Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Tujuan:
Jemaat tidak hanya menjadi pendengar firman Tuhan saja, tetapi juga mewujud-
nyatakan firman dalam kehidupan setiap hari.
Dasar Pemikiran:
Banyak anak-anak Tuhan yang kurang mau menjadikan firman Tuhan sebagai sumber inspirasi
di dalam berpola pikir dan berperilaku. Seandainya mau menjadikannya hidup di dalam
kehidupannya, maka firman Tuhan itu sendiri yang akan menuntun dan mengarahkan langkah
hidupnya.
Perikop ini berisi mengenai mempelai pria dan mempelai perempuan yang saling memuji.
Dimulai oleh mempelai perempuan yang menyanjung mempelai pria sebagai pria yang
tampan, gagah, dan lincah bagaikan kijang. Lalu dibalas oleh mempelai pria dengan
menyanjung mempelai perempuan dengan sebutan kekasihku, manisku, dan jelitaku. Setelah
disanjung, mempelai perempuan diajak untuk menikmati indahnya alam dan kicauan burung
tekukur.
Mazmur ini hanya dinyanyikan pada saat pernikahan raja. Pertama kali dinyanyikan pada saat
pernikahan raja Salomo, kemudian pada saat pernikahan raja-raja Israel berikutnya. Mazmur
ini berisi sanjungan terhadap raja yang merupakan orang terbaik di seluruh negeri. Ia disanjung
karena keperkasaan dan kepahlawanannya. Tuhan akan memberkati takhtanya hingga
keturunan berikutnya karena raja mencintai kebenaran, keadilan, dan membenci kefasikan.
Orang Farisi dan ahli Taurat mempertanyakan tindakan murid Yesus yang mengabaikan adat
istiadat, misalnya tidak mencuci tangan sebelum makan. Yesus mengingatkan mereka agar adat
istiadat jangan mengalahkan hal yang lebih utama, yaitu perintah Tuhan. Mereka lebih
memperhatikan tata cara mencuci tangan sebelum makan dan mencuci peralatan memasak,
daripada firman Tuhan seperti larangan mencuri, membunuh, memfitnah, dan percabulan.
Sejarah mencatat bahwa dalam perjalanan hidupnya, manusia kadang tidak setia kepada
Tuhan, yaitu dengan cara tidak mematuhi firman-Nya. Padahal firman telah diperdengarkan
kepada manusia melalui berbagai media. Seharusnya manusia menyadari bahwa firman adalah
penuntun jalan kehidupan menuju masa depan yang gemilang. Namun manusia sering tidak
mengutamakan firman, bahkan cenderung mudah melupakannya. Mengapa bisa demikian?
Karena firman hanya didengar dan bukan dilakukan. Dengan demikian manusia mudah lupa
akan firman itu. Melalui khotbah ini jemaat diajak untuk memahami pentingnya menjadi
pelaku firman.
Menjadi pelaku firman adalah menjadikan firman Tuhan hidup di dalam diri, membiarkan pola
pikir dan perilaku dipengaruhi olehnya. Orang Farisi dan ahli Taurat menjadi pelaku firman
terhadap aturan buatan mereka sendiri. Yakobus mengajak untuk menjadi pelaku firman
melalui perkataan yang membangun dan perbuatan nyata.
Firman Tuhan yang berisi janji-janji dan pengajaran akan senantiasa menjiwai pola pikir dan
perilaku anak-anak Tuhan apabila orang itu pun bersedia menjadi pelaku firman, bukan hanya
pendengar.
Khotbah Jangkep:
Pada suatu waktu Tuhan Yesus berkata kepada seorang perempuan, Yang berbahagia ialah
mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya (Lukas 11:28). Apa maksud
pernyataan Yesus itu?
Sebagaimana contoh tadi, seseorang tidak akan memiliki tubuh yang bugar apabila hanya
melihat tayangan senam. Demikian pula, orang tidak akan berbahagia apabila hanya
mendengarkan firman saja. Firman itu harus disimpan dan diwujudnyatakan dalam kehidupan
setiap hari.
Hal ini sangat ditekankan oleh Yakobus ketika berkirim surat kepada kedua belas suku yang ada
di perantauan. Yakobus mengistilahkannya dengan kalimat: Hendaklah kamu menjadi pelaku
firman dan bukan hanya pendengar saja (Yakobus 1:22). Mengapa Yesus dan Yakobus sangat
menekankan pentingnya menjadi pelaku firman?
Suatu ketika ada seorang sopir pribadi menderita batuk dan pilek. Ia membeli obat flu dan
berencana akan meminumnya. Ia sempat membaca sekilas aturan pakai, tetapi tidak segera
meminum obat itu karena harus mengantar majikannya ke kantor. Setelah sampai di kantor ia
bermaksud minum obat itu, tetapi lupa aturan pakainya. Sementara itu petunjuk aturan pakai
sudah terlanjur dibuang. Akhirnya dia memutuskan untuk minum dua tablet sekaligus. Alhasil,
tidak sampai lima menit kemudian dia tertidur pulas karena seharusnya obat itu hanya boleh
diminum malam hari menjelang tidur dan hanya satu tablet sekali minum. Karena tidak
mampu menahan kantuk dan tidur, sopir tadi tidak mampu lagi menerima telepon. Akibatnya
Firman yang didengar, tetapi tidak segera disimpan dalam hati akan cenderung mudah
terlupakan, seperti pak sopir yang cepat lupa isi petunjuk penggunaan obat. Sebaliknya,
apabila segera disimpan dan diwujudnyatakan dalam kehidupan setiap hari, akan mudah terpatri
dalam ingatan dan akan hidup dalam kehidupan kita. Apabila firman itu telah hidup dalam hati dan
pikiran kita, segenap pola pikir dan perilaku kita akan sangat dipengaruhi oleh firman itu.
Hal ini nampak melalui Mazmur yang berisi sanjungan kepada raja. Ada yang berpendapat
bahwa mazmur ini diciptakan untuk menyambut pernikahan raja Salomo dan kemudian
dinyanyikan kembali ketika terjadi pernikahan raja-raja Israel berikutnya. Dalam syair ini
terkandung sanjungan karena raja adalah orang pilihan di antara begitu banyak anak-anak
muda, perkasa dan pahlawan, juga hidup di dalam kebenaran, perikemanusiaan, dan keadilan.
Jika Allah sangat berkenan atas raja itu, tentu karena pola pikir dan perilaku raja sangat
dipengaruhi oleh pengajaran-pengajaran Allah berikan melalui para nabi. Dengan demikian
pengajaran atau firman Tuhan hidup di dalam diri raja.
Berbicara tentang pelaku firman, ada yang menarik dalam diri orang-orang Farisi dan para ahli
Taurat. Injil Markus mencatat bahwa pada suatu hari mereka mendatangi Yesus untuk
mempertanyakan tindakan para murid Yesus yang tidak mencuci tangan sebelum makan.
Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat ini telah membuat aturan-aturan yang menurut mereka
bersumber dari Taurat, termasuk aturan mencuci bahan makanan yang dibeli di pasar dan alat-
alat masak dari bahan tembaga, perak, dan sebagainya.
Di mata Yesus, mereka adalah sekelompok orang yang telah menjadi pelaku firman yang sangat
baik. Namun pelaku firman yang mereka buat sendiri. Mereka membuat aturan dan sangat
mematuhinya. Namun yang disayangkan oleh Yesus adalah mereka lebih mengutamakan adat
istiadat atau aturan-aturan yang mereka buat itu dan kemudian mengabaikan perintah Allah
(Mar 7:8). Ini jelas terbalik! Seharusnya mereka mengutamakan perintah Allah, baru kemudian
memperhatikan aturan-aturan buatan manusia.
Ini penting untuk dipahami bersama, saudara-saudara, karena merupakan peringatan agar kita
semakin waspada akan adanya tradisi-tradisi baru yang dibuat oleh manusia, yang seolah-olah
bersumber dari ajaran Alkitab. Contohnya, pemahaman bahwa natal adalah hari bahagia
sehingga, sebagai ungkapan syukur, harus disambut dengan baju baru, sepatu baru, dan lain-
lain yang serba baru. Ada juga yang berpendapat bahwa karena orang-orang Majus
memberikan kado kepada Yesus, maka kita juga perlu menyediakan kado. Bukan untuk Tuhan
Yesus, melainkan untuk saling ditukar dengan teman. Yang lebih memprihatinkan lagi, dekorasi
gereja atau tempat-tempat perayaan natal justru lebih banyak diwarnai dengan tokoh
Sinterklas dan bukan bayi Yesus. Akhirnya yang tertanam dalam benak anak-anak dan
masyarakat umum, tokoh sentral natal bukan lagi Yesus, melainkan Sinterklas.
Dari pembahasan di atas, kita dapat mencatat beberapa hal, antara lain:
Pertama: hendaklah firman yang kita terima atau pelajari langsung disimpan dan
diwujudnyatakan dalam kehidupan. Apabila kita melakukannya, firman yang kita terima akan
terpatri dalam hati dan pikiran sehingga menjadi hidup dalam kehidupan kita. Jika firman itu
telah hidup, segala pola pikir dan perilaku kita akan sangat dipengaruhi oleh firman Tuhan.
Kedua: kita perlu mewaspadai aturan-aturan atau tradisi-tradisi baru yang seolah-olah
bersumber pada ajaran Alkitab. Jangan sampai hal-hal itu yang kita utamakan, dengan
mengabaikan hakikat kebenaran firman Tuhan.
Ketiga: Yakobus mengajar kita bagaimana cara menjadi pelaku firman yang baik, yakni melalui
perkataan yang membangun dan melalui tindakan nyata. Melalui perkataan, antara lain berupa:
cepat untuk mendengar atau antusias untuk menerima firman atau pengajaran, tetapi lambat
untuk berkata-kata atau bahkan marah. Maksudnya kita perlu menghayati firman itu secara
lebih dalam.
Melalui kitab Kidung Agung kita mendapati bahwa perkataan yang membangun, misalnya
sanjungan dan pujian, akan berdampak positif. Hal itu akan membangun semangat atau
kreativitas. Perkataan yang membangun terwujud apabila kita belajar untuk mengekang lidah.
Maksudnya tidak berbicara sembarangan yang justru melemahkan semangat orang lain atau
memecah belah persudaraan.
Menjadi pelaku firman melalui tindakan nyata antara lain peduli terhadap mereka yang
membutuhkan perhatian dan pertolongan. Yakobus dengan tegas mengatakan bahwa ibadah
yang sejati di hadapan Tuhan adalah ibadah yang disempurnakan oleh kepedulian terhadap
sesama.
Kiranya perenungan ini mendorong kita menjadi pelaku firman yang lebih baik. Amin.
Tujuan:
Supados pasamuwan boten namung dados pamireng, nanging ugi nedya
nindakaken pangandikanipun Gusti wonten ing gesang padintenan.
Rancangan Kidung:
Khotbah Jangkep:
Karana tilem, sopir wau boten kuwawi nampi kontak telepon saking sok sintena. Wusananipun
heboh sanget: lare majikan boten saged sekolah karena boten wonten ingkang ngeteraken,
semah majikan boten saged kesah belanja, eyang kakung lan eyang putri boten wonten
ingkang mapag saksampunipun olah raga enjang ing taman kota. Sedaya saged kacau awit pak
sopir kesupen boten nyimpen petunjuk/aturan ngunjuk obat.
Awit saking punika kita kedah waspada, awit tradhisi-tradhisi mekaten punika kados-kados alkitabiah
sanget. Lan kados-kados tradisi-tradisi mekaten kalawau ingkang kedah dipun utamekaken menawi
sami mahargya natal. Dene pangibadah natal utawi khotbah natal lajeng kalirwakaken.
Kaping kalih: Kita kedah waspada tumrap tradhisi-tradhisi ingkang seolah-olah sumberipun
saking Kitab Suci. Sampun ngantos tradhisi-tradhisi punika langkung kita utamekaken ing
gesang kita katimbang pangandikanipun Gusti.
Kaping tiga: Yakobus mulang dhumateng kita kadospundi caranipun dados pelaku firman punika,
inggih punika lumantar pitembungan ingkang migunani/mbangun lan lumantar tindakan nyata.
Lumantar pitembungan, arupi dienggal menawa ngrungokake, nanging disareh manawa
celathu, mangkono uga ditamban manawa nepsu (ayat 19). Maksud pangandika punika inggih
punika kita kabereg supados purun ngraos-raosaken langkung rumiyin pangandikanipun Gusti,
supados mrasuk lan lajeng gesang wonten ing gesang kita.
Lumantar piwulang ing Mustikaning Kidung, positif sanget menawi tetembungan ingkang kita
ungelaken arupi tetembungan ingkang mbangun, ingkang isinipun saling ngalembana.
Tetembungan ingkang mekaten kalawau saged nambahi greged lan saged dados panglipur
tumrap tiyang ingkang mbetahaken panglipur.
Dene dados pelaku firman lumantar tumindak nyata saged arupi preduli dhumateng tiyang
ingkang mbetahaken. Malah Yakobus ngengetaken bilih pangibadah ingkang sejati inggih
punika menawi purun nindakaken olah katresnan kanthi nyata.
Mekaten sabdanipun Gusti, mugi ndadosaken berkah tumrap kita sedaya. Amin.
Tujuan:
Jemaat bisa menyadari bahwa hidup diwarnai perbedaan. Namun perbedaan itu
tidak selayaknya diikuti dengan pembedaan. Malah sebaliknya, menerima dan
berlakuk murah hati sebagai wujud kesadaran menjadi pelaku Firman.
Dasar Pemikiran:
Menjadi pelaku firman berwujud dalam banyak hal. Salah satunya adalah saat seseorang
berlaku murah hati.
Amsal 22:1-2,8-9,22-23
Amsal ini memberikan nasehat berkaitan dengan hubungan antar manusia, khususnya dengan
orang yang lebih lemah. Nasehat yang diberikan adalah untuk menghargai orang yang lebih lemah
sebagai sesama manusia bahkan menolongnya. Dasar yang digunakan adalah karena setiap orang
sama-sama buatan tangan Tuhan.
Mazmur 125
Mazmur ini mengungkapkan keyakinan akan perlindungan Tuhan yang dirasakan saat
seseorang berbuat baik.
Yakobus 2:1-17
Perempuan Siro-Fenisia adalah orang asing yang dengannya orang Yahudi dilarang
berhubungan. Namun Tuhan Yesus mau menolongnya saat mengetahui imannya. Demikian
pula ketika mengetahui keberadaan orang tuli dan gagap, Tuhan Yesus menolongnya. Hal ini
menampakkan karya Tuhan Yesus yang penuh dengan kemurahan hati.
Millenium Development Goals (MDGs) atau Sasaran Pembangunan Milenium adalah sebuah
kesepakatan yang disepakati oleh 193 negara anggota PBB dan paling tidak 23 organisasi
internasional pada tahun 2000. Sasarannya ada delapan dan diharapkan tercapai pada tahun
2015. Dari kedelapan sasaran itu, sasaran pertama dalam daftar adalah menghapuskan
kemiskinan eksrim dan kelaparan. Salah satu target dari sasaran ini adalah bisa mengurangi
jumlah orang yang berpendapatan USD 1 sehari (sekitar Rp 9.000,00, menurut kurs
pertengahan April 2012). Hal itu menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan isu besar yang
dihadapi oleh dunia ini, termasuk Indonesia.
Kemiskinan menjadi keprihatinan bukan sekadar karena masalah ekonomi, melainkan karena
sering kali juga menghilangkan atau mengurangi hak hidup seseorang. Sikap Alkitab sangat
jelas. Tidak ada pembedaan yang boleh dilakukan terhadap orang miskin dan kaya (Yakobus).
Tidak diperbolehkan merampasi yang lemah dan harus bersedia berbagi dengan orang miskin
(Amsal). Yesus meneladankan kemurahan hati yang memulihka hak hidup orang-orang yang
Dia temui (Markus). Pemazmur pun memuliakan Tuhan atas orang-orang yang benar dan
melakukan kebaikan.
Demikianlah tanggung jawab kita sebagai sesama manusia. Tidak ada hak untuk berpangku
tangan atau menganggap diri tidak terlibat. Setiap kemiskinan dan terpenuhihnya hak hidup
semua orang menjadi tanggung jawab kita bersama. Kemurahan hati adalah kuncinya. Bukan
sekadar memberi uang atau barang-barang kebutuhan, tetapi kemurahan hati yang
memanusiakan sesama manusia. Kemurahan hati yang membuat semua orang memiliki
kesempatan yang sama dalam mengakses berbagai pelayanan publik dan bisa merasakan
bahwa dia juga adalah manusia seutuhnya yang layak menerima penghargaan dan
penghormatan dari orang lain. Amin.
Teks-teks bacaan berkaitan dalam hal topik kepedulian kepada orang lain yang muncul di
dalamnya. Lebih dalam, kepedulian itu didasarkan pada kesadaran bahwa tidak boleh diadakan
pembedaan di antara manusia yang satu dengan yang lain. Berlaku murah hati adalah caranya.
Jemaat sadar akan keberadaan dirinya yang adalah ciptaan Tuhan sehingga tidak selayaknya
menciptakan pembedaan, justru sebaliknya, hendaknya berlaku murah hati.
Rancangan Nyanyian:
Khotbah Jangkep:
Menurut data AusAID, di Indonesia terdapat sekitar 110 juta orang penduduknya
berpendapatan kurang dari USD 2 (data AusAID Oktober 2011). Namun menurut cerita yang
beredar, di Indonesia terdapat pula orang-orang yang sangat kaya. Orang-orang yang bisa
memiliki benda-benda keluaran terbatas atau limited edition di seluruh dunia. Bayangkan saja
saat seorang warga bangsa Indonesia harus mencukupkan uang kurang dari Rp 18.000,00
sehari, sementara orang lain mengeluarkan USD 500 (Rp 4.500.000,00) hanya untuk membeli
tas jinjing atau sepatu. Kesenjangan yang ada sangat lebar.
Di sisi lain, bisa pula yang miskin membenci yang kaya. Karena merasa orang kaya memiliki
segalanya dan orang miskin tidak punya apa-apa, lalu mereka merasa berhak untuk menjarah,
menjelek-jelekkan, dan menghancurkan kehidupan setiap orang yang dianggap kaya.
Kedua tindakan itu tidak akan membuat orang yang melakukan merasakan damai. Yang ada
adalah masing-masing pihak akan merasa semakin terancam dan semakin menekan yang lain.
Semakin buruk masing-masing pihak bertindak, semakin buruk pula pihak yang lain akan
merespon. Bisa jadi semakin besar pula kesenjangan yang terbentuk karena uang dan kekayaan
biasanya membawa pula kekuasaan untuk bersikap terhadap sesama.
Saudara-saudara,
Kemiskinan menjadi keprihatinan karena orang miskin menjadi golongan yang paling rentan
saat terjadi sebuah perubahan. Apabila ada suatu kebijakan pemerintah, biasanya yang terkena
imbas paling besar adalah orang miskin. Misalnya, harga BBM dinaikkan tanpa diikuti dengan
perbaikan aspek-aspek lain dalam pelayanan publik. Harga BBM naik, diikuti oleh harga barang-
barang kebutuhan pokok. Tanggungan itu masih ditambah dengan kurang baiknya transportasi
massal, semakin mahalnya pendidikan, dan semakin tidak terjangkaunya akses pada pelayanan
kesehatan yang memadai. Apabila terjadi kerusakan alam sama juga. Kerusakan alam akan
berakibat pada perubahan iklim yang mempengaruhi ketahanan pangan. Itu berarti pangan
semakin sulit dan mahal. Yang pertama-tama terkena imbasnya tentu adalah orang miskin.
Yang biasanya bisa makan dua kali sehari, bisa jadi tinggal bisa makan sekali sehari.
Hal itu menunjukkan bahwa kemiskinan berkaitan dengan hak hidup. Ketika seseorang yang
sebenarnya memiliki hak hidup tidak dapat hidup layak hanya karena ia miskin, hal itulah yang
menjadi keprihatinan. Menjadi keprihatinan karena saat seseorang kehilangan hak hidupnya, sama
halnya ia tidak dianggap manusia seutuhnya. Ada orang yang pernah mengatakan bahwa hal yang
paling berat dalam menjadi orang miskin adalah tidak dipandang sebagai manusia. Orang bisa
berdalih bahwa itu adalah tanggung jawab negara untuk menyejahterakan seluruh warga
negaranya. Ya, benar. Namun sebagai sesama warga bangsa, sebagai sesama manusia, kita pun
memiliki tanggung jawab yang tidak kalah besar.
Saudara-saudara,
Amsal menasehatkan mengenai sikap terhadap orang lain, secara khusus orang miskin dan
lemah. Tuhan menghendaki supaya orang berbagi dengan orang miskin dan tidak merampasi orang
lemah. Dasar nasehat itu disebutkan dalam ayat dua, yaitu bahwa semua manusia di situ
disebutkan orang kaya dan miskin sama-sama buatan Tuhan. Bahkan di ayat satu disebutkan
bahwa dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas. Itu berarti, saat kita mengasihi
sesama, kita sedang memberikan sesuatu yang lebih baik dari pada kekayaan.
Bahkan Tuhan Yesus sendiri pun memberikan teladan yang bisa kita baca dari Injil Markus tadi,
mengenai sikap terhadap orang yang membutuhkan pertolongan. Orang asing yang biasanya
dianggap najis diberi-Nya pertolongan; anaknya disembuhkan. Orang tuli gagap juga
disembuhkannya. Saat hak hidup orang-orang itu berkurang karena dianggap najis, anaknya
sakit, atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik karena tuli gagap, Tuhan Yesus memulihkan
mereka. Kemurahan hati-Nya bukan sekadar memberikan sesuatu yang segera habis,
melainkan pemulihan harga diri dan hak hidup orang-orang tadi.
Saudara-saudara,
Demikianlah tanggung jawab kita sebagai sesama manusia. Tidak ada hak untuk berpangku
tangan atau menganggap diri tidak terlibat. Setiap kemiskinan menjadi tanggung jawab kita
bersama. Terpenuhinya hak hidup semua orang juga bagian dari tangung jawab bersama.
Kemurahan hati adalah kuncinya. Bukan sekadar memberi uang atau barang-barang
kebutuhan, tetapi kemurahan hati yang memanusiakan sesama manusia. Kemurahan hati yang
membuat semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses berbagai pelayanan
publik. Kemurahan hati yang membuat semua orang bisa merasakan bahwa dia juga adalah
manusia seutuhnya yang layak menerima penghargaan dan penghormatan dari orang lain.
Kalau demikian halnya yang dilakukan oleh semua orang, hidup bersama diwarnai dan
dipenuhi oleh kemurahan hati, maka setiap orang bisa bersuka cita dan bersyukur. Setiap orang
akan bisa merasakan lindungan Tuhan. Setiap orang akan menyadari keberadaan Tuhan sebagai
penolong yang menegakkan hidupnya dan menyebabkan setiap orang bermazmur seperti
Mazmur 125 tadi.
Menjadi orang percaya, menjadi orang-orang yang mendengarkan firman Tuhan, berarti juga
mengambil sikap menjadi murah hati kepada sesama. Amin.
Tujuan:
Pasamuwan kaatag nampi gesanging manungsa ingkang mawarni-warni ing
pamanggih. Ing pamanggih pasamuwan boten kedah bedakaken. Malah kasuwun
saged nampi mawarni-warni ing pamanggih kanthi sukorena, minangka bekti
anggen nglampahi dhawuh pangandikanipun Gusti.
Khotbah Jangkep:
Miturut cathetan ingkang wonten, ing Indonesia wonten watawis 110 yuta tiyang ingkang
pamedalipun kirang saking kalih dollar Amerika (data AusAID Oktober 2011). Nanging miturut
carita, ing Indonesia ugi wonten tiyang-tiyang ingkang sugih sanget. Menawi ing donya punika
wonten tas utawi sepatu ingkang namung dipun damel sedasa, umpaminipun, basanipun
limited edition, temtu wonten boten ketang setunggal ingkang dipun gadhahi dening tiyang
Indonesia. Cobi pun penggalihaken. Sawetawis tiyang kedah ngecakaken arta kirang saking Rp
18.000,00 sedinten. Ing sisih sanes wonten tiyang ingkang kanthi entheng tumbas tas utawi
sepatu, reginipun 500 dollar Amerika, utawi watawis Rp 4.500.000,00. Tebihipun kesangeten
antawis ingkang miskin lan ingkang sugih.
Prakawis punika saged kemawon lajeng damel tiyang sugih ngremehaken tiyang mlarat.
Pemanggihipun, bandha saged unggul saking sedayanipun. Tiyang ingkang gadhah bandha
langkung kathah saged ngremehaken, kepara nindhes tiyang ingkang boten gadhah. Kados-
kados tiyang mlarat punika sanes manungsa sawetahipun. Ing sisih sanes, saged kemawon
tiyang mlarat sengit dhateng tiyang sugih. Lajeng sami rumaos pareng nyolong, ngawon-awon,
lan mejahi tiyang ingkang kaanggep sugih.
Temtu prakawis punika boten badhe ndhatengaken tentrem rahayu. Tiyang sugih utawi mlarat
sami-sami badhe rumaos pikantuk pangancam lan dados sangsaya nindhes sanesipun.
Sangsaya awon tumindakipun, sangsaya awon ugi anggenipun males. Malah amargi tiyang
sugih padatanipun inggih lajeng kumawasa amargi saged mbayar tiyang, lajeng sangsaya tebih
malih pisahipun tiyang mlarat kaliyan tiyang sugih.
Para sedherek,
Kawontenan mlarat dados kaprihatosan, amargi tiyang mlarat punika temtu dados tiyang
ingkang sepisanan ngraosaken menawi wonten ewah-ewahan ing gesang punika. Upaminipun
menawi regi BBM mindhak, taksih kawewahan malih peladosan pehak pamarentah dhateng
masyarakat dereng sae. Temtu tiyang mlarat ingkang ngraosaken awrat piyambak. Ing sasisih
reregen BBM awis, reregen kabetahan pokok inggih dados awis, taksih kedah mikir bab
transportasi ingkang boten sae, sekolah ingkang awis, lan sarana kesehatan ingkang boten
temtu saged nyekapi kabetahanipun. Menawi wonten karisakan alam ingkang lajeng damel
mangsa dados ewah, pangan inggih dados angel lan awis. Tiyang mlarat malih ingkang
sepisanan ngraosaken. Ingkang padatanipun nedha kaping kalih, dados namung sepisan.
Para sedherek,
Kitab Wulang Bebasan wau paring pemut bab sesambetan kaliyan tiyang sanes, mirungganipun
tiyang mlarat lan ringkih. Gusti ngersakaken supados rejeki kita dipun dum kaliyan tiyang
mlarat lan boten nindhes tiyang ringkih. Ing ayat kalih dipun telakaken bilih landhesanipun
inggih punika amargi sedaya tiyang punika titahipun Gusti. Malah ing ayat setunggal dipun
sebataken bilih langkung sae nampeni katresnan tinimbang pikantuk salaka lan mas. Punika
nyumerepaken, menawi kita nresnani sesami, kita mratelakaken bab ingkang langkung aji
tinimbang ingkang nama bandha.
Prakawis punika dipun cethakaken lumantar serat Yakobus. Mawang tiyang punika nerak
angger-angger. Contonipun cetha sanget. Menawi bab papan lenggah kemawon sampun dipun
bedakaken antawisipun tiyang sugih lan mlarat, punika rak sampun saestu boten ngajeni
kamanungsanipun tiyang mlarat, namung amargi piyambakipun mlarat. Prakawis punika dipun
wastani sanes wujuding kapitadosan. Amargi kapitadosan kedah kawujud ing tumindak.
Tetembungan ingkang manis kedah ugi dipun wujudaken ing pandamel. Menawa iman iku ora
dikantheni panggawe, iman itu sejatine mati. Angger-anggeripun Gusti rak boten saged dipun
pilihi sasekecanipun piyambak. Ingkang setunggal dipun lampahi, ingkang sanesipun boten.
Kedahipun inggih dipun estokaken sedaya amargi ingkang dhawuh inggih Allah ingkang sami.
Gusti Yesus piyambak ugi paring tuladha ing Injil Markus wau. Gusti Yesus ngajeni wanita Siro-
Fenisia ingkang miturut pranatan Yahudi punika najis amargi sanes Yahudi. Gusti ugi mitulingi
anakipun, dipun sarasaken. Tiyang ingkang budheg lan angel gineman inggih dipun sarasaken.
Nalika tiyang-tiyang punika boten lestari gesangipun amargi dipun anggep najis lan saweg
ketaman penyakit, Gusti Yesus nyarasaken, mulihaken. Anggenipun ambek-welasan punika
boten namung maringi punapa ingkang saged telas, nanging inggih mulihaken kawontenaning
manungsa manut adeg lan aosipun.
Para sedherek,
Mekaten tanggel jawab kita minangka sesamining manungsa. Boten kepareng namung mendel
lan ongkang-ongkang, kados-kados boten kedah cawe-cawe. Saben wonten tiyang mlarat,
punika dados tanggel jawabipun sedaya manungsa. Sedaya ugi gadhah tanggel jawab supados
gesanging sesaminipun tetep lestantun. Ambek-welasan ingkang kedah dipun lampahi. Boten
namung dedana utawi maringaken peranganing bandha, nanging ngupados supados sedaya
saged gadhah wewengan ingkang sami kangge ngraosaken gesang. Ambek-welasan
ndadosaken sedaya tiyang ngraosaken bilih piyambakipun punika saestu manungsa ingkang aji.
Dasar Pemikiran:
Setiap orang Kristen dipanggil untuk melakukan refleksi teologis. Refleksi teologis adalah
refleksi atas kenyataan hidup sehari-hari yang menyakitkan maupun yang menggembirakan
dengan pikiran Yesus dan dengan cara itu mengangkat kesadaran manusia sampai mengenal
penyelenggaraan Allah yang lembut.
Amsal 1:20-33
Suatu kejadian atau pengalaman menimbulkan perasaan yang bisa digambarkan dan jika
direfleksikan bisa menjadi tuntunan pada langkah yang lebih bijaksana. Namun yang orang
sering enggan melakukan refleksi terhadap pengalamannya dan tergesa-gesa untuk bertindak.
Penulis Amsal menyebut, Orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya,
dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaian. (ayat 32).
Mazmur 19
Menurut pemazmur, orang yang sadar adalah orang yang bisa mengenali kemuliaan Allah.
Orang yang tidak mengenali kemuliaan Allah berada dalam kesesatan. Kemuliaan Allah
pertama-tama diceritakan oleh alam. Cerita alam tentang kemuliaan Tuhan itu bagaikan berita
Yakobus 3:1-12
Dengan lidah, manusia memuji Tuhan dan sekaligus mengutuk sesama. Lidah sebagai organ
tubuh yang bersifat material/ kelihatan digerakkan oleh kekuatan yang tidak kelihatan. Ada
kuasa yang menggerakkan lidah. Kuasa dari Tuhan menggerakkan lidah untuk memuji Tuhan
atau mengeluarkan berkat. Api neraka menggerakkan lidah untuk mengutuk sesama. Kita akan
menyerahkan lidah kita digerakkan oleh kuasa yang mana?
Belajar mengenai hal yang berbeda dari yang sudah diketahui itu membingungkan. Petrus
memiliki pemahaman tentang Mesias yang dia kenakan pada Yesus. Namun pemahaman
Petrus dan Yesus tentang Mesias berbeda. Bagi Yesus, Mesias adalah Anak Manusia yang harus
menderita. Bagi Petrus, Mesias tidak mungkin menderita. Meskipun pemahaman Yesus itu
membingungkan bagi Petrus, ternyata itulah pemahaman yang benar.
Setiap orang pasti punya pengalaman. Orang yang bisa memanfaatkan pengalamannya untuk
melakukan refleksi atau perenungan, bisa merasakan berharganya hidup. Sebaliknya, orang
yang tidak memanfaatkan pengalaman hidupnya untuk refleksi, cenderung sulit menghargai
hidup. Petrus punya pengalaman yang tidak mengenakkan. Dia pernah disebut Iblis oleh Yesus.
Bayangkan seandainya kita yang disebut sebagai Iblis! Bisakah kita memanfaatkan pengalaman
itu untuk menyadari penyelenggaraan Allah yang lembut dalam hidup kita?
Sesungguhnya Iblis atau Tuhan bukan realitas yang berada di luar diri kita. Realitas itu bisa
mewujud sebagai kuasa-kuasa yang berdiam dalam hati kita. Jika yang berdiam dalam hati kita
adalah Tuhan, maka hati dan pikiran kita jadi bening, kata-kata yang kita keluarkan juga
mengandung berkat. Sedangkan jika Iblis, maka hati dan pikiran kita menjadi kotor, kata-kata
yang kita keluarkan juga cenderung kotor, termasuk kata-kata kutukan.
Setiap orang harus menyadari kuasa yang berdiam di dalam dirinya. Jika orang tidak menyadari
Iblis ada dalam dirinya, pemazmur menyebutnya sebagai orang yang sesat. Dia ditawan oleh
hal yang tidak disadarinya. Sedangkan orang yang menyadari Tuhan berdiam dalam hatinya
akan beroleh berkat merasakan kemuliaan Tuhan yang diceritakan oleh alam ini.
Petrus diajak menyadari maksud Yesus menyebutnya dia iblis. Bukan untuk merendahkannya,
tetapi menjadi pendorong agar Petrus lebih dalam mengenali dirinya sendiri. Jangan terburu-
buru bertindak sebelum mengenali penggerak yang ada pada diri, Tuhan atau iblis. Kenali diri
sendiri dengan mengolah pengalaman; berefleksi atau merenung. Sehingga benar apa yang
Yesus menyebut Petrus sebagai iblis bukan untuk merendahkanya, melainkan mendorong
Petrus mengenali dirinya sendiri sebelum bertindak. Kita semua diajak menjadi orang yang
sadar, tidak tersesat. Mau mengelola pengalaman dengan pikiran Kristus, hingga kita
mengenali penyelenggaraan Allah dalam hidup.
Pengalaman hidup berguna sebagai bahan refleksi atau perenungan. Kita mohon berkat Tuhan
agar beroleh kesadaran hingga sampai mengenali penyelenggaraan Allah yang lembut.
Rancangan Nyanyian:
Khotbah Jangkep:
Perjalanan pelayanan Yesus sampai dengan peristiwa salib, bisa dikatakan memperlihatkan
karya Allah yang hadir maupun yang bersembunyi. Yesus yang mengajar, melayani,
menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, dan melakukan berbagai mujizat memperlihatkan
karya Allah yang hadir. Petrus mengakui Yesus yang meperlihatkan kehadiran Allah itu sebagai
Mesias (Markus 8:29). Tetapi Yesus juga ingin menuntun para murid mengenali keberadaan
Allah yang tersembunyi, ketika seolah-olah Allah tidak bertindak atau tidak menolong hamba-
Nya. Yesus memberikan contoh diri-Nya sendiri. Yesus mewartakan bahwa Anak Manusia harus
menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli
Taurat, lalu dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Dalam peristiwa sengsara Yesus, Allah
seolah-olah bersembunyi. Tetapi Yesus tetap memberi perhatian dan mencari Allah yang
bersembunyi itu, hingga sampai berteriak, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku? (Mark. 15:34).
Yesus memanggil Petrus dan para murid di sepanjang zaman untuk berpikir seperti yang
dipikirkan Allah. Yesus menjadi teladan tentang hal itu. Maukah kita melihat kenyataan hidup
sehari-hari, baik yang menyakitkan maupun menggembirakan, dengan pikiran Kristus? Dengan
begitu, kita angkat kesadaran kita hingga mengenal penyelenggaraan Allah yang lembut.
Kehadiran Allah yang sering tersembunyi perlu disingkapkan. Suara-suara yang keras dan riuh
dari dunia ini membuat kita tuli pada bisikan Allah yang lirih, lembut, dan penuh kasih. Yesus,
melalui penderitaan-Nya, membantu kita agar mendengar suara lembut itu, dan dengan
demikian diteguhkan, dikuatkan, dan dihibur.
Jika ditanya hendak memilih memakai lidah untuk memuji/memberkati atau mengutuk, mana
yang kita pilih? Tentu kita memilih ingin memakai lidah untuk memuji atau memberkati. Tetapi
mengapa yang sering terjadi sebaliknya? Karena kita tidak menyadari bahwa Tuhan
Buah dari refleksi teologis adalah kita menyadari hingga mengenali penyelenggaraan Allah
yang tersembunyi. Setiap pengalaman atau kenyataan hidup adalah berharga untuk menjadi
bahan refleksi teologis. Ada ungkapan bijak, pengalaman adalah guru yang sangat berharga.
Jika kita enggan memperhatikan atau menggunakan pengalaman untuk melakukan refleksi
teologis, maka benarlah yang dikatakan oleh penulis Amsal, Orang yang tak berpengalaman
akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaian. (Amsal
1:32). Petrus, yang mengalami disebut sebagai Iblis oleh Yesus, diajak untuk menghargai
pengalaman itu sehingga merasakan hidupnya bermakna. Hidup yang bermakna adalah
menyadari hingga mengenali Tuhan, termasuk ketika Tuhan sedang bersembunyi. Maka
selayaknya kita menaikkan doa seperti pemazmur, Siapakah yang dapat mengetahui
kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari (Maz. 19:13). Gambaran orang yang
sadar, menurut pemazmur, adalah orang yang bisa mengenali kemuliaan Allah. Mengenalinya
akan merasakan berkat Tuhan.
NGLAMPAHI PANGANDIKA
KANTHI PURUN MIGATOSAKEN LAN
MADOSI GUSTI ALLAH
Waosan I:Wulang Bebasan 1:20-33; Tanggapan: Jabur 19;
Waosan II: Yakobus 3:1-12; Waosan III: Injil Markus 8:27-38
Rancangan Kidung:
Khotbah Jangkep:
Pasamuwan kinasih,
Wonten satunggaling carios saking bangsa Yahudi. Ing satunggaling wegdal Rabbi (guru) asmanipun
Yona mirengaken carios isi pasambat saking saking putranipun ingkang taksih alit. Abba, abba.
Makaten aturipun putra Rabbi Yona wau. Ana apa ngger? paring wangsulanipun Rabbi Yona.
Kala wau kula dolanan dhelikan kaliyan kanca-kanca. Ing wiwitan anggen kita sami dolanan
Cariyos punika ngemutaken bilih wonten wekdal in gesang kita ngraosaken dipun rawuhi Gusti.
Nanging ugi wonten wekdal ing gesang kita ngraosaken boten dipun rawuhi Gusti, Gusti sajak
singidan saking gesang kita. Wonten ing gesang lan peladosanipun Gusti Yesus ugi ngraosaken
bab punika. Gusti Yesus ngendelaken gesangipun dados paseksi kados pundi tansah
migatosaken lan madosi Gusti Allah, ugi ing kalanipun Gusti Allah singidan.
Lelampahan peladosanipun Gusti Yesus ngantos dipun salib, ngetingalaken Gusti Allah ingkang
rawuh punapa dene Gusti Allah ingkang singidan. Nalika Gusti Yesus memulang, lelados,
nyarasaken tiyang sakit, nindakaken mujijat, damel eramipun tiyang kathah, tiyang-tiyang sami
ngraosaken saweg dipun rawuhi dening Gusti. Petrus paring pangaken dhateng Gusti Yesus
ingkang ngetingalaken rawuhipun Gusti Allah lan paring berkah punika minangka Mesias
(Mark. 8:29).
Nanging Gusti Yesus ugi nuntun para murid pitepangan bilih Gusti Allah ugi saged dipun
raosaken kados boten rawuh ing gesangipun manungsa. Gusti Allah ingkang saweg singidan,
sajak boten purun paring pitulungan utawi ngendelaken abdi kinasihipun nemahi panandhang.
Gusti Yesus paring conto ngagem dhirinipun piyambak. Gusti Yesus paring pangandika bilih
Putranipun Allah kedah nandhang kasangsaran kathah, dipun tampik, sarta dipun sedani lan
sasampunipun tigang dinten wungu malih. (Mark. 8:31). Wonten ing kasangsaranipoun Gusti
Yesus, ing pundi Gusti Allah? Nanging Gusti Yesus tetep migatosaken lan madosi Gusti Allah,
ngantos Panjenenganipun alok kanthi swanten sora: Dhuh, Allah Kawula, Allah Kawula,
punapaa Kawula Paduka tegakaken? (mark. 15:34).
Gusti Yesus nimbali Petrus lan para muridpun mikiraken ingkang dipun galih dening Gusti Allah.
Gusti Yesus sampun paring tuladha kados pundi pentingipoun mikiraken ingkang dipun galih
dening Gusti Allah punika. Sedaya ingkang kedadosan ing sugeng-Ipun, kabingahan punapa
dene kasangsaran, dipun tampi kanthi tetep migatosaken lan madosi Gusti Allah. Punapa kita
ugi purun ningali kasunyatan gesang padintenan kita, dadosa bingah punapa dene sisah,
kanthi pamikiran kados Gusti Yesus? Kanthi makaten, kita saged dumugi ing kesadharan
ingkang saged anepangi pakaryanipun Gusti Allah ingkang alus utawi lembut ing gesang kita.
Pakaryanipun Gusti ingkang alus utawi lembut punika boten gampil dipun tepangi. Kita perlu
ngasah dhiri pitepangan kaliyan pakaryanipun Gusti Allah ingkang sajakipun singidan. Ing jagad
punika kita langkung gampil mireng swanten ingkang santer utawi mbrebegi ngantos kita
budheg katandhingaken kaliyan swantenipun Gusti Allah ingkang lirih, alus lan kebak
Menawi wonten pitakenan: Milih ngginakaken ilat kangge ngucapaken pitembungan berkah
punapa ipat-ipat? Temtu wangsulan kita langkung milih ngginakaken ilat kangge ngucapaken
berkah. Nanging kenging punapa ingkang kedadosan kosok wangsulipun? Jalaran kita kesupen
bilih Gusti Allah dedalem ing batos kita. Polatan kita lajeng peteng, besengut, angel mesem,
saboten-botenipun mesem kaliyan batos piyambak ing pundi Gusti Allah singidan. Kita lajeng
mentingaken pikiran kita. Kamangka menawi pikiran kita boten kados ingkang dipun galih
dening Gusti Allah, Gusti Yesus ngemutaken: wonten Iblis ing salebeting dhiri kita!
Iblis saged wonten ing dhirinipun sedaya murid boten namung ing dhirinipun Petrus. Gusti
Yesus ndukani Petrus: Sumingkira, heh, Iblis,.. Ingkang dipun dukani kanthi pangandika
punika Petrus, nanging nalika ngandika makaten punika Gusti Yesus mirsani para sekabat
sanesipun (ayat 33). Tegesipun para pendherekipun Gusti Yesus dipun ajak eling bilih Gusti
Allah punapa dene Iblis punika kanyatan ingkang saged wonten ing dhirinipun manungsa. Gusti
Allah punapa dene iblis punika sanes kasunyatan ingkang wonten ing sajawining manungsa.
Saged dipun bandhingaken menawi wonten tiyang regejegan, damel ontran-ontran,
mentingaken dhiri piyambak, korupsi, lsp., iblisipun wonten ing pundi? Kita gampil mangsuli
inggih wonten ing dhirinipun para tiyang wau. Nanging kita kedah emut, sampun ngantos kita
gumunggung, ngrumoasi langkung sae katimbang tiyang-tiyang wau. Menawi wonten raos
gumunggung utawi raos langkung sae ing dhiri kita, sejatosipun Iblis ugi saweg nguwaosi dhiri
kita. Gusti Yesus ngersakaken Iblis ingkang wonten ing dhiri kita enggal kita tundhung:
Sumingkira, he, Iblis!. Salajengipun mugi namung Gusti ingkang kita aturi dedalem ing batos
kita.
Petrus ingkang gadhah pengalaman dipun dukani kanthi sebatan Iblis dening Gusti Yesus, ugi
dipun ajak ngaosi pengalaman punika, supados pikantuk makna enggal ing gesangipun. Sinten
ingkang purun ngaosi pengalaman ing gesangipun, sangsaya saged ningali bilih gesangipun
wonten maknanipun. Gesang ingkang wonten maknanipun inggih punika ngrumaosi matemah
saged tepang kaliyan Gusti Allah ingkang dedalem ing batos kita ing wegdal sapunika.
Mirungganipun nalika kita ngadhepi kawontenan ingkang awrat, sumangga kita ngasah dhiri
kita sageda gadhah pamikiran kados Sang Kristus. Kita nyuwun panuntunipun Gusti supados
saged mangretos rawuhipun Gusti ugi ingkang kalanipun sajak singidan. Nalika Gusti
karaosaken rawuh ing gesang kita, sampun sapantesipun kita ngucap sokur. Dene nalika Gusti
Allah singidan, kita ugi purun migatosaken lan madosi Panjenenganipun. Amin.
Dasar Pemikiran:
Kesengsaraan terjadi karena tidak semua hal berlangsung seperti yang kita inginkan. Sebagian
ditentukan oleh perlakuan orang lain kepada kita. Yesus menyempurnakan panggilan
perutusan-Nya dalam sikap-Nya terhadap tindakan orang lain. Ini adalah kabar
menggembirakan di tengah-tengah dunia yang mati-matian merindukan keutuhan.
Amsal 31:10-31
Kalimat kunci bacaan ini adalah ayat 30b, isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. Daftar
panjang kebaikan yang disebutkan pada ayat 10-29 adalah buah dari takut akan TUHAN.
Dengan demikian kita terhindar dari merendahkan wanita karena membebaninya daftar syarat
yang panjang agar bisa dipuji. Juga dapat dimaknai sebagai panggilan kepada siapa saja untuk
takut kepada TUHAN dan berbuah kebajikan.
Mazmur 1
Yakobus 3:13-4:3,7-8a
Kesediaan menerima hidup, termasuk kesengsaraan yang diakibatkan oleh perbuatan orang
lain, merupakan hikmat yang dari atas. Hikmat dari atas itu murni, pendamai, peramah,
penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, serta tidak munafik. Demikian pula
berlandaskan doa. Bukan dalam arti meminta sesuatu untuk memuaskan hawa nafsu,
melainkan berada bersama Allah dan bersedia mendengar suara-Nya.
Kata diserahkan menjadi menarik karena menunjukkan bahwa ada kalanya kehidupan Yesus
ditentukan oleh orang lain. Kesediaan Yesus menerima perlakuan ini menyempurnakan
panggilan perutusannya; bukan hanya berkarya, tetapi juga sengsara. Dia bersedia menjadi
yang terakhir, pelayan dari semuanya, dan menyambut orang yang lemah. ini adalah kabar
gembira bagi dunia yang mati-matian merindukan keutuhan.
Kehidupan manusia diwarnai oleh sengsara. Secara ringkas, sengsara adalah keadaan tidak
seperti yang diinginkan. Kita cenderung menolak sengsara dan ingin agar semuanya berjalan
seperti yang kita inginkan atau tentukan. Maka adalah sesuatu yang menggembirakan jika kita
menyadari bahwa Yesus diserahkan ke dalam sengsara dan melalui sengsara itu
menyempurnkan perutusan ilahi-Nya di dunia ini. Ini adalah kabar gembira bagi dunia yang
mati-matian merindukan keutuhan.
Allah ingin memberikan kegembiraan bukan kemalangan, damai bukan perang, kesembuhan
bukan penderitaan. Karena itu kita harus mau bertanya kepada diri kita sendiri, apakah di
tengah-tengah kemalangan dan penderitaan atau sengsara kita dapat melihat kehadiran Allah
yang mencintai? Apakah kita juga terbuka untuk memperbaharui pemahaman kita tentang
doa? Doa bukan hanya berpikir tentang Allah, tetapi berada bersama Allah. Jikalau kita mesti
Khotbah Jangkep September 28
2012
menjalani pelayanan yang orang lain tidak mau melakukannya karena jauh dari prestise
manusiawi, apakah kita tetap percaya bahwa sedang bersama Allah?
Titik balik karya pelayanan Yesus adalah saat Ia mulai masuk dalam sengsara. Melakukan
pelayanan yang dihindari orang lain dan tidak mendatangkan prestise adalah juga sengsara.
Murid Yesus mampu melakukan itu jika menempatkannya sebagai perutusan dari Tuhan dan
digumuli dalam doa, bukan sebagai prestasi untuk dibanggakan.
Kekhasan etika Kristen adalah melakukan pelayanan yang oleh orang lain cenderung tidak mau
lakukan. Etika seperti itu dibangun berlandaskan doa atau takut akan Tuhan.
Rancangan Nyanyian:
Khotbah Jangkep:
Jalan Yesus memang bukan jalan yang bisa kita lalui sendiri. Hanya bersama Yesus kita dapat
pergi ke tempat yang tidak ada apa-apanya selain belas kasihan. Dari tempat itulah Yesus
berseru, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Dari tempat itu pula Yesus
dibangkitkan ke dalam kehidupan yang baru. Kalau kita mencoba menjalani jalan Yesus tanpa
Yesus, itu berarti pahlawan kesiangan. Hanya Yesus, Anak Allah, yang dapat berjalan ke tempat
di mana penyerahan diri yang utuh dapat dilaksanakan dan belas kasih yang utuh dapat
dialami. Ia mengingatkan kita akan bahaya memisahkan diri dari diri-Nya, yaitu, Lepas dari
Aku, engkau tidak dapat berbuat apa-apa. Namun ia juga berjanji, Barangsiapa tinggal di
dalam Aku, dan Aku di dalam Dia, ia berbuah banyak (Yoh. 15:5).
Dalam Injil ada warta gembira bahwa Yesus berkenan menjalani sengsara, walaupun
kecenderungan kita adalah menolak sengsara. Kehidupan manusia diwarnai oleh sengsara.
Sengsara adalah keadaan yang tidak seperti diinginkan. Padahal kita ingin agar semuanya
berjalan seperti yang kita inginkan atau tentukan. Adalah sesuatu yang menggembirakan jika
kita menyadari bahwa Yesus diserahkan ke dalam sengsara dan melalui sengsara itu
menyempurnakan perutusan ilahi-Nya di dunia ini. Ini adalah kabar gembira bagi dunia yang
mati-matian merindukan keutuhan.
Allah ingin memberikan kegembiraan bukan kemalangan, damai bukan perang, kesembuhan
bukan penderitaan. Karena itu kita harus mau bertanya kepada diri kita sendiri, apakah di
tengah-tengah kemalangan dan penderitaan atau sengsara kita dapat melihat kehadiran Allah
yang mencintai? Apakah kita juga terbuka untuk memperbaharui pemahaman kita tentang
doa? Doa bukan hanya berpikir tentang Allah, tetapi berada bersama Allah. Jikalau kita mesti
menjalani pelayanan yang orang lain tidak mau melakukannya karena jauh dari prestise
manusiawi, apakah kita tetap percaya bahwa sedang bersama Allah?
Rancangan Kidung:
Khotbah Jangkep:
Marginipun Gusti Yesus, pancen margi ingkang boten saged kita lampahi piyambak. Namung
sesarengan kaliyan Gusti Yesus kita saged lumampah dhateng papan-papan ingkang boten
wonten punapa-punapanipun kejawi welas asih. Saking papan kados makaten wau Gusti Yesus
nguwuh kanthi swanten sora, Dhuh Allah Kawula, Allah Kawula, punapa dene Kawula Paduka
tegakaken? Saking papan wau ugi Gusti Yesus kawungokaken dhateng gesang enggal. Menawi
kita mbudidaya nglampahi marginipun Gusti Yesus piyambakan punika nama mokal. Namung
Gusti Yesus, Putranipun Allah ingkang saged lumampah dhateng papan ingkang mbetahaken
pasrah dhiri sawetahipun lan welas-asih sawetahipun. Gusti Yesus ngemutaken dhateng
bebayanipun menawi misah-aken dhiri saking Panjenenganipun, awit menawa tanpa Aku,
kowe padha ora bisa tumindak apa-apa. Nanging Gusti Yesus ugi paring prasetya, Sing sapa
tetep dumunung ana ing Aku, lan Aku ana ing dheweke, iku kang metu wohe akeh. (Yok. 15:5).
Injil paring pawartos mbingahaken, bilih Gusti Yesus kersa nandhang sangsara. Punika dados
kabar kabingahan awit manungsa punika remenipun nampik kasangsaran. Kamangka
gesangipun manungsa mesthi kebak dening sangsara. Manungsa ngraosaken sangsara menawi
ngalami kawontenan ingkang boten kados dipun kajengaken. Manungsa langkung remen
menawi ingkang kedadosan punika kados ingkang dipun pikiraken. Mila mujudaken pawartos
ingkang mbingahaken bilih Gusti Yesus dipun ulungaken dhateng panandhang. Awit kanthi
nglangkungi panandhang wau timbalanipun Gusti Allah dados jangkep utawi sampurna. Kados
pundi Gusti Yesus nglampahi panandhang saged dados pawartos mbingahaken tumrap
manungsa utawi jagad ingkang ugi boten kendhat ngadhepi panandhang.
Wekdal nalika Gusti Yesus dipun ulungaken dhateng para mengsahipun, punika dados
lelampahan ingkang miwiti malih dhateng ing peladosanipun Gusti Yesus. Gusti Yesus ngalami
ewah-ewahan ageng, saking makarya lumebet dhateng sangsara. Sasampunipun sawetawis
taun Gusti Yesus memulang, nyarasaken tiyang sakit, tindak ndlajahi sakathahing papan kangge
martosaken Injil kados kersanipun piyambak, sapunika Gusti Yesus dipun ulungaken dhateng
para mengsahipun. Gusti Yesus boten nindakaken malih pakaryan-pakaryan ageng, nanging
gantos kapatrapan dening para mengsahipun. Panjenenganipun dipun wewada, dipun kuya-
kuya, ingageman makutha dhuri, dados gegujengan, dipun lukari agemanipun lan tundhanipun
dipun salib. Gusti Yesus tanpa daya, Panjenenganipun dados kurban tumindakipun tiyang sanes
ingkang kamitegan. Wiwit Panjenenganipun kaulungaken, Gusti Yesus kamul yakaken ing
panandhangipun lan panandhang wau dados sampurnaning anggenipun nindakaken
timbalanipun Gusti.
Gusti Allah ngersakaken paring kabingahan sanes kasisahan, paring bedhamen sanes perang,
paring kesarasan sanes sesakit. Nanging kasunyatanipun wonten panandhang ing gesang kita.
Mila kita prelu pitaken, punapa ing satengah-tengahing apes lan panandhang kita saged ningali
rawuhipun Gusti ingkang kebak katresnan? Punapa kita ugi purun ngenggalaken pangertosan
kita ngengingi maknaning pandonga? Bilih pandonga punika boten namung mikir ngengingi
Gusti Allah, nanging gesang sareng lan manggen ing pundi Gusti Allah dedalem. Menawi kita
katimbalan nindakaken peladosan ingkang dipun sirik dening tiyang sanes awit boten njalari
tambah dipun ajeni, punapa kita pitados bilih saweg mlampah sesarengan kaliyan Gusti Yesus?
Dasar Pemikiran:
Dalam Hukum Kasih, kita diingatkan bahwa kasih dan ketaatan kepada Allah harus berbuah
tindakan kasih dan kepedulian kepada sesama. Ini merupakan kemestian yang tidak
terhindarkan! Menjadi pelaku Firman berarti mewujudkan ketaatan kepada Allah dan
perhatian terhadap sesama.
Pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, TUHAN membawa umat-Nya kembali ke
tanah pusaka mereka. Namun, tidak semua orang Yahudi itu kembali ke negeri asal mereka,
sebagian besar justru memilih untuk tetap tinggal di pembuangan. Kitab Ester ini menceritakan
kehidupan orang-orang Yahudi yang masih tinggal di pembuangan; khususnya peristiwa yang
terjadi di benteng Susan, ibukota kerajaan Persia pada masa pemerintahan raja Ahasyweros.
Kitab Mazmur memuat teologi yang sangat kuat karena didasarkan pada pengalaman nyata
dari para penulisnya, bukan hanya teori. Mazmur 124 termasuk dalam kelompok mazmur
ziarah atau tingkatan. Walaupun disebut mazmur Daud, kuat dugaan penulisnya adalah raja
Hizkia. Hizkia merupakan raja Yehuda yang taat kepada Tuhan, bahkan ketaatannya melebihi
raja-raja Yehuda yang lain sehingga Tuhan menyertai dia (II Raja-raja 18:5-7).
Yakobus 5:13-20
Surat Yakobus merupakan surat yang sangat tua, mungkin merupakan surat pertama yang
dikirimkan pada orang-orang Kristen. Surat ini menegaskan bahwa iman Kristen harus
dinyatakan dalam perbuatan kebajikan. Ini tidak berarti bahwa keselamatan didasarkan pada
amal kebajikan, melainkan perbuatan kebajikan merupakan buah dari keselamatan.
Injil Markus ditulis untuk orang-orang non-Yahudi. Injil ini menekankan perbuatan dan
pekerjaan Tuhan Yesus. Perkataan-perkataan Tuhan Yesus tidak banyak dimuat sehingga
merupakan Injil yang terpendek. Bagian ini (Markus 9:38-50) justru memuat perkataan Tuhan
Yesus agak panjang lebar. Tentu bagian ini mengandung kesan dan makna yang sangat
mendalam bagi Markus dan penting juga bagi kita pada masa kini.
Kitab Ester menunjukkan kasih dan kepedulian Ester pada orang-orang sebangsanya. Dengan
memohon pertolongan Tuhan (puasa), Ester memper- taruhkan nyawanya untuk membela
bangsanya di depan raja Ahasyweros. Kasih dan kepedulian Ester sungguh menjadi berkat bagi
orang-orang Yahudi di seluruh wilayah kerajaan Persia saat itu.
Surat Yakobus menasihatkan hal saling memperhatikan di antara saudara seiman. Persekutuan
orang percaya seharusnya menampakkan keterbukaan dan kedekatan satu sama lain. Saling
mengaku dosa dan saling mendoakan merupakan wujud konkret dari eratnya persekutuan
orang percaya.
Tuhan Yesus mengingatkan para murid untuk senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan
orang lain, walaupun tidak berasal dari kelompok kita. Kesetiaan pada Tuhan tidak
menghilangkan keharusan untuk bertoleransi terhadap pihak lain.
Akhir-akhir ini, banyak orang gagal mengungkapkan imannya dalam bahasa cinta. Seringkali
terjadi tindak kekerasan dan perbuatan tidak manusiawi yang dilakukan atas nama bakti
kepada Tuhan, atau dengan dalih membela agama.
Di tengah situasi hidup yang demikian, kita dipanggil untuk tidak serupa dengan dunia ini
tetapi berubah oleh pembaharuan budi. Tuhan sudah memperbarui budi kita, bahwa kasih
1. Apa yang saudara pahami tentang panggilan untuk menjadi pelaku Firman dalam
kepedulian dengan sesama?
2. Dalam hal apa saja kita harus menunjukkan kepedulian terhadap sesama? Berikan
contohnya!
Harmonisasi Bacaan
Ester menunjukkan iman kepada Tuhan dalam kebersamaan hidup orang-orang sebangsa.
Surat Yakobus menasihatkan perwujudan iman dalam persekutuan yang saling mengaku dosa
dan saling mendoakan antar saudara seiman. Tuhan Yesus mengajarkan kesetiaan kepada
Tuhan tanpa menghilangkan toleransi terhadap sesama.
Setiap pribadi Kristen dan gereja harus menjadi pelaku Firman; menerapkan Firman Tuhan
dalam hidupnya di dunia (dalam ikatan dengan sesama).
Rancangan Nyanyian:
Khotbah Jangkep:
Sebuah pepatah Tiongkok berbunyi Yu Gong Yi Shan, artinya kakek bodoh memindahkan
gunung. Pepatah ini dilatar-belakangi sebuah legenda tentang seorang kakek yang tinggal di
sebuah desa terpencil. Desa itu terletak di antara dua gunung. Bila si kakek dan keluarganya
hendak pergi ke desa tetangga, mereka harus mengitari gunung. Hal ini tentu sangat
melelahkan. Suatu hari si kakek menyatakan keinginannya untuk memindahkan gunung itu.
Keluarganya menganggap keinginan si kakek sebagai hal bodoh. Namun keyakinan dan tekad si
kakek sangat kuat. Maka, dengan mengerahkan seluruh sanak keluarga, si kakek memulai
pekerjaan memindahkan gunung. Hari demi hari mereka menggali lereng gunung. Hal ini
membuat para tetangga heran. Ketika mengetahui keluarga si kakek sedang berusaha
memindahkan gunung, para tetangga menertawakannya. Tetapi kemudian, karena melihat
tekad yang kuat dan kerja keras si kakek dan keluarganya, para tetangga pun tergerak untuk
membantu. Maka pekerjaan memindahkan gunung itu dilakukan secara gotong-royong oleh
penduduk desa. Tekad dan kebersamaan penduduk desa membuat para dewa sepakat untuk
membantu mereka. Maka haap... dalam sekejap gunung itu pun berpindah tempat dan jalan
pun terbentang luas. Pepatah dan kisah tersebut menyampaikan pesan yang sangat berharga,
yaitu keyakinan dapat terwujud bila disertai oleh usaha dan kerja keras. Berbicara tentang
memindahkan gunung, Tuhan Yesus pernah mengatakan pada para murid tentang iman yang
dapat memindahkan gunung (Matius 17:20, 21:21). Ini bukan hal yang mustahil bagi mereka
yang percaya dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkan kepercayaannya itu di dalam
hidupnya.
Kehidupan ini tidak sepi dari persoalan. Siapa pun, kapan pun dan di mana pun kita senantiasa
menjumpai persoalan demi persoalan dalam hidup. Mulai dari masalah yang sederhana hingga
masalah yang benar-benar rumit. Masalah antar pribadi hingga persoalan yang melibatkan
kehidupan bersama sebuah masyarakat atau bangsa. Yang terakhir ini dialami oleh orang-orang
Yahudi yang tinggal di wilayah kerajaan Persia pada tahun ke-12 pemerintahan raja
Ahasyweros. Atas hasutan Haman (seorang pejabat kerajaan yang membenci orang-orang
Yahudi), raja mengeluarkan dekrit untuk membinasakan orang-orang Yahudi di seluruh wilayah
kekuasaan Persia, yang meliputi 127 propinsi, mulai dari India hingga Etiopia. Perkabungan
besar pun terjadi di antara orang-orang Yahudi. Didorong tekad dan keyakinan bahwa Tuhan
akan menolong umat-Nya, Mordekhai dan orang-orang Yahudi di Susan berpuasa bersama
mendukung perjuangan Ester yang mempertaruhkan nyawanya untuk menghadap raja,
membela bangsanya.
Bagian kitab Ester yang kita baca hari ini menceritakan tentang kemenangan yang dikaruniakan
Tuhan kepada Ester. Iman Ester kepada Tuhan telah ia wujudkan dalam sikap peduli dan mau
berkorban bagi orang-orang sebangsanya, dan Tuhan tidak tinggal diam! Peristiwa yang sangat
melegakan dan menggembirakan orang-orang Yahudi ini senantiasa diperingati dan dirayakan
setiap tahun (Ester 9:21).
Sebagaimana orang-orang Yahudi memperingati hari kelepasan mereka, penulis Mazmur 124
mengenang pertolongan Tuhan dalam sebuah nyanyian. Mazmur ini mengungkapkan pujian
Khotbah Jangkep September 39
2012
Hizkia kepada Tuhan yang telah menyatakan kasih dan penyertaan-Nya di dalam kehidupan
bangsa Yehuda. Di jaman pemerintahan Hizkia, Tuhan melepaskan Yehuda dari penindasan
bangsa Asyur. Semua ini tidak lepas dari ketaatan Hizkia baik secara pribadi, maupun upayanya
membawa seluruh rakyat untuk hidup takut akan Tuhan. Perjalanan hidup Hizkia tidaklah
mulus, ia pernah sakit keras bahkan hampir mati. Di dalam penderitaannya itu ia berdoa dan
menangis di hadapan Tuhan. Tuhan mendengar doa Hizkia dan menambah umurnya lima belas
tahun lagi! Dalam kesakitan dan penderitaan Hizkia berdoa, di dalam kebahagiaan dan sukacita
ia memuji Tuhan.
Apa yang dilakukan Hizkia, penyair Mazmur 124 itu selaras dengan apa yang diungkapkan
Yakobus dalam suratnya kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!
Kalau ada seorang yang bergembira baiklah ia menyanyi! (Yakobus 5:13). Inilah gambaran
ideal dari hidup orang percaya, menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan di dalam suka
dan duka.
Yakobus menekankan bahwa hubungan yang baik dengan Tuhan harus nampak dalam hidup
orang percaya, dalam kata dan perbuatannya setiap hari. Peristiwa-peristiwa dalam kehidupan
selalu berkaitan dengan iman. Seperti halnya sakit-penyakit dan penderitaan, dalam
pandangan Yakobus, hal-hal itu bisa terjadi karena sebab-sebab jasmani maupun sebab-sebab
rohani. Penderitaan dalam hidup bisa saja disebabkan dosa seseorang. Untuk itulah Yakobus
mengajak orang percaya untuk senantiasa saling mengaku dosa dan berdoa memohon belas
kasih Allah. Keserasian antara kehidupan rohani dan kehidupan jasmani memberikan
kebahagiaan hidup yang lengkap dan sejati. Bahkan bisa membimbing orang lain pada
Kebenaran.
Tuhan Yesus menghendaki para murid untuk menjadi penjala manusia, membawa orang lain
pada keselamatan. Karena itu, Tuhan Yesus mengingatkan para murid agar tidak menjadi
sandungan bagi orang lain. Suatu kali, para murid mengatakan bahwa mereka baru saja
melarang seseorang yang mengusir setan dalam nama Yesus. Mungkin para murid
beranggapan bahwa orang tersebut tidak berhak menggunakan nama Yesus karena ia bukan
pengikut Yesus. Tetapi Tuhan Yesus tidak sependapat dengan mereka. Orang yang sungguh-
sungguh percaya kepada-Nya diperkenankan menjadi alat Tuhan. Sikap para murid justru bisa
menjadi batu sandungan bagi mereka yang percaya pada Tuhan. Kesetiaan dan fanatisme yang
sempit bisa membuat seseorang bersikap intoleran tehadap sesamanya. Kesetiaan sebagai
murid Tuhan Yesus, berarti berpegang teguh pada kebenaran yang diajarkan Tuhan dan
senantiasa hidup berdamai dengan orang lain (Markus 9:50). Kembali di sini ditekankan
tentang kasih kepada Allah dan sesama yang tidak terpisahkan.
Bacaan Firman Tuhan hari ini memberikan petunjuk pada kita untuk menerapkan Firman Tuhan
dalam kepedulian dengan sesama. Kisah Ester tadi mengajarkan kasih dan kepedulian kepada
orang-orang sebangsa. Bakti kepada Allah tidak bertentangan dengan bakti kepada negara. Dan
seharusnya bakti kepada negara diungkapkan dengan cara-cara yang tidak bertentangan
Surat Yakobus menekankan perwujudan iman dalam hidup bersama orang percaya. Masalah
kepercayaan bukan hanya urusan pribadi orang percaya dengan Tuhan, tetapi harus mewujud
dalam persekutuan bersama dengan orang percaya yang lain. Sikap saling mendoakan dan
saling mengaku dosa menunjukkan betapa erat dan dalam hubungan itu seharusnya.
Dalam Markus 9:38-50 Tuhan Yesus mengajarkan perlunya berpegang teguh pada kebenaran,
menjaga diri agar tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Tuhan menghendaki kesetiaan dan
ketaatan yang sejati, bukan fanatisme sempit. Setia berbakti kepada Tuhan dengan tetap
menghargai dan menghormati pihak lain yang bukan pengikut kita. Ini bukan hal yang
mudah! Banyak orang saleh yang mencintai Tuhan tetapi gagal mencintai sesamanya.
Akibatnya ada banyak tindak kekerasan dan perbuatan tidak manusiawi yang mengatas-
namakan bakti pada Tuhan. Marilah menjadi pelaku firman dalam kepedulian terhadap sesama
setiap hari!
NINDAKAKEN PANGANDIKANIPUN
GUSTI KANTHI MIGATOSAKEN SESAMI
Waosan I: Ester 7:1-6, 9-10; 9:20-22; Tanggapan: Jabur 124;
Waosan II: Yakobus 5:13-20; Waosan III: Injil Markus 9:38-50
Rancangan Kidung:
Khotbah Jangkep:
Pitembungan lan cariyos kala wau paring piwulang supados kita tansah mbudidaya mujudaken
punapa ingkang dados keyakinan kita wonten ing gesang punika.
Kitab Ester nyariyosaken kawontenaning gesangipun tiyang Yahudi wonten ing wilayah krajan
Persia ing taun ingkang kaping kalih welas jaman paprentahanipun Sang Prabu Ahasyweros. Ing
wegdal samanten, Ahasyweros damel dekrit badhe numpes tiyang-tiyang Yahudi ing
wilayahipun. Prabu Ahasyweros punika nguwaosi 127 propinsi saking India ngantos Etiopia.
Prabu Ahasyweros punika anggenipun ngedalaken dekrit kala wau awit saking pitenahipun
Haman, salah satunggaling pejabat ing krajan Persia. Mila punika tiyang Yahudi sami nandhang
kasisahan, mekaten ugi ingkang dipun raosaken dening Mordekhai lan ratu Ester. Tiyang-tiyang
punika sami sambat dhumateng Gusti (kanthi nindakaken pasa), nyuwun pitulunganipun Gusti
Allahipun. Ratu Ester ngetohaken nyawanipun kangge mbelani bangsanipun.
Perangan Kitab Ester ingkang kita waos dinten punika mratelakaken bilih Gusti Allah boten
negakaken umat kagunganipun katumpes. Gusti Allah paring pangluwaran, pambudidayanipun
ratu Ester ngedalaken woh ingkang endah. Tiyang-tiyang Yahudi ing Kerajaan Persia dipun
uwalaken saking bebaya pejah. Bab punika saestu ndadosaken kabingahanipun tiyang-tiyang
Yahudi, mila lelampahan punika tansah dipun pengeti ing saben taunipun (9:21).
Jabur 124 ngemot paseksenipun juru mazmur ingkang rumaos nampi pitulunganipun Gusti.
Sanadyan makaten kidung ziyarah anggitanipun prabu Dawud, ananging dipun pitadosi bilih
Wonten ing salebeting panandhang, prabu Hizkia sesambat dhumateng Gusti, lan ing
salebeting kabingahan, piyambakipun memuji asmanipun Gusti. Bab punika jumbuh kaliyan
piwulangipun rasul Yakobus Manawa ana panunggalanmu kang nandhang sangsara,
ndedongaa! Manawa ana kang seneng atine, ngidunga! (Yakobus 5:13). Bab punika nelakaken
wontenipun sesambetan ingkang sae antawisipun tiyang pitados kaliyan Gusti Allah.
Rasul Yakobus nandhesaken bilih sesambetan ingkang sae kaliyan Gusti Allah mesthinipun
badhe ketingal wonten ing gesang padintenanipun para pitados. Para pitados katimbalan
mbabaraken pasedherekan ingkang sae, silih tresna lan silih nggatosaken. Manawi wonten
sadherek patunggilan ingkang nandhang sakit, tiyang pitados sanesipun kapurih ndongakaken.
Mekaten ugi tiyang ingkang sakit punika kapurih ndadar manahipun punapa piyambakipun
sampun nindakaken prekawis ingkang boten prayogi wonten ing ngarsanipun Gusti,
salajengipun kanthi nglenggana ngakeni dosanipun. Pancen, miturut piwulangipun rasul
Yakobus bab karohanen punika tansah wonten gandheng cenengipun kaliyan bab kajasmanen.
Tiyang pitados katimbalan mujudaken gesang padintenan ingkang jumbuh kaliyan iman
kapitadosanipun. Bab punika saged nuntun tiyang sanes kangge mangretosi bab kayekten
ingkang sejati lan pitados dhumateng Gusti.
Para pitados katimbalan dados pirantosipun Gusti wonten ing salebeting pakaryanipun, dados
sarana tiyang sanes wanuh kaliyan Gusti. Mila punika Gusti Yesus tansah nandhesaken supados
para sakabatipun boten dados sandhungan ingkang njalari tiyang boten saged sowan
dhumateng Gusti.
Ing satunggaling dinten, para sekabat melehaken tiyang ingkang ngusir dhemit atas asmanipun
Gusti Yesus. Ing pangretosanipun para sakabat, tiyang punika sanes pendherekipun Gusti
Yesus, mila kaanggep boten gadhah hak, boten pas ngginakaken panguwaosipun Gusti.
Kosokwangsulipun, wonten ing pamawasipun Gusti Yesus, boten dados prakawis tiyang punika
saking golongan pundi, ingkang wigati inggih punika kapitadosanipun dhumateng Gusti.
Para sakabat dipun timbali supados tansah setya tuhu dhumateng Gusti ananging kanthi
tansah ngurmati tiyang sanes. Kasetyan dhumateng Gusti tansah ngemot bab among rasa
dhateng sesami. Para sakabat kedah tansah ngugemi kapitadosanipun dhumateng Gusti. ing
sisih sanes ugi kedah njagi sesambetan ingkang sae kaliyan sesami. Ngugemi agami yen
namung kacencang ing wawasan ingkang cupet, saged ndadosaken sandhungan tumrap para
sakabat punapa dene tumrap tiyang sanes.
Sikep preduli dhateng sesami punika saged kawujudaken ing satengahing gesang masamuwan
(serat Yakobus), ing satengahing gesangipun masyarakat, bangsa lan negari (kitab Ester), lan
dhateng tiyang sanes ingkang boten wonten sambung rapetipun kaliyan kita (sanes golongan
kawula sadaya- Markus 9:38).
Sumangga sami nindakaken dhawuhipun Gusti lan tansah migatosaken sesami, murih
katresnanipun Gusti kebabar wonten ing gesang kita. Amin.