Вы находитесь на странице: 1из 12

Naskah Asli

Naskah Asli

Perbandingan Penggunaan Obat Rasional Berdasarkan Indikator WHO di Puskesmas


Kecamatan antara Kota Depok dan Jakarta Selatan

Widya Kardela1, Retnosari Andrajati1, Sudibyo Supardi2


1
Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
2
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes, Kemenkes RI
email widyakardela@gmail.com

Diterima : 23 Januari 2014 Direvisi : 13 Maret 2014 Disetujui : 2 Juni 2014

Abstract

Procurement and distribution of drugs to community health centers generally performed by health office
districts, such as Depok City, but in the province of Jakarta conducted by the community health centers in sub
district. The purpose of the study was to compare the rational drug use among community health centers in the
district of Depok City and South Jakarta. This study used a cross-sectional design conducted in treatment and
non- treatment community health centers in District X Depok City and district Y South Jakarta period March-
October 2011. Rational drug use data was collected in accordance with WHO procedure. Data was analyzed by
Kruskal Walis test. Conclusion of the study shows that rational drug use based on prescribing indicators in
community health centers in Depok City relatively better than South Jakarta, but no statistically significant (p>
0.05). Rational drug use based on patient care indicators in community health center South Jakarta is relatively
better than Depok city, however, showed no statistically significant (p> 0.05). In contrast to the indicator of
drug preparation time in health centers Depok relatively faster than South Jakarta, showed statistically
significant (p <0.05). Rational drug use based on the indicator of national essential drugs list availability
between sub-district health center in South Jakarta and Depok City is no different, but the indicators of essential
drugs availability in community health centers in Depok City only 95% (not complete).

Keywords : Rational drug use, Community health centers, WHO indicators

Abstrak

Pengadaan dan pendistribusian obat untuk puskesmas umumnya dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota,
misalnya Kota Depok, tetapi di Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh puskesmas kecamatan.Tujuan penelitian
adalah membandingkan Penggunaan Obat Rasional di puskesmas kecamatan antara Kota Depok dan Kota
Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang dilakukan pada puskesmas perawatan dan
non perawatan di Kecamatan X Kota Depok dan puskesmas perawatan dan non perawatan di kecamatan Y Kota
Jakarta Selatan pada bulan Maret sampai Oktober 201. Analisis data menggunakan uji Kruskal Walis.
Kesimpulan penelitian menunjukkan Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator peresepan di puskesmas
Kota Depok relatif lebih baik daripada Kota Jakarta Selatan, namun secara statistik tidak menunjukkan
perbedaan bermakna (p>0,05). Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator pelayanan pasien di puskesmas
kecamatan Kota Jakarta Selatan relatif lebih baik daripada Kota Depok, namun secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). Sebaliknya pada indikator rerata waktu penyiapan obat di
puskesmas Kota Depok lebih cepat daripada Kota Jakarta Selatan, secara statistik menunjukkan perbedaan
bermakna (p = 0,002<0,05). Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator ketersediaan DOEN/ Formularium
antara puskesmas di kecamatan Kota Depok dan Jakarta Selatan tidak berbeda, tetapi pada indikator
ketersediaan obat penting di puskesmas perawatan Kota Depok hanya 95% (kurang lengkap).

Kata kunci : Penggunaan obat rasional, Puskesmas, Indikator WHO

91
97
Pendahuluan diharapkan, yaitu penurunan kualitas terapi
Undang-undang Republik Indonesia yang dapat meningkatkan angka mor-
nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan biditas dan mortalitas, sumber daya yang
menyebutkan bahwa Penggunaan obat tersia-sia yang dapat mengurangi ke-
harus dilakukan secara rasional.1 Peng- tersediaan obat dan meningkatkan biaya
gunaan obat dikatakan rasional apabila pengobatan, resiko efek yang tidak
pasien menerima pengobatan sesuai diinginkan mencetuskan terjadinya reaksi
dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tidak diinginkan serta resistensi
yang sesuai, dalam periode waktu yang bakteri, dan dampak psikososial yang
adequate dan dengan biaya yang ter- mengakibatkan ketergantungan pasien
jangkau oleh masyarakat. Alasan peng- terhadap obat yang tidak diperlukan.3
gunaan obat rasional adalah untuk mening- Penilaian penggunaan obat rasional
katkan efektivitas dan efisiensi belanja ditinjau dari tiga indikator utama yaitu
obat yang merupakan salah satu upaya cost peresepan, pelayanan pasien dan fasilitas
effective medical interventions. Selain itu kesehatan.4 Indikator ini dapat dipakai
untuk mempermudah akses masyarakat secara cepat untuk menilai penggunan obat
memperoleh obat dengan harga yang rasional di unit pelayanan, membanding-
terjangkau, mencegah dampak peng- kan antar unit, atau menilai perubahan
gunaan obat yang tidak tepat yang dapat sesudah intervensi. Indikator ini sudah
membahayakan pasien dan meningkatkan diuji cobakan di 12 negara berkembang
kepercayaan pasien terhadap mutu pe- dan terbukti dapat dipakai untuk tujuan
layanan kesehatan.2 pemantauan tersebut.5 Penggunaan ketiga
indikator tersebut sebagai berikut :4
Penggunaan obat yang tidak rasional
dapat berakibat pada hal yang tidak

INDIKATOR PARAMETER

1. Peresepan Rerata jumlah obat yang diresepkan per pasien


Persentase obat generik yang diresepkan per pasien
Persentase antibiotika yang diresepkan per pasien
Persentase injeksi yang diresepkan per pasien
Persentase obat dari DOEN yang diresepkan
2. Pelayanan pasien Rerata waktu konsultasi
Rerata waktu penyiapan obat
Persentase obat yag diresepkan secara actual
Persentase obat dengan pelabelan cukup
Persentase pasien yang memahami regimen obat
3. Fasilitas kesehatan Ketersediaan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
Ketersediaan obat penting

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.3.2.2014 : 91-102


92 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)

Pada tahun 1993 peresepan di ada.7 Ketidaktepatan penggunaan obat


Indonesia masih dikategorikan tidak rasio- pada tingkat puskesmas dapat berakibat
nal karena masih tingginya poli-farmasi merugikan bagi kalangan luas ma-
(3,5 obat per pasien), penggunaan anti- syarakat. Hal tersebut karena banyak
biotik yang berlebihan (43,0%), serta masyarakat kalangan menengah ke bawah
penggunaan injeksi yang berlebihan (10- yang merupakan mayoritas penduduk
80%).5 Penggunaan obat rasional dapat Indonesia yang memilih pelayanan ke-
diperbaiki mutunya antara lain melalui sehatan di puskesmas.
upaya pengelolaan obat (managerial
strategies) yang mencakup perbaikan Di DKI Jakarta, fungsi instalasi far-
sistem suplai (proses seleksi dan masi dalam pengelolaan obat dilakukan
pengadaan obat), kemudian sistem oleh apoteker di setiap puskesmas
peresepan dan dispensing obat. kecamatan.8 Perbedaan kebijakan pe-
ngelolaan obat pada Dinas Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI belum (Kota Depok) dan puskesmas kecamatan
memiliki standar dalam penggunaan obat di DKI Jakarta memungkinkan terjadinya
rasional di puskesmas, tetapi hanya perbedaan dalam penggunaan obat
memiliki target berdasarkan indikator rasional. Tujuan penelitian adalah mem-
peresepan WHO, yaitu: 6 bandingkan penggunaan obat rasional
a. Rerata jumlah obat tiap pasien: 2,6. berdasarkan indikator WHO antara Pus-
b. Persentase obat generik yang di- kesmas di kecamatan Kota Depok dan
resepkan: 100%. Kota Jakarta Selatan.
c. Persentase peresepan antibiotik pada Metode
ISPA non pneumonia: 20%.
Penelitian ini menggunakan ran-
d. Persentase peresepan antibiotik pada
cangan potong lintang (cross sectional).
diare non spesifik: 8%.
Tempat penelitian adalah satu puskesmas
e. Persentase injeksi pada myalgia: 1%.
perawatan dan satu puskesmas non
f. Persentase obat yang diresepkan dari
perawatan di Kecamatan X Kota Depok
DOEN: 100%. dan di kecamatan Y Kota Jakarta Selatan,
Ketidaktepatan penggunaan obat di selama bulan Maret Oktober 2011. Cara
puskesmas dapat merugikan masyarakat. pengumpulan data dilakukan sesuai
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota wajib prosedur WHO sebagai berikut.9 Sampel
menyediakan obat esensisal dengan nama indikator peresepan diambil 150 resep di
generik untuk kebutuhan puskesmas dan lokasi penelitian periode bulan Januari
unit pelaksana teknis lainnya sesuai ke- Desember 2010 yang mewakili seluruh
butuhan. Salah satu UPT (unit pelaksana dokter/penulis resep di setiap puskesmas
Teknis) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan systematic random sam-
adalah instalasi farmasi (dulu bernama pling. Kriteria inklusi adalah resep pasien
gudang farmasi Kabupaten/Kota) yang rawat jalan yang lengkap, yaitu memiliki
berfungsi sebagai pengelola obat di data tanggal resep, nama pasien, umur
Kabupaten/ Kota. puskesmas sebagai pasien, jenis kelamin pasien, nama obat,
salah satu lini terdepan pelayanan ke- dosis obat dan jumlah obat. Sampel
sehatan bagi masyarakat Indonesia sudah indikator pelayanan pasien adalah pasien
seharusnya menerapkan penggunaan obat berumur 18 tahun yang berobat di poli
yang rasional sesuai standar yang umum dan mendapat resep, yang diambil

93
97
dengan cara systematic random sampling, persentase obat generik, persentase anti-
sebesar 30 pasien per puskesmas. Juga biotik, persentase injeksi dan persentase
semua tenaga petugas obat di lokasi obat dari DOEN. Rerata jumlah obat
penelitian periode Maret-Juni 2011. perpasien pada keempat puskesmas
Pengumpulan data dilakukan dengan tertinggi di puskesmas non perawatan
metode wawancara dan observasi lama sebesar 4,09 dan terendah di puskesmas
konsultasi medis, lama penyiapan obat, non perawatan 3,85. Persentase obat
penyerahan obat aktual dan pelabelan generik terbesar pada puskesmas pe-
cukup. Sampel indikator fasilitas ke- rawatan sebesar 99,15%. Peresepan obat
sehatan adalah ketersedian formula- generik terbesar pada puskesmas pe-
rium/Daftar Obat Esensial Nasional rawatan sebesar 99,15%. Peresepan
(DOEN) yang terdapat di puskesmas serta antibiotik terbesar pada puskesmas pe-
menghitung ketersedian obat penting yang rawatan sebesar 56,0% dan terendah pada
ada di puskesmas berdasarkan indikator puskesmas non perawatan sebesar 32,67%.
obat. Pengumpulan data secara retros- Peresepan obat injeksi di empat puskesmas
pektif. Analisis data statistik meng- sebesar 0,0%. Rerata peresepan obat dari
gunakan uji Mann Whitney. DOEN tertinggi di puskesmas non
perawatan 90,47%. Rerata jumlah obat
Hasil dan Pembahasan
per pasien dan persentase antibiotik dalam
Indikator peresepan resep di puskesmas Kota Depok relatif
Penggunaan obat rasional berdasar- lebih rendah (lebih rasional) daripada Kota
kan indikator peresepan di puskesmas Jakarta Selatan. Persentase obat generik
perawatan dan non perawatan dapat dilihat dalam resep dan persentase obat yang
pada tabel di bawah ini. sesuai DOEN relatif lebih tinggi (lebih
rasional) di puskesmas Kota Depok
Tabel di tersebut menunjukkan indi- daripada Jakarta Selatan. Peresepan obat
kator kerasionalan peresepan, yang terdiri injeksi di empat puskesmas sebesar 0,0%
dari rerata jumlah obat per pasien, menunjukkan penggunaan obat rasional.

Tabel 1. Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator peresepan di


Puskesmas Kota Depok dan Jakarta Selatan, 2011

Puskesmas di Kota Depok Puskesmas di Jakarta Selatan


Indikator Peresepan Perawatan Non perawatan Perawatan Non perawatan
1. Rerata jumlah obat 3,94 3,85 3,97 4,09
per resep
2. % Obat Generik 99,15 98,44 96,64 97,07

3. % Antibiotik 51,33 51,33 56,00 32,67

4. % Injeksi 0 0 0 0
5. % Obat dari DOEN 89,51 90,47 88,24 85,67

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.3.2.2014 : 91-102


94 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)

Rerata jumlah obat per resep memilih dokter yang akan meresepkan
Rerata jumlah obat per resep tertinggi di banyak obat dengan keyakinan bahwa
puskesmas non perawatan Jakarta Selatan dokter tersebut lebih mengetahui terapi
(4,09) dan terendah di puskesmas non untuk penyakitnya.11 Pasien akan memiliki
kecenderungan keyakinan bahwa ada obat
perawatan Depok (3,85). Dibandingkan
untuk semua penyakit sehingga mereka
dengan target kerasionalan peresepan Ke-
akan menuntut obat yang berbeda-beda
menkes RI sebesar 2,6, angka ini melebihi
untuk berbagai gejala yang mereka
target. Hasil yang didapat tidak jauh beda
keluhkan.13
dengan penelitian di Indonesia tahun 1993
sebesar 3,3, cukup tinggi dibandingkan Persentase obat generik
negara lain seperti Malaysia, India, Kam- Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun
boja, Yemen dan Jordania rerata jumlah 2010 menyatakan adanya kewajiban
obat perresep berkisar 2,6. Namun di- penulisan resep obat generik oleh dokter di
bandingkan dengan standar WHO sebesar fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.14
1,6-1,8, hasil penelitian menunjukan Namun hasil penelitian ini menunjukan
memungkinkan adanya polifarmasi.4 bahwa tingkat peresepan obat generik yang
Masalah polifarmasi terjadi ke- terbesar ada di puskesmas perawatan di
mungkinan disebabkan pola terapi dokter Kota Depok (99,15%) sedangkan persen-
diberikan dengan fokus gejala bukan tase terendah ada di Puskesmas perawatan
diagnosis. Tekanan dari pasien yang di Jakarta Selatan (96,64%). Persentase
menginginkan cepat hilangnya gejala peresepan obat generik di empat Pus-
penyakit juga dapat mendorong dokter kesmas tidak jauh berbeda dengan hasil
untuk meresepkan banyak obat seperti penelitian sebelumnya sebesar 98,82%.15
analgesik dan antibiotika.13 Dampak eko-
Pengadaan obat di puskesmas pe-
nomi dari tingginya polifarmasi di pus-
rawatan dan non perawatan di Jakarta
kesmas tidak dirasakan secara langsung Selatan mengacu pada Formularium Obat
oleh masyarakat. Hal tersebut dikarenakan
puskesmas yang bertujuan mengefektivitas
pasien hanya membayar Rp. 2.000, pengadaan obat, maka obat yang diizinkan
selanjutnya pasien tidak membayar lagi
untuk diadakan minimal 85% obat 0078
untuk obat yang akan ditebusnya di loket
generik dan maksimal 15% untuk obat
obat puskesmas. Semakin tinggi tingkat dengan nama dagang atau obat tradisional
polifarmasi berarti semakin banyak jum-
yang telah teruji secara klinis.8 Hal ini
lah obat yang harus disediakan di pus- yang menyebabkan peresepan obat generik
kesmas. Hal tersebut berakibat pada tidak 100% di puskesmas perawatan dan
bertambahnya biaya yang digunakan untuk non perawatan di Jakarta Selatan.
pengadaan obat. Peningkatan biaya pe-
ngadaan obat yang menggunakan dana Sistem pengadaan obat di Dinkes Kota
APBN dan APBD secara tidak langsung Depok dilakukan melalui tender atau
dapat menambah beban ekonomi masya- pelelangan umum yang diikuti oleh
rakat melalui peningkatan target penerima- pedagang besar farmasi. Tersedianya obat
an pajak pemerintah.Selain dampak dengan nama merek dagang di Puskesmas
ekonomi, penggunaan obat yang ber- dapat terjadi akibat adanya kekosongan
lebihan juga dapat menstimulasi per- obat generik di pasaran saat dilakukan
mintaan pasien untuk diberikan banyak tender. Namun demikian Dinas Kesehatan
obat.3 Jika pasien terbiasa mendapatkan Kota Depok tetap melakukan pengadaan
jumlah obat yang banyak maka pasien obat generik karena ingin memenuhi target
akan memiliki kecenderungan untuk Kemenkes RI yaitu 100% obat generik di
Puskesmas.

95
97
Peresepan antibiotik untuk menghindari akibat yang tidak
Peresepan antibiotik pada Puskesmas diinginkan.
perawatan non perawatan di Jakarta Peresepan injeksi
Selatan cukup berbeda. Persentase
Pada umumnya sediaan injeksi di
tertinggi peresepan antibiotik ada di
puskesmas banyak digunakan untuk pro-
Puskesmas perawatan Jakarta Selatan
gram keluarga berencana. Pada pelayanan
(56,00%) sedangkan yang terendah ada di
poli umum, dapat dikatakan bahwa tidak
Puskesmas non perawatan Jakarta Selatan
ada peresepan injeksi. Pada Puskesmas
(32,67%). Data tersebut tidak lebih baik
perawatan Jakarta sediaan injeksi hanya
dibandingkan yang terjadi di Indonesia
tersedia di ruangan praktek dokter, jadi
tahun 1993 yaitu 43,0%.5 Data dari negara
tidak diresepkan. Hasil penelitian
lain menunjukkan penggunaan antibiotik
menunjukan bahwa tidak ada peresepan
yang tinggi adalah 60,9% di India, 66,0%
injeksi di empat puskesmas. Hal tersebut
di Kamboja, 66,2% di Yemen dan di
sangat berbeda dengan hasil penelitian di
Malaysia lebih rendah dibandingkan
Indonesia pada tahun 1993 yaitu tingkat
negara lain yaitu 23,2%.11,12,13 Menurut
peresepan injeksi dikategorikan tidak tepat
WHO, peresepan antibiotik untuk negara
dan berlebihan (10-80%).5Pemerintah
yang lazim dengan penyakit infeksi Indonesia perlahan-lahan melakukan
diharapkan antara 15% - 20%.4 intervensi untuk mengurangi peresepan
Peresepan antibiotik yang berlebihan injeksi di puskesmas. Faktor-faktor yang
kemungkinan dikarenakan estimasi ber- dapat mempengaruhi penurunan tingkat
lebihan terhadap keparahan penyakit dan peresepan injeksi adalah:
keinginan dokter maupun pasien agar a. Intervensi pemerintah. Pemerintah
gejalapenyakit cepat hilang.13 Dari ber-
berperan besar dalam menekan
bagai pendekatan yang dilakukan untuk tingginya tingkat peresepan injeksi
meningkatkan kerasionalan penggunaan melalui penetapan standar terapi,
obat, terlihat banyaknya faktor yang regulasi pengadaan obat dan pe-
mempengaruhi peresepan anti-biotik se- ningkatan pengetahuan tenaga ke-
perti kurangnya pengetahuan dan kebiasa- sehatan.10
an dalam meresepkan obat.10 Pemerintah b. Peningkatan pengetahuan dokter dan
sudah membuat Pedoman Pengobatan masyarakat Indonesia. Pengetahuan
Dasar di Puskesmas (2007), yang me- masyarakat tidak lagi terbatas bahwa
rupakan salah satu perangkat untuk berobat ke dokter harus disuntik jika
tercapainya penggunaan obat rasional dan ingin sembuh.
salah satu manfaatnya yaitu pasien hanya
memperoleh obat yang dibutuhkan, namun Perkembangan dunia farmasi di Indonesia.
masih belum terlaksana pengobatan yang Perkembangan farmasi di Indonesia me-
mengacu pada Pedoman Pengobatan Dasar nyebabkan adanya peningkatan pilihan
di Puskesmas.16 Akibat yang paling sediaan obat yang beredar. Dengan de-
dikhawatirkan dari peresepan antibiotik mikian, sediaan obat yang beredar tidak
yang berlebihan adalah terjadinya lagi terbatas pada sediaan injeksi. Ke-
resistensi terhadap antibiotik. Resistensi tersediaan obat berpengaruh terhadap
anti-biotik dapat mengakibatkan dampak peresepan obat.16
yang merugikan baik dari segi ekonomi Persentase obat dari DOEN
(bertambahnya biaya terapi) maupun klinis
(bertambahnya keparahan penyakit).4,5 Secara keseluruhan dari hasil pe-
Oleh sebab itu persentase peresepan nelitian persentase peresepan obat dari
antibiotik diharapkan serendah mungkin DOEN berkisar antara 85,67% sampai
90,47% yang masih di bawah target

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.3.2.2014 : 91-102


96 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)

Kemenkes RI sebesar 100%. Penerapan persentasenya 97,22%, negara Malaysia


DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan yang persentasenya 100% dan 99,7% di
ketepatan, keamanan, kerasional peng- Kamboja maka nilai persentase yang
gunaan dan pengelolaan obat yang sekali- didapat dari hasil penelitian masih
gus meningkatkan daya guna dan hasil rendah.12 Namun lebih baik dibandingkan
guna biaya yang tersedia sebagai salah dengan negara India sebesar 66.9% dan
satu langkah untuk memperluas, me- Yemen sebesar 81.2%.11,13 Tabel 2
meratakan dan meningkatkan mutu pe- menunjukkan tidak ada perbedaan ber-
layanan kesehatan kepada masyarakat.17 makna pada indikator peresepan di pus-
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurang- kesmas kecamatan antara Kota Depok dan
nya pemanfaatan obat esensial adalah Jakarta Selatan, yang mencakup rerata
peresepan obat esensial yang kurang, jumlah obat yang diresepkan per pasien
ketersediaannya yang tidak lengkap, (p=0,239 >0.05), persentase obat generik
komitmen pemerintah yang kurang yang diresepkan (p=0,754 > 0,05),
berpihak pada pelayanan tetapi pada persentase antibiotik yang diresepkan (p =
sumber pendapatan asli daerah dan 0,354 > 0,05), persentase injeksi yang
promosi obat non esensial yang gencar.17 diresepkan (p = 1,00 > 0,05), dan persen-
Jika dibandingkan dengan penelitian di tase obat dari DOEN yang diresepkan (p =
Indonesia tahun 2006 yang rerata 0,590 > 0,05).

Tabel 2. Hasil uji Mann-Whitney indikator peresepan pada puskesmas


perawatan di Kota Depok dan Jakarta Selatan, 2011

Indikator Peresepan Puskesmas perawatan


p
Kota Depok Jakarta Selatan
Rerata jumlah obat per pasien 145,04 155,96 0,239
% Obat Generik dari total 149,06 151,94 0,754
% Antibiotik 146,50 154,50 0,354
% Obat Injeksi 150,50 150,50 1,000
% Obat dari DOEN 147,94 153,06 0,590

Tabel 3. Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator pelayanan pasien di


puskesmas Kota Depok dan Jakarta Selatan, 2011

Puskesmas di Kota Depok Puskesmas di Jakarta Selatan


Indikator Pelayan
Perawatan Non perawatan perawatan Non perawatan
Pasien
1. Rerata waktu 185,93 dtk 239,63 dtk 202,17 dtk 244,7 dtk
konsultasi
2. Rerata waktu 9,06 mnt 8,433 mnt 12,06 mnt 7,9 mnt
penyiapan obat
3. % Obat yang disiap 97,56% 100% 99,11% 100%
kan secara aktual
4. % Obat dengan 43,33% 36,67% 60% 53,33%
pelabelan yang cukup
5. % Pasien yang paham 63,33% 43,33% 66,67% 60%
regimen obat

97
97
Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney indikator pelayanan pasien pada puskesmas
perawatan di Kota Depok dan Jakarta Selatan, 2011

Indikator Peresepan Puskesmas Perawatan p


Kota Depok Jakarta Selatan
1. Rerata waktu 29,40 dtk 31,60 dtk 0,626
konsultasi
2. Rerata waktu 23,72 mnt 37,28 mnt 0,002
penyiapan obat
3. % Obat yang disiap 33,78 27,22 0,109
kan secara actual
4. % Obat dengan 28,00 33,00 1,200
pelabelan cukup
5. % Pasien yang paham 30,00 31,00 0,788
regimen obat

Indikator pelayanan pasien tinggi (lebih rasional) daripada kota


Depok, tetapi rerata waktu penyiapan obat
Penggunaan obat rasional berdasarkan lebih cepat di puskesmas Kota Depok.
indikator pelayanan pasien di puskesmas
Kota Depok dan Jakarta Selatan dapat Tabel 4 menunjukkan tidak ada per-
dilihat pada tabel di bawah ini. bedaan bermakna pada indikator pe-
layanan pasien di puskesmas kecamatan
Tabel 4 menunjukkan indikator pe- antara Kota Depok dan Jakarta Selatan,
layanan pasien, yang terdiri dari rerata kecuali pada rerata waktu penyiapan obat
waktu konsultasi, rerata waktu penyiapan di puskesmas Kota Depok lebih cepat
obat, persentase obat yang disiapkan secara bermakna (p = 0,002 < 0,05).
secara aktual, persentase obat dengan
pelabelan cukup dan persentase pasien Rerata waktu konsultasi
yang paham regimen obat. Rerata waktu Indikator pelayan pasien terkait rerata
penyiapan obat tertinggi pada pus-kesmas waktu konsultasi di empat puskesmas
perawatan sebesar 12,67 menit dan te- berkisar antara 186 - 245 detik. Hasil ini
rendah pada puskesmas non perawatan. tidak jauh berbeda dengan penelitian di
Prosentase obat dengan pelabelan pe- Indonesia tahun 1993 rerata waktu
labelan yang tertinggi sebesar 60,0% dan konsultasi sebesar 3 menit dan di India
terendah pada puskesmas non perawatan tahun 2002 rerata waktu konsultasi sebesar
sebesar 36,67%. Presentase pasien yang 4,43 menit.4,13 Waktu konsultasi yang
paham regimen obat puskesmas perawatan cepat dapat membuat informasi yang
sebesar 66,67% dan terendah pada pus- diterima mengenai pengobatan tidak cukup
kesmas perawatan sebesar 43,33%. Per- jelas bagi pasien.12 Ketersedian tenaga
sentase obat yang disiapkan secara aktual, medis dan jumlah pasien yang berobat
persentase obat dengan pelabelan cukup setiap harinya mempengaruhi lamanya
dan persentase pasien yang paham regimen waktu konsultasi. Puskesmas tingkat
obat di puskesmas Jakarta Selatan relatif kecamatan memiliki tenaga medis dan
lebih jumlah pasien yang lebih banyak daripada

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia.


Vol.3.2.2014 : 91-102
98 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)

tingkat kelurahan. Hal ini dapat dilihat persediaan obat dan obat pengganti habis
dengan adanya perbedaan yang nyata pada saat bersamaan dan obat yang
rerata waktu konsultasi pada Puskesmas diresepkan lupa diserahkan mungkin
perawatan Depok dan non perawatan serta karena ketidaktelitian petugas saat
pada Puskesmas perawatan Jakarta dan mengerjakan resep.
non perawatan.
Persentase obat dengan pelabelan cukup
Rerata waktu penyiapan obat
Rerata persentase obat dengan
Waktu penyiapan obat menunjukan pelabelan cukup di empat puskesmas
durasi yang diperlukan petugas farmasi berkisar antara 36,67-60,0%. Angka ter-
mulai dari menerima resep sampai dengan sebut menunjukkan bahwa tingkat pem-
menyerahkan obat kepada pasien. Rerata berian label/etiket obat masih rendah
waktu penyiapan obat yang didapat dari dibandingkan dengan negara Malaysia
hasil penelitian di empat puskesmas ber- yang rerata persentase obat dengan pe-
kisar antara 7,9 -12,06 menit. Hasil ini labelan cukup sebesar 92,0%. Tingkat
waktunya terbilang lama jika di- pelabelan cukup yang masih rendah
bandingkan dengan negara Kamboja yang tersebut mungkin dapat terjadi karena
rerata waktu penyiapan obatnya sebesar ketidakseimbangan antara jumlah pasien
3,2 menit, meskipun waktu ini dianggap yang berobat dan petugas obat yang ter-
cepat karena standar nasional rerata waktu sedia sehingga pekerjaan petugas far-masi
penyiapan obat di negara Kamboja sebesar menjadi kurang optimal serta kurang-nya
lebih dari 50 menit. Seharusnya waktu pe- edukasi mengenai pelabelan obat bagi
nyiapan obat yang lebih lama mendukung tenaga farmasi. Hal ini bisa dilihat dari
pasien untuk memperoleh informasi yang hasil penelitian, didapatkan hasil per-
lebih lengkap mengenai medikasi yang sentase obat dengan pelabelan cukup di
diterima dari petugas farmasi, tetapi dari Puskesmas perawatan Jakarta paling tinggi
hasil observasi hal ini tidak terjadi. Ada- dibandingkan yang lain yaitu sebesar 60%
nya perbedaan waktu penyiapan obat di karena ketenagaan apoteker cukup
empat puskesmas mungkin disebabkan memadai dibandingkan dengan puskesmas
oleh lamanya waktu tunggu pasien akibat yang lain. Perbandingan antara rerata
kurangnya tenaga farmasi. jumlah pasien perhari dengan petugas
Persentase obat yang diserahkan secara farmasi yang tersedia 200:1, dibandingkan
aktual dengan Perawatan Depok 250:1. Per-
bandingan tingkat kelurahan, Pus-kesmas
Penyerahan obat secara aktual me- non perawatan Jakarta Timur dengan Non
nunjukkan semua obat yang diresepkan perawatan 60:1 dan 150:1. Puskesmas non
dapat diserahkan kepada pasien. Per- perawatan Depok memiliki nilai persen-
sentase obat yang diserahkan secara aktual tase yang terendah hal ini disebabkan
di empat puskesmas termasuk baik ber- beban kerja yang kurang sesuai dan
kisar antara 97,56 - 100%. Hal ini kurangnya edukasi bagi petugas farmasi di
menunjukan tercukupinya persediaan obat sana. Dampak dari obat dengan pelabelan
dibagian gudang farmasi di tiap pus- yang tidak cukup memungkin-kan pasien
kesmas. Ketidaksesuaian penyerahan obat salah minum obat dan memungkinkan
karena perbedaan jumlah obat diresepkan terjadinya efek obat yang tidak diharap-
dengan obat diserahkan juga terjadi saat kan.15
observasi. Ketidaksesuaian jumlah obat
Persentase pasien yang memahami
dapat terjadi karena beberapa hal yaitu,
regimen obat

99
99
Hasil wawancara tentang pemahaman kan hal ini tidak sepenuhnya terjadi. Tanpa
pasien mengenai regimen obat yang di- pengetahuan yang cukup mengenai resiko
terima terbilang rendah dengan persentase dan manfaat penggunaan obat, kapan dan
sebesar 58,33%. Tidak jauh berbeda bagaimana cara menggunakan obat, pe-
dibandingkan dengan negara Kamboja ngobatan pasien tidak seperti yang di-
sebesar 56,7%, namun masih rendah jika harapkan dan pasien beresiko terhadap
dibandingkan dengan negara Malaysia efek obat yang merugikan. Strategi edu-
sebesar 74,9%. Penyebab pemahaman kasi dan pelatihan dapat diterapkan, bukan
pasien yang rendah dapat terjadi karena hanya untuk masyarakat tetapi juga untuk
obat dengan pelabelan yang tidak cukup tenaga kesehatan yang bertugas di pus-
sehingga informasi yang diterima pasien kesmas dalam mendorong kerasionalan
kurang dan kurangnya kualitas interaksi penggunaan obat.15 Hal-hal yang ber-
antara petugas penyerahan obat dengan kenaan pada saat penyerahan obat meru-
pasien.12 Pasien yang berobat ke pus- pakan kegiatan dalam pelayanan ke-
kesmas memiliki latar belakang pen- farmasian di puskesmas yang harus
didikan yang berbeda, oleh karena itu dilakukan oleh seorang apoteker. Terlihat
seharusnya dilakukan upaya berupa edu- pada hasil penelitian puskesmas perawatan
kasi tentang pemakaian obat yang tepat yang memiliki apoteker, persentase pasien
oleh apoteker yang bertugas.15 Pada saat yang memahami regimen dosis lebih tinggi
penyerahan obat, salah satu hal yang dari pada puskesmas yang tidak memiliki
dilakukan oleh petugas adalah mem- apoteker, dalam hal ini adalah Puskesmas
berikan informasi cara penggunaan obat non perawatan di Jakarta Selatan dan kota
dan hal-hal lain yang terkait dengan obat Depok. Pekerjaan kefarmasian adalah
tersebut, antara lain manfaat obat, ma- melakukan penyerahan dan pelayanan obat
kanan dan minuman yang harus dihindari, berdasarkan resep dokter dilaksanakan
kemungkinan efek samping dan cara oleh apoteker. Sehingga penempatan
penyimpanan obat.16 Namun karena tidak seorang apoteker di puskesmas sangat di
seimbangnya tenaga farmasi dengan jum- perlukan demi meningkatkan pelayanan
lah pasien dan kurangnya pengetahuan kefarmasian.17
tenaga farmasi yang bertugas memungkin-

Tabel 5. Penggunaan obat rasional berdasarkan indikator fasilitas kesehatan di


puskesmas Kota Depok dan Jakarta Selatan, 2011

Indikator Fasilitas Puskesmas di Kota Depok Puskesmas di Jakarta Selatan


Kesehatan
Perawatan Non perawatan perawatan Non perawatan
1. Ketersedian DOEN/ Ada Ada Ada Ada
Formularium
2. Ketersediaan obat 95% 100% 100% 100%
Penting

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.3.2.2014 : 91-102


100 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)
Perbandingan Penggunaan Obat...(Widya Kardela dkk)

Indikator fasilitas kesehatan empat puskesmas adalah 100%, meskipun


Penggunaan obat rasional berdasarkan ada yang 95%. Adanya kekosongan obat
indikator fasilitas kesehatan di puskesmas yang terjadi di Puskesmas perawatan
perawatan dan non perawatan dapat dilihat Depok karena puskesmas ini tidak dapat
pada tabel di bawah ini melakukan pengadaan obat sendiri.
Puskesmas hanya bisa melakukan per-
Tabel 5 menunjukkan indikator fasilitas mintaan sesuai dengan jadwal yang telah
kesehatan, yang mencakup ketersediaan di tentukan kepada Dinas Kesehatan Kota
DOEN dan ketersediaan obat penting Depok. Salah satu keuntungan pengelolaan
berdasarkan 20 nama obat yang terdapat dan penggadaan obat dilakukan oleh
pada standar obat. Ketersediaan obat puskesmas adalah dapat mencegah ter-
penting di puskesmas perawatan Kota jadinya kekosongan obat.
Depok sebesar 95,0%, artinya ada obat
yang tidak tersedia. Kesimpulan dan Saran

Setiap puskesmas sudah tersedia Berdasarkan hasil dan pembahasan,


DOEN atau Formularium yang berguna diambil kesimpulan , penggunaan obat
untuk meningkatkan penggunaan obat rasional berdasarkan indi-kator peresepan
yang rasional sehingga penggunaan obat di puskesmas kecamatan Kota Depok
essensial pada unit kesehatan selain relatif lebih baik daripada Kota Jakarta
disesuaikan dengan pedoman pengobatan Selatan, namun secara statistik tidak
yang telah ditetapkan, juga sangat ber- menunjukkan perbedaan bermakna
kaitan dengan pengelolaan obat.18 Pe- (p>0,05). Penggunaan obat rasional ber-
ngelolaan obat yang efektif diperlukan dasarkan indikator pelayanan pasien di
untuk menjamin ketersediaan obat dengan puskesmas kecamatan Kota Jakarta
Selatan relatif lebih baik daripada Kota
jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi
standar mutu. Aspek yang penting dalam Depok, namun secara statistik tidak me-
pengelolaan obat meliputi antara lain nunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05).
adalah pembatasan jumlah dan macam Sebaliknya pada indikator rerata waktu
obat berdasarkan DOEN menggunakan penyiapan obat di puskesmas Kota Depok
nama generik,18 dengan perencanaan yang relatif lebih cepat daripada Kota Jakarta
tepat, pengadaan dalam jumlah besar (bulk Selatan, secara statistik menunjukkan
purchasing), pembelian yang trans-paran perbedaan bermakna (p<0,05). Peng-
dan kompetitif, dan sistem audit dan gunaan obat rasional berdasarkan indikator
pelaporan dari kinerja pengelolaan. ketersediaan DOEN/ Formularium di pus-
Formularium yang terdapat di Puskesmas kesmas kecamatan antara Kota Depok dan
perawatan di DKI Jakarta adalah salah satu Jakarta Selatan tidak berbeda, tetapi pada
indikator jenis ketersediaan obat penting di
alat untuk mengevaluasi pemilihan dan
penggunaan obat yang tepat/rasional yang puskesmas perawatan Kota Depok hanya
ada di puskesmas.8 Ketersediaan DOEN 95%.
berkaitan dengan ketersediaan obat pen- Berdasarkan kesimpulan tersebut
ting di puskesmas. Penggunaan obat dapat disarankan agar puskesmas mencukupi
dipengaruhi oleh ketersediaan obat, baik jumlah tenaga kefarmasian agar sesuai
itu pengadaan obat esensial yang kurang dengan beban kerjanya.
atau pengadaan obat non esensial yang
Daftar Rujukan
berlebih.12
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Pada penelitian ini didapatkan rerata 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
persentase ketersediaan obat penting di -

101
101
2. Nasirah Bahaudin. Implementasi Kebijakan 12. Use and Health Service in Hadra-mout,
Penggunaan Obat Rasional (POR) Di Yemen. Eastern Mediteranean Health
Indonesia...Presentasi Direktur Bina Peng- Journal Vol.16 No.2, 2010, p 151-155.
gunaan Obat Rasional. Ditjen Bina Ke- 13. Chanin Chareonkul., Va Luong Khun,
farmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Chaweewon Boonshuyar. Rational Drug Use
Kesehatan RI, 2010. in Cambodia: Study of Three Pilot Health
3. WHO Action Programme on Essential Drugs Centers in Kampong Thom Province.
and Vaccines, International Network for the Southeast Asian. J Trop Med Public
Rational Use of Drugs. Problem of Irrational Health.Vol 33 No.2, 2002, p 418-424.
Drug Use. Geneva: World Health Orga- 14. Bhartiy, S. S., Shinde, M., Nandheswar, S., &
nization, 2000. Tiwari, S.C. Pattern of prescribing practices in
4. World Health Organization. How to the Madhya Pradesh, India. Kathmandu
Investigate Drug Use in Health Facilities. University Medical Journal , 6 (1), 2008, p
Geneva: World Health Orga-nization, 1993. 55-59.
5. Hogerzeil, H. V., Bimo, Ross-Degnan, D., 15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indo-
Laing, R. O., Ofori-Adjei, D., San-toso, nesia Nomor HK.02.02 /Menkes /068/1/2010
Kamaruzan, Saleh., Mohamed Izham Tentang Kewajiban Penggunaan Obat
Mohamed Ibrahim. How Rational Are Drug Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Used In Malaysian Primary Health Care Pemerintah.
Sector. Malaysian Journal of Pharmaceutical 16. Kartika Citra Dewi Permatasari. Evaluasi
Sciences, Vol.4, No.1, 2006. hal 1-12. Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau Dari
6. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Indikator Peresepan Menurut WHO Di
dan Alat Kesehatan. Modul Penggunaan Obat Seluruh Puskesmas Kecamatan Kota Depok.
Rasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Skripsi Program Studi Farmasi FMIPA-UI,
2002. Depok, 2011.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik 17. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Indonesia Nomor 128/Menkes /SK/II/-2004 Klinik. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian
Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan dan Alat Kesehatan. Pedoman Pelayanan
Masyarakat. Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Depar-
8. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi temen Kesehatan RI, 2006.
DKI Nomor 9248/2009 Tentang Pem- 18. Handayani, R.S., Supardi, S., Raharni, &
berlakuan Revisi Formularium di Puskesmas Susyanty, A. L. Ketersediaan dan peresepan
di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009. obat generik dan obat esensial di fasilitas
9. World Health Organization. Sampling to pelayanan kefarmasian di 10 kabupaten/kota
Study Drug Use. http://www.who.int/- di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
selection_medicines/en/. 2008. Kesehatan , 13 (1) 2010, hal. 54-60.
10. Arustiyono. Promoting Rational Use of Drugs 19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
at The Community Health Centers in Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Indonesia. Department of International Health Kefarmasian.
School of Public Health. Boston University, 20. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
1999. Indonesia Nomor 791/Menkes/ SK/ VIII/2008
11. Bashrahil, K. A., Indicators of Rational Drug Tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008.

102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.3.2.2014 : 91-102


102 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.4.2.2014:91-102

Вам также может понравиться