Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu dan umbai cacing
(appendiks). Infeksi ini terjadi nanah (pus) (Arisadi,2008).
Sedangkan menurut jong (2004) Appenditis merupakan infeksi intra abdominal yang sering
dijumpai di negara-negara maju, sedangkan dinegara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal
ini terkait dengan diet seratyang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila
dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendisitis
dapat terjadi pada tingkat usia, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun.
Perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita
penyakit ini. Namun penyakit ini sering dijumpai pada dewasa muda antara umur 13-30 tahun.
Satu dari 15 orang pernah menderita Appendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat
pada laki-laki usia 13-15 tahun dan perempuan usia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak
menderita Appendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun
(Smeltzer,2004). Pengobatan Appendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non
operasi, pada kasus ringan Appendisitis dapat dapat sembuh hanya dengan pengobatan, tetapi
untuk Appendisitis yang sudah luas infeksinya maka harus segera dilakukan operasi
appendiktomy. Tindakan ini harus segera dilakukan untuk mencegah rupture, tebentuknya
abses atau peradangan pada selaput rogga perut (peritonitis) (smelt zer, 2002), operasi
Appendiktomy termasuk operasi bedah abdomen, bedah abdomen juga berpotensi untuk terjadi
komplikasi, komplikasi yang sering terjadi pasca pembedahan yaitu timbulnya mual dan
muntah pada 24 jam pertama setelah pembedahan (Zeitz, 2004).
Komplikasi selanjutnya dari pembedahan yang perlu mendapatkan perhatian adalah
kejadian Postoperative ileus (Wright,2009) Postoperative ileus adalah suatu keadaan diman
terjadi hambatan dalam kembalinya motilitas usus ke dalam semula setelah dilakukan
pembedahan. Kondisi ini adalah sesuatu yang fisiologis pada pembedahan abdomen. Secara
fisiologis motilitas usus halus kembali dalam keadaan normal dalam waktu 0-24 jam
berikutnya. Kembalinya keseluruhan fungsi saluran pencernaan pasca pembedahan
berlangsungdalam waktu 3 hari (Behm & Stollman,2002 & Marwah., Singla & Tinna,2012).
Berbagai macam pengobatan dilaporkan telah digunakan dalam mencegah terjadinya
Postoperative Ileus. Berbagai macam obat yang dilaporkan telah digunakan adalah
Metoclorpramide, Cisapride, Erythromycin, Laxative, Opiate Antagonist (Behm &
Stollman,2002) Neostigine (Prostign), Alvimopan (Entereg) (Johnson & Walsh,2009).
Menurut US Food and Drug Administrasi dilaporkan belum ada pengobatan yang pasti dan
aman untuk mencegah terjadinya Postoperative Ileus (Marwah., Sigla., Tinna, 2012).
appendectomy atau operasi pengangkatan usus buntu merupakan kedaruratan bedah abdomen
yang sering dilakukan di berbagai negara di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lebih dari
250.000 Appendectomy dikerjakan tiap tahunnya (Cetrione,2009). Insiden Appendicitis
cenderung stabil di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir, sedangkan insiden Appendicitis
lebih rendah di negara berkembang dan negara terbelakang, terutama negara-negara Afrika,
dan lebih jarang pada kelompok sosio ekonomi rendah. Di Indonesia insiden Appendicitus
cukup tinggi, terlihat dengan adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh dari DEPKES (2008), kasus Appendicitis pada tahun 2005
sebanyak 65.755 orang, dan pada tahun 2007 jumlah pasien Appendicitis sebanyak 75.601
orang.
Berdasarkan data jumlah pasien dari RSUD IBNUSINA Kabupaten Gresik pada bulan
januari-juni 2014 sebanyak 85 pasien, pada bulan juli-desember 2014 sebanyak 80 pasien, pada
bulan januari-juni 2015 sebanyak 76 pasien, pada bulan juli-desember 2015 sebanyak 80 pasien
yang menjalani Appendictomy dengan lama hari perawatan rata-rata 3-4 hari lama rawat inap
adalah rentang atau periode waktu sejak pasien diterima masuk ke rumah sakit hingga
berakhirnya proses pengobatan secara administratif oleh suatu sebab tertentu, pemakaian
anastesi pada tindakan Appendictomy berefek relaksasi otot-otot khususnya terjadi penurunan
peristaltik usus kembali 24 jam pasca operasi. (Long.1996) pada pasien pasca Appendictomy
tindakan keperawatan yang diutamakan yaitu mengobservasi kembalinya fungsi pencernaan,
Dr. Michael Harris, provesor bedah dari Mount Sinai School of Medicine New York City.
Mengatakan bahwa tindakan mengunyah permen karet mempercepat pulihnya fungsi normal
usus post operasi dan mempersingkat waktu tinggal di rumah sakit dengan cara yang mudah
dan murah. Penelitian tersebut dilakukan pada pasien post operasi karena kanker atau penyakit
Divertikuler. Sebagian pasien yang diteliti diberikan permen karet bebas gula tiga kali sehari
selama satu jam mengunyah. Sebagian pasien lainnya tidak diberi permen karet sebagai
kontrol.
Mengunyah permen karet adalah suatu treatment yang dipercaya memberikan hasil dalam
menstimulasi usus halus untuk kembali bekerja normal kembali pasca pembedahan.
Mengunyah permen karet adalah suatu proses seperti makan, dimana ada massa di dalam
mulut, ada proses mengunyah. Dengan adanya mekanisme Vagal Cholinergic (Parasimpatis)
menstimulasi saluran pencernaan, hal ini sama dengan proses makan secara oral, namun secara
teori, proses ini lebih jarang menimbulkan respon muntah pada pasien dan mencegah terjadinya
aspirasi (Basaran & Piktin,2009).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan studi tentang pengaruh
mengunyah permen karet terhadap peningkatan peristaltik usus pada pasien post operasi
Appendictomy di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina kabupaten Gresik.

1.2.1. Tujuan Umum


Mengetahui pengaruh permen karet terhadap peningkatan peristaltik usus pada pasien
post Appendictomy di Ruang Dahlia RSUD IBNUSINA Kabupaten Gresik.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi peningkatan peristaltik usus pada pasien post operasi Appendictomy
sebelum mengunyah permen karet yang bebas gula.
2. Mengidentifikasi peningkatan peristaltik usus pada pasien post operasi Appendictomy
sesudah mengunyah permen karet yang bebas gula.
3. Menganalisa pengaruh mengunyah permen karet terhadap peningkatan peristaltik usus
pada pasien post operasi Appendictomy.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengaruh mengunyah


permen karet terhadap peningkatan peristaltik usus pada pasien post Appendictomy
serta dapat digunakan sebagai referensi untuk terapi nonfarmakologi dibidang
Gastrointestinal.

1.3.2. Praktisi

1. Bagi Tempat Kerja


Penelitian ini akan menberikan informasi bagi RUMAH SAKIT tentang
pengaruh mengunyah permen karet sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan
peristaltik usus nonfarmakologi pada terapi post Appendictomy.

2. Bagi Peneliti Lain


Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh peneliti lain untuk dilakukan
tindak lanjut penelitian tentang cara meningkatkan peristaltik usus nonfarmakologi
pada pasien post operasi.

3. Bagi Perawat
Dapat dijadikan referensi ilmiah tentang intervensi mandiri perawat dalam
meningkatkan peristaltik usus pada pasien post operasi.
LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL

Nama : Nunuk Sulistiyawati

NIM : 2016080047

Judul Skripsi : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Terhadap Peningkatan


Peristaltik Usus Pada Pasien Post Appendictomy

Pembimbing I : Ahmad Hasan Bisri, S. Kep., Ns.

NO TANGGAL REVISI TTD


LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL

Nama : Nunuk Sulistiyawati

NIM : 2016080047

Judul Skripsi : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Terhadap Peningkatan


Peristaltik Usus Pada Pasien Post Appendictomy

Pembimbing II : Yuanita Syaiful, S. Kep., Ns.

NO TANGGAL REVISI TTD

Вам также может понравиться