandang autis Muhammad Valdi
yang kini merupakan mahasiswa semester II Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam
Universitas Islam Negeri Jakarta.
Berkat terapi yang dilakukan secara intensif dan terpadu, serta dukungan semua
pihak, sosok yang akrab dipanggil Valdi berhasil sembuh dari autis.
Tidak hanya dapat menjalani keseharian sebagaimana anak normal, pria kelahiran 24
Mei 1994 itu juga menorehkan sejumlah prestasi.
Tercatat ia beberapa kali turut memperkuat DKI Jakarta dalam sejumlah kejuaraan
renang. Kini ia bercita-cita menjadi seorang sejarahwan.
Saat tampil sebagai pembicara pada gebyar hari autis sedunia 2014 di Padang, tak
ada yang menyangka Valdi dalam mantan penderita autis karena dapat
berkomunikasi dengan baik dan tampil sebagai pembicara memaparkan
perjuangannya melawan autisme.
Kini Rendy merupakan pelajar SMA 71 Jakarta Timur dan dapat menjalani
kehidupan normal sebagaimana pelajar lainnya dengan perolehan nilai yang bagus.
Ia dapat menjalani aktivitas secara mandiri seperti naik angkutan kota ke sekolah,
bergaul dengan teman sebaya dan mengembangkan hobi menyanyi, menulis lagu dan
bermain gitar.
Pada peringatan hari autis sedunia 2014 di Padang Rendy tampil menyanyi sambil
memainkan gitar membawakan lagu yang diciptakaannya sendiri.
"Membalas ejekan bukan dengan cemohan , buktikan saja dengan prestasi kalau
memang kita juga bisa" , kata dia yang bercita-cita menjadi dokter.
Hal serupa juga dialami oleh Hasan Al Faris Tanjung pelajar kelas IX SMP Alfikri
Depok yang juga berhasil sembuh dari autis.
Faris yang lahir pada 14 Juni 1998 itu berhasil sembuh dan sejak sekolah dasar
menempuh pendidikan di sekolah reguler Al Fikri Depok yang meraih nilai rata-rata
8,8 pada ujian nasional.
Faris berhasil sembuh setelah menjalani terapi ABA serta diet dan intervensi
biomedis sejak usia 1,5 tahun.
Faris pun menulis diari dan puisi tentang bagaimana kesedihannya diganggu oleh
teman-temannya disekolah.
"Untungnya guru dan bunda aku baik dan terus memotivasi kamu bisa Faris", kata
dia.
Kini Faris sudah lebih senang menjalani sekolahnya dan ia pun sering diminta tampil
sebagai moderator dan menceritakan kisahnya dalam berbagai kesempatan.
Kenali Gejala
Gejala Autis dapat dikenali dengan ciri-ciri minimnya interaksi dan emosi yang
labil serta buruknya kualitas komunikasi penyandangnya pada tiga tahun pertama
kehidupannya.
Selain itu, penyandang autis memiliki keterbatasan minat serta sering melakukan
gerakan berulang disertai respon sensorik yang menyimpang.
Menurut dia, autis dapat disembuhkan melalui dua cara yaitu terapi yang intensif dan
terpadu serta melakukan diet khusus bagi penyandangnya.
"Jika ada yang berpendapat autisme sudah baku dan tidak ada lagi harapan itu
paradigma lama, berdasarkan temuan terbaru gangguan Autis dapat disembuhkan
melalui terapi dini secara intensif dan terpadu", kata dia.
Terapi ABA dilakukan secara intensif selama 40 jam per minggu dalam dua tahun
dimana berdasar hasil penelitian terjadi peningkatan IQ yang besar pada
penyandangnya, kata dia.
Kemudian, penyandang autis harus melakukan diet tidak mengkonsumsi terigu,
coklat dan susu karena berdasarkan kajian terapi biomedik jenis makanan tersebut
memperparah kondisinya.
Setelah berada di otak zat yang terkandung pada makanan tersebut dinilai oleh saraf
memiliki rumus kimia seperti morfin sehingga memperburuk kondisi penyandang
autis dan dapat diibaratkan mereka tengah mengkonsumsi morfin.
Karena itu pada penyandang autis dengan melakukan diet tidak mengkonsumsi gula,
terigu dan coklat akan memperbaiki fungsi-fungsi abnormal pada otaknya sehingga
saraf pusat bekerja lebih baik dan berbagai gejala autis dapat dikurangi bahkan
dihilangkan.
Setelah itu jika diperlukan dapat dilakukan terapi lain sebagai penunjang berupa
medikamentosa, okupasi dan fisik, wicara, bermain dan terapi khusus.
Kunci dari semua itu adalah terapi dini, intensif dan terpadu sehingga dimungkinkan
penyandang autis akan sembuh, kata dia.
Jangan Diolok-olok
Ketua Panitia Penyelenggara Gebyar Hari Autis Sedunia 2014 Arneliza Anwar R
Sutadi mengatakan jangan jadikan autis sebagai bahan olok-olok sehari-hari karena
dapat disembuhkan.
"Hentikan mengolok-olok autis karena mereka juga manusia sama dengan yang
lainnya ", kata dia.
Menurutnya, autis akan terlihat pada penyandangnya ketika memasuki usia tiga
tahun dan akan terus berlanjut seumur hidup jika tidak diterapi.
Namun, Autis berbeda dengan disabilitas karena autis lebih kepada gangguan
interaksi, komunikasi sementara disabilitas hanya gangguan pada salah satu fungsi
tubuh yang permanen, kata dia.
Ia menceritakan pada awalnya anak autis akan terlihat normal dan memasuki usia 18
bulan tiba-tiba terjadi penurunan kemampuan dan perkembangan yang telah dimiliki
sebelumnya.
Misalnya sebelumnya anak sudah dapat berbicara, maka tiba-tiba akan hilang, tidak
melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya dan sibuk main sendiri, kata dia.
Saat ini masih banyak sekolah yang menolak penyandang autis kendati orang tua
sudah memohon agar anaknya dapat diterima.
Oleh sebab itu sebelum penyandang autis dimasukan ke sekolah umum orang tua
harus mempersiapkan mereka agar benar-benar siap beradaptasi dengan
lingkungannya.
Anak autis yang diterapi sejak usia kurang dari tiga tahun secara intensif dan optimal
setelah akan semakin mudah untuk dapat sembuh dan masuk sekolah reguler
dengan didampingi seorang guru khusus, kata dia.
Para orang tua yang anaknya menyandang autis tidak dapat menunggu sekolah
reguler siap menerima dan menangani anaknya, namun kita yang harus
mempersiapkan agar anak autis dapat diterima disekolah umum, kata dia.
Terapi yang dilakukan sejak dini dan diet biomedik merupakan upaya yang dilakukan
agar penyandang autis dapat sembuh dan hidup dengan mandiri.
Penyandang Autis adalah orang-orang yang spesial dan istimewa dan para orang tua
yang anaknya penyandang Autis, adalah orang-orang mulia karena telah mendapat
kehormatan dari Tuhan, untuk dititipkan anak khusus kiriman sang Pencipta agar
dapat lulus melewati ujian.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John. W. 1995. Live Span Development : Perkembangan Masa Hidup (Jilid 1).
Jakarta : Erlangga.
Yatim, Faisal. Dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta : Pustaka
Populer Obor.
http://www.academia.edu/4574225/MAKALAH_AUTISME
http://mutmainnahbasri94.blogspot.com/2013/05/makalah-autis.html
http://sekolahautismeal-ihsan.com/artikel/sekilas-tentang-autisme.html
Http://www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anakAutisme.Html
www.Wikipedia.org/autisme
www.autis.info.org/tentangautisme
Source : http://rustinah.multiply.com