Вы находитесь на странице: 1из 7

Penggunaan azimat dalam pandangan Islam

Sebagaiman dimaklumi bahwa azimat (tamimah) merupakan benda yang dijadikan sebagai
penangkal dari suatu penyakit, mara bahaya ataupun sesuatu yang ditakutkan. Dalam Kamus
Mukhtar al-Shihah, disebutkan tamimah adalah pelindung yang digantung pada manusia.[1] Al-
Manawi menyebutkan, tamimah ini asalnya adalah tenunan yang digantung oleh orang Arab pada
kepala anak-anak untuk melindunginya dari penyakit ain, kemudian istilah ini digunakan untuk
setiap benda yang dijadikan sebagai penangkal.[2] Berikut hadits-hadits Nabi SAW yang
menggunakan perkataan tamimah serta penjelasan hukum menggunakannya, antara lain :
1. Dari Abdullah, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :


Artinya : Sesungguhnya ruqyah, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.(H.R. Ahmad)[3]

2. Dari Uqbah bin Amir bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :



Artinya : Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan
menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan dirinya pada kerang, maka Allah
tidak akan memberikan kepadanya jaminan (H.R. Ahmad)[4]
3. Dalam riwayat lain disebutkan,



Artinya : Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik (H.R.
Ahmad)[5]

Ketiga hadits di atas, menjelaskan kepada kita bahwa menggunakan azimat merupakan perbuatan
tercela, bahkan merupakan perbuatan syirik berdasarkan hadits pertama dan kedua. Yang
dimaksud dengan syirik adalah menyekutukan Allah Taala atau mengitikad sesuatu selain Allah
mempunyai kekuatan yang sama dengan-Nya. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana kalau seseorang
menggunakan azimat tanpa ada itiqad azimat tersebut dapat memberi pengaruh melindungi
dirinya secara mandiri (tatsir), tetapi azimat itu hanya sekedar sebagai sebab adanya
perlindungan, dimana pada hakikatnya hanya Allahlah yang melindunginya? Bukankah ini sama
halnya dengan kita menggunakan obat dari seorang dokter, kalau kita mengitiqad obat tersebut
yang menyembuhnya secara mandiri, tentu ini tanpa diragukan dapat disebut sebagai perbuatan
syirik, sebaliknya kalau diitiqad hanya sebagai sebagai sebab, dimana pada hakikatnya hanya
Allahlah yang mengobatinya, maka tentu tidak sesorangpun dapat mengatakan ini sebagai syirik,
bahkan termasuk dalam katagori usaha yang merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Nah, apabila telah kita pastikan apabila menggunakan azimat tanpa ada itiqad azimat
tersebut dapat memberi pengaruh melindungi dirinya secara mandiri (tatsir) bukanlah syirik yang
diharamkan, lalu kenapa Rasulullah SAW mengatakan penggunaan azimat merupakan perbuatan
syirik sebagaimana dua hadits di atas ? Menjawab pertanyaan ini marilah kita simak keterangan-
keterangan para beberapa ulama mutabar mengenai ini, sebagai berikut :
a. Qadhi Iyadh mengatakan :
Rasulullah SAW menamakannya sebagai syirik, karena yang maruf pada zaman beliau adalah
ruqyah, azimat dan pelet yang dikenali pada zaman Jahiliyah, yakni yang mengandung unsur-
unsur syirik, atau mengambilnya sebagai penangkal menunjukkan adanya itiqad memberi bekas
(tatsir) yang menyebabkan kepada syirik.[6]

b. Imam al-Thaiby mengatakan :


Karena orang Arab mengitiqad memberi bekas dan mengqashad dengan ruqyah, azimat dan
pelet untuk menolak taqdir yang telah ditentukan untuknya, maka mereka meminta terlindungi
dari mara bahaya dari selain Allah Taala, seperti inilah itiqad orang-orang Jahiliyah. Karena itu,
tidak masuk yang demikian itu yang disebut dengan nama-nama Allah dan kalam-Nya dan tidak
termasuk juga orang-orang menggantungkannya dengan zikir karena mencari berkah serta
meyakini bahwa tidak ada yang dapat membuka semuanya kecuali Allah, maka ini tidak
mengapa.[7]

c. Ibnu Mulaqqan dalam mengomentari hadits pertama di atas mengatakan :


Maksudnya itu adalah ruqyah Jahiliyah dan sihir yang sama dengannya berupa ruqyah yang
tercela.[8]

Selanjutnya Ibnu Mulaqqan mengutip sebuah riwayat yang diriwayat oleh Ibnu Wahab dari Yunus
bin Yazid dari Ibnu Syihab dari seorang ahli ilmu, berbunyi :










Artinya : Sesungguhnya mereka mengatakan, bahwa Rasulullah SAW telah melarang ruqyah
sehingga tiba di Madinah, pada ketika itu, ruqyah banyak terdiri dari kalam syirik. Tatkala salah
seorang sahabat Nabi disengat binaang berbisa, mereka mengatakan kepada Rasulullah, Ya
Rasulullah, orang-orang Hazam terbiasa melakukan ruqyah karena sakit panas, tetapi manakala
engkau melarangnya, merekapun meninggalkannya. Rasulullah SAW berkata, Panggillah
Umarah kepadaku.(Umarah ini pernah ikut perang Badar), kemudian Rasulullah berkata kepada
Umarah, Nampakkanlah ruqyahmu kepadaku!, Kemudian Umarahpun memperlihatkannya, lalu
Rasulullah SAW tidak melihat ada masalah dengan ruqyah tersebut, maka beliau mengizinkan
mereka menggunakan ruqyah tersebut.(H.R. Ibnu Wahab)[9]

Riwayat ini selengkapnya juga disebut dalam kitab al-Tamhid karangan Ibnu Abd al-Bar.[10]
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, dapat dipahami bahwa ruqyah dan azimat yang
dihukum tercela dan syirik penggunaannya dalam hadits-hadits di atas dan yang tersebut dalam
hadits-hadits lain yang tidak kami sebut di sini adalah ruqyah dan azimat yang mengandung unsur-
unsur syirik di dalamnya atau ada itiqad tatsir (memberi bekas) pada selain Allah Taala
sebagaimana yang lazim terjadi pada zaman awal kemunculan Islam (zaman Jahiliyah). Sehingga
dengan keterangan ini pula dapat dipahami kalau Rasulullah dalam banyak riwayat pernah
melakukan ruqyah dan menganjurkannya sebagaimana hadits-hadits yang akan kami kemukakan
sesudah ini.
Hadits-hadits yang membolehkan menggunakan ruqyah selama tidak ada unsur syirik
1. Dari Aisyah r.a, beliau mengatakan :
:




Artinya : Apabila ada orang-orang mengadu hal kepada Rasulullah SAW atau beliau mengalami
penyakit kudis atau luka, maka beliau menjampinya dengan ucapan :


sambil menggunakan telunjuk beliau seperti ini. Sufyan (perawi hadits ini) meletakkan
telunjuknya di atas tanah, kemudian mengangkatnya. (H.R. Muslim)[11]

2. Hadits Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi berbunyi :






:
Artinya : Dari Ustman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, sesungguhnya beliau mengadukan kepada
Rasulullah SAW tentang penyakitnya yang didapati pada tubuhnya selama masuk Islam, lalu
Rasulullah Saw mengatakan kepadanya, Letakkan tanganmu atas penyakit yang kamu derita di
atas badanmu dan katakanlah : Bismillah tiga kali dan tujuh kali ucapan :

(H.R. Muslim)[12]

3. Dari Auf bin Malik al-Aysjai, beliau berkata :



:

:
Artinya : Pada zaman Jahiliyah, kita selalu melakukan ruqyah. Lalu kami bertanya kepada
Rasulullah, bagaimana pendapatmu ya Rasulullah tentang hal itu. Rasulullah menjawab: Coba
tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak
terkandung kesyirikan. (H.R. Muslim)[13]

Dalam tiga hadist di atas dapat disimpulkan bahwa ruqyah yang dibolehkan itu ada yang
menggunakan benda sebagai simbolik (tafa-ul), pada hadits pertama dengan menggunakan tanah,
sedangkan hadits kedua menggunakan tangan. Ruqyah ada juga tanpa menggunakan simbol apa-
apa, tetapi hanya dengan membaca ayat-ayat al-Quran tertentu seperti riwayat Abu Said Al-
Khudri r.a berbunyi :




Artinya : Bahwa beberapa orang di antara sahabat Rasulullah SAW sedang berada dalam
perjalanan melewati salah satu dari perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi tamu
penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau menerima
mereka. Tetapi ada yang menanyakan: Apakah di antara kalian ada yang dapat menjampi? Karena
kepala kampung terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para sahabat itu menjawab: Ya, ada.
Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata
kepala kampung itu sembuh dan diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu
menolak untuk menerimanya dan berkata: Aku akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi
SAW. Dia pun pulang menemui Nabi SAW dan menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya
Rasulullah! Demi Allah, aku hanya menjampi dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu:
Rasulullah SAW tersenyum dan bersabda: Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan
jampi? Kemudian beliau melanjutkan: Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku
bersama kalian. (H.R. Muslim) [14]
Imam Nawawi mengatakan hadits ini menerangkan bahwa al-Fatihah dapat menjadi ruqyah. Oleh
karena itu mustahab (dianjurkan) dibaca atas orang yang kena sengatan binatang dan orang sakit.
[15]
Azimat merupakan ruqyah dengan menggunakan simbol-simbol (tafa-ul)
Azimat dengan membaca dan menulis ayat-ayat al-Quran tertentu atau zikir-zikir tertentu pada
suatu benda, lalu digantung pada tubuh seseorang dengan harapan menjadi berkah dan terlindungi
dari penyakit dengan izin Allah Taala merupakan ruqyah yang dibenarkan dalam agama. Hal itu,
karena ia merupakan ruqyah dengan menggunakan simbol-simbol (tafa-ul). Sebaliknya, apabila yg
ditulis mengandung unsur-unsur syirik, maka itu adalah azimat yang diharamkan agama.
Berikut ini keterangan syara yang membolehkan menggunakan suatu benda untuk mengambil
berkah (tabarruk), antara lain :
1. Nabi SAW memberkati dengan air yang telah disentuhnya. Imam Bukhari meriwayatkan
hadits sebagai berikut :




Artinya : Berkata Abu Musa : Nabi Muhammad SAW meminta semangkok air, lalu beliau
mencuci kedua tangannya dan membasuh wajahnya di dalamnya, dan mengeluarkan air dari
mulutnya, kemudian bersabda kepada mereka berdua (dua orang sahabat yang ada di sisi beliau,
Minumlah dari air itu dan semburlah pada wajah dan lehermu.(H.R. Bukahri) [16]

2. Tabarruk Nabi Yakub a.s. dengan baju qamis anaknya, Nabi Yusuf untuk kesembuhan
matanya, sebagaimana diceritakan Allah dalam firman-Nya, Q.S. Yusuf : 93

Artinya : Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia kewajah
ayahku, nanti ia akan melihat kembali dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku (Q.S. Yusuf :
93)

Mata Nabi Yakub sembuh seketika pada saat wajah beliau menyentuh qamis Nabi Yusuf ,
sebagaimana kisah selanjutnya dalam firman Allah :

.
Artinya : Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke
wajah Ya'qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya'qub: "Tidakkah aku katakan
kepadamu, bahwa aku mengetahui tentang Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya. (Q.S. Yusuf
: 96)

3. Mengharap barakah dengan keringat Rasululah SAW, sebagaimana kisah dalam hadits di
bawah ini :




Artinya : Dari Anas bin Malik, Nabi SAW biasa memasuki rumah Ummu Sulaim dan tidur di atas
kasurnya sedangkan Ummu Sulaim sedang pergi. Anas berkata: Pada suatu hari Rasulullah SAW
datang dan tidur di atas kasur Ummu Sulaim, kemudian Ummu Sulaim dipanggil dan dikatakan
padanya: Ini adalah Nabi SAW tidur di rumahmu dan di atas kasurmu. Anas berkata : Ummu
Sulaim datang dan Nabi sedang berkeringat, lalu keringatnya tersebut dikumpulkan di atas
sepotong kulit yang ada di atas tikar. Kemudian Ummu Sulaim membuka talinya dan mulai
meyerap keringat tersebut lalu memerasnya ke dalam botol, maka Nabi kaget dan berkata: Apa
yang kamu lakukan Ummu Sulaim ? Ummu Sulaim berkata: Wahai Rasulullah kami
mengharapkan berkahnya bagi anak-anak kami Beliau berkata: Engkau benar (H.R. Muslim) [17]

4. Tabarruk Asmaa binti Abu Bakar dengan jubah (baju) yang pernah digunakan oleh
Rasulullah SAW dengan harapan kesembuhan dari penyakit, sebagaimana disebutkan riwayatnya
dalam Shahih Muslim, yakni :

- -



Artinya : Berkata Asma binti Abu Bakar r.a jubah itu disimpan di tempat 'Aisyah r.a hingga beliau
wafat, lalu aku mengambilnya. Nabi SAW biasa mengenakannya dan kami mencucinya untuk
mengobati orang sakit.(H.R. Muslim) .[18]
5. Tabarruk Nabi SAW dengan benda yang bersentuhan dengan tangan orang muslimin.
Thabrany meriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata :

.
Artinya : Aku mengatakan, Ya Rasulullah, Apakah berwudhu dengan bejana baru yang tertutup
ataukah tempat bersuci ? Rasulullah menjawab : tidak, tetapi dengan tempat bersuci saja, karena
agama Allah itu mudah, lembut dan toleran. Ibnu Umar berkata : Rasulullah bangkit menuju
tempat bersuci mendatangi air dan beliau meminumnya mengharapkan berkah tangan-tangan
kaum muslimin.(Hadits ini diriwayat oleh Thabrany dalam al-Ausath dengan perawinya
terpercaya)[19]

Orang muslimin di sini, tentunya secara mudah dapat dipahami bahwa mereka adalah orang-orang
yang shaleh. Hadits yang menerangkan ada keberkahan pada orang shaleh juga dapat dipahami
dari riwayat Ibnu Abbas, beliau berkata :

Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Keberkahan itu ada pada orang yang mempunyai
kelebihan diantara kamu(H.R. Ibnu Hibban)[20]

6. Tabarruk Bani Israil dengan benda yang bersentuhan dengan kitab suci, yaitu tabut yang
menjadi tempat menyimpan kitab Taurat, sebagaimana disebut dalam firman Allah Q.S. al-
Baqarah : 248,



Artinya : Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi
raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa
dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.(Q.S. al-Baqarah :
248)

Al-Baidhawy berkata :
Apabila berperang, Musa a.s. membawa tabut, maka jiwa orang Bani Israil menjadi tenteram
dan tidak akan lari dari peperangan.[21]

Imam Syafii pernah bertabarruk dengan baju yang pernah dipakai oleh Ahmad bin Hanbal,
sebagaimana kisah riwayat al-Baihaqi yang disebut dalam kitab al-Bidayah wal-Nihayah karya
Ibnu Katsir, yakni :

: : ! :
: :
: .
: .
Diriwayat oleh al-Baihaqi dari al-Rabi, beliau berkata : Imam Syafii memerintahkanku agar
membawakan surat dari Mesir menemui Imam Ahmad ibn Hanbal. Setelah beliau selesai
menunaikan shalat sunat fajar, aku menemuinya dan menyerahkan surat tersebut, beliau berkata :
Apakah kamu sudah membacanya ?. Tidak ! jawabku. Ahmad bin Hanbal mengambil dan
membacanya, lalu beliau meneteskan air mata. Aku bertanya : Ya Abu Abdullah, ada apa di
dalamnya? Ahmad menjawab Syafii menyebut bahwa beliau melihat Nabi dalam mimpi dan
berkata kepadanya, Tulislah surat kepada Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal dan sampaikan
salamku kepadanya! Dan katakan, Engkau akan diuji dan dipaksa mengatakan bahwa Alquran itu
makhluq, maka jangan engka turuti permintaan mereka, Allah akan meninggikan derajatmu
sebagai panutan di setiap masa hingga hari kiamat. Al-Rabi berkata, Aku berkata, Ini kabar
gembira. Lalu Ahmad melepas baju dalamnya yang menyentuh badannya dan menyerahkannya
kepadaku. Setelah sampai kembali kepada Syafii, aku beritakanlah semuanya kepada beliau.
Syafii berkata kepadaku, Aku tidak ingin menyakitimu perihal itu (merampasnya darimu), tapi
basahilah dia dan serahkan kepadaku sisa air cuciannya agar aku mendapat berkah
dengannya.(Riwayat al-Baihaqi)[22]

Haram azimat dengan tulisan-tulisan yang tidak diketahui maknanya karena dikuatirkan ada unsur
syirik

Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW, antara lain :


1. Hadits berbunyi :







Artinya : Sesungguhnya mereka mengatakan, bahwa Rasulullah SAW telah melarang ruqyah
sehingga tiba di Madinah, pada ketika itu, ruqyah banyak terdiri dari kalam syirik. Tatkala salah
seorang sahabat Nabi disengat binaang berbisa, mereka mengatakan kepada Rasulullah, Ya
Rasulullah, orang-orang Hazam terbiasa melakukan ruqyah karena sakit panas, tetapi manakala
engkau melarangnya, merekapun meninggalkannya. Rasulullah SAW berkata, Panggillah
Umarah kepadaku.(Umarah ini pernah ikut perang Badar), kemudian Rasulullah berkata kepada
Umarah, Nampakkanlah ruqyahmu kepadaku!, Kemudian Umarahpun memperlihatkannya, lalu
Rasulullah SAW tidak melihat ada masalah dengan ruqyah tersebut, maka beliau mengizinkan
mereka menggunakan ruqyah tersebut.(H.R. Ibnu Wahab)[23]

Riwayat ini selengkapnya juga disebut dalam kitab al-Tamhid karangan Ibnu Abd al-Bar.[24]
2. Dari Auf bin Malik al-Aysjai, beliau berkata :

:

:
Artinya : Pada zaman Jahiliyah, kita selalu melakukan ruqyah. Lalu kami bertanya kepada
Rasulullah, bagaimana pendapatmu ya Rasulullah tentang hal itu. Rasulullah menjawab: Coba
tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak
terkandung kesyirikan. (H.R. Muslim)[25]

Вам также может понравиться