Вы находитесь на странице: 1из 30

ASKEP ANAK MARASMUS

PENGERTIAN
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis
yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat
gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang
penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena :
diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang
diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan
bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal
menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah
25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di
hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap
tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput.
Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu
biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian
lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut
diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit.
(Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :


1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat


Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa,
sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia
berat dan payah jantung.

Menurut Arisman, 2004:105


Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB
biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama
peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi.
Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut
sebagai F-75 dan F-100.

Menurut Nuchsan Lubis


Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu
:
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose
5%.
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/
hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari,
dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)
Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5
cm pada wanita.
Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).

2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

FOKUS INTERVENSI

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan

tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)

Tujuan :

Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil :

meningkatkan masukan oral.

Intervensi :

a. Dapatkan riwayat diet

b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan

c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan

d. Gunakan alat makan yang dikenalnya

e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan

memuji anak untuk makan mereka

f. Sajikan makansedikit tapi sering

g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)


Tujuan :

Tidak terjadi dehidrasi

Kriteria hasil :

Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi

b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan

c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.

(Doengoes, 2000).

Tujuan :

Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :

kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal

Intervesi :

a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi

b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi

c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang

d. Alih baring

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

Tujuan :

Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi :

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril

c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi

d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)

Tujuan :

pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

Kriteria hasil:

Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan

gejala.

Intervensi :

a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien

b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi

c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat

d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan

melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau

nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).

Tujuan :

Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.


Kriteria hasil :

Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik

sesuai dengan usianya.

Intervensi :

a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.

b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II

c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan

d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder

akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)

Tujuan :

Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil :

Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.

Intervensi :

a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia

b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).

(Carpenio, 2001:143).

Tujuan :

Kelebihan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil :

Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,


memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.

Intervensi :

a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan

b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam

c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

DEFINISI
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status
gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah

ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.

Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan

gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau

kwashiorkor (Dorland, 2000)

Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi

(kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber

kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut

ke dalam status marasmik kwashiorkor.( Mochtar, 2001).

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,

2001:196).

Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak

cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang

menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan

kalori. http://teguhsubianto.blogspot.com.
B. ETIOLOGI

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

1. Masukan makanan yang kurang

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian

secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

2. Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya

infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.

3. Kelainan struktur bawaan

Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,

palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis

pancreas.

4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang

5. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet

yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan

orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.

(Nelson,1999).

6. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang

tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang

diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan
bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal

menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

C. MANIFESTASI KLINIS

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan

berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi

berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap

tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput.

Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu

biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian

lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut

diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit.

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :

1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua

2. Lethargi

3. Irritable

4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)


5. Ubun-ubun cekung pada bayi

6. Jaingan subkutan hilang

7. Malaise

8. Kelaparan

9. Apatis

10. Wajah seperti orang tua

11. Cengeng, rewel

12. Perut cekung

13. Iga gambang

14. Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)

-. diare kronik atau konstipasi/susah buang air

PATOFISIOLOGI

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau

keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan

makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi

kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,

protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,

karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,

sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah

25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah

beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di
hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan

keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber

energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri

jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Fisik

a. Mengukur TB dan BB

Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)

b. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik

menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan

menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari

lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada

wanita.

c. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot

rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).

2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

E. KOMPLIKASI

1. infeksi tuberculosisi
2. parasitosis, disentri

3. malnutrisi kronik

4. gagguan tumbuh kembang.

5. hipoglikemia

6. hipotermia

7. dehidrasi

8. gangguan fungsi vital

9. gangguan keseimbangan elektrolit

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya

baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.

2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.

3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.

4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri,

kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda

vital.

a. Penatalaksanan Diet
Tujuan Diet :

Memberikan Makanan TETP secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai

keadaan gizi optimal.


b. Pemberian Cairan/Makanan
tahapan pemberian cairan/makanan :

1. tahap stabilisasi / fase inisial

2. tahap transisi/fase penyesuaian

3. tahap rehabilitasi/fase penyembuhan

4. tahap pembinaan/fase pemulihan

1. Tahapan Stabilisasi (Initial)

Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk

menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan

pemberian cairan intravena.

Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%.

Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8

jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.

2. Tahapan Transisi (Penyesuaian)

Tujuan : memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dg kemampuan

digesti dan absorbsi penderita.

Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari)

Umur < 1 tahun / BB < 7 kg :

Cair- semi solid spt mkn bayi, ASI diteruskan bila masih ada dan diperlukan pada saat setelah

makan atau mau tidur.

Umur > 1 tahun / BB > 7 kg :


Semi solid-solid berupa makanan anak 1 th bentuk cair kemudian lunak dan makanan padat,

cairan 150-200 ml/kg BB/hari.

Kalori yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan protein 2 g/ kgBB/ hari

Susu formula / rendah laktosa

Bila tak minum susu formula diberi makanan yang yang tak mengandung protein susu sapi

dan bebas laktosa ( preda = formula bubur- tempe)

3. Tahap Rehabilitasi

Intake kalori 100- 175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan cara pemberian disesuaikan dengan

makin meningkatnya kemampuan digesti dan absorbsi.

Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin dapat diberikan di rumah.

4. Tahapan Pembinaan

Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan, dapat

dimulai setiap tahap, dalam bentuk dan jenis makanan yang dapat disediakan oleh mereka

dirumah

Tujuan : ibu dapat merawat anak KEP dan menghindari berulangnya KEP

Intake 100-120 kalori / kgBB/hari, protein 2-3 g/kgBB/hari

Anak dengan Gizi Buruk boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB

normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah

teratasi.

Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat makanan biasa

seperti yang dimakan sehari-hari.


c. Pencegahan
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling

baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 bulan ke atas.

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan

perorangan.

4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program KB untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha

pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang

gizi, dengan cara penimbangan BB tiap bulan.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Konsep Asuhan Keperawatan Marasmus

1. Riwayat Keperawatan

2. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat

badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain

yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.

3. Riwayat Keperawatan Sekarang

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan

yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,

baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu

dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan

protein dan kalori dalam waktu relatif lama).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,

pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur

dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang

penyakit pasien dan lain-lain.

5. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,

pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur

dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang

penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too

yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan

wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran

antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).

Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

Penurunan ukuran antropometri

Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra

Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)

Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.

Edema tungkai

Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada

bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat

paha)

6. Pemeriksaan Penunjang

7. Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik

normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum

tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.

Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

II. Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan penyakit marasmus

meliputi :

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak

adekuat (nafsu makan berkurang).

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan

fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat

malnutrisi.

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).

H. RENCANA PERAWATAN

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak

adekuat (nafsu makan berkurang).

Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat


Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral.

Intervensi :

a. Dapatkan riwayat diet

b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan

c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan

d. Gunakan alat makan yang dikenalnya

e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan

memuji anak untuk makan mereka

f. Sajikan makansedikit tapi sering

g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.

Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi

Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi

b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan

c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil : kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal

Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi

b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi

c. Massage kulit Kriteria hasil ususnya diatas penonjolan tulang

d. Alih baring

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil : suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi :

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril

c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur control infeksi

d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.

Tujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

Kriteria hasil : Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan

tanda dan gejala.

Intervensi :

a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien

b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi

c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat


d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan

fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.

Tujuan : Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

Kriteria hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau

aktifitas motorik sesuai dengan usianya.

Intervensi :

a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.

b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II

c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan

d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat

malnutrisi.

Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.

Intervensi :

a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia

b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).

Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi.


Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,

memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.

Intervensi :

a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan

b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam

c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Masalah dikatakan teratasi apabila Pasien mendapat nutrisi yang adekuat dan mampu
meningkatkan masukan oral.
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan
juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan obesitas. Juga, karena makanan yang berbeda
mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka
keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan di antara semua jenis makanan ini
sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang
dibutuhkan.
Melaksanakan pemberian makan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak bertujuan untuk
memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan; memelihara kesehatan dan
memulihkannya bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas, pertumbuhan jasmani serta
psikomotor, mendidik kebiasaanBAB I
yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan yang diperlukan.
Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang
dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat
menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi
keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi
seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak.
Angka gizi buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga Departemen
Kesehatan membuat rencana aksi nasional dalam pencegahan dan penanggulangan gizi
kurang dan gizi buruk.
2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui zat gizi yang dibutuhkan pada tumbuh kembang anak normal
2. Mengetahui pemberian asupan makanan yang seimbang untuk anak
3. Mengetahui kelainan yang timbul bila terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi
4. Melakukan penatalaksanaan sesuai kasus yang terjadi

I KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati,
1994)
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,

B. ANATOMI FISILOGI

Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai,
terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung
dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan.
Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

C. ETIOLOGI
Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.

D. PATOFISIOLOGI
Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok
adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati.
Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino
esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan
asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar
yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-
lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya
penimbunan lemah dalam hati.

E. GEJALA KLINIS
Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap
lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan
lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai
biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam
bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai
berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus
kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi
lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus
dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu


a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga


a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan
kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial


a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak
siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
- feses, urine, darah lengkap
- pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.

III DIAGNOSA KEPERAWATAN.


1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau
makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
3.Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau
makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah kg
per 3 hari.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai
kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya tanpa bantuan orang lain.

3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh


Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.


Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa bantuan orang lain.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Anak menderita defisiensi protein dan kalori/marasmic kwashiorkor
2. Perlu pengawasan khusus untuk mengembalikan anak ke kondisi normal
3. Perlu keseimbangan gizi untuk tumbuh kembang anak
4. Perlu dilakukan edukasi pada keluarga penderita agar memperhatikan gizi
5. Perlu diberikan penyuluhan untuk mengurangi kasus serupa.
Minggu, 05
Januari 2014
fachrul el-cloujid di 21.31

Вам также может понравиться