Вы находитесь на странице: 1из 16

Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing

dalam Perspektif Hubungan Industrial

Agus Riyanto, Eriyatno, Bomer Pasaribu, Agus Maulana


Program Doktor Manajemen dan Bisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Abstrak. Tujuan penelitian adalah merancang model integrasi manajemen kebijakan outsourcing dalam perspektif
hubungan industrial untuk menciptakan harmonisasi aspek sosial budaya, ekonomi, dan hukum. Implementasi
model ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja, keuntungan bagi perkembangan industri, dan
memberikan manfaat bagi pemerintah. Penelitian ini diawali dengan observasi untuk mengidentifikasi kondisi empiris
praktik outsourcing dari perspektif industri, pemerintah, dan serikat pekerja. Hasil identifikasi masalah dianalisis
untuk merancang model integrasi manajemen kebijakan outsourcing untuk mencapai hubungan industrial yang
harmonis. Metode yang digunakan adalah Soft System Methodology (SSM). Data dikumpulkan melalui Fokus
Group Discussion (FGD), In Depth Interview (IDI) dan survei pakar. Teknik analisis menggunakan analisis
CATWOE (Customer, Actor, Transformation, World view, Owner, Environment constraint),Business Process
Management (BPM), Analytical Network Process (ANP), Strategic Assumption Surfacing and Testing (SAST).
Model dirancang melalui SSM Learning Model yang bertujuan untuk merancang Purposeful Activity Models
(PAM). Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing sebagai sistem manajemen outsourcing terpadu yang
melibatkan stakeholder dalam perencanaan, yaitu pengawasan, pembinaan dan penindakan untuk minimalisasi
konflik. Implikasi model adalah penguatan Trilogi Hubungan Industrial, yaitu kesejahteraan pekerja, keamanan
dan keberlanjutan untuk perusahaan serta iklim yang kondusif dan pendapatan bagi pemerintah.

Kata kunci: Hubungan Industrial, Outsourcing, Soft Systems Methodology, ANP, Trilogi Hubungan Industrial

Abstract. This research objective is to design an outsourcing policy management integration model in industrial
relation perspective in order to harmonize social, cultural, economic and legal aspects. The model is expected to improve
welfare for workers, profit for industrial development, and provide benefit for the government.This research was initiated
by field observation to analyze empirical condition on current outsourcing practices from the view of industries,
government, and the workforce themselves along with their labor union. The result of problem identification was then
analyzed to obtain outsourcing policy management integration model in order to build harmonious industrial relation.
The method used was Soft System Methodology (SSM). Data were collected through FGD, IDI, and expert survey.
Technique analysis was conducted through analysis CATWOE (Customer, Actor, Transformation, World-view,
Owner, Environment constraint ), Analytical Network Process (ANP), Strategic Assumption Surfacing and Testing
(SAST), through SSM Learning Models aiming to design Purposeful Activity Models (PAM). The Integration
Management of Outsourcing Policy Model to perfom comprehensive management outsourcing system involving
stakeholders in planning, supervision, guidance and enforcement to minimize conflict. The implication of modeling
result is strong industrial relation trilogy; namely welfare for workers, security and sustainability for companies,
conducive climate and benefits for the government.

Keywords: Industrial Relations, Outsourcing, Soft Systems Methodology, ANP, Trilogy Industrial Relation

Received: 27 September 2013 , Revision: 26 Maret 2014, Accepted: 14 April 2014


Print ISSN: 1412-1700; Online ISSN: 2089-7928. DOI: http://dx.doi.org/10.12695/jmt.2014.13.1.7
Copyright@2014. Published by Unit Research and Knowledge, School of Business and Management - Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB)

Jurnal
79 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

1. Pendahuluan Proses outsourcing memungkinkan manajemen Terdapat empat jenis fleksibilitas berdasarkan Selain itu belum ada model konseptual
untuk memfokuskan sumber daya yang strategi perusahaan, yaitu: (1) eksternal implementasi kebijakan outsourcing dalam
Implementasi kebijakan outsourcing dan sistem terbatas pada kegiatan bisnis utamanya numerik; (2) internal numerik; (3) fungsional; perspektif sistem HI yang dapat dijadikan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) saat (Marinaccio 1994), sehingga berfungsi untuk dan (4) keuangan atau upah (Atkinson, 1984). acuan jaminan keberlanjutan usaha dan
ini masih banyak ter jadi per ubahan meningkatkan pelanggan, persepsi kualitas, Konsep ini dipahami lebih memberikan kesejahteraan pekerja.
institusional yang berdampak terhadap dan mengurangi biaya. keuntungan perusahaan, tetapi ada konsep
perubahan struktur organisasi dan personalia. fleksibilitas yang memberi ruang inovasi pada Kajian sistem hubungan industrial yang
Dalam hubungan pribadi dan organisasional Sistem outsourcing yang dilakukan dengan seluruh stakeholder dan menjamin keamanan difokuskan pada kebijakan outsourcing dalam
dapat berpotensi menimbulkan konflik sistem mengontrakkan pelayanan publik bukan serta kesejahteraan pekerja, yaitu flexicurity perspektif sistem HI mengandung
hubungan industrial (HI). Kondisi ini akibat merupakan fenomena baru. Sistem ini (Rogowski, 2007). Meskipun penerapan sistem kompleksitas permasalahan yang dinamis dan
implementasi kebijakan outsourcing dan sistem merupakan pemindahan pekerjaan dan layanan outsourcing memberikan banyak manfaat bagi berpeluang terjadi perubahan. Dengan
PKWT yang tidak sesuai ketentuan perundang- yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan, perusahaan, namun stigmatisasi terhadap demikian diperlukan solusi menyeluruh
undangan, khususnya UU No 13 Tahun 2003. kemudian diserahkan kepada pihak ketiga praktik outsourcing dapat berdampak pada (Holistic) yang berorientasi tujuan (Cybernatic)
Bentuk penyimpangan penerapan kebijakan (Lonsdale 1999; Tunggal 2008). Selain itu, rendahnya komitmen, motivasi, dan loyalitas dan menghasilkan model yang dapat
outsourcing dan sistem PKWT diantaranya yaitu: mencari keahlian untuk menangani fungsi pekerja terhadap perusahaan, penurunan diterapkan secara efektif. Untuk itu
(1) perusahaan belum melakukan klasifikasi core bisnis tertentu di luar perusahaan (Embleton tingkat produktivitas kerja, serta menimbulkan dikembangkan model konseptual dengan
dan noncore bussiness; (2) pekerja outsourcing dan dan Wright 1998). Usaha ini untuk eskalasi perselisihan sistem hubungan pendekatan sistem menggunakan soft system
pekerja kontrak tidak diikutsertakan dalam mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi industrial (Sheehan et al., 2002). Kegagalan methodology (Eriyatno, 2012) Tujuan penelitian
program jaminan sosial tenaga kerja; (3) beban dan biaya perusahaan. Dalam rangka dalam memelihara sistem HI yang harmonis adalah merancang model konseptual integrasi
pekerja outsourcing tidak ada job security, jaminan meningkatkan kinerja perusahaan agar terus dapat merugikan banyak pihak, tidak hanya manajemen kebijakan outsourcing dalam
karier, dan kelangsungan kerja; serta (4) kompetitif dalam menghadapi perkembangan manajemen per usahaan dan peker ja. perspektif sistem HI. Model konseptual
kecenderungan Perusahaan Pemborongan ekonomi dan teknologi global, perusahaan Terganggunya sistem HI akan memiliki dibangun dengan logical thinking process
Kerjaan (PPK) dan Perusahaan Penyedia Jasa menyerahkan kegiatan perusahaan kepada resonansi kuat dalam lingkungan internal dan (Dettmer, 2007) serta pengembangan konsep
Pekerjaan (PPJP) membayar upah lebih rendah pihak lain yang tertuang dalam kontrak eksternal, serta semua aspek perekonomian, flexicurity dalam pasar tenaga kerja.
dari Upah Minimum Kabupaten (UMK). (Tunggal 2008). keuangan dan lainnya.
2. Studi Literatur
Penyimpangan dan kontroversi implementasi Implementasi kebijakan sistem outsourcing, Per ma sa la h a n ya n g dih a da p i da la m
kebijakan outsourcing tersebut menimbulkan perjanjian kerja waktu tertentu, dan implementasi kebijakan outsourcing saat ini 2.1. Dasar Teori Outsourcing
konflik kepentingan antara pekerja dan pengaturan waktu kerja saat ini merupakan adanya ketidak-sesuaian praktik dengan
manajemen. Kepentingan para pekerja untuk penerapan sistem fleksibilitas. Dalam sistem ketentuan UU No 13 Tahun 2003 serta Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
meningkatkan mutu kehidupan dan tersebut dilakukan upaya sistematis untuk peraturan ketenagakerjaan lainnya. Khususnya pelaksanaan pekerjaan, kepada perusahaan
kesejahteraannya seringkali berbenturan mempertahankan hubungan kerja dengan dalam implementasi pasal 102 ayat (1) UU No lainnya melalui perjanjian pemborongan
dengan kepentingan pihak perusahaan untuk memberikan keleluasaan kepada perusahaan 13 Tahun 2003 untuk pelaksanaan pengawasan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan untuk pengaturan para pekerja (Atkinson, dan penindakan oleh pemerintah, namun yang dibuat secara tertulis sesuai dengan
usaha. Komunikasi organisasi yang kurang 1984). Ada pemahaman yang tidak tepat praktiknya belum efektif. Oleh karena itu, ketentuan pasal 64 UU No 13/2003. Di dalam
harmonis dan timbulnya rasa tidak percaya terhadap sistem fleksibilitas, yaitu sistem dampak implementasi kebijakan outsourcing implementasinya pengertian tersebut disebut
antara peker ja deng an manajemen tersebut hanya memberikan keleluasaan bagi yang tidak sesuai tersebut terjadi perselisihan outsourcing yang sesuai dengan Putusan
mempersulit tercapai kesepakatan dan perusahaan. Fleksibilitas telah didominasi hubungan industrial dan berpotensi timbulnya Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011.
keselarasan kepentingan. Hal ini, memicu perusahaan untuk menyesuaikan dengan konflik. Sepanjang tahun 2012 di Kabupaten Bentuknya dijelaskan dalam pasal 65 dan 66
timbulnya unjuk rasa dan mogok kerja yang fluktuasi pasar, maupun mengeliminasi Bekasi terjadi 41 kasus unjuk rasa menentang UU No 13/2003, yaitu: (1) penyerahan
dilakukan oleh pekerja. Di sisi lain, pengawasan perlindungan kerja, yang memungkinkan praktik outsourcing (Polsek Cikarang Barat, sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui
dan pembinaan dari pemerintah daerah belum perusahaan menyesuaikan tenaga kerja. Pada 2013). Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemborongan pekerjaan, dengan syarat dan
efektif. sisi lain para pekerja membutuhkan keamanan o u t s o u r c i n g m e nu a i ko n t r ove r s i d a n ketentuan yang harus dipenuhi jika perusahaan
pekerjaan (job safety) karena meningkatnya kekhawatiran pekerja terhadap kesejahteraan, menggunakan sistem tersebut (pasal 65); dan
Outsourcing dan sistem perjanjian kerja waktu tingkat ketidakpastian dari penggunaan konsep keamanan, dan keberlanjutan masa depannya. (2) penyerahan pelaksanaan sebagian
tertentu (PKWT) atau sistem kerja kontrak fleksibilitas (Chung, 2007). Namun konsep Terutama dalam sistem PKWT atau sistem pekerjaan, melalui jasa tenaga kerja beserta
merupakan bagian dari manajemen sumber fleksibilitas dapat dimanfaatkan juga oleh kerja kontrak yang sering diterapkan untuk sesuai syarat dan ketentuannya (pasal 66).
daya manusia strategik, yang penting bagi pekerja dalam beradaptasi dengan siklus sistem outsourcing , sangat mengancam
peningkatan pengelolaan operasional hidupnya (Jepsen dan Klammer, 2004). keamanan dan keberlanjutan kerja para
organisasi (Mangkuprawira, 2009). pekerja/buruh (Tjandraningsih, 2010).

Jurnal Jurnal
80 Manajemen Teknologi 81 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

1. Pendahuluan Proses outsourcing memungkinkan manajemen Terdapat empat jenis fleksibilitas berdasarkan Selain itu belum ada model konseptual
untuk memfokuskan sumber daya yang strategi perusahaan, yaitu: (1) eksternal implementasi kebijakan outsourcing dalam
Implementasi kebijakan outsourcing dan sistem terbatas pada kegiatan bisnis utamanya numerik; (2) internal numerik; (3) fungsional; perspektif sistem HI yang dapat dijadikan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) saat (Marinaccio 1994), sehingga berfungsi untuk dan (4) keuangan atau upah (Atkinson, 1984). acuan jaminan keberlanjutan usaha dan
ini masih banyak ter jadi per ubahan meningkatkan pelanggan, persepsi kualitas, Konsep ini dipahami lebih memberikan kesejahteraan pekerja.
institusional yang berdampak terhadap dan mengurangi biaya. keuntungan perusahaan, tetapi ada konsep
perubahan struktur organisasi dan personalia. fleksibilitas yang memberi ruang inovasi pada Kajian sistem hubungan industrial yang
Dalam hubungan pribadi dan organisasional Sistem outsourcing yang dilakukan dengan seluruh stakeholder dan menjamin keamanan difokuskan pada kebijakan outsourcing dalam
dapat berpotensi menimbulkan konflik sistem mengontrakkan pelayanan publik bukan serta kesejahteraan pekerja, yaitu flexicurity perspektif sistem HI mengandung
hubungan industrial (HI). Kondisi ini akibat merupakan fenomena baru. Sistem ini (Rogowski, 2007). Meskipun penerapan sistem kompleksitas permasalahan yang dinamis dan
implementasi kebijakan outsourcing dan sistem merupakan pemindahan pekerjaan dan layanan outsourcing memberikan banyak manfaat bagi berpeluang terjadi perubahan. Dengan
PKWT yang tidak sesuai ketentuan perundang- yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan, perusahaan, namun stigmatisasi terhadap demikian diperlukan solusi menyeluruh
undangan, khususnya UU No 13 Tahun 2003. kemudian diserahkan kepada pihak ketiga praktik outsourcing dapat berdampak pada (Holistic) yang berorientasi tujuan (Cybernatic)
Bentuk penyimpangan penerapan kebijakan (Lonsdale 1999; Tunggal 2008). Selain itu, rendahnya komitmen, motivasi, dan loyalitas dan menghasilkan model yang dapat
outsourcing dan sistem PKWT diantaranya yaitu: mencari keahlian untuk menangani fungsi pekerja terhadap perusahaan, penurunan diterapkan secara efektif. Untuk itu
(1) perusahaan belum melakukan klasifikasi core bisnis tertentu di luar perusahaan (Embleton tingkat produktivitas kerja, serta menimbulkan dikembangkan model konseptual dengan
dan noncore bussiness; (2) pekerja outsourcing dan dan Wright 1998). Usaha ini untuk eskalasi perselisihan sistem hubungan pendekatan sistem menggunakan soft system
pekerja kontrak tidak diikutsertakan dalam mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi industrial (Sheehan et al., 2002). Kegagalan methodology (Eriyatno, 2012) Tujuan penelitian
program jaminan sosial tenaga kerja; (3) beban dan biaya perusahaan. Dalam rangka dalam memelihara sistem HI yang harmonis adalah merancang model konseptual integrasi
pekerja outsourcing tidak ada job security, jaminan meningkatkan kinerja perusahaan agar terus dapat merugikan banyak pihak, tidak hanya manajemen kebijakan outsourcing dalam
karier, dan kelangsungan kerja; serta (4) kompetitif dalam menghadapi perkembangan manajemen per usahaan dan peker ja. perspektif sistem HI. Model konseptual
kecenderungan Perusahaan Pemborongan ekonomi dan teknologi global, perusahaan Terganggunya sistem HI akan memiliki dibangun dengan logical thinking process
Kerjaan (PPK) dan Perusahaan Penyedia Jasa menyerahkan kegiatan perusahaan kepada resonansi kuat dalam lingkungan internal dan (Dettmer, 2007) serta pengembangan konsep
Pekerjaan (PPJP) membayar upah lebih rendah pihak lain yang tertuang dalam kontrak eksternal, serta semua aspek perekonomian, flexicurity dalam pasar tenaga kerja.
dari Upah Minimum Kabupaten (UMK). (Tunggal 2008). keuangan dan lainnya.
2. Studi Literatur
Penyimpangan dan kontroversi implementasi Implementasi kebijakan sistem outsourcing, Per ma sa la h a n ya n g dih a da p i da la m
kebijakan outsourcing tersebut menimbulkan perjanjian kerja waktu tertentu, dan implementasi kebijakan outsourcing saat ini 2.1. Dasar Teori Outsourcing
konflik kepentingan antara pekerja dan pengaturan waktu kerja saat ini merupakan adanya ketidak-sesuaian praktik dengan
manajemen. Kepentingan para pekerja untuk penerapan sistem fleksibilitas. Dalam sistem ketentuan UU No 13 Tahun 2003 serta Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
meningkatkan mutu kehidupan dan tersebut dilakukan upaya sistematis untuk peraturan ketenagakerjaan lainnya. Khususnya pelaksanaan pekerjaan, kepada perusahaan
kesejahteraannya seringkali berbenturan mempertahankan hubungan kerja dengan dalam implementasi pasal 102 ayat (1) UU No lainnya melalui perjanjian pemborongan
dengan kepentingan pihak perusahaan untuk memberikan keleluasaan kepada perusahaan 13 Tahun 2003 untuk pelaksanaan pengawasan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan untuk pengaturan para pekerja (Atkinson, dan penindakan oleh pemerintah, namun yang dibuat secara tertulis sesuai dengan
usaha. Komunikasi organisasi yang kurang 1984). Ada pemahaman yang tidak tepat praktiknya belum efektif. Oleh karena itu, ketentuan pasal 64 UU No 13/2003. Di dalam
harmonis dan timbulnya rasa tidak percaya terhadap sistem fleksibilitas, yaitu sistem dampak implementasi kebijakan outsourcing implementasinya pengertian tersebut disebut
antara peker ja deng an manajemen tersebut hanya memberikan keleluasaan bagi yang tidak sesuai tersebut terjadi perselisihan outsourcing yang sesuai dengan Putusan
mempersulit tercapai kesepakatan dan perusahaan. Fleksibilitas telah didominasi hubungan industrial dan berpotensi timbulnya Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011.
keselarasan kepentingan. Hal ini, memicu perusahaan untuk menyesuaikan dengan konflik. Sepanjang tahun 2012 di Kabupaten Bentuknya dijelaskan dalam pasal 65 dan 66
timbulnya unjuk rasa dan mogok kerja yang fluktuasi pasar, maupun mengeliminasi Bekasi terjadi 41 kasus unjuk rasa menentang UU No 13/2003, yaitu: (1) penyerahan
dilakukan oleh pekerja. Di sisi lain, pengawasan perlindungan kerja, yang memungkinkan praktik outsourcing (Polsek Cikarang Barat, sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui
dan pembinaan dari pemerintah daerah belum perusahaan menyesuaikan tenaga kerja. Pada 2013). Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemborongan pekerjaan, dengan syarat dan
efektif. sisi lain para pekerja membutuhkan keamanan o u t s o u r c i n g m e nu a i ko n t r ove r s i d a n ketentuan yang harus dipenuhi jika perusahaan
pekerjaan (job safety) karena meningkatnya kekhawatiran pekerja terhadap kesejahteraan, menggunakan sistem tersebut (pasal 65); dan
Outsourcing dan sistem perjanjian kerja waktu tingkat ketidakpastian dari penggunaan konsep keamanan, dan keberlanjutan masa depannya. (2) penyerahan pelaksanaan sebagian
tertentu (PKWT) atau sistem kerja kontrak fleksibilitas (Chung, 2007). Namun konsep Terutama dalam sistem PKWT atau sistem pekerjaan, melalui jasa tenaga kerja beserta
merupakan bagian dari manajemen sumber fleksibilitas dapat dimanfaatkan juga oleh kerja kontrak yang sering diterapkan untuk sesuai syarat dan ketentuannya (pasal 66).
daya manusia strategik, yang penting bagi pekerja dalam beradaptasi dengan siklus sistem outsourcing , sangat mengancam
peningkatan pengelolaan operasional hidupnya (Jepsen dan Klammer, 2004). keamanan dan keberlanjutan kerja para
organisasi (Mangkuprawira, 2009). pekerja/buruh (Tjandraningsih, 2010).

Jurnal Jurnal
80 Manajemen Teknologi 81 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Dalam konteks hubungan industrial (HI), sistem yang mengatur dan mengendalikan 2.3. Hubungan Industrial (HI) mengenai hak, kepentingan, pemutusan
hubungan kerja antara perusahaan dengan perusahaan (Cadbury Committee dalam Utama, hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
karyawan dapat menggunakan sistem kontrak 2004). Risiko utama sistem kontrak adalah Hubungan industrial adalah hubungan yang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan,
kerja waktu tertentu dan waktu tidak tertentu moral hazard (Picot dan Wolff, 1994 dalam terbentuk antara para pelaku dalam proses seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1 UU No 2
(ayat 1 pasal 56 UU No 13/2003). Untuk tata Bruttel, 2005). Menurut Teori Prinsipal Agen, produksi dan distribusi barang/jasa. Pihak- tahun 2004.
cara dan persyaratannya dijelaskan dalam pasal berkenaan dengan sistem outsourcing yang tidak pihak yang terkait di dalam hubungan
59 UU No 13/2003. bisa dilepaskan dari sistem kontrak, dikenal tiga industrial adalah pekerja, pengusaha, dan Konflik industrial terbangun melalui proses
mekanisme tata kelola yang dapat mengurangi pemerintah (Suwarto, 2000; Toha, 2010; dan dari ketidakpuasan individual buruh, menuju
Saat ini outsourcing telah menjadi salah satu risiko moral hazard, yaitu: mekanisme insentif, Wirawan, 2010). Jackson (1992) menjelaskan pada ketidakpuasaan kolektif yang tidak
strategi bagi perusahaan untuk meningkatkan mekanisme informasi, dan mekanisme kontrol. dalam HI, pemerintah mempunyai otoritas teroganisir, kemudian sampai pada tingkat
efektifitas dan efisiensi perencanaan dalam untuk mengatur aktor pengusaha dan pekerja, ketidakpuasan kolektif terorganisir serta
pengelolaan sumber daya manusia, seperti Mekanisme insentif fokus pada rancangan penciptaan aturan dipandang sebagai tujuan pengorganisasian buruh dalam rangka
perekrutan, program pelatihan, administrasi yang optimal dari struktur pembayaran, utama dari sistem hubungan industrial. perjuangan untuk mencapai tujuan
kepegawaian, pensiun atau program jenjang mekanisme informasi adalah mekanisme yang (Dahrendorf, 1986). Menurut Stoner dan
karir (Karthikeyan et al., 2011). Secara memanfaatkan pembandingan dan Menurut Dunlop dalam Jackson (1992), ada Freeman dalam Winardi (2007), terdapat tiga
tradisional, tujuan paling penting dari sistem pemantauan kinerja untuk meningkatkan tiga kelompok utama dari aktor yang macam metode penyelesaian konflik yang
outsourcing adalah meningkatkan efisiensi biaya pengetahuan stakeholder yang terlibat dalam mengambil bagian dalam proses pembuatan paling sering digunakan manajer, yaitu:
usaha (Holcomb dan Hitt, 2007; Sutedi, 2009). sistem outsourcing, sedangkan mekanisme aturan, yaitu: (1) sebuah hirarki manajer dan dominasi atau supresi (domination or supression),
Menggunakan sistem outsourcing perusahaan kontrol dapat didefinisikan sebagai UU yang wakil-wakilnya dalam pengawasan kompromi (compromise) dan pemecahan
dapat berusaha menghemat pengeluaran untuk luas dan peraturan pemerintah yang (pengusaha); (2) sebuah hirarki pekerja (non masalah secara integratif (integrative problem
membiayai pengembangan SDM perusahaan menyatakan secara detail bagaimana organisasi manajerial) dan juru bicaranya (pekerja/serikat solving).
(Sutedi, 2009). penyedia layanan har us memberikan pekerja); dan (3) lembaga pemerintah khusus
layanannya (Ebers dan Gotsch, 1999 dalam dan badan-badan swasta khusus diciptakan 2.5. Pemodelan Sistem
Kunci pelaksanaan outsourcing adalah membeli Bruttel, 2005). Kelemahan pengaturan kontrak oleh dua aktor pertama berkaitan dengan
jasa dari luar perusahaan, untuk menjalankan adalah ketergantungan pada satu mekanisme pekerja, perusahaan, dan hubungannya. Pemodelan adalah suatu terjemahan bebas dari
kegiatan yang bukan kompetensi kunci, atau dan kegagalan memahami saling Menurut Salamon (2000), sistem HI harus istilah modelling, yaitu sebagai suatu gugus
bukan terkait dengan operasional inti dan ketergantungan dari ketiganya (mekanisme dipadukan dengan bidang politik dan ekonomi, a k t iv i t a s p e m b u a t a n m o d e l . M o d e l
eksistensi perusahaan. Jika perusahaan tidak insentif, informasi, dan kontrol). Dengan serta tidak dapat dipisahkan dari keduanya. didefinisikan sebagai perwakilan atau abstraksi
memiliki kemampuan kuat pada area menggabungkan ketiga mekanisme tersebut Bergulirnya era reformasi telah mengubah dari sebuah objek atau situasi aktual. Jenis
fungsional, maka area fungsional tersebut akan menjadi strategi utama sebagai suatu paradigma hubungan industrial ke arah model dapat dikelompokan menjadi tiga
berpotensi dilakukan outsourcing. Pengambilan persyaratan management outsourcing efektif demokratisasi, keterbukaan, supremasi hukum, kelompok, yaitu: (1) Ikonik; (2); Analog; dan (3)
keputusan outsourcing tergantung pada jumlah (Bruttel, 2005). dan hak asasi manusia (HAM). Hubungan Simbolik (Eriyatno, 2012). Pertama, model
nilai tambah dari outsourcing yang menjadi industrial juga mengandung tiga hak pekerja ikonik (model fisik) merupakan perwakilan
prioritas utama dan potensi keunggulan bisnis Dalam sistem tenaga kerja di Indonesia, dan serikat pekerja, yaitu: hak asasi, hak fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal
perusahaan. Dalam hal ini, keputusan perusahaan dapat melakukan outsourcing untuk ekonomi, dan hak demokrasi (Pasaribu, 2007). maupun dalam skala yang berbeda. Model
outsourcing didasarkan pada faktor bisnis serta pekerjaan maupun jasa tenaga kerja, yang dapat ikonik mempunyai karakteristik sama dengan
faktor teknis dan risiko (Lacity et al., 2008). dilakukan dengan sistem kontrak kerja dengan 2.4. Teori Konflik hal yang diwakili, terutama amat sesuai untuk
karyawan/buruhnya, baik perusahaan pemberi menerangkan kejadian-kejadian pada waktu
2.2. Tata Kelola Sistem Outsorcing dalam kerja pemborongan, perusahaan penerima Teori konflik adalah teori yang memandang yang spesifik, Model ikonik dapat berdimensi
HI pemborongan maupun perusahaan penyedia perubahan sosial tidak terjadi melalui proses dua (seperti foto, peta, dan cetak biru) atau tiga
jasa tenaga kerja. Tata kelola sistem outsourcing penyesuaian nilai-nilai yang membawa dimensi (seperti prototip mesin dan alat).
Tata kelola perusahaan (corporate governance) dalam perspektif sistem HI melibatkan perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik Apabila model berdimensi lebih dari tiga maka
menjadi isu penting dalam pengelolaan berbagai pihak yang berkepentingan dan saling yang menghasilkan kompromi-kompromi tidak mungkin dikonstruksi secara fisik
perusahaan saat ini. Corporate Governance adalah berhubungan serta berbagai aspek berbeda dengan kondisi semula (Raho, 2007). sehingga diperlukan kategori model simbolik.
seperangkat aturan yang mengatur hubungan kepentingan interaksi antara stakeholder. Secara Kedua, model analog (diagramatik) dapat
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) umum tata kelola sistem outsourcing diatur dalam Konflik hubungan industrial adalah perbedaan mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, UU No 13/2003 pasal 64-66 dan pasal 56-60 pendapat yang mengakibatkan pertentangan berubah menurut waktu. Model ini sering
karyawan serta para pemegang kepentingan serta Permenakertrans No 19/2012 dan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dipakai dibandingkan model ikonik karena
internal dan eksternal lainnya yang terkait Permenakertrans No 100/2004. dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja atau kemampuannya untuk mengetengahkan
dengan hak-hak dan kewajibannya atau suatu serikat buruh, karena adanya perselisihan karakteristik dari kejadian yang dikaji.

Jurnal Jurnal
82 Manajemen Teknologi 83 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Dalam konteks hubungan industrial (HI), sistem yang mengatur dan mengendalikan 2.3. Hubungan Industrial (HI) mengenai hak, kepentingan, pemutusan
hubungan kerja antara perusahaan dengan perusahaan (Cadbury Committee dalam Utama, hubungan kerja serta perselisihan antar serikat
karyawan dapat menggunakan sistem kontrak 2004). Risiko utama sistem kontrak adalah Hubungan industrial adalah hubungan yang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan,
kerja waktu tertentu dan waktu tidak tertentu moral hazard (Picot dan Wolff, 1994 dalam terbentuk antara para pelaku dalam proses seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1 UU No 2
(ayat 1 pasal 56 UU No 13/2003). Untuk tata Bruttel, 2005). Menurut Teori Prinsipal Agen, produksi dan distribusi barang/jasa. Pihak- tahun 2004.
cara dan persyaratannya dijelaskan dalam pasal berkenaan dengan sistem outsourcing yang tidak pihak yang terkait di dalam hubungan
59 UU No 13/2003. bisa dilepaskan dari sistem kontrak, dikenal tiga industrial adalah pekerja, pengusaha, dan Konflik industrial terbangun melalui proses
mekanisme tata kelola yang dapat mengurangi pemerintah (Suwarto, 2000; Toha, 2010; dan dari ketidakpuasan individual buruh, menuju
Saat ini outsourcing telah menjadi salah satu risiko moral hazard, yaitu: mekanisme insentif, Wirawan, 2010). Jackson (1992) menjelaskan pada ketidakpuasaan kolektif yang tidak
strategi bagi perusahaan untuk meningkatkan mekanisme informasi, dan mekanisme kontrol. dalam HI, pemerintah mempunyai otoritas teroganisir, kemudian sampai pada tingkat
efektifitas dan efisiensi perencanaan dalam untuk mengatur aktor pengusaha dan pekerja, ketidakpuasan kolektif terorganisir serta
pengelolaan sumber daya manusia, seperti Mekanisme insentif fokus pada rancangan penciptaan aturan dipandang sebagai tujuan pengorganisasian buruh dalam rangka
perekrutan, program pelatihan, administrasi yang optimal dari struktur pembayaran, utama dari sistem hubungan industrial. perjuangan untuk mencapai tujuan
kepegawaian, pensiun atau program jenjang mekanisme informasi adalah mekanisme yang (Dahrendorf, 1986). Menurut Stoner dan
karir (Karthikeyan et al., 2011). Secara memanfaatkan pembandingan dan Menurut Dunlop dalam Jackson (1992), ada Freeman dalam Winardi (2007), terdapat tiga
tradisional, tujuan paling penting dari sistem pemantauan kinerja untuk meningkatkan tiga kelompok utama dari aktor yang macam metode penyelesaian konflik yang
outsourcing adalah meningkatkan efisiensi biaya pengetahuan stakeholder yang terlibat dalam mengambil bagian dalam proses pembuatan paling sering digunakan manajer, yaitu:
usaha (Holcomb dan Hitt, 2007; Sutedi, 2009). sistem outsourcing, sedangkan mekanisme aturan, yaitu: (1) sebuah hirarki manajer dan dominasi atau supresi (domination or supression),
Menggunakan sistem outsourcing perusahaan kontrol dapat didefinisikan sebagai UU yang wakil-wakilnya dalam pengawasan kompromi (compromise) dan pemecahan
dapat berusaha menghemat pengeluaran untuk luas dan peraturan pemerintah yang (pengusaha); (2) sebuah hirarki pekerja (non masalah secara integratif (integrative problem
membiayai pengembangan SDM perusahaan menyatakan secara detail bagaimana organisasi manajerial) dan juru bicaranya (pekerja/serikat solving).
(Sutedi, 2009). penyedia layanan har us memberikan pekerja); dan (3) lembaga pemerintah khusus
layanannya (Ebers dan Gotsch, 1999 dalam dan badan-badan swasta khusus diciptakan 2.5. Pemodelan Sistem
Kunci pelaksanaan outsourcing adalah membeli Bruttel, 2005). Kelemahan pengaturan kontrak oleh dua aktor pertama berkaitan dengan
jasa dari luar perusahaan, untuk menjalankan adalah ketergantungan pada satu mekanisme pekerja, perusahaan, dan hubungannya. Pemodelan adalah suatu terjemahan bebas dari
kegiatan yang bukan kompetensi kunci, atau dan kegagalan memahami saling Menurut Salamon (2000), sistem HI harus istilah modelling, yaitu sebagai suatu gugus
bukan terkait dengan operasional inti dan ketergantungan dari ketiganya (mekanisme dipadukan dengan bidang politik dan ekonomi, a k t iv i t a s p e m b u a t a n m o d e l . M o d e l
eksistensi perusahaan. Jika perusahaan tidak insentif, informasi, dan kontrol). Dengan serta tidak dapat dipisahkan dari keduanya. didefinisikan sebagai perwakilan atau abstraksi
memiliki kemampuan kuat pada area menggabungkan ketiga mekanisme tersebut Bergulirnya era reformasi telah mengubah dari sebuah objek atau situasi aktual. Jenis
fungsional, maka area fungsional tersebut akan menjadi strategi utama sebagai suatu paradigma hubungan industrial ke arah model dapat dikelompokan menjadi tiga
berpotensi dilakukan outsourcing. Pengambilan persyaratan management outsourcing efektif demokratisasi, keterbukaan, supremasi hukum, kelompok, yaitu: (1) Ikonik; (2); Analog; dan (3)
keputusan outsourcing tergantung pada jumlah (Bruttel, 2005). dan hak asasi manusia (HAM). Hubungan Simbolik (Eriyatno, 2012). Pertama, model
nilai tambah dari outsourcing yang menjadi industrial juga mengandung tiga hak pekerja ikonik (model fisik) merupakan perwakilan
prioritas utama dan potensi keunggulan bisnis Dalam sistem tenaga kerja di Indonesia, dan serikat pekerja, yaitu: hak asasi, hak fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal
perusahaan. Dalam hal ini, keputusan perusahaan dapat melakukan outsourcing untuk ekonomi, dan hak demokrasi (Pasaribu, 2007). maupun dalam skala yang berbeda. Model
outsourcing didasarkan pada faktor bisnis serta pekerjaan maupun jasa tenaga kerja, yang dapat ikonik mempunyai karakteristik sama dengan
faktor teknis dan risiko (Lacity et al., 2008). dilakukan dengan sistem kontrak kerja dengan 2.4. Teori Konflik hal yang diwakili, terutama amat sesuai untuk
karyawan/buruhnya, baik perusahaan pemberi menerangkan kejadian-kejadian pada waktu
2.2. Tata Kelola Sistem Outsorcing dalam kerja pemborongan, perusahaan penerima Teori konflik adalah teori yang memandang yang spesifik, Model ikonik dapat berdimensi
HI pemborongan maupun perusahaan penyedia perubahan sosial tidak terjadi melalui proses dua (seperti foto, peta, dan cetak biru) atau tiga
jasa tenaga kerja. Tata kelola sistem outsourcing penyesuaian nilai-nilai yang membawa dimensi (seperti prototip mesin dan alat).
Tata kelola perusahaan (corporate governance) dalam perspektif sistem HI melibatkan perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik Apabila model berdimensi lebih dari tiga maka
menjadi isu penting dalam pengelolaan berbagai pihak yang berkepentingan dan saling yang menghasilkan kompromi-kompromi tidak mungkin dikonstruksi secara fisik
perusahaan saat ini. Corporate Governance adalah berhubungan serta berbagai aspek berbeda dengan kondisi semula (Raho, 2007). sehingga diperlukan kategori model simbolik.
seperangkat aturan yang mengatur hubungan kepentingan interaksi antara stakeholder. Secara Kedua, model analog (diagramatik) dapat
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) umum tata kelola sistem outsourcing diatur dalam Konflik hubungan industrial adalah perbedaan mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, UU No 13/2003 pasal 64-66 dan pasal 56-60 pendapat yang mengakibatkan pertentangan berubah menurut waktu. Model ini sering
karyawan serta para pemegang kepentingan serta Permenakertrans No 19/2012 dan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dipakai dibandingkan model ikonik karena
internal dan eksternal lainnya yang terkait Permenakertrans No 100/2004. dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja atau kemampuannya untuk mengetengahkan
dengan hak-hak dan kewajibannya atau suatu serikat buruh, karena adanya perselisihan karakteristik dari kejadian yang dikaji.

Jurnal Jurnal
82 Manajemen Teknologi 83 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Model analog banyak kesesuaian dengan Berdasarkan Rich Picture dapat diindentifikasi Validasi dalam perumusan kebijakan dilakukan Metode SAST (Mason dan Mitroff, 1981)
penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat elemen elemen sistem yang berpengaruh melalui uji pendapat pakar dan atau studi untuk memunculkan dan menguji asumsi
dan kelompok yang berbeda melalui terhadap tujuan sistem, kemudian banding terhadap kebijakan yang sedang strategis yang merupakan kondisi ideal atau
transformasi sifat menjadi analognya sehingga meng gunakan logical thinking pr ocess berjalan atau sudah dijalankan yang kemudian prasyarat yang harus dipenuhi dalam sistem.
kemampuan untuk membuat perubahan dapat dikonvergensikan menjadi suatu model dibandingkan dengan produk kebijakan Selain itu, juga digunakan metode ANP (Saaty,
ditingkatkan. Ketiga, model simbolik (model konseptual. Secara diag ram tahapan (model) hasil penelitian. Menurut Sargent 2003) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
matematik), yaitu pada hakekatnya ilmu sistem pemodelan menggunakan SSM learning model ( 1 9 9 8 ) , va l i d a s i m o d e l k o n s e p t u a l strategis yang berpengaruh terhadap sistem
memusatkan perhatian pada model simbolik sebagai berikut: dimaksudkan untuk menentukan bahwa teori outsourcing dalam perspektif hubungan
sebagai perwakilan dari realitas yang dikaji. INPUT
dan asumsi dasar model konseptual adalah industrial.
Format model simbolik dapat berupa bentuk Elemen Strategis
benar dan model mewakili suatu masalah
angka, simbol, dan rumus, dimana jenis model Asumsi Strategis adalah beralasan untuk mencapai tujuannya. Kondisi empiris di lokasi studi disajikan dalam
simbolik yang umumnya dipakai adalah suatu analisis situasional dan analisis kebijakan
persamaan (equation). Pada pendekatan sistem, TRANSFORMASI 3. Metodologi terhadap peraturan atau perundang-undangan
tahapan pemodelan lebih kompleks namun 1. Rott Definition (RD) yang terkait dengan hubungan industrial dan
1. Rich Picture
relatif tidak banyak ragamnya ditinjau baik dari 2. Set up Activities/ Elemen Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten implementasinya. Hasil analisis keduanya
3. Connect Element by Arrows
jenis sistem maupun tingkat kecanggihan 4. Face Validity Bekasi yang dilakukan pada November 2011 dengan pendekatan sistem digunakan untuk
model. hingga Februari 2013. Pemilihan lokasi pemodalan sistem. Pengetahuan pakar yang
didasarkan pada kondisi wilayah yang memiliki telah diserap, dipahami dan pendalaman
OUTPUT
Pemodelan sistem yang mencakup hard system VALIDASI kawasan berikat yang banyak dan luas, adanya terhadap kompleksitas sistem hubungan
Conceptual Models
methodology umumnya menggunakan teknik potensi konflik tenaga kerja dan perusahaan industrial secara grafis dapat digambarkan
rancang bangun sistem penunjang kebijakan dalam implementasi kebijakan dalam rich picture.
atau Decision Support System (DSS) dan/atau IMPLIKASI KEBIJAKAN ketenagakerjaan. Selain itu, di Kabupaten
Sistem Dinamik. Untuk pemodelan sistem Saran/Outcome Bekasi merupakan wilayah strategis sebagai Terhadap input elemen, asumsi strategis model
yang bertujuan menghasilkan model kebijakan barometer implementasi hubungan industrial yang dikembangkan serta analisis CATWOE,
(policy model) adalah konvergensi dari logical Gambar 1. Skematik Pemodelan dengan SSM dan penyangga perekonomian di wilayah yaitu: C (Customers, beneficiaries, victim); A (Actors);
thinking process (Dettmer, 2007) dan soft system Learning Model (Sumber: Checkland dan Poulter 2006; Jabodetabek dan sekitarnya. Dari sisi UMK T (Transformation process); W (Worldview);
methodology-SSM (Checkland dan Poulter, Eriyatno 2013) (upah minimum kabupaten), di wilayah ini O(Owners); dan E (Environmental constraints),
2006). Melalui SSM learning models dirancang tertinggi diantara kawasan berikat lainnya. selanjutnya dilakukan penyusunan root definition
suatu model aktivitas yang berorientasi tujuan Setelah rancangan model awal selesai dibuat, Dalam hal ini objek penelitian seperti aktor (RD).
(Purposeful Activity Models, PAM). Model selanjutnya dilakukan face validity melalui IDI lembaga atau organisasi yang terlibat dalam
aktivitas tersebut dapat diwujudkan ke dalam pakar. Jika sudah disepakati, maka model hubungan industrial dan implementasi Pemodelan sistem melalui konvergensi dengan
bentuk model kelembagaan, model manajerial, disajikan dan dilengkapi dengan narasi. kebijakan outsourcing yang meliputi: bidang Logical Thinking Process (Dettmer 2007); dan Soft
atau model finansial. Input pemodelan sistem Penulisan bisa dilanjutkan dengan proses pengawasan Disnaker, perusahaan pemberi System Methodology-SSM (Checkland dan Poulter
dapat diperoleh dari berbagai analisis, seperti memaparkan implikasi kebijakan bilamana kerja, perusahaan penyedia jasa pekerja, 2006) digunakan untuk perumusan model
Analytical Network Process (ANP), Analytical modal diterapkan pada dunia nyata. Hal khusus perusahaan pemborong pekerjaan, serikat konseptual. Selanjutnya melalui SSM Learning
Heirarchy Process (AHP), atau Interpretative yang dibahas adalah dampaknya terhadap pekerja dan Apindo (asosiasi pengusaha Models dirancang suatu model aktivitas yang
Structural Modeling (ISM) serta didukung oleh kebijakan yang berlaku saat ini. Dalam Indonesia) serta karyawan perusahaan. berorientasi tujuan (Purposeful Activity Models,
asumsi strategis dari metode SAST (Strategic menyusun implikasi kebijakan, peneliti harus PAM). Model ini dapat diwujudkan ke dalam
Assumption Surfacing and Testing) atau matriks tetap mengacu pada RD dan tujuan umum dari Penelitian menggunakan pendekatan sistem bentuk model kelembagaan, model manajerial,
kebijakan lainnya. sistem tersebut (Eriyatno 2012). yang dilaksanakan dengan tahapan, yaitu (1) atau model finansial. Tahap terakhir validasi
observasi dan studi pustaka untuk menentukan model menggunakan metode face validation
Elemen strategis hasil proses ANP dan asumsi Menurut Eriyatno dan Sofyar (2007), proses lokasi dan ruang lingkup penelitian, (2) studi melalui diskusi terbatas dan in-depth interview
strategis hasil proses SAST menjadi input validasi dilakukan dengan maksud untuk kasus di lokasi yang ditentukan untuk kepada pakar terpilih terhadap karakteristik
dalam proses transfor masi, deng an mengetahui berbagai kelemahan maupun memperoleh data empiris serta survai pakar model seperti tujuan, ruang lingkup,
menggunakan formula PQR (P= Apa, Q= kekurangan dari model serta mengidentifikasi untuk mengakuisisi pengetahuan thinking sistematika, fungsi serta logika pemikirannya.
Bagaimana dan R= Mengapa) dibangun Root berbagai persoalan yang harus diantisipasi respondent secara purposive sampling (Cooper dan
Definition sebagai framework dari model. dalam kaitan dengan penerapan model yang Schindler, 2008). Tahap survai pakar yang
Berdasarkan framework Root Definition dibangun dihasilkan. Proses uji sahih pada riset kebijakan dilakukan melalui indepth interview (IDI) dan
Rich Picture yang merupakan konsep dasar dilakukan terhadap dua kategori, yaitu proses diskusi terfokus (FGD), serta pengisian
model. perumusan kebijakan dan produk kebijakan. kuesioner untuk analisis SAST dan ANP.

Jurnal Jurnal
84 Manajemen Teknologi 85 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Model analog banyak kesesuaian dengan Berdasarkan Rich Picture dapat diindentifikasi Validasi dalam perumusan kebijakan dilakukan Metode SAST (Mason dan Mitroff, 1981)
penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat elemen elemen sistem yang berpengaruh melalui uji pendapat pakar dan atau studi untuk memunculkan dan menguji asumsi
dan kelompok yang berbeda melalui terhadap tujuan sistem, kemudian banding terhadap kebijakan yang sedang strategis yang merupakan kondisi ideal atau
transformasi sifat menjadi analognya sehingga meng gunakan logical thinking pr ocess berjalan atau sudah dijalankan yang kemudian prasyarat yang harus dipenuhi dalam sistem.
kemampuan untuk membuat perubahan dapat dikonvergensikan menjadi suatu model dibandingkan dengan produk kebijakan Selain itu, juga digunakan metode ANP (Saaty,
ditingkatkan. Ketiga, model simbolik (model konseptual. Secara diag ram tahapan (model) hasil penelitian. Menurut Sargent 2003) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
matematik), yaitu pada hakekatnya ilmu sistem pemodelan menggunakan SSM learning model ( 1 9 9 8 ) , va l i d a s i m o d e l k o n s e p t u a l strategis yang berpengaruh terhadap sistem
memusatkan perhatian pada model simbolik sebagai berikut: dimaksudkan untuk menentukan bahwa teori outsourcing dalam perspektif hubungan
sebagai perwakilan dari realitas yang dikaji. INPUT
dan asumsi dasar model konseptual adalah industrial.
Format model simbolik dapat berupa bentuk Elemen Strategis
benar dan model mewakili suatu masalah
angka, simbol, dan rumus, dimana jenis model Asumsi Strategis adalah beralasan untuk mencapai tujuannya. Kondisi empiris di lokasi studi disajikan dalam
simbolik yang umumnya dipakai adalah suatu analisis situasional dan analisis kebijakan
persamaan (equation). Pada pendekatan sistem, TRANSFORMASI 3. Metodologi terhadap peraturan atau perundang-undangan
tahapan pemodelan lebih kompleks namun 1. Rott Definition (RD) yang terkait dengan hubungan industrial dan
1. Rich Picture
relatif tidak banyak ragamnya ditinjau baik dari 2. Set up Activities/ Elemen Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten implementasinya. Hasil analisis keduanya
3. Connect Element by Arrows
jenis sistem maupun tingkat kecanggihan 4. Face Validity Bekasi yang dilakukan pada November 2011 dengan pendekatan sistem digunakan untuk
model. hingga Februari 2013. Pemilihan lokasi pemodalan sistem. Pengetahuan pakar yang
didasarkan pada kondisi wilayah yang memiliki telah diserap, dipahami dan pendalaman
OUTPUT
Pemodelan sistem yang mencakup hard system VALIDASI kawasan berikat yang banyak dan luas, adanya terhadap kompleksitas sistem hubungan
Conceptual Models
methodology umumnya menggunakan teknik potensi konflik tenaga kerja dan perusahaan industrial secara grafis dapat digambarkan
rancang bangun sistem penunjang kebijakan dalam implementasi kebijakan dalam rich picture.
atau Decision Support System (DSS) dan/atau IMPLIKASI KEBIJAKAN ketenagakerjaan. Selain itu, di Kabupaten
Sistem Dinamik. Untuk pemodelan sistem Saran/Outcome Bekasi merupakan wilayah strategis sebagai Terhadap input elemen, asumsi strategis model
yang bertujuan menghasilkan model kebijakan barometer implementasi hubungan industrial yang dikembangkan serta analisis CATWOE,
(policy model) adalah konvergensi dari logical Gambar 1. Skematik Pemodelan dengan SSM dan penyangga perekonomian di wilayah yaitu: C (Customers, beneficiaries, victim); A (Actors);
thinking process (Dettmer, 2007) dan soft system Learning Model (Sumber: Checkland dan Poulter 2006; Jabodetabek dan sekitarnya. Dari sisi UMK T (Transformation process); W (Worldview);
methodology-SSM (Checkland dan Poulter, Eriyatno 2013) (upah minimum kabupaten), di wilayah ini O(Owners); dan E (Environmental constraints),
2006). Melalui SSM learning models dirancang tertinggi diantara kawasan berikat lainnya. selanjutnya dilakukan penyusunan root definition
suatu model aktivitas yang berorientasi tujuan Setelah rancangan model awal selesai dibuat, Dalam hal ini objek penelitian seperti aktor (RD).
(Purposeful Activity Models, PAM). Model selanjutnya dilakukan face validity melalui IDI lembaga atau organisasi yang terlibat dalam
aktivitas tersebut dapat diwujudkan ke dalam pakar. Jika sudah disepakati, maka model hubungan industrial dan implementasi Pemodelan sistem melalui konvergensi dengan
bentuk model kelembagaan, model manajerial, disajikan dan dilengkapi dengan narasi. kebijakan outsourcing yang meliputi: bidang Logical Thinking Process (Dettmer 2007); dan Soft
atau model finansial. Input pemodelan sistem Penulisan bisa dilanjutkan dengan proses pengawasan Disnaker, perusahaan pemberi System Methodology-SSM (Checkland dan Poulter
dapat diperoleh dari berbagai analisis, seperti memaparkan implikasi kebijakan bilamana kerja, perusahaan penyedia jasa pekerja, 2006) digunakan untuk perumusan model
Analytical Network Process (ANP), Analytical modal diterapkan pada dunia nyata. Hal khusus perusahaan pemborong pekerjaan, serikat konseptual. Selanjutnya melalui SSM Learning
Heirarchy Process (AHP), atau Interpretative yang dibahas adalah dampaknya terhadap pekerja dan Apindo (asosiasi pengusaha Models dirancang suatu model aktivitas yang
Structural Modeling (ISM) serta didukung oleh kebijakan yang berlaku saat ini. Dalam Indonesia) serta karyawan perusahaan. berorientasi tujuan (Purposeful Activity Models,
asumsi strategis dari metode SAST (Strategic menyusun implikasi kebijakan, peneliti harus PAM). Model ini dapat diwujudkan ke dalam
Assumption Surfacing and Testing) atau matriks tetap mengacu pada RD dan tujuan umum dari Penelitian menggunakan pendekatan sistem bentuk model kelembagaan, model manajerial,
kebijakan lainnya. sistem tersebut (Eriyatno 2012). yang dilaksanakan dengan tahapan, yaitu (1) atau model finansial. Tahap terakhir validasi
observasi dan studi pustaka untuk menentukan model menggunakan metode face validation
Elemen strategis hasil proses ANP dan asumsi Menurut Eriyatno dan Sofyar (2007), proses lokasi dan ruang lingkup penelitian, (2) studi melalui diskusi terbatas dan in-depth interview
strategis hasil proses SAST menjadi input validasi dilakukan dengan maksud untuk kasus di lokasi yang ditentukan untuk kepada pakar terpilih terhadap karakteristik
dalam proses transfor masi, deng an mengetahui berbagai kelemahan maupun memperoleh data empiris serta survai pakar model seperti tujuan, ruang lingkup,
menggunakan formula PQR (P= Apa, Q= kekurangan dari model serta mengidentifikasi untuk mengakuisisi pengetahuan thinking sistematika, fungsi serta logika pemikirannya.
Bagaimana dan R= Mengapa) dibangun Root berbagai persoalan yang harus diantisipasi respondent secara purposive sampling (Cooper dan
Definition sebagai framework dari model. dalam kaitan dengan penerapan model yang Schindler, 2008). Tahap survai pakar yang
Berdasarkan framework Root Definition dibangun dihasilkan. Proses uji sahih pada riset kebijakan dilakukan melalui indepth interview (IDI) dan
Rich Picture yang merupakan konsep dasar dilakukan terhadap dua kategori, yaitu proses diskusi terfokus (FGD), serta pengisian
model. perumusan kebijakan dan produk kebijakan. kuesioner untuk analisis SAST dan ANP.

Jurnal Jurnal
84 Manajemen Teknologi 85 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

4. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Hasil Analisis Proses CATWOE


Kebijakan Outsourcing
4.1. Implementasi Kebijakan
CUSTOMER
Outsourcing 1. Serikat Pekerja
2. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
3. Dinas Tenaga Kerja
ACTOR OWNER
Legalisasi implementasi kebijakan outsourcing 1. Pekerja
dan sistem PKWT yang diatur dalam UU No 2. Perusahaan/industri
3. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerjaan (PPJP)
13 Tahun 2003 pasal 64, 65, dan 66 (outsourcing) 4. Dinas Tenaga Kerja
TRANSFORMATION
serta pasal 56, 57, 58, dan 59 (PKWT) serta 1. Mengembangkan kompetensi SDM Dinas Tenaga Kerja
regulasi turunannya adalah memperjelas 2. Mengefektifkan peran LKS (bipartit dan/atau tripartit)
3. Sosialisasi UU dan regulasi kepada seluruh stakeholder secara kontinyu
semangat fleksibilitas pasar tenaga kerja. 4. Mengendalikan implementasi kebijakan secara tepat
5. Membangun jalur komunikasi antar stakeholder berbasis teknologi infomasi
Penerapan fleksibilitas pasar tenaga kerja WORD VIEW
1. Penerapan sistem outsourcing yang tepat
dalam kerangka sistem ketenagakerjaan di 2. Hubungan Industrial harmonis
Gambar 2. Unjuk Rasa Serikat Pekerja di
Indonesia menghasilkan dua efek positif. 3. Kesejahteraan, keamanan dan keberlanjutan perusahaan dan pekerja
Kabupaten Bekasi Tahun 2012 (Sumber: Polsek 4. Iklim usaha kondusif
Pertama, adanya persaingan terbuka dan bebas ENVIRONMENT CONSTRAINTS
Cikarang Barat Tahun 2013 diolah). 1. Ada kecenderungan dari perusahaan untuk melakukan reduce cost
intervensi non-ekonomi menghasilkan 2. Menghindari tanggung jawab secara langsung beban status pekerja
3. Bisnis value antara perusahaan dan PPJP didasarkan pada management fee
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kedua, 4. PPJP tidak cukup dana untuk memberikan kesejahteraan pekerja
fleksibilitas pasar tenaga kerja menghasilkan 5. Jumlah SDM pengawas di daerah terbatas dan tidak seimbang
6. Belum ada sistem basis data, informasi dan komunikasi yang terintegrasi
pemerataan kesempatan kerja serta dapat 4.2. Analisis Sistem Outsourcing
menciptakan perbaikan tingkat pendapatan Berdasarkan situasi permasalahan
masyarakat dan pengurangan tingkat Fokus SSM adalah untuk menciptakan sistem
aktivitas dan hubungan manusia dalam sebuah implementasi sistem outsourcing yang
kemiskinan. digambarkan dalam rich picture dan analisis
organisasi atau kelompok dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Berpikir sistem dengan PQR formula yang diperkaya dengan
Iklim ketenagakerjaan di Kabupaten Bekasi proses CATWOE, dihasilkan rumusan root
sekarang ini menunjukkan adanya pasar tenaga merupakan suatu bidang transdisiplin yang Gambar 3. Rich Picture: Integrasi Manajemen
muncul sebagai respon terhadap keterbatasan Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif HI definition (RD) sebagai berikut: Sistem
kerja fleksibel (labor market flexibility). Dalam manajemen outsourcing terpadu melibatkan peran
rangka penerapan manajemen strategik dari pendekatan teknikal dalam proses reduksi
untuk memecahkan masalah. para pihak yang terkait, dalam merencanakan
per usahaan melakukan implementasi implementasi sistem outsourcing yang efektif pada
kebijakan outsourcing, khususnya outsourcing jasa Keterikatan, keterlibatan lembaga atau institusi masing-masing pihak, dan melakukan pengelolaan
tenaga kerja. Perusahaan di Kabupaten Bekasi Dalam langkah pengembangan model, dapat serta peran dan fungsinya terkait implementasi
diawali dengan menggunakan pendekatan rich aktivitas secara tepat dan efesien, serta melakukan
lebih dari 23% melakukan strategi outsourcing kebijakan di dalam sistem HI mempengaruhi pengendalian yang baik dan terintegrasi dengan
pada hampir semua aktivitas operasi pictur e untuk menstr ukturkan situasi terciptanya sistem HI harmonis dan iklim yang
permasalahan atau suatu kondisi berkaitan membangun komunikasi dan melaksanakan
perusahaan, termasuk pada jenis pekerjaan kondusif. Oleh karenanya, dibutuhkan kebijakan UU serta regulasi untuk membangun
utama (core bussiness). dengan sistem outsourcing dalam perspektif pengkayaan di dalam menempatkan lembaga-
sistem HI, baik dari aspek peran kelembagaan, sistem HI harmonis agar tercipta kesejahteraan bagi
lembaga yang berpengaruh secara langsung pekerja, keamanan dan keberlanjutan bagi
Implementasi kebijakan outsourcing dan hubungan lintas pemangku kepentingan, dan tidak langsung dalam sebuah rich picture
proses transformasi, cara pandang dan perusahaan serta terbangunnya iklim usaha yang
penerapan sistem PKWT oleh perusahaan di sebelum dibangun sebuah model sistem kondusif.
Kabupaten Bekasi yang menyimpang dari lingkungan. Kompleksitas perihal tujuan, hubungan antara lembaga yang mempengaruhi
ketentuan UU No 13 Tahun 2003 dan hubungan vertikal-horizontal kelembagaan di sistem HI. Dengan proses CATWOE
pusat dan daerah serta fungsi dan peran para Untuk menemukan solusi dirancang model
peraturan ketenagakerjaan lainnya memicu digunakan untuk menganalisis kebijakan aktivitas dalam purposefull activity model (PAM)
timbulnya perlawanan dari pekerja dan serikat pemangku kepentingan dalam implementasi outsourcing seperti yang dijelaskan dalam UU No
kebijakan outsourcing dapat dirancang rich yang strukturnya telah didiskusi dengan pakar
pekerja. Perlawan tersebut berkembang 13 tahun 2013 dan Permenaker No 19 tahun dan para pemangku kepentingan. Aktivitas
menjadi perselisihan atau konflik kebijakan HI. picture seperti ditunjukan pada Gambar 3. 2012. Hal ini agar diperoleh gambaran yang yang dibangun dalam model untuk resolusi
Salah satu bentuk konfliknya terjadi protes dan lebih spesifik, terstruktur, dan komprehensif konflik dengan integrasi kelembagaan dalam
unjuk rasa oleh pekerja dan serikat pekerja, implementasinya dalam perspektif sistem HI. sistem hubungan industrial serta optimalisasi
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Hal ini Hasil analisis teridentifikasi pihak yang fungsi pengendaliannya. Pemahaman terhadap
menggambarkan penerapan sistem PKWT dan berkepentingan, kebutuhan para pihak, UU dan peraturan terkait lainnya dalam
outsourcing masih terdapat permasalahan. aktivitas untuk pencapaian tujuan serta kendala implementasi kebijakan sistem outsourcing dapat
yang dapat diantisipasi dalam model, seperti meningkatkan kepatuhan dan harmonisasi
ditunjukkan pada Tabel 1. hubungan industrial.

Jurnal Jurnal
86 Manajemen Teknologi 87 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

4. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Hasil Analisis Proses CATWOE


Kebijakan Outsourcing
4.1. Implementasi Kebijakan
CUSTOMER
Outsourcing 1. Serikat Pekerja
2. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)
3. Dinas Tenaga Kerja
ACTOR OWNER
Legalisasi implementasi kebijakan outsourcing 1. Pekerja
dan sistem PKWT yang diatur dalam UU No 2. Perusahaan/industri
3. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerjaan (PPJP)
13 Tahun 2003 pasal 64, 65, dan 66 (outsourcing) 4. Dinas Tenaga Kerja
TRANSFORMATION
serta pasal 56, 57, 58, dan 59 (PKWT) serta 1. Mengembangkan kompetensi SDM Dinas Tenaga Kerja
regulasi turunannya adalah memperjelas 2. Mengefektifkan peran LKS (bipartit dan/atau tripartit)
3. Sosialisasi UU dan regulasi kepada seluruh stakeholder secara kontinyu
semangat fleksibilitas pasar tenaga kerja. 4. Mengendalikan implementasi kebijakan secara tepat
5. Membangun jalur komunikasi antar stakeholder berbasis teknologi infomasi
Penerapan fleksibilitas pasar tenaga kerja WORD VIEW
1. Penerapan sistem outsourcing yang tepat
dalam kerangka sistem ketenagakerjaan di 2. Hubungan Industrial harmonis
Gambar 2. Unjuk Rasa Serikat Pekerja di
Indonesia menghasilkan dua efek positif. 3. Kesejahteraan, keamanan dan keberlanjutan perusahaan dan pekerja
Kabupaten Bekasi Tahun 2012 (Sumber: Polsek 4. Iklim usaha kondusif
Pertama, adanya persaingan terbuka dan bebas ENVIRONMENT CONSTRAINTS
Cikarang Barat Tahun 2013 diolah). 1. Ada kecenderungan dari perusahaan untuk melakukan reduce cost
intervensi non-ekonomi menghasilkan 2. Menghindari tanggung jawab secara langsung beban status pekerja
3. Bisnis value antara perusahaan dan PPJP didasarkan pada management fee
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kedua, 4. PPJP tidak cukup dana untuk memberikan kesejahteraan pekerja
fleksibilitas pasar tenaga kerja menghasilkan 5. Jumlah SDM pengawas di daerah terbatas dan tidak seimbang
6. Belum ada sistem basis data, informasi dan komunikasi yang terintegrasi
pemerataan kesempatan kerja serta dapat 4.2. Analisis Sistem Outsourcing
menciptakan perbaikan tingkat pendapatan Berdasarkan situasi permasalahan
masyarakat dan pengurangan tingkat Fokus SSM adalah untuk menciptakan sistem
aktivitas dan hubungan manusia dalam sebuah implementasi sistem outsourcing yang
kemiskinan. digambarkan dalam rich picture dan analisis
organisasi atau kelompok dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Berpikir sistem dengan PQR formula yang diperkaya dengan
Iklim ketenagakerjaan di Kabupaten Bekasi proses CATWOE, dihasilkan rumusan root
sekarang ini menunjukkan adanya pasar tenaga merupakan suatu bidang transdisiplin yang Gambar 3. Rich Picture: Integrasi Manajemen
muncul sebagai respon terhadap keterbatasan Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif HI definition (RD) sebagai berikut: Sistem
kerja fleksibel (labor market flexibility). Dalam manajemen outsourcing terpadu melibatkan peran
rangka penerapan manajemen strategik dari pendekatan teknikal dalam proses reduksi
untuk memecahkan masalah. para pihak yang terkait, dalam merencanakan
per usahaan melakukan implementasi implementasi sistem outsourcing yang efektif pada
kebijakan outsourcing, khususnya outsourcing jasa Keterikatan, keterlibatan lembaga atau institusi masing-masing pihak, dan melakukan pengelolaan
tenaga kerja. Perusahaan di Kabupaten Bekasi Dalam langkah pengembangan model, dapat serta peran dan fungsinya terkait implementasi
diawali dengan menggunakan pendekatan rich aktivitas secara tepat dan efesien, serta melakukan
lebih dari 23% melakukan strategi outsourcing kebijakan di dalam sistem HI mempengaruhi pengendalian yang baik dan terintegrasi dengan
pada hampir semua aktivitas operasi pictur e untuk menstr ukturkan situasi terciptanya sistem HI harmonis dan iklim yang
permasalahan atau suatu kondisi berkaitan membangun komunikasi dan melaksanakan
perusahaan, termasuk pada jenis pekerjaan kondusif. Oleh karenanya, dibutuhkan kebijakan UU serta regulasi untuk membangun
utama (core bussiness). dengan sistem outsourcing dalam perspektif pengkayaan di dalam menempatkan lembaga-
sistem HI, baik dari aspek peran kelembagaan, sistem HI harmonis agar tercipta kesejahteraan bagi
lembaga yang berpengaruh secara langsung pekerja, keamanan dan keberlanjutan bagi
Implementasi kebijakan outsourcing dan hubungan lintas pemangku kepentingan, dan tidak langsung dalam sebuah rich picture
proses transformasi, cara pandang dan perusahaan serta terbangunnya iklim usaha yang
penerapan sistem PKWT oleh perusahaan di sebelum dibangun sebuah model sistem kondusif.
Kabupaten Bekasi yang menyimpang dari lingkungan. Kompleksitas perihal tujuan, hubungan antara lembaga yang mempengaruhi
ketentuan UU No 13 Tahun 2003 dan hubungan vertikal-horizontal kelembagaan di sistem HI. Dengan proses CATWOE
pusat dan daerah serta fungsi dan peran para Untuk menemukan solusi dirancang model
peraturan ketenagakerjaan lainnya memicu digunakan untuk menganalisis kebijakan aktivitas dalam purposefull activity model (PAM)
timbulnya perlawanan dari pekerja dan serikat pemangku kepentingan dalam implementasi outsourcing seperti yang dijelaskan dalam UU No
kebijakan outsourcing dapat dirancang rich yang strukturnya telah didiskusi dengan pakar
pekerja. Perlawan tersebut berkembang 13 tahun 2013 dan Permenaker No 19 tahun dan para pemangku kepentingan. Aktivitas
menjadi perselisihan atau konflik kebijakan HI. picture seperti ditunjukan pada Gambar 3. 2012. Hal ini agar diperoleh gambaran yang yang dibangun dalam model untuk resolusi
Salah satu bentuk konfliknya terjadi protes dan lebih spesifik, terstruktur, dan komprehensif konflik dengan integrasi kelembagaan dalam
unjuk rasa oleh pekerja dan serikat pekerja, implementasinya dalam perspektif sistem HI. sistem hubungan industrial serta optimalisasi
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Hal ini Hasil analisis teridentifikasi pihak yang fungsi pengendaliannya. Pemahaman terhadap
menggambarkan penerapan sistem PKWT dan berkepentingan, kebutuhan para pihak, UU dan peraturan terkait lainnya dalam
outsourcing masih terdapat permasalahan. aktivitas untuk pencapaian tujuan serta kendala implementasi kebijakan sistem outsourcing dapat
yang dapat diantisipasi dalam model, seperti meningkatkan kepatuhan dan harmonisasi
ditunjukkan pada Tabel 1. hubungan industrial.

Jurnal Jurnal
86 Manajemen Teknologi 87 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

4.3. Elemen-Elemen Pemodelan Tabel 2. Pengelompokan Prioritas Alternatif pekerja, dan (4) perusahaan pemberi jasa pengawasan dan penindakan (A1), sistem
Faktor Menurut Hirarki Keputusan pekerjaan. Melalui debat terbuka dibahas informasi, komunikasi dan basis data (A2),
Mengacu hasil kajian pustaka, IDI dan FGD asumsi-asumsi yang berbeda dan dianggap lapangan kerja dan ekonomi daerah (A5),
Prioritas Node Limiting Hirarki
dapat dirumuskan pemahaman faktor-faktor 1. Kemitraan 0.05945 bermasalah. Berdasarkan hasil perdebatan pertumbuhan, profit dan keberlanjutan usaha
yang mempengaruhi implementasi sistem 6. Keberlanjutan 0.04388 dilakukan modifikasi asumsi, kemudian melalui (B3), sistem outsourcing yang sesuai undang-
14. Kesejahteraan Perusahaan 0.03062 Strategik
outsourcing yang dikelompokkan menjadi 11 20. PPHI 0.02360 pengujian pakar ditentukan nilai kepentingan undang (B7), status dan sistem pengupahan
21. Perundingan 0.02382
klaster, yang masing-masing terdiri beberapa dan kepastian dengan skala ordinal untuk karyawan (B9), keamanan, kesejahteraan dan
4. Rekruitasi dan Pengembangan 0.05412
faktor/node. Analisis faktor menggunakan 7. Jaminan Sosial 0.04179 kepentingan skala 1-7 (sangat tidak penting- kepastian kerja (B10), pemahaman UU dan
metode ANP dengan pairwised comparisons 11. Pendisiplinan dan Penertiban Pekerja 0.03419 Taktikal sangat penting). Demikian juga untuk peraturan terkait (C2), adanya LKS bipartit
18. Pembelajaran 0.02703
secara integral dari semua klaster dan node. 19. Pengembangan Keahlian 0.02605 kepastian digunakan skala ordinal 1-7 (sangat (C6), perundingan dalam penyelesaian konflik
Alternatif dengan prioritas total terbesar 2. Kesejahteraan Pekerja 0.05822 tidak pasti-sangat pasti). (C7), komitmen terhadap kesepakatan LKS
3. Penyaluran Aspirasi 0.05703
dipilih sebagai alternatif terbaik untuk 5. Status Kepegawaian 0.05062 (C9), PPJP berbadan hukum perseroan
pencapaian tujuan. Penentuan prioritas 8. Pengupahan 0.04179 Hasil pemunculan (surfacing) dan pengujian terbatas (D1), legalitas PPJP (D2), dan sistem
9. Kompensasi 0.03987
alternatif yang terbaik menggunakan Super 10. Penindakan 0.03424 Operasional (testing) asumsi tersebut sesuai metode SAST, pengupahan PPJP (D9). Dalam upaya
12. Pengawasan 0.03378
Decisions versi 2.0 Beta, yang dapat 13. Pelayanan 0.03172
diperoleh tingkat kepastian dan kepentingan mencapai tujuan implementasi kebijakan
menyajikan dua nilai, yaitu nilai normalized by 15. Data Base Ketenagakerjaan 0.03028 asumsi. Penentuan asumsi strategis outsourcing dalam perspektif hubungan
16. Info Aktual Ketenagakerjaan 0.03028
cluster dan nilai limiting. Nilai normalized by cluster 17. Mogok Konflik HI 0.02749 digambarkan dalam kuadran kartesius (Mason industrial, para pemangku kepentingan harus
merupakan nilai prioritas pada setiap satu dan Mitroff, 1981), dimana kuadran I untuk memperhatikan asumsi strategis tersebut
klaster yang bernilai total satu atau seratus Pada tingkat direktif penetapan kebijakan rencana yang pasti sebagai penggerak sebagai pendorong keberhasilannya.
persen, sedangkan nilai limiting adalah nilai outsourcing merupakan bagian dari perbaikan keberhasilan model kebijakan serta asumsi
prioritas pada seluruh prioritas node (atribut) iklim investasi melalui kebijakan untuk rencana yang bermasalah (kuadran IV) Selain itu, juga teridentifikasi asumsi strategis
permasalahan dan alternatif solusi atau ketenagakerjaan yang berkeadilan. Sistem HI sebagai solusi pencegahannya. Dari kedua untuk rencana yang bermasalah. Asumsi yang
kebijakan antar klaster. Dalam analisis per yang mendukung perluasan lapangan kerja kuadran tersebut teridentifikasi asumsi berada pada kuadran IV tersebut adalah
klaster digunakan nilai limiting karena pada seperti termuat dalam Inpres No 3 Tahun 2006 strategis yang diperlukan untuk mendukung sentralisasi kewenangan ketenaga-kerajaan
dasarnya urutan prioritas untuk pilihan merupakan bagian dari program sinkronisasi suatu kesimpulan atau validasi argumen sistem (A8) serta pemahaman sistem hubungan
alternatif dari satu klaster akan menghasilkan kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha outsourcing yang belum dipahami sebagian industrial pra kerja (A13). Permasalahan
urutan yang sama baik menggunakan nilai seperti yang termuat dalam Inpres No 1 Tahun pemangku kepentingan. Dengan adanya implementasi kebijakan outsourcing seperti
normalized by cluster maupun nilai limiting. 2010. Selanjutnya implementasi kebijakan asumsi strategis ini model yang dirancang dapat yang teridentifikasi dapat dikendalikan dengan
outsourcing mengacu pada UU No 13 Tahun diarahkan untuk pencapaian tujuan hubungan sentralisasi kewenangan ketenaga-kerjaan.
Berdasarkan urutan prioritas alternatif faktor 2003 dan Permenakertrans No 19 Tahun 2012. industrial yang harmonis. Pada era otonomi daerah pengawasan di
dapat diidentifikasikan prioritas utama yang Berdasarkan peraturan perundangan tersebut bidang ketenagakerjaan belum optimal dan
merupakan faktor kunci keberhasilan dijabarkan dalam 3 tingkatan pengambilan terkendala kebijakan otonominya. Dengan
implementasi kebijakan outsourcing dalam kebijakan, yaitu strategik, taktikal dan sistem yang sentralistik diharapkan
perspektif HI. Pemilihan prioritas alternatif operasional. pelaksanaan pengawasan dan penegakan
dilakukan dengan prinsip hukum pareto 80:20. hukum ketenagakerjaan menjadi lebih
Artinya bahwa untuk menfokuskan alternatif Untuk perihal yang tidak dapat diselesaikan independen, terpadu, terkoordinasi serta
terbaik 80% elemennya dan 20% dari bobot yang berupa kendala, faktor penghambat, terintegrasi.
prioritas yang kecil. Dari 36 elemen yang sangat kondisi yang tidak mungkin dapat dirubah serta
penting dari semua aktivitas yang ada perihal yang harus dipenuhi berdasarkan 4.4. Integrasi Manajemen Kebijakan
digunakan untuk menentukan prioritas utama pengetahuan dan konsensus para pemangku Outsourcing dalam Perspektif HI
yang menjadi faktor kunci keberhasilan kepentingan digunakan sebagai asumsi
implementasi kebijakan outsourcing dalam strategis. Asumsi tersebut dibangun melalui Model manajemen menginteg rasikan
perspektif sistem HI. Sesuai dengan analisis FGD yang melibatkan masyarakat industrial, manajemen ketiga stakeholder tersebut, yaitu:
pareto tersebut teridentifikasi 21 node (atribut) seperti: Pemerintah Daerah (Disnaker), perusahaan (termasuk didalamnya PPK, PPJP,
Gambar 4. Pemeringkatan Asumsi Strategis
sebagai prioritas alternatif faktor yang asosiasi pengusaha, serikat pekerja, serta PPJP. dan APINDO Kabupaten Bekasi), pemerintah
dengan Teknik SAST
berkaitan dengan perencanaan perbaikan Berdasarkan tahapan metode SAST, pada (dalam hal ini Disnaker Kabupaten), dan
sistem HI, utamanya kebijakan outsourcing. tahap awal pemunculan asumsi teridentifikasi Asumsi-asumsi pada kuadran I yang memiliki serikat pekerja. Ketiga kelompok stakeholder ini
Urutan prioritas alternatif faktor secara hirarki 49 perihal dari pendapat empat kelompok tingkat kepentingan dan tingkat kepastian saling berinteraksi secara aktif dan saling
pengambilan keputusan manajemen dapat pemangku kepentingan, yaitu: (1) pemerintah, paling tinggi dengan nilai 7,7 (amat sangat berpengaruh antara satu dengan yang lainya.
dikemukakan dalam 4 hirarki keputusan (Tabel (2) perusahaan pemberi kerja, (3) serikat pentingamat sangat pasti), yaitu: sistem
2).

Jurnal Jurnal
88 Manajemen Teknologi 89 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

4.3. Elemen-Elemen Pemodelan Tabel 2. Pengelompokan Prioritas Alternatif pekerja, dan (4) perusahaan pemberi jasa pengawasan dan penindakan (A1), sistem
Faktor Menurut Hirarki Keputusan pekerjaan. Melalui debat terbuka dibahas informasi, komunikasi dan basis data (A2),
Mengacu hasil kajian pustaka, IDI dan FGD asumsi-asumsi yang berbeda dan dianggap lapangan kerja dan ekonomi daerah (A5),
Prioritas Node Limiting Hirarki
dapat dirumuskan pemahaman faktor-faktor 1. Kemitraan 0.05945 bermasalah. Berdasarkan hasil perdebatan pertumbuhan, profit dan keberlanjutan usaha
yang mempengaruhi implementasi sistem 6. Keberlanjutan 0.04388 dilakukan modifikasi asumsi, kemudian melalui (B3), sistem outsourcing yang sesuai undang-
14. Kesejahteraan Perusahaan 0.03062 Strategik
outsourcing yang dikelompokkan menjadi 11 20. PPHI 0.02360 pengujian pakar ditentukan nilai kepentingan undang (B7), status dan sistem pengupahan
21. Perundingan 0.02382
klaster, yang masing-masing terdiri beberapa dan kepastian dengan skala ordinal untuk karyawan (B9), keamanan, kesejahteraan dan
4. Rekruitasi dan Pengembangan 0.05412
faktor/node. Analisis faktor menggunakan 7. Jaminan Sosial 0.04179 kepentingan skala 1-7 (sangat tidak penting- kepastian kerja (B10), pemahaman UU dan
metode ANP dengan pairwised comparisons 11. Pendisiplinan dan Penertiban Pekerja 0.03419 Taktikal sangat penting). Demikian juga untuk peraturan terkait (C2), adanya LKS bipartit
18. Pembelajaran 0.02703
secara integral dari semua klaster dan node. 19. Pengembangan Keahlian 0.02605 kepastian digunakan skala ordinal 1-7 (sangat (C6), perundingan dalam penyelesaian konflik
Alternatif dengan prioritas total terbesar 2. Kesejahteraan Pekerja 0.05822 tidak pasti-sangat pasti). (C7), komitmen terhadap kesepakatan LKS
3. Penyaluran Aspirasi 0.05703
dipilih sebagai alternatif terbaik untuk 5. Status Kepegawaian 0.05062 (C9), PPJP berbadan hukum perseroan
pencapaian tujuan. Penentuan prioritas 8. Pengupahan 0.04179 Hasil pemunculan (surfacing) dan pengujian terbatas (D1), legalitas PPJP (D2), dan sistem
9. Kompensasi 0.03987
alternatif yang terbaik menggunakan Super 10. Penindakan 0.03424 Operasional (testing) asumsi tersebut sesuai metode SAST, pengupahan PPJP (D9). Dalam upaya
12. Pengawasan 0.03378
Decisions versi 2.0 Beta, yang dapat 13. Pelayanan 0.03172
diperoleh tingkat kepastian dan kepentingan mencapai tujuan implementasi kebijakan
menyajikan dua nilai, yaitu nilai normalized by 15. Data Base Ketenagakerjaan 0.03028 asumsi. Penentuan asumsi strategis outsourcing dalam perspektif hubungan
16. Info Aktual Ketenagakerjaan 0.03028
cluster dan nilai limiting. Nilai normalized by cluster 17. Mogok Konflik HI 0.02749 digambarkan dalam kuadran kartesius (Mason industrial, para pemangku kepentingan harus
merupakan nilai prioritas pada setiap satu dan Mitroff, 1981), dimana kuadran I untuk memperhatikan asumsi strategis tersebut
klaster yang bernilai total satu atau seratus Pada tingkat direktif penetapan kebijakan rencana yang pasti sebagai penggerak sebagai pendorong keberhasilannya.
persen, sedangkan nilai limiting adalah nilai outsourcing merupakan bagian dari perbaikan keberhasilan model kebijakan serta asumsi
prioritas pada seluruh prioritas node (atribut) iklim investasi melalui kebijakan untuk rencana yang bermasalah (kuadran IV) Selain itu, juga teridentifikasi asumsi strategis
permasalahan dan alternatif solusi atau ketenagakerjaan yang berkeadilan. Sistem HI sebagai solusi pencegahannya. Dari kedua untuk rencana yang bermasalah. Asumsi yang
kebijakan antar klaster. Dalam analisis per yang mendukung perluasan lapangan kerja kuadran tersebut teridentifikasi asumsi berada pada kuadran IV tersebut adalah
klaster digunakan nilai limiting karena pada seperti termuat dalam Inpres No 3 Tahun 2006 strategis yang diperlukan untuk mendukung sentralisasi kewenangan ketenaga-kerajaan
dasarnya urutan prioritas untuk pilihan merupakan bagian dari program sinkronisasi suatu kesimpulan atau validasi argumen sistem (A8) serta pemahaman sistem hubungan
alternatif dari satu klaster akan menghasilkan kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha outsourcing yang belum dipahami sebagian industrial pra kerja (A13). Permasalahan
urutan yang sama baik menggunakan nilai seperti yang termuat dalam Inpres No 1 Tahun pemangku kepentingan. Dengan adanya implementasi kebijakan outsourcing seperti
normalized by cluster maupun nilai limiting. 2010. Selanjutnya implementasi kebijakan asumsi strategis ini model yang dirancang dapat yang teridentifikasi dapat dikendalikan dengan
outsourcing mengacu pada UU No 13 Tahun diarahkan untuk pencapaian tujuan hubungan sentralisasi kewenangan ketenaga-kerjaan.
Berdasarkan urutan prioritas alternatif faktor 2003 dan Permenakertrans No 19 Tahun 2012. industrial yang harmonis. Pada era otonomi daerah pengawasan di
dapat diidentifikasikan prioritas utama yang Berdasarkan peraturan perundangan tersebut bidang ketenagakerjaan belum optimal dan
merupakan faktor kunci keberhasilan dijabarkan dalam 3 tingkatan pengambilan terkendala kebijakan otonominya. Dengan
implementasi kebijakan outsourcing dalam kebijakan, yaitu strategik, taktikal dan sistem yang sentralistik diharapkan
perspektif HI. Pemilihan prioritas alternatif operasional. pelaksanaan pengawasan dan penegakan
dilakukan dengan prinsip hukum pareto 80:20. hukum ketenagakerjaan menjadi lebih
Artinya bahwa untuk menfokuskan alternatif Untuk perihal yang tidak dapat diselesaikan independen, terpadu, terkoordinasi serta
terbaik 80% elemennya dan 20% dari bobot yang berupa kendala, faktor penghambat, terintegrasi.
prioritas yang kecil. Dari 36 elemen yang sangat kondisi yang tidak mungkin dapat dirubah serta
penting dari semua aktivitas yang ada perihal yang harus dipenuhi berdasarkan 4.4. Integrasi Manajemen Kebijakan
digunakan untuk menentukan prioritas utama pengetahuan dan konsensus para pemangku Outsourcing dalam Perspektif HI
yang menjadi faktor kunci keberhasilan kepentingan digunakan sebagai asumsi
implementasi kebijakan outsourcing dalam strategis. Asumsi tersebut dibangun melalui Model manajemen menginteg rasikan
perspektif sistem HI. Sesuai dengan analisis FGD yang melibatkan masyarakat industrial, manajemen ketiga stakeholder tersebut, yaitu:
pareto tersebut teridentifikasi 21 node (atribut) seperti: Pemerintah Daerah (Disnaker), perusahaan (termasuk didalamnya PPK, PPJP,
Gambar 4. Pemeringkatan Asumsi Strategis
sebagai prioritas alternatif faktor yang asosiasi pengusaha, serikat pekerja, serta PPJP. dan APINDO Kabupaten Bekasi), pemerintah
dengan Teknik SAST
berkaitan dengan perencanaan perbaikan Berdasarkan tahapan metode SAST, pada (dalam hal ini Disnaker Kabupaten), dan
sistem HI, utamanya kebijakan outsourcing. tahap awal pemunculan asumsi teridentifikasi Asumsi-asumsi pada kuadran I yang memiliki serikat pekerja. Ketiga kelompok stakeholder ini
Urutan prioritas alternatif faktor secara hirarki 49 perihal dari pendapat empat kelompok tingkat kepentingan dan tingkat kepastian saling berinteraksi secara aktif dan saling
pengambilan keputusan manajemen dapat pemangku kepentingan, yaitu: (1) pemerintah, paling tinggi dengan nilai 7,7 (amat sangat berpengaruh antara satu dengan yang lainya.
dikemukakan dalam 4 hirarki keputusan (Tabel (2) perusahaan pemberi kerja, (3) serikat pentingamat sangat pasti), yaitu: sistem
2).

Jurnal Jurnal
88 Manajemen Teknologi 89 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Tujuan utama dibangunnya model integrasi (6) pengawasan, (7) pembinaan, (8) evaluasi Dalam kerangka manajemen strategik Sistematika model dan elemen-elemennya
manajemen ini untuk memper mudah implementasi kebijakan, (9) penindakan, (10) perusahaan yang berorientasi pada keuntungan seperti faktor-faktor yang mempengaruhi dan
implementasi kebijakan outsourcing, sehingga evaluasi hasil perbaikan, (11) pendaftaran harus tetap dilakukan dengan kerangka sistem asumsi strategis yang digunakan sesuai dengan
memperjelas tata hubungan dan kewajiban organisasi SP, (12) permohonan perizinan SP, ketenagakerjaan yang telah ditetapkan logika pemikiran model. Secara keseluruhan
serta tanggung jawab dari masing-masing (13) manajemen konflik, (14) PPHI pemerintah. Fleksibilitas pasar tenaga kerja penilaian pakar diperoleh konsensus
stakeholder. Elemen-elemen sistem dari model perundingan tripartit, dan (15) penertiban yang memberi keleluasaan bagi pihak persetujuan untuk menerima model
integrasi manajemen kebijakan outsourcing keamanan fungsi kepolisian. Melalui logical perusahaan dalam pengaturan tenaga kerja konseptual yang diusulkan serta meyakini
adalah: (1) analisis alur proses, (2) kriteria thinking process dan analisis sistem, disusun tentunya harus terintegrasi dengan jaminan kebenaran proses pemodelannya sebagai
analisis, (3) verifkasi dan validasi, (4) model konseptual integrasi manajemen sosial (kesejahteraan) pekerja/bur uh. model yang dinamis, kompleks dan merupakan
pendaftaran MoU, (5) pelayanan dan basis data, kebijakan outsourcing dalam perspektif sistem Perusahaan secara nyata menetapkan kebijakan dasar perumusan implementasinya.
HI (Gambar 5). dan strategi MSDM, seper ti sistem
recruitment, sistem pengupahan, dan jaminan Dengan demikian, untuk implementasinya
Kebijakan sosial. diperlukan implikasi secara operasional, yaitu
Perundang-undangan/
Peraturan Kebijakan penguatan Trilogi HI. Penguatan peran
Dengan demikian, terjadi keseimbangan antara pengusaha mencakup dua hal. Pertama,
Kebijakan
SERIKAT PEKERJA
ASOSIASI SEKTOR fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keamanan menciptakan kesejahteraan pekerja melalui
USAHA
Analisis Alur Proses kerja (balancing flexibility and security). Apabila hal pemberian balas jasa (kompensasi) yang dapat

PERUSAHAAN
Perusahaan
Verifikasi & ini dapat diwujudkan, maka flexicurity lebih memenuhi kebutuhan hidup pekerja serta
Validasi
Pendaftaran
Permohonan ijin
Pelayanan
Manajemen Basis Data
core & non
Kriteria Analisis
mengarah pada perlindungan orang daripada memberikan jaminan sosialnya. Kedua,
Penertiban - Pendaftaran MoU
perlindungan pekerjaan, sehingga antara membangun kemitraan atau membangun
Keamanan
Evaluasi kebijakan
perusahaan dan pekerja/buruh akan terjadi hubungan yang harmonis dengan pekerja dan
Evaluasi kebijakan
Perundingan
Pengendalian
Implementasi
Pengawasan
Pengedalian hubungan saling ketergantungan yang positif. menempatkan pekerja sebagai faktor kunci
Tripartit
PPHI kebijakan Apabila dalam hubungan industrial terjadi dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Resolusi, Sosialisasi, edukasi konflik, sesuai UU No 2 Tahun 2004 tentang
Manajemen Konflik perundingan Pembinaan
PPHI, dilakukan penyelesaian konflik secara Penguatan peran pemerintah mencakup dua
hukum. hal. Pertama, pengawasan yang menjamin
Sanksi; Administrasi dan/atau
Sosialisasi,
Pelanggaran
Penindakan
pidana bahwa implementasi kebijakan outsourcing
edukasi
Namun secara empiris memperlihatkan bahwa sesuai yang ketentuan UU No 13 Tahun 2003
PEMERINTAH perselisihan (konflik) dapat berkembang dan regulasi turunannya. Kedua, penindakan
Gambar 5. Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif HI menjadi unjuk rasa (demo) dengan melibatkan terhadap pelanggaran kebijakan outsourcing
unsur-unsur lain yang tidak termasuk dalam dilakukan secara tegas dan adil sesuai ketentuan
hubungan bipartit secara langsung. Kondisi ini yang berlaku. Namun demikian yang paling
Model integrasi manajemen kebijakan Peran dan tanggung jawabnya (accountability) umumnya akan mengganggu ketertiban dan utama dilakukan pemerintah adalah
outsourcing (MIMKO) menekankan pada pengawasan pemerintah terhadap keamanan di masyarakat. Oleh karenanya, penceg ahan deng an pembinaan dan
tatakelola implementasi sistem outsourcing terlaksananya pelaksanaan kebijakan pihak kepolisian sebagai lembaga yang pendidikan karakter.
dalam sistem hubungan industrial. Pemerintah (responsibily). Integrasi manajemen yang bertanggung jawab dalam menjaga ketertiban
melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan dirancang dalam model sebagai solusi dan keamanan masyarakat harus melakukan Penguatan peran serikat pekerja mencakup dua
dan penindakan serta memberikan penanganan ketenagakerjaan di wilayah tindakan penertiban keamanan sesuai dengan hal. Pertama, penyaluran aspirasi pekerja
perlindungan secara setara (fairness) terhadap Kabupaten Bekasi, dimana terjadi surplus hukum yang berlaku. dilakukan untuk kepentingan pekerja serta
perusahaan, pekerja dan serikat pekerja. penawaran tenaga kerja. Hal ini mengarah ke dibangun mekanisme dan tata laksana
Sosialisasi dan edukasi kebijakan dilakukan pasar tenaga kerja yang fleksibel. Dalam sistem 4.5. Implikasi Model penyampaian aspirasi yang santun dan
secara terbuka terhadap perusahaan dan fleksibilitas pasar tenaga kerja (labor market bermartabat serta mengedepankan azas
pekerja, laporan berkala perusahaan sesuai flexibility) cenderung lebih menguntungkan Dalam proses pemodelan teridentifikasi musyawarah dalam penyelesaian konflik.
wajib lapor UU No 7 tahun 1981 per 3 bulan pihak sektor industri (pengusaha). Oleh karena kebenaran model sesuai kriteria, seperti adanya Kedua, pendisiplinan dan penertiban pekerja
yang menginformasikan ketenagakerjaan itu, dalam model manajemen adanya relevansi tujuan yang ingin dicapai, yaitu serta pendidikan karakter, bukan hanya
termasuk transparansi pelaksanaan jaminan penguatan peran dan fungsi perusahaan di mewujudkan sistem hubungan industrial yang menuntuk hak-hak pekerja saja, tetapi juga
sosial tenaga kerja. Dalam hubungan industrial dalam sistem HI yang mengarah pada harmonis untuk mewujudkan trilogi sistem perlu melakukan pembinaan tentang kewajiban
fungsi pemerintah, perusahaan dan serikat pengaturan ekonomi, ketenagakerjaan, dan hubungan industrial bagi para pemangku pekerja.
pekerja dilaksanakan sesuai UU No 13 tahun kesejahteraan. kepentingan.
2003 dengan jelas.

Jurnal Jurnal
90 Manajemen Teknologi 91 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Tujuan utama dibangunnya model integrasi (6) pengawasan, (7) pembinaan, (8) evaluasi Dalam kerangka manajemen strategik Sistematika model dan elemen-elemennya
manajemen ini untuk memper mudah implementasi kebijakan, (9) penindakan, (10) perusahaan yang berorientasi pada keuntungan seperti faktor-faktor yang mempengaruhi dan
implementasi kebijakan outsourcing, sehingga evaluasi hasil perbaikan, (11) pendaftaran harus tetap dilakukan dengan kerangka sistem asumsi strategis yang digunakan sesuai dengan
memperjelas tata hubungan dan kewajiban organisasi SP, (12) permohonan perizinan SP, ketenagakerjaan yang telah ditetapkan logika pemikiran model. Secara keseluruhan
serta tanggung jawab dari masing-masing (13) manajemen konflik, (14) PPHI pemerintah. Fleksibilitas pasar tenaga kerja penilaian pakar diperoleh konsensus
stakeholder. Elemen-elemen sistem dari model perundingan tripartit, dan (15) penertiban yang memberi keleluasaan bagi pihak persetujuan untuk menerima model
integrasi manajemen kebijakan outsourcing keamanan fungsi kepolisian. Melalui logical perusahaan dalam pengaturan tenaga kerja konseptual yang diusulkan serta meyakini
adalah: (1) analisis alur proses, (2) kriteria thinking process dan analisis sistem, disusun tentunya harus terintegrasi dengan jaminan kebenaran proses pemodelannya sebagai
analisis, (3) verifkasi dan validasi, (4) model konseptual integrasi manajemen sosial (kesejahteraan) pekerja/bur uh. model yang dinamis, kompleks dan merupakan
pendaftaran MoU, (5) pelayanan dan basis data, kebijakan outsourcing dalam perspektif sistem Perusahaan secara nyata menetapkan kebijakan dasar perumusan implementasinya.
HI (Gambar 5). dan strategi MSDM, seper ti sistem
recruitment, sistem pengupahan, dan jaminan Dengan demikian, untuk implementasinya
Kebijakan sosial. diperlukan implikasi secara operasional, yaitu
Perundang-undangan/
Peraturan Kebijakan penguatan Trilogi HI. Penguatan peran
Dengan demikian, terjadi keseimbangan antara pengusaha mencakup dua hal. Pertama,
Kebijakan
SERIKAT PEKERJA
ASOSIASI SEKTOR fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keamanan menciptakan kesejahteraan pekerja melalui
USAHA
Analisis Alur Proses kerja (balancing flexibility and security). Apabila hal pemberian balas jasa (kompensasi) yang dapat

PERUSAHAAN
Perusahaan
Verifikasi & ini dapat diwujudkan, maka flexicurity lebih memenuhi kebutuhan hidup pekerja serta
Validasi
Pendaftaran
Permohonan ijin
Pelayanan
Manajemen Basis Data
core & non
Kriteria Analisis
mengarah pada perlindungan orang daripada memberikan jaminan sosialnya. Kedua,
Penertiban - Pendaftaran MoU
perlindungan pekerjaan, sehingga antara membangun kemitraan atau membangun
Keamanan
Evaluasi kebijakan
perusahaan dan pekerja/buruh akan terjadi hubungan yang harmonis dengan pekerja dan
Evaluasi kebijakan
Perundingan
Pengendalian
Implementasi
Pengawasan
Pengedalian hubungan saling ketergantungan yang positif. menempatkan pekerja sebagai faktor kunci
Tripartit
PPHI kebijakan Apabila dalam hubungan industrial terjadi dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.
Resolusi, Sosialisasi, edukasi konflik, sesuai UU No 2 Tahun 2004 tentang
Manajemen Konflik perundingan Pembinaan
PPHI, dilakukan penyelesaian konflik secara Penguatan peran pemerintah mencakup dua
hukum. hal. Pertama, pengawasan yang menjamin
Sanksi; Administrasi dan/atau
Sosialisasi,
Pelanggaran
Penindakan
pidana bahwa implementasi kebijakan outsourcing
edukasi
Namun secara empiris memperlihatkan bahwa sesuai yang ketentuan UU No 13 Tahun 2003
PEMERINTAH perselisihan (konflik) dapat berkembang dan regulasi turunannya. Kedua, penindakan
Gambar 5. Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif HI menjadi unjuk rasa (demo) dengan melibatkan terhadap pelanggaran kebijakan outsourcing
unsur-unsur lain yang tidak termasuk dalam dilakukan secara tegas dan adil sesuai ketentuan
hubungan bipartit secara langsung. Kondisi ini yang berlaku. Namun demikian yang paling
Model integrasi manajemen kebijakan Peran dan tanggung jawabnya (accountability) umumnya akan mengganggu ketertiban dan utama dilakukan pemerintah adalah
outsourcing (MIMKO) menekankan pada pengawasan pemerintah terhadap keamanan di masyarakat. Oleh karenanya, penceg ahan deng an pembinaan dan
tatakelola implementasi sistem outsourcing terlaksananya pelaksanaan kebijakan pihak kepolisian sebagai lembaga yang pendidikan karakter.
dalam sistem hubungan industrial. Pemerintah (responsibily). Integrasi manajemen yang bertanggung jawab dalam menjaga ketertiban
melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan dirancang dalam model sebagai solusi dan keamanan masyarakat harus melakukan Penguatan peran serikat pekerja mencakup dua
dan penindakan serta memberikan penanganan ketenagakerjaan di wilayah tindakan penertiban keamanan sesuai dengan hal. Pertama, penyaluran aspirasi pekerja
perlindungan secara setara (fairness) terhadap Kabupaten Bekasi, dimana terjadi surplus hukum yang berlaku. dilakukan untuk kepentingan pekerja serta
perusahaan, pekerja dan serikat pekerja. penawaran tenaga kerja. Hal ini mengarah ke dibangun mekanisme dan tata laksana
Sosialisasi dan edukasi kebijakan dilakukan pasar tenaga kerja yang fleksibel. Dalam sistem 4.5. Implikasi Model penyampaian aspirasi yang santun dan
secara terbuka terhadap perusahaan dan fleksibilitas pasar tenaga kerja (labor market bermartabat serta mengedepankan azas
pekerja, laporan berkala perusahaan sesuai flexibility) cenderung lebih menguntungkan Dalam proses pemodelan teridentifikasi musyawarah dalam penyelesaian konflik.
wajib lapor UU No 7 tahun 1981 per 3 bulan pihak sektor industri (pengusaha). Oleh karena kebenaran model sesuai kriteria, seperti adanya Kedua, pendisiplinan dan penertiban pekerja
yang menginformasikan ketenagakerjaan itu, dalam model manajemen adanya relevansi tujuan yang ingin dicapai, yaitu serta pendidikan karakter, bukan hanya
termasuk transparansi pelaksanaan jaminan penguatan peran dan fungsi perusahaan di mewujudkan sistem hubungan industrial yang menuntuk hak-hak pekerja saja, tetapi juga
sosial tenaga kerja. Dalam hubungan industrial dalam sistem HI yang mengarah pada harmonis untuk mewujudkan trilogi sistem perlu melakukan pembinaan tentang kewajiban
fungsi pemerintah, perusahaan dan serikat pengaturan ekonomi, ketenagakerjaan, dan hubungan industrial bagi para pemangku pekerja.
pekerja dilaksanakan sesuai UU No 13 tahun kesejahteraan. kepentingan.
2003 dengan jelas.

Jurnal Jurnal
90 Manajemen Teknologi 91 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

5. Kesimpulan dan Saran 5.2. Saran Daftar Pustaka Holcomb, T. R., & Hitt, M. A. (2007). Toward a
Model of Strategic Outsourcing. Journal
5.1. Kesimpulan Dari rancangan model yang dihasilkan perlu Atkinson, J. (1984). Flexibility, Uncertainty and of Operations Management, 25 ( 2), 464-481.
tindak lanjut, baik dalam bentuk penelitian Man Power Management. IMS Report No 89. Jackson, M. P. (1992). Industrial Relations. New
(1) Hasil analisis kebijakan menunjukkan lanjutan maupun rencana tindak yang realistis Brighton (GB): Institut of Man Power York: Chapman and Hall Inc
adanya ketidakpatuhan dari partisipasi dapat dilakukan oleh para pemangku Studies. Jepsen, M., & Klammer, U. (2004). Editorial
tripartit dalam menerapkan perundang- kepentingan berikut ini. Bruttel, O. (2005). Contracting-Out and Transfer-European Review of Labour and
undangan yang ada, sehingga mengalami Governance Mechanisms in the Public Research, 10(2), 157-159.
kesulitan pencapaian tujuan Trilogi Sistem (1) Perlunya membuat peraturan kepesertaan Employment Service.[Discussion Paper]. Karthikeyan, S., Bhagat M., & Kannan, N. G.
Hubungan Industrial (kesejahteraan, pekerja dalam kepemilikan perusahaan Bestell-Nr (DK): SPI. (2011). Making the HR Outsourcing
keamanan dan keberlanjutan). sebagai bentuk jaminan sosial (social Checkland, P., & Poulter, J. (2006).Learning for Decision Lessons from The Resource
(2) Secara hirarki pengambilan keputusan security) dan perlindungan terhadap hak- Action.England (GB): John Wiley & Sons Based View of The Firm. IJBIT, 5.
manajemen teridentifikasi prioritas haknya dalam sistem hubungan industrial. Ltd. Lacity, M., Willcocks, L., & Rottman, J. (2008).
alternatif faktor yang mempengaruhi (2) Penekanan nilai bisnis (business value) pada Chung, H. (2007). Flexibility for Employers or Global Outsourcing of Back Office
kebijakan. Pada tingkat strategik, Perusahaan Penyedia Jasa Pekerjaan yang Employees? A New Approach to Examining Services: Lessons, Trends, and Enduring
diperlukan panduan dalam membangun d i d a s a r k a n p a d a s t r u k t u r b i ay a Labour Market Flexibility Across Europe Challenges. Outsourcing: An International
sistem kemitraan harmonis diantara pengelolaan SDM dalam sistem hubungan Using Company Level Data. In: Jorgensen Journal 1 (1), 13-34.
semua elemen yang terlibat dalam industrial yang termasuk capacity building H, Madsen PK. 2007. Flexibility and Lonsdale, C. (1999). Effectively Managing
implementasi kebijakan outsourcing. Pada dan social security. Beyond. Copenhagen (DK): DJOF Vertical Supply Relationships: a Risk
tingkat taktikal, diperlukan upaya (3) Perlunya penguatan fungsi dan peran Publishing. Management Model for Outsourcing.
menciptakan mekanisme penerimaan Lembaga Kerja Sama (LKS) sebagai Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2008). Business Supply Chain Management: An International
lembaga yang sah, profesional dan Resarch Methods. New York: McGraw- Journal 4 (4), 176-83.
kerja dan pengembangan pekerja,
terstruktur dengan keterwakilan para Hill Companies,. Inc. Mangkuprawira, S. (2009). Bisnis, Manajemen,
termasuk pemberian jaminan sosial yang
pemangku kepentingan dalam sistem Dahrendorf, R. (1986). Konflik dan Konflik dan Sumber Daya Manusia. Bogor (ID):
adil dan layak. Pada tingkat operasional
hubungan industrial tripartit. Teraktulaisasinya dalam Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
diperlukan kebijakan yang adil terkait
(4) Koordinasi dan Komunikasi; Pemerintah Industri: Sebuah Analisa-Kritik. Jakarta Marinaccio, L. (1994). Outsourcing: a strategic
dengan mekanisme penyaluran aspirasi,
disarankan berkoordinasi dengan (ID): CV Rajawali. tool for managing human resource.
status pekerja, sistem pengupahan, dan Employee Benefits Journal, 19(1), 39-42.
organisasi Pengusaha (Kadin dan Depnakertrans RI (2011). Peraturan Menteri
kompensasi. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Mason, M. (1981). Challenging Strategic Planning
(3) Model kebijakan yang didukung asumsi Apindo), serikat pekerja-serikat pekerja
Indonesia Nomor: 19/2012 Jakarta (ID): Assumptions. Chichester (GB): John
strategis sebagai penggerak keberhasilan (Konfederasi) melalui LKS Tripartit
Sekretariat Kementerian Tenaga Kerja Wiley & Son.
kebijakan, mencakup: sistem pengawasan secara efektif dan berkala, membahas
dan Transmigrasi. Pasaribu, B. (2007). Sistem Hubungan Industrial.
dan penindakan, sistem informasi dan sistem outsourcing dan PKWT dari sisi
Dettmer, H. W. (2007). The Logical Thinking Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
basis data, adanya LKS bipartit, kebijakan dan implementasi, hukum Pemerintah Republik Indonesia. (2003).
Process: a Systems Approach to Complex
perundingan dalam penyelesaian konflik ketenagakerjaan, sistem jaminan sosial Problem Solving. Milwaukee, Wisconsin Undang-Undang Republik Indonesia
serta pemahaman sistem hubungan diupayakan dimasukan kedalam kebijakan (US): ASQ Quality Press. Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
industrial pra kerja dan pekerja. ekonomi. Embleton, P.R., & Wright, P.C. (1998). A Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
(4) Model Integrasi Manajemen Kebijakan (5) Sinkronisasi; Pemerintah melakukan practical guide to successful outsourcing. Raho, B. ( 2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta
Outsourcing dalam perspektif sistem sinkronisasi kepentingan dan tujuan para Empowerment in Organizations, 6(3), 94- (ID): Prestasi Pustaka Publisher,
hubungan industrial (MIMKO) sebagai pemangku kepentingan, seperti organisasi 106. Rogowski, R. (2007). Flexicurity and Reflexive
sistem manajemen outsourcing terpadu yang pengusaha dan serikat pekerja guna Eriyatno, & Sofyar, F. (2007). Riset Kebijakan: coordination of European social and
melibatkan para pemangku kepentingan mencapai tujuan sistem hubungan Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor Employment Policies. In: Jorgensen H and
dalam perencanaan, yaitu pengawasan, industrial yang harmonis. (ID): IPB Press. Madsen PK. 2007. Flexibility and
pembinaan dan penindakan untuk (6) Integrasi; Pemerintah Daerah melalui Eriyatno. (2012). Ilmu Sistem: Meningkatkan Beyond. Copenhagen (DK): DJOF
minimalisasi konflik. dinas tenaga kerja kabupaten Bekasi Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid Satu, Publishing.
disarankan membangun database dan Edisi keempat. Larasati L, editor. Surabaya Saaty, T. L. (2003). The Analytic Hierarchy Process.
sistem informasi yang terintegrasi yang (ID): Penerbit Guna Widya. Beccles Sufolk (US): Mc graw-Hill Inc.
berbasis teknologi informasi. Integrasi Eriyatno. (2013). Ilmu Sistem: Meningkatkan Salamon, M. (2000). Industrial Relations, Theory
sistem yang digunakan sebagai proses Integrasi dan Koordinasi Manajemen. Jilid and Practice. 4th Edition. US: Prentice
evaluasi implementasi kebijakan serta Dua, Edisi pertama. Larasati L, editor. Hall.
pengawasan, pembinaan dan penindakan. Surabaya (ID): Penerbit Guna Widya.

Jurnal Jurnal
92 Manajemen Teknologi 93 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

5. Kesimpulan dan Saran 5.2. Saran Daftar Pustaka Holcomb, T. R., & Hitt, M. A. (2007). Toward a
Model of Strategic Outsourcing. Journal
5.1. Kesimpulan Dari rancangan model yang dihasilkan perlu Atkinson, J. (1984). Flexibility, Uncertainty and of Operations Management, 25 ( 2), 464-481.
tindak lanjut, baik dalam bentuk penelitian Man Power Management. IMS Report No 89. Jackson, M. P. (1992). Industrial Relations. New
(1) Hasil analisis kebijakan menunjukkan lanjutan maupun rencana tindak yang realistis Brighton (GB): Institut of Man Power York: Chapman and Hall Inc
adanya ketidakpatuhan dari partisipasi dapat dilakukan oleh para pemangku Studies. Jepsen, M., & Klammer, U. (2004). Editorial
tripartit dalam menerapkan perundang- kepentingan berikut ini. Bruttel, O. (2005). Contracting-Out and Transfer-European Review of Labour and
undangan yang ada, sehingga mengalami Governance Mechanisms in the Public Research, 10(2), 157-159.
kesulitan pencapaian tujuan Trilogi Sistem (1) Perlunya membuat peraturan kepesertaan Employment Service.[Discussion Paper]. Karthikeyan, S., Bhagat M., & Kannan, N. G.
Hubungan Industrial (kesejahteraan, pekerja dalam kepemilikan perusahaan Bestell-Nr (DK): SPI. (2011). Making the HR Outsourcing
keamanan dan keberlanjutan). sebagai bentuk jaminan sosial (social Checkland, P., & Poulter, J. (2006).Learning for Decision Lessons from The Resource
(2) Secara hirarki pengambilan keputusan security) dan perlindungan terhadap hak- Action.England (GB): John Wiley & Sons Based View of The Firm. IJBIT, 5.
manajemen teridentifikasi prioritas haknya dalam sistem hubungan industrial. Ltd. Lacity, M., Willcocks, L., & Rottman, J. (2008).
alternatif faktor yang mempengaruhi (2) Penekanan nilai bisnis (business value) pada Chung, H. (2007). Flexibility for Employers or Global Outsourcing of Back Office
kebijakan. Pada tingkat strategik, Perusahaan Penyedia Jasa Pekerjaan yang Employees? A New Approach to Examining Services: Lessons, Trends, and Enduring
diperlukan panduan dalam membangun d i d a s a r k a n p a d a s t r u k t u r b i ay a Labour Market Flexibility Across Europe Challenges. Outsourcing: An International
sistem kemitraan harmonis diantara pengelolaan SDM dalam sistem hubungan Using Company Level Data. In: Jorgensen Journal 1 (1), 13-34.
semua elemen yang terlibat dalam industrial yang termasuk capacity building H, Madsen PK. 2007. Flexibility and Lonsdale, C. (1999). Effectively Managing
implementasi kebijakan outsourcing. Pada dan social security. Beyond. Copenhagen (DK): DJOF Vertical Supply Relationships: a Risk
tingkat taktikal, diperlukan upaya (3) Perlunya penguatan fungsi dan peran Publishing. Management Model for Outsourcing.
menciptakan mekanisme penerimaan Lembaga Kerja Sama (LKS) sebagai Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2008). Business Supply Chain Management: An International
lembaga yang sah, profesional dan Resarch Methods. New York: McGraw- Journal 4 (4), 176-83.
kerja dan pengembangan pekerja,
terstruktur dengan keterwakilan para Hill Companies,. Inc. Mangkuprawira, S. (2009). Bisnis, Manajemen,
termasuk pemberian jaminan sosial yang
pemangku kepentingan dalam sistem Dahrendorf, R. (1986). Konflik dan Konflik dan Sumber Daya Manusia. Bogor (ID):
adil dan layak. Pada tingkat operasional
hubungan industrial tripartit. Teraktulaisasinya dalam Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
diperlukan kebijakan yang adil terkait
(4) Koordinasi dan Komunikasi; Pemerintah Industri: Sebuah Analisa-Kritik. Jakarta Marinaccio, L. (1994). Outsourcing: a strategic
dengan mekanisme penyaluran aspirasi,
disarankan berkoordinasi dengan (ID): CV Rajawali. tool for managing human resource.
status pekerja, sistem pengupahan, dan Employee Benefits Journal, 19(1), 39-42.
organisasi Pengusaha (Kadin dan Depnakertrans RI (2011). Peraturan Menteri
kompensasi. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Mason, M. (1981). Challenging Strategic Planning
(3) Model kebijakan yang didukung asumsi Apindo), serikat pekerja-serikat pekerja
Indonesia Nomor: 19/2012 Jakarta (ID): Assumptions. Chichester (GB): John
strategis sebagai penggerak keberhasilan (Konfederasi) melalui LKS Tripartit
Sekretariat Kementerian Tenaga Kerja Wiley & Son.
kebijakan, mencakup: sistem pengawasan secara efektif dan berkala, membahas
dan Transmigrasi. Pasaribu, B. (2007). Sistem Hubungan Industrial.
dan penindakan, sistem informasi dan sistem outsourcing dan PKWT dari sisi
Dettmer, H. W. (2007). The Logical Thinking Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
basis data, adanya LKS bipartit, kebijakan dan implementasi, hukum Pemerintah Republik Indonesia. (2003).
Process: a Systems Approach to Complex
perundingan dalam penyelesaian konflik ketenagakerjaan, sistem jaminan sosial Problem Solving. Milwaukee, Wisconsin Undang-Undang Republik Indonesia
serta pemahaman sistem hubungan diupayakan dimasukan kedalam kebijakan (US): ASQ Quality Press. Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
industrial pra kerja dan pekerja. ekonomi. Embleton, P.R., & Wright, P.C. (1998). A Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
(4) Model Integrasi Manajemen Kebijakan (5) Sinkronisasi; Pemerintah melakukan practical guide to successful outsourcing. Raho, B. ( 2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta
Outsourcing dalam perspektif sistem sinkronisasi kepentingan dan tujuan para Empowerment in Organizations, 6(3), 94- (ID): Prestasi Pustaka Publisher,
hubungan industrial (MIMKO) sebagai pemangku kepentingan, seperti organisasi 106. Rogowski, R. (2007). Flexicurity and Reflexive
sistem manajemen outsourcing terpadu yang pengusaha dan serikat pekerja guna Eriyatno, & Sofyar, F. (2007). Riset Kebijakan: coordination of European social and
melibatkan para pemangku kepentingan mencapai tujuan sistem hubungan Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor Employment Policies. In: Jorgensen H and
dalam perencanaan, yaitu pengawasan, industrial yang harmonis. (ID): IPB Press. Madsen PK. 2007. Flexibility and
pembinaan dan penindakan untuk (6) Integrasi; Pemerintah Daerah melalui Eriyatno. (2012). Ilmu Sistem: Meningkatkan Beyond. Copenhagen (DK): DJOF
minimalisasi konflik. dinas tenaga kerja kabupaten Bekasi Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid Satu, Publishing.
disarankan membangun database dan Edisi keempat. Larasati L, editor. Surabaya Saaty, T. L. (2003). The Analytic Hierarchy Process.
sistem informasi yang terintegrasi yang (ID): Penerbit Guna Widya. Beccles Sufolk (US): Mc graw-Hill Inc.
berbasis teknologi informasi. Integrasi Eriyatno. (2013). Ilmu Sistem: Meningkatkan Salamon, M. (2000). Industrial Relations, Theory
sistem yang digunakan sebagai proses Integrasi dan Koordinasi Manajemen. Jilid and Practice. 4th Edition. US: Prentice
evaluasi implementasi kebijakan serta Dua, Edisi pertama. Larasati L, editor. Hall.
pengawasan, pembinaan dan penindakan. Surabaya (ID): Penerbit Guna Widya.

Jurnal Jurnal
92 Manajemen Teknologi 93 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014 Vol.13 | No.1 | 2014
Riyanto dkk /Perancangan Model Integrasi Manajemen Kebijakan Outsourcing dalam Perspektif Hubungan Industrial

Sheehan C., Nelson, L., & Holland, P. (2002).


Human Resource Management And
Outsourcing: The Impact Of Using
Consultants. International Journal of
Employment Studies, 10 (1).
Sutedi, A. (2009). Hukum Perburuhan. Jakarta
(ID): Sinar Grafika.
Suwarto. (2000). Prinsip-prinsip Dasar Hubungan
Industrial. Unpublished.
Tjandraningsih, I., Herawati, R., & Suhadmadi.
(2010). Diskriminatif dan Eksploitatif
Praktik Kerja Kontrak dan Outsourcing
Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia.
Jakarta (ID): AKATIGA-FSPMI-FES.
Desember.
Toha, S. (2010). Laporan Akhir Penelitian Hukum
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Jakar ta (ID): BPHN
Kementrian Hukum dan HAM RI.
Tunggal, A.W. (2008). Outsourcing Konsep dan
Kasus. Jakarta (ID): Harvarindo.
Utama, M. (2004). Komite Audit, Good
Corporate Governance dan
pengungkapan infor masi. Jur nal
Akutansi dan Keuangan Indonesia.
Departemen Akutansi FEUI. 1, 61-79.
Winardi, J. (2007). Teori Organisasi dan
Pengorganisasian. Jakarta (ID): PT
RajaGrafindo Persada. Edisi 1. Cetakan
Keempat
Wirawan. (2010). Konflik dan Manajemen Konflik.
Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta (ID):
Salemba Empat.

Jurnal
94 Manajemen Teknologi
Vol.13 | No.1 | 2014

Вам также может понравиться