Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang yang berisi faktor-faktor yang bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit
ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit
sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
Contoh sederhana: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi
kesehatan, namun ternyata dia merokok
2. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan ekspilisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan
nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Contoh sederhana: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi
kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.
b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan. Cara baru atau modern dalam memperoleh
pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah.
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, Tahu ini adalah merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003
; 122)
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
mengenai obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan meteri tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, merencanakan, dan
sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus datang ke Posyandu (Notoatmodjo, 2003 ; 123).
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain. Dalam menggunakan prinsip-
prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata - kata kerja. Dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. (Notoatmodjo,
2003 ; 123).
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori
atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003 ; 123).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
b. Faktor eksternal
Tingkat pendidikan
Pendidikan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang
berpendidikan tinggi akan memberi respon lebih rasional terhadap informasi yang
datang. Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Pendidikan
diklasifikasikan menjadi :
1. Pendidikan tinggi: akademi/ PT
2. Pendidikan menengah: SLTP/SLTA
3. Pendidikan dasar : SD
Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan
yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan. Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang
rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima
pesan, mencerna pesan,dan informasi yang disampaikan.
Menurut Wiet Hary dan Notoatmodjo menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang
mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
baik pula pengetahuannya. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan
implikasinya. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas
karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang
menjadikan hidup yang berkualitas.
Ekonomi
Keluarga dengan status ekonomi tinggi lebih mudah mencukupi kebutuhan primer
maupun kebutuhan sekunder dibandingkan dengan keluarga status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk kebutuhan
sekunder.
Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara
satu dengan yang lain. Individu yang berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar
terpapar informasi. Faktor hubungan social juga mempengaruhi kemampuan individu
sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi.
Pengalaman
Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya. Orang yang berpengalaman mudah
menerima informasi dari lingkungan sekitar sehingga lebih baik dalam mengambil
keputusan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor tersebut di atas merupakan hal
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengaruh dari
intelektual, afektif, kognitif dan pengalaman manusia sebagai subjek akan
mempengaruhi pengetahuannya terhadap suatu objek yang terjadi melalui
pengindraan.
P = f/n x 100%
Keterangan :
P = Presentasi
F = frekuensi dari seluruhalternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah dipilih
responden atas pernyataan yang diajukan
N = jumlah frekuensi seluruh alternative jawaban yang menjadi pilihan responden
selaku peneliti
100% = bilangan genap
2.Tahap pengangkutan
Dari dipo sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan
mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
3.Tahap pemusnahan
Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan,
antara lain :
a. Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini,
pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan cara menimbun
sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah
tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang
binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyatatan yaitu
tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar.
Semua jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi
pemukiman. Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary
landfill ini, yaitu:
1) Metode galian parit (trench method)
Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas galian
digunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah penutup
dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuat parit baru
di sebelah parit terdahulu.
2) Metode area
Sampah yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, atau
pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari
tempat tersebut.
3) Metode ramp
Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya
adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan
sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah. Setelah lokasi sanitary landfill yang
terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau
(pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya.
b. Incenaration
Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara
membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat
sistem ini, antara lain :
- Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
- Tidak memerlukan ruang yang luas.
- Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
- Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini : biaya besar, lokalisasi
pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk. Peralatan yang digunakan
dalam insenarasi, antara lain :
1) Charging apparatus
Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal dari kendaraan
pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.
2) Furnac
Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi yang
berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan
sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.
3) Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih panas dan
berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.
4) Chimmey atau stalk
Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar dan
mengalirkan udara ke dalam
5) Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu yang
terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007).
c. Composting
Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman
pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk
hijau. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:
1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk seperti gelas, kaleng, besi dan
sebagainya.
2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5
cm)
3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling
baik (C:N = 1:30)
4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan
terbuka agar terjadi proses aerobik.
5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan
baik.
d. Hog Feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi). Perlu diingat bahwa
sampah basah harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan
penyakit cacing dan trichinosis.
e. Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode
ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.
f. Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang atau tempat sampah.
g. Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan
pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
h. Individual Incenaration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di
daerah pedesaaan.
i. Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau di daur
ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di daur ulang, antara lain plastik, kaleng, gelas,
besi, dan sebagainya.
j. Reduction
Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage)
sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian di olah untuk menghasilkan lemak.
k. Salvaging
Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa
metode ini dapat menularkan penyakit.
Pasal 25
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri ataubersama-sama
dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah
dan/atau peraturan daerah.
Pasal 20
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi
kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur
ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 22
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b
meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah; dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah atau dengan
peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 23
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 27
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk
perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang
bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri
maupun secara bersamasama.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan
yang diatur oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
2.1.3.13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi
masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin
beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh
proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah
sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu
dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada
pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang
ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume
yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan
(CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan 31 memberikan
kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui
proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan
biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan
akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan
sampah. Paradigma baru memandang sampahsebagai sumber daya yang mempunyai
nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk
ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan
pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk
yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut
dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang,
sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Pasal 28H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada
setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat
Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib
memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan
bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional
pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi
persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan
dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dalam rangka
menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif,
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah
dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung
hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam
Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas
keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di
atas, pembentukan Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka:
Paparan media
massa Ekonomi
Tingkat Hubungan
Pendidikan sosial
PENGALAMAN
EKONOMI
-rendah
- Banjir
-sedang
-tinggi -ISPA
-Penyuluhan penglolaan
sampah
TINGKAT PENDIDIKAN
HUBUNGAN SOSIAL
- Pendidikan tinggi
- Interaksi terhadap orang
-Pendidikan menegah
lain
-Pendidikan Dasar Pengetahuan tentang
pengolahan sampah -intensitas interaksi
rumah tangga di
Keluarga Binaan RT
002/ RW 04 ,
Kampung SukaSari,
Desa Pangkalan,
Kecamatan Teluk Naga
Pada Bulan Juni 2015
Tinggi: 5
3. Ekonomi Kemampuan Kuesioner Wawancara Rendah:<4 Ordinal
responden untuk
memenuhi Sedang:57
kebutuhan
Tinggi :>8
primer maupun
sekunder