Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
RADIOLOGI LANJUT II
CT - SCAN
OLEH :
HAFIZUL HAMZAH
INDAH DEFITRI
KEVINANDA ALFAUZAN
C1 -2014
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya
yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Radiologi Lanjut II. Terimakasih kami sampaikan
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang
terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang
kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................................... i
BAB I. Pendahuluan............................................................................................................................ 1
1.3. Tujuan............................................................................................................................. 2
Daftar Pustaka.................................................................................................................................... 30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini menjelaskan Computed Tomography Scanner (CT Scan)
1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah dapat mengetahui bagaimana perkembangan, cara
kerja, dan bagian-bagian dari CT Scan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Tabel 1.1 Ringkasan Sejarah Perkembangan Tomografi Komputer
Di sekitar tahun 1950 teknik rekonstruksi gambar secara matematis mulai berkembang dan
digunakan pada berbagai penyelidikan-penyelidikan ilmiah, sedang penerapannya dalam
bidang medis mula-mula dipelajari oleh Oldendorf dan A.M. Cormack di awal tahun 1960.
Oldendorf menemukan bahwa teknik rekonstruksi gambar tersebut dapat digunakan untuk
menghasilkan gambar dari bidang transversal kepala manusia. Sedangkan A.M. Cormack
pada tahun 1963 mengembangkan teori distribusi koefisien atenuasi pada berbagai
jaringan tubuh berdasarkan pengukuran transmisi, dimana teori ini telah menuntun
penyelidikannya yang menghasilkan Hadiah Nobel baginya di tahun 1979, yakni teknik
rekonsruksi gambar dari hasil proyeksi sinar-X secara kuantitatif berdasar teori atenuasi.
Perkembangan CT Scan dimulai pada awal tahun 1970-an. Pada tahun 1972, Godfrey N.
Hounsfield seorang insinyur dari Inggris berhasil membuktikan bahwa teknik rekonstruksi
secara kuantitatif memiliki ketelitian dan ketepatan yang yang 100 kali lebih besar dari
pada metoda radiografi secara konvensional. Hounsfield dan Ambrose yang saat itu bekerja
4
di Central Research Labs. of EMI, Ltd di Inggris menghasilkan gambar klinis pertama dengan
CT Scan.
5
Pada tahun 2004, Siemens berhasil membuat tabung sinar-X Straton Z dengan kapasitas
anode 0 MHU (mega heat unit).
6
generasi pertama ini hanya digunakan untuk CT Brain Scanner, karena waktu
pemindaiannya yang sangat lama (135 - 150 detik). Alasan yang utama adalah karena
otak merupakan organ yang relatif tidak bergerak sehingga lebih mudah untuk difoto
dalam waktu yang cukup lama.
7
translasinya tidak sekecil pada generasi pertama, melainkan sebesar sudut puncak
berkas yang berbentuk kipas.
8
d. Generasi Keempat: Metode Rotasi-Stasioner (Metoda Cincin detektor)
Metode keempat yang disebut juga Generasi keempat dari CT Scan ini bukan dibuat
dengan tujuan mempercepat waktu pemindaian seperti yang dilakukan oleh generasi-
generasi sebelumnya, melainkan hanya penyempurnaan aplikasi generasi ketiga.
Konsep dasarnya adalah rotasi berkas sinar-X berbentuk kipas seperti juga pada
generasi ketiga, tetapi pada generasi keempat ini digunakan sejumlah detektor
stasioner yang diletakkan melingkar mengelilingi objek dan di luar orbit yang dibentuk
oleh proses rotasi tabung sinar-X. Karena gerakan rotasi hanya dilakukan oleh tabung
sinar-X maka kemungkinan terjadinya cacat pada gambar (artifact) dapat diperkecil.
Pada generasi keempat ini umumnya digunakan 600 detektor stasioner yang berarti
detektor itu menjadi terlalu besar (sekitar 9 mm) untuk menghasilkan lebar berkas
yang diinginkan. Untuk menanggulanginya maka permukaan detektor harus
dipersempit sampai sekitar setengah skala detektor yang berarti sebagian radiasi yang
menembus pasien tidak terpakai. Alternatif lain adalah dengan menggunakan lebih
banyak detektor sehingga berkas bisa lebih rapat, tetapi jumlah detektor menentukan
jumlah proyeksi yang dilakukan dan jumlah ini menjadi terlalu banyak dibandingkan
jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk suatu proses data sampling, akibatnya
terjadi lagi oversampling yang merupakan beban ekstra untuk komputer yang
9
disiapkan untuk proses rekonstruksi gambar. Karena itulah generasi ketiga lebih
populer untuk diterapkan dalam CT Scan komersial yang dikembangkan dewasa ini.
10
Pemindai CT buatan pabrik Imatron tidak memiliki tabung sinar-X tapi memiliki
senapan elektron yang menghasilkan berkas elektron pada 130kV yang dipercepat di
sepanjang tabung. Sinar elektron difokuskan oleh kumparan elektromagnet, ke
sebuah titik fokus kecil pada sebuah cincin tungsten. Daerah target ini kemudian
bergerak sepanjang cincin.
Sinar-X yang dihasilkan oleh proses perlambatan dan kolimator membentuk berkas
sinar-X ini menjadi berkas kipas yang akan menyapu pasien. Perbedaan intensitas
sinar-X akan dideteksi oleh bank detektor solid-state dan keluarannya akan dibuah
menjadi sinyal digital oleh Sistem Akuisisi Data. Data disimpan dalam memori yang
besar dan dipindahkan ke penyimpanan cakram magnetik yang kemudian diubah
menjadi gambar irisan penampang melintang. Tidak ada bagian yang bergerak dalam
sistem ini sehingga waktu pemaparan dapat dikurangi menjadi 50ms per irisan.
Sampai dengan 17 irisan per detik dapat diambil, memungkinkan unit pemindai CT ini
untuk pencitraan obyek yang bergerak seperti seperti jantung.
11
spiral mengurangi waktu pemindaian secara nyata karena pasien bergerak secara
kontinu melewati gantry tidak secara langkah demi langkah (mode step and shoot
atau sequence).
Perputaran gantry secara terus menerus (continuous rotation) ini dimungkinkan
karena digunakannya slip ring. Dengan slip ring ini maka aliran listrik dari bagian yang
diam ke bagian yang berputar disalurkan melalui sejumlah konduktor berbentuk
cincin yang disusun secara paralel, sehingga tidak menggunakan kabel lagi. Slip ring
tersebut merupakan syarat untuk CT-Scan spiral/helical.
12
Pemindaian aksial konvensional yang lebih cepat (gerakan maju meja secara
bertahap)
Waktu tunda antar scan hanya ditentukan oleh waktu yang diperlukan saat meja
bergerak ke posisi yang baru (kurang dari 1 detik).
Dengan slip ring maka memungkinkan untuk dilakukan beberapa metode pemindaian
yang sebelumnya tidak bisa dilakukan:
Pemindaian "Cine" (Multiscan) (tidak ada gerakan meja), akuisisi data gambar
secara seri terus menerus di satu posisi.
"CT fluoroskopi" selama satu rotasi gambar baru direkonstruksi beberapa kali.
Pemindaian Spiral (pemindaian sambil meja bergerak).
13
h. Generasi Kedelapan: Pemindai Tomografi Komputer Dua Sumber
Sistem pertama di seluruh dunia yang menggunakan teknologi baru ini adalah
Siemens Somatom Definition yang diperkenalkan pada tahun 2005. Melampaui batas
pemahaman dalam hal peningkatan jumlah irisan pada pesawat CT Scan, sistem baru
ini dilengkapi dengan dua sumber sinar-X dan dua sistem detektor yang berputar
selaras, bersamaan mengambil data gambar dalam waktu hanya separuh dari waktu
yang dibutuhkan pada CT Scan dengan teknologi konvensional.
Untuk mengatasi kendala klinis pada sistem CT Scan 64 irisan, perusahaan Siemens
Healthcare dari Jerman memperkenalkan sistem pemindai tomografi komputer
dengan dua sumber sinar-X yang disebut sebagai Dual Source CT (DSCT) sistem yang
diberi nama Somatom Definition - pada tahun 2005. Sistem CT ini dilengkapi dengan
dua tabung sinar-X dan dua detektor yang sesuai. Kedua sistem akuisisi dipasang pada
gantry berputar dengan sudut offset 90 (lihat Gambar 3.14). Salah satu detektor
mencakup seluruh pandangan bidang pemindaian (sekitar 50 cm dengan diameter),
sementara yang lain terbatas pada yang lebih kecil, pusat lapangan pandang (lihat
Gambar 3.15). Kedua detektor tersebut mampu mendapatkan 64 irisan secara
tumpang tindih sebesar 0,6 mm melalui sampling ganda (teknologi focal point z-
terbang). Waktu rotasi gantry adalah 0,33 detik. Masing-masing dua tabung sinar-X
menyediakan sampai 80 kW daya puncak.
DSCT memberikan resolusi temporal (waktu) seperempat dari waktu rotasi gantry,
tidak tergantung dari denyut jantung pasien. Pemindai DSCT juga juga menunjukkan
potensi yang menjanjikan untuk aplikasi radiologi umum, seperti penggunaan
akumulasi dosis untuk memeriksa pasien obesitas, atau penggunaan akuisisi Energi
Ganda (Dual Energy). Aplikasi potensial Dual Energy CT mencakup karakterisasi
jaringan, kuantifikasi volume darah lokal pada pemindaian dengan kontras yang
ditingkatkan dan pemisahan iodium/kalsium juga memungkinkan, misalnya,
penghapusan otomatis struktur tulang pada pemeriksaan CTA
14
2.4. Perangkat Keras Pesawat CT Scan
a. Generator Pembangkit Sinar-X
Sinar-X ditemukan pada tahun 1895 oleh W.C. Roentgen dalam suatu percobaan dengan
menggunakan tabung sinar katoda (mirip tabung layar televisi) yang diberi beda
potensial beberapa kV antara anoda dan katodanya. Roentgen menemukan adanya
sinar yang menyala dari sebuah gelas yang dilapisi seng sulfida bile didekatkan pada
tabung tersebut, walaupun tabung tersebut tidak mengeluarkan sinar tampak.
Fluoresensi itu akan tetap terjadi walaupun tabung dilapisi kertas hitam. Dari hal di atas
Rontgen berkesimpulan bahwa penyebab fluoresensi itu adalah suatu jenis radiasi yang
belum diketahui sebelumnya yang kemudian disebutnya dengan sinar-X.
Radiasi Sinar-X tersebut terjadi akibat jatuhnya elektron cepat pada material. Energi
kinetik dari elektron diubah menjadi energi thermal (99%) dan energi elektromagnetik
(photon 1%). Elektron-elektron cepat dihasilkan dalam tabung Sinar-X akibat
pertambahan tegangan (20 ... 300kV) di antara katoda dan anoda.
Elektron-elektron tersebut mengalami percepatan di dalam medan listrik menjadi energi
kinetik akibat dari tegangan yang diberikan. Ketika mengenai anoda, terjadi
15
perlambatan oleh medan listrik dari inti atom dan sedikit demi sedikit melepaskan
energi kinetik akibat interaksi elektron dengan atom pada lintasan.
Selanjutnya ditemukan pula bahwa Sinar-X dapat menyebabkan penghitaman pada plat
fotografi, menetralisir elektroskop yang bermuatan, di samping menyebabkan
fluoresensi pada berbagai bahan. Ditemukan pula bahwa Sinar-X mampu menembus
lapisan tebal yang terbuat dari bahan bernomor atom rendah dan semakin tinggi nomor
atom suatu bahan makin banyak radiasi yang terserap yang berarti mengurangi radiasi
yang menembus/memancar di balik bahan. Sifat khusus Sinar-X inilah yang diterapkan
pada diagnostik radiologi pada umumnya.
b. Proses Kolimasi Sinar-X
Radiasi sinar-X yang memancar dari tabung dapat dibuat setipis mungkin atau dibuat
berbentuk kipas (fan beam) berkat kerja kolimator yang diletakkan pada output tabung
sinar-X.
Setelah proses penembusan suatu obyek, radiasi tersebut ditangkap oleh sebuah
detektor. Dengan diameter Sinar-X yang kecil dan proses kolimasi yang baik, hampir
seluruh pancaran Sinar-X yang tidak terserap oleh obyek akan ditangkap oleh detektor.
Untuk sumber Sinar-X yang besar, dibutuhkan kolimator tambahan pada bagian
keluaran untuk mengurangi jumlah energi yang jatuh pada detektor. Kolimator-
kolimator ini diletakkan pada gantry bersama-sama dengan tabung sinarX dan
detektornya.
Terdapat beberapa fungsi operasional yang ditentukan oleh kolimator, yaitu:
Ketebalan potongan
Ketebalan potongan ditentukan pada pusat rotasi, dimana sesuai dengan pusat
daerah pengukuran (scan field). Diameter daerah pengukuran ditentukan oleh sudut
kipas (fan). Ketebalan potongan adalah hasil dari kolimasi pada arah sumbu Z.
Kolimasi-X
Kolimasi pada arah sumbu X dilakukan pada fokus kolimator. Panjang kolimator ini
menentukan sudut kipas. Ukuran sudut kipas diatur supaya tetap.
16
c. Detektor
Terdapat dua macam detektor yang dapat digunakan pada CT Scan. Yang pertama
adalah Detektor Skintilasi (Scintillation Detector), yaitu detektor yang menggunakan
kristal skintilasi (CSJ) yang memancarkan sinar biru jika terpapar oleh sinar-X. Intensitas
17
cahaya yang dihasilkan oleh kristal skintilasi ini sebanding dengan intensitas radiasi yang
mengenainya.
Terdapat dua macam unit detektor jenis ini (pada gambar di bawah). Pada unit yang
pertama, untuk urutan berikutnya dari aliran data, sinar diperkuat intensitasnya oleh
photomultiplier dan diubah menjadi arus yang ekivalen dengan kuatnya. Pada unit yang
kedua, yang merupakan kombinasi yang lebih efektif dimana scintillation crystal
(cessium iodide, CSJ) berhubungan langsung dengan photodiode yang mengubah
photon yang dihasilkan menjadi arus yang ekivalen.
Jenis detektor yang kedua adalah detektor gas (pada umumnya digunakan gas Xenon)
dimana gas tersebut dimasukkan ke dalam suatu tabung bertekanan dengan sekat
paralel yang menghasilkan tegangan tinggi. Bila sebuah foton sinar-X jatuh mengenai
sebuah atom Xe, maka atom tersebut akan terionisasi karena adanya elektron yang
meloncat. Elektron dan ion Xe yang bermuatan positif akan dipercepat pada arah
berlawanan di sepanjang garis gaya listrik untuk kemudian diserap oleh sekat-sekat.
Pergerakan elektron tersebut menghasilkan arus listrik yang sebanding dengan jumlah
foton. Karena arus ini kecil maka dipakai suatu penguat (amplifier) sebelum keluar dari
detektor.
18
Dari arus listrik yang masih besaran analog tersebut diubah menjadi kodekode digital
yang dibutuhkan oleh komputer untuk diolah sehingga menghasilkan gambar pada layar
tampilan.
Detektor Scintilation yang digabung dengan semikonduktor peka cahaya, terdiri atas
beberapa detektor elemen dilengkapi dengan scintillation kristal yang tebalnya 5mm
dan dipasang pada permukaan diode. Keseluruhan detektor elemen ditempelkan
pada sebuah PCB (Printed Circuit Board). Tidak diperlukan tegangan operasional
tinggi untuk jenis ini karena sifatnya yang peka sekali terhadap tegangan.
Detektor Gas terdiri atas tabung bertekanan tinggi dimana masing-masing elemen
elektroda dilekatkan. Gas di dalamnya (Xenon) diberi tekanan sebesar 10-20 Bar.
Panjang tabung 10 cm dan detektor ini membutuhkan tegangan tinggi tertentu untuk
operasinya karena sifatnya kurang peka terhadap tegangan listrik (500 - 1000 V).
Berikut ini adalah karakteristik kedua jenis detektor yang sekaligus memberi penjelasan
tentang keuntungan dan kerugian detektor-detektor tersebut.
19
Hal ini disebabkan sistem dengan pancaran radiasi sinar-X yang berkesinambungan
(selama perputaran tabung Sinar-X) membutuhkan material yang berpendar dengan
pengurangan waktu yang pendek. Sedang pada detektor gas, kestabilan pengurangan
signal sangatlah ditentukan oleh rangkaian elektroniknya.
Ketergantungan Pada Suhu
Penguatan Signal untuk Scintillation detektor sangatlah ditentukan oleh temperatur
operasionalnya, oleh karena itu diperlukan pengaturan suhu (dengan cooling atau
heating unit) untuk menjamin signal keluaran detektor yang stabil. Sedangkan pada
detektor gas tidak dibutuhkan temperatur yang stabil tertentu karena perubahan
temperatur akan menyebabkan perubahan tekanan yang uniform di seluruh bagian
tabung gas sehingga densitas gas (masa gas per satuan luas) yang dilewati Sinar-X
juga tidak berubah.
Efek Saturasi
Daerah linier pada Scintillation detektor, yaitu daerah karakteristik operasional
dimana amplitudo keluaran sinyal yang dilewatkan sebanding dengan amplitudo
sinar-X pada masukan, meluas melebihi besaran yang diperlukan oleh CT sebesar lima
orde. Pada gambar dibawah terlihat bahwa detektor gas menunjukkan efek saturasi
melewati daerah yang sama dengan amplitudo sinyal. Untuk menghindari efek
tersebut diperlukan perencanaan desain sistem detektor yang baik yang meliputi
pengaturan jarak dinding pemisah, tekanan gas, dan tegangan operasional.
Dosis Radiasi
Pada ketebalan kristal yang umum yakni sekitar 5mm, Scintillation detektor CT akan
menyerap praktis 100% dari seluruh sinar yang datang dan mengubahnya menjadi
sinyal listrik. Sedang pada detektor gas, sinar yang datang mengalami atenuasi pada
jendela pemasukan dan sekat-sekat tabung gas, sehingga dibutuhkan dosis radiasi
yang lebih besar dibandingkan pada Scintillation detektor untuk mendapatkan output
yang diinginkan.
20
d. Sistem Akuisisi Data
Dalam keseluruhan sistem scanning menggunakan Sinar-X, adalah fungsi dari Sistem
Akuisisi Data (Data Acquisition System /DAS) untuk mengukur dengan tepat besarnya
output dari detektor Sinar-X, merubahnya menjadi data-data digital dan
mengirimkannya ke komputer untuk proses-proses digital selanjutnya. Sistem Akuisisi
Data dari keseluruhan sistem pada CT Scan pada umumnya ditunjukkan pada gambar
berikut ini.
21
Berikut ini adalah blok diagram dari keseluruhan sistem akuisisi data dari sisitem
detektor hingga keluaran data digital.
Input DAS didapat dari 512 buah detektor Sinar-X dalam bentuk pulsa-pulsa arus. Pulsa-
pulsa arus tersebut diubah menjadi pulsa-pulsa tegangan oleh suatu pengubah arus ke
tegangan. Kemudian dilewatkan pada 32 integrator board yang masing-masing memiliki
16 channel. Masing-masing channel pada board membentuk group yang terpisah antara
channel-channel ganjil dan channel-channel genap untuk kemudian dimultiplex pada 2
bus analog yang berbeda.
Output dari bus analog tersebut dimasukkan ke FPA (Floating Point Amplifier) dimana
signal-signal tersebut dimultiplex lagi untuk memilih channel ganjil atau channel genap.
Setelah dilakukan pemilihan, signal tersebut diamplifikasi di dalam FPA dengan faktor
penguatan yang dapat dipilih x1, x8 atau x64 (dalam 2bit-FPA).
Output dari FPA dikirimkan ke rangkaian S&H (Sampling and Hold, yang terletak pada
awal rangkaian A/D) untuk selanjutnya masing-masing signal tersebut dikonversikan
menjadi 14 bit kode digital oleh sebuah A/D Konverter.
22
Integrator
Output dari pengubah arus ke tegangan diumpankan ke sebuah integrator untuk
kemudian disimpan besar tegangan dari tiap-tiap pulsa.
23
Berikut ini adalah diagram waktu dari proses signal, mulai dari pembentukan
pulsapulsa Sinar-X sampai bentuk signal keluaran pada integrator.
KETERANGAN :
A = INTEGRASI ( 1,7 ... 5,2 m detik)
B = PENYIMPANAN DATA ( 2 m detik)
C = RESET ( minimal 1 m detik)
XTP (X-ray Trigger Pulse) yaitu pulsa-pulsa trigger yang berfungsi untuk mengatur
lebar pulsa dikehendaki, dimana XTP ini berupa semacam switch pada generator
sinar-X dan kerjanya dikendalikan oleh software yang bergantung pada kecepatan
rotasi dan intensitas radiasi yang dibutuhkan.
Dosis Pulsa Sinar-X yaitu bentuk pulsa yang keluar dari tabung X-Ray yang tentunya
dikendalikan pula oleh XTP di atas.
Output Detektor yaitu bentuk signal pada detektor yang mewakili nilai sinar yang
diteruskan setelah dilewatkan obyek dan sebagian diserap olen obyek tersebut.
Output Integrator yaitu bentuk signal setelah dilewatkan integrator untuk
disimpan masing-masing nilai tegangannya dan masing-masing diteruskan ke
proses selanjutnya.
24
Multiplexer
Jenis Multiplexer yang digunakan adalah 64 line ke 1 line sebanyak 8 buah. Ke 32
board yang masing-masing berisi 16 channel dibagi menjadi 4, dan masingmasing
dilayani 2 multiplexer, dimana 1 multiplexer untuk channel-channel ganjil dan 1
multiplexer untuk channel-channel genap.
Dari multiplexer ini signal-signal diumpankan ke FPA, dan pada awal FPA terdapat
pula rangkaian multiplexer 4 line ke 1 line untuk memilih signal dari channel genap
atau ganjil yang akan diinputkan ke FPA.
Floating Point Amplifier
FPA adalah suatu jenis amplifier dengan faktor penguatan yang dapat dipilih x1, x8,
atau x64. Faktor penguatan yang paling optimal akan dipilih otomatis atau melalui
software kontrol sesuai level signal yang masuk. Ketiga macam gain tersebut
dinyatakan dengan 2 bit-FPA:
Signal analog yang telah diamplifikasi pada FPA ditransmisikan ke A/D KOnverter
untuk kemudian dikonversi menjadi 14 bit data digital ditambah 2 bit FPA sehingga
keseluruhan output A/D adalan 16 bit.
A/D Konverter
Jenis A/D Konverter yang digunakan adalah jenis linier. Resolusi dari A/D Konverter
ini dibatasi oleh karakteristik analog dan digitalnya. Resolusi tersebut tidak dapat
lebin besar dari binary bit pada bagian outputnya. Jadi untuk 14 bit data maka
konverter 14 memiliki 214 (16384) level output.
Fungsi transfer dapat dilihat pada lampiran. Kode biner 000...000 mewakili level nol
pada analog sedang 111111 adalah untuk skala penuh yang mewakili 10 Volt input
25
analog. Transisi antara kode-kode yang berbeda harus uniform dan kenaikan tingkat-
tingkatnya haruslah sama tinggi.
Digunakan pula A/D Konverter jenis floating point linier untuk hasil yang lebih akurat
dimana resolusi ditentukan berdasar faktor penguatan pada rangkaian amplifier yang
terletak di depannya, yakni 1, 8 dan 64 dimana A/D konverter memiliki 3 range skala
penuh yaitu 10 V, 1,25 V, dan 156,25 V. Dengan data sebesar 14 bit maka resolusi
keseluruhan dari A/D jenis floating point untuk faktor penguatan 64 dapat mencapai
kurang dari 10 V.
2.5. Blok Diagram
26
2.6. Intrumentasi CT Scan
a. Meja Pemeriksaan
Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk dilakukan pemeriksaan
CT-Scan, bentuknya kurva dan terbuat dari Carbon Graphite Fiber.
Setiap scanning satu slice selesai, maka meja akan bergeser sesuai ketebalan slice (slice
thickness)
b. Gantry
27
10. slip rings : Konektor untuk mentransmisikan tegangan tinggi dan data dari detektor
11. detector temperature controller
12. power unit (AC to DC)
13. line noise filter
28
BAB III
KESIMPULAN
Computed Tomography (CT) Scanner atau Pemindai Tomografi Komputer adalah salah
satu peralatan pencitraan medis yang menerapkan penyatuan teknologi Sinar-X, komputer dan
televisi.
Dengan CT Scan dapat dibuat gambar dari bagian dalam tubuh manusia secara
tomografi/irisan transversal dimana gambar tersebut mewakili nilai atenuasi masing-masing
jaringan yang dinyatakan dalam suatu skala dari hitam ke putih (grey scale).
Sejak pertama kali beroperasi, karakteristik operasional CT Scan telah mengalami
perkembangan pesat sehingga kualitas gambar, ketelitian (resolusi spatial) dan fleksibilitasnya
semakin meningkat pula. Karakteristik operasional ini ditentukan oleh hal-hal berikut :
Metoda Scanning yang diterapkan beserta seluruh unit peralatannya.
Susunan dan bahan detektor yang digunakan.
Sistem pemancaran berkas Sinar-X.
Sistem Akuisisi Data (Data Aquisition Systems, disingkat DAS), koreksi-koreksi
29
DAFTAR PUSTAKA
Kartawigina, Daniel. Diktat Kuliah Radiologi Lanjut Pemindai Tomografi Komputer, Dari
pemindai tomografi tunggal hingga multi irisan sumber ganda (DSCT).
30