Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA


2.1.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas
Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya
suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara pengumpulan data
di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada.
Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari
ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi
komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau
sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang
oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode
penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan gizi).

2.1.2 Teori Pengetahuan


2.1.2.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan merupakan hasil Tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu subyek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat berperan
untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui
sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi
tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi.
Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra
yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan dapat
membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan
keyakinannya tersebut.

2.1.2.2 Jenis Pengetahuan


Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat
beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan.
Jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut.

1. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang yang berisi faktor-faktor yang bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit
ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit
sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
Contoh sederhana: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi
kesehatan, namun ternyata dia merokok

2. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan ekspilisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan
nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Contoh sederhana: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi
kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.

2.1.2.2.3 Cara Mendapatkan Pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan. Cara-cara penemuan
pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum ditemukan metode ilmiah, yang
meliputi :

1) Cara Coba Salah (Trial Dan Error)


Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba
kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas


Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi,
otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi


Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila
dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang
sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.

4) Melalui Jalan Pikiran


Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan,
manusia telah menggunakan jalan fikiran.

b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan. Cara baru atau modern dalam memperoleh
pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah.

2.1.2.4 Tingkat Pengetahuan


Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Menurut
Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, Tahu ini adalah merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003
; 122)

2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
mengenai obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan meteri tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, merencanakan, dan
sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus datang ke Posyandu (Notoatmodjo, 2003 ; 123).

3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain. Dalam menggunakan prinsip-
prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata - kata kerja. Dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. (Notoatmodjo,
2003 ; 123).

5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori
atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003 ; 123).

6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.

2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkatan Pengetahuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Sukmadinata, bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Faktor internal
Faktor internal meliputi jasmani dan rohani. Faktor jasmani adalah tubuh orang itu
sendiri, sedangkan faktor rohani adalah psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi
afektif dan kognitifnya.
Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang
lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang belum cukup tinggi kedewasaannya.
Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2001 : 25)

b. Faktor eksternal
Tingkat pendidikan
Pendidikan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang
berpendidikan tinggi akan memberi respon lebih rasional terhadap informasi yang
datang. Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Pendidikan
diklasifikasikan menjadi :
1. Pendidikan tinggi: akademi/ PT
2. Pendidikan menengah: SLTP/SLTA
3. Pendidikan dasar : SD

Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan
yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan. Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang
rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima
pesan, mencerna pesan,dan informasi yang disampaikan.
Menurut Wiet Hary dan Notoatmodjo menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang
mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
baik pula pengetahuannya. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan
implikasinya. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas
karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang
menjadikan hidup yang berkualitas.

Paparan media massa


Media massa, baik cetak maupun elektronik merupakan sumber informasi yang dapat
diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering mendengar atau
melihat media massa (tv, radio, dan majalah) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mendapat informasi dari media
massa, dan hal ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.

Ekonomi
Keluarga dengan status ekonomi tinggi lebih mudah mencukupi kebutuhan primer
maupun kebutuhan sekunder dibandingkan dengan keluarga status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk kebutuhan
sekunder.

Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara
satu dengan yang lain. Individu yang berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar
terpapar informasi. Faktor hubungan social juga mempengaruhi kemampuan individu
sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi.
Pengalaman
Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya. Orang yang berpengalaman mudah
menerima informasi dari lingkungan sekitar sehingga lebih baik dalam mengambil
keputusan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor tersebut di atas merupakan hal
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengaruh dari
intelektual, afektif, kognitif dan pengalaman manusia sebagai subjek akan
mempengaruhi pengetahuannya terhadap suatu objek yang terjadi melalui
pengindraan.

2.1.2.6 Sumber Pengetahuan


Menurut Istiarti, pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam
sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan,
media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal ahli agama,
pemegang pemerintahan, dan sebagainya.

2.1.2.7 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
(kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur
dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Pengukuran tingkat
pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. (Notoatmodjo, 2005).
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor
yang diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya berupa
presentasi dengan rumus yang digunakan sebagai berikut :

P = f/n x 100%
Keterangan :
P = Presentasi
F = frekuensi dari seluruhalternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah dipilih
responden atas pernyataan yang diajukan
N = jumlah frekuensi seluruh alternative jawaban yang menjadi pilihan responden
selaku peneliti
100% = bilangan genap

Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan


skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Baik : hasil presentasi 76% - 100%
2. Cukup : hasil presentasi 56% - 75%
3. Kurang : hasil presentasi < 56%
(A. Wawan dan Dewi M, 2010)
2.1.3 Teori Pengelolaan Sampah
2.1.3.1 Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007).
Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-
using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat
digunakan kembali.
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda
atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan
hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah
sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang,
yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk
kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk
didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk
didalamnya).

2.1.3.2 Jenis dan Karakteristik Sampah


2.1.3.2.1 Jenis Sampah
Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah
dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa
jenis yaitu :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
b. Sampah organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca.

2.1.3.2.2 Karakteristik Sampah


1.Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau
sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat yang
mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas.
2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat terbakar
yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor, tapi
yang tidak termasuk garbage.
3.Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar baik
di rumah, di kantor, industri.
4.Street Sweeping (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan trotoar
baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari
kertas-kertas, daun-daunan.
5.Dead Animal (Bangkai Binatang) yaitu bangkai-bangkai yang mati karena
alam, penyakit atau kecelakaan.
6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes, yang
berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai mobil, truk,
kereta api.
8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-industri,
pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.
10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,
perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat organik hasil
saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.
12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus misalnya
kaleng-kaleng cat, zat radiokatif.
2.1.3.3 Sumber-Sumber Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut:
1. Pemukiman Penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa
keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa
atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa
proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering
(rubbish), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun.
2. Tempat Umum Dan Tempat Perdagangan
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan
melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang
dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage),
sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah
berbahaya.
3. Sarana Layanan Masyarakat Milik Pemerintah
Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain: tempat hiburan,
jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan (misalnya rumah sakit dan
puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan, pantai empat berlibur, dan
sarana pemerintah lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus
dan sampah kering.
4. Industri berat dan ringan
Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu,
industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor dan air minum,
dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses
bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah
basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah
berbahaya.
5. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun,
ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan
yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi
serangga tanaman.

2.1.3.4 Pengelolaan Sampah Padat


Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya:
1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber
Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya)
ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat
sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat
yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan
sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut
berikut ini :
a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.
b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.
c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan
ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan
untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaanya dapat diserahkan pada
pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada bebarapa persyaratan yang
harus dipenuhi, diantaranya :
- Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi
kendaraan pengangkut sampah.
- Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.
- Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan
binatang lain masuk ke dalam dipo.
- Ada kran air untuk membersihkan
- Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat atau tikus.
- Mudah dijangkau masyarakat
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode :
a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah
b. Sistem trio : tempat sampah basah, sampah kering dan tidak mudah terbakar.

2.Tahap pengangkutan
Dari dipo sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan
mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
3.Tahap pemusnahan
Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan,
antara lain :
a. Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini,
pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan cara menimbun
sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah
tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang
binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyatatan yaitu
tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar.
Semua jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi
pemukiman. Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary
landfill ini, yaitu:
1) Metode galian parit (trench method)
Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas galian
digunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah penutup
dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuat parit baru
di sebelah parit terdahulu.
2) Metode area
Sampah yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, atau
pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari
tempat tersebut.
3) Metode ramp
Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya
adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan
sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah. Setelah lokasi sanitary landfill yang
terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau
(pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya.

b. Incenaration
Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara
membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat
sistem ini, antara lain :
- Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
- Tidak memerlukan ruang yang luas.
- Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
- Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini : biaya besar, lokalisasi
pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk. Peralatan yang digunakan
dalam insenarasi, antara lain :
1) Charging apparatus
Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal dari kendaraan
pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.
2) Furnac
Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi yang
berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan
sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.
3) Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih panas dan
berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.
4) Chimmey atau stalk
Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar dan
mengalirkan udara ke dalam
5) Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu yang
terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007).

c. Composting
Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman
pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk
hijau. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:
1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk seperti gelas, kaleng, besi dan
sebagainya.
2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5
cm)
3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling
baik (C:N = 1:30)
4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan
terbuka agar terjadi proses aerobik.
5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan
baik.

d. Hog Feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi). Perlu diingat bahwa
sampah basah harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan
penyakit cacing dan trichinosis.
e. Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode
ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.
f. Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang atau tempat sampah.
g. Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan
pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
h. Individual Incenaration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di
daerah pedesaaan.
i. Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau di daur
ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di daur ulang, antara lain plastik, kaleng, gelas,
besi, dan sebagainya.
j. Reduction
Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage)
sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian di olah untuk menghasilkan lemak.
k. Salvaging
Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa
metode ini dapat menularkan penyakit.

2.1.3.5 Hubungan Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan


Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat
maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan
ada juga yang negatif.

2.1.3.5.1 Pengaruh Positif


Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap
masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :
- Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran
rendah.
- Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
- Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan
yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut
terhadap ternak.
- Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga
dan binatang pengerat.
- Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.
- Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.
- Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat.
- Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu negara
sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain.

2.1.3.5.2 Pengaruh Negatif


Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi
kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, seperti berikut.
- Pengaruh terhadap kesehatan
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga, jamur.
2. Penyakit demam berdarah meningkatkan insidensinya disebabkan vektor Aedes
Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan sampahnya
kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan genangan air).
3. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang menyengat
yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan Metylmercaptan.
4. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya
lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan tempat penumpukan
sampah.
5. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup dan
berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah yang kurang
baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun melalui
udara.
6. Penyakit kecacingan
7. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan misalnya
luka akibat benda tajam seperti kaca, besi, dan sebagainya
8. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain.
- Pengaruh terhadap lingkungan
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan menjadi
tidak indah dipandang mata misalnya banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga
mengganggu kesegaran udara lingkungan masyarakat.
2. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air
akan terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal.
3. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu
yang menimbulkan bau busuk.
4. Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir maka akan cepat
terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan masyarakat antara lain jalan, jembatan,
saluran air, fasilitas jaringan dan lain-lain.
5. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran
lebih luas.
6. Apabila musim hujan datang, sampah yeng menumpuk dapat menyebabkan banjir dan
mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.
7. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat, seperti jalan,
jembatan, dan saluran air.
- Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-budaya
masyarakat setempat.
2. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat
orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
3. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan pihak
pengelola
4. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga produktifitas
masyarakat menurun.
5. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga
dana untuk sektor lain berkurang.
6. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang
diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.
7. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak
memiliki nilai ekonomis.
8. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat
menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

2.1.3.6 Petugas Pengelola Sampah


Petugas pengelola sampah adalah orang yang melakukan pekerjaan pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah.
Material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan
sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah
bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian
khusus untuk masing masing jenis zat .

2.1.3.7 Pembiayaan Dan Kompensasi Menurut Undang-Undang 18 Tahun 2008 Tentang


Pengelolaan Sampah
Pasal 24
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.

Pasal 25
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri ataubersama-sama
dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah
dan/atau peraturan daerah.

2.1.3.8 Penyelenggaraan Dan Pengelolaan Sampah Menurut Undang-Undang 18


Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri
atas:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.

Pasal 20
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi
kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin,
dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur
ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 21
(1) Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 22
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b
meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah; dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah atau dengan
peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 23
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

2.1.3.9 Kerjasama dan Kemitraan Dalam Melakukan Pengelolaan Sampah Menurut


Undang-Undang 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 26
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk
kerja sama dan/atau pembuatanusaha bersama pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama
antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

Pasal 27
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan
pengelolaan sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk
perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang
bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.3.10 Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Undang-Undang 18


Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 28
(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah;
b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketapersampahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan
pemerintah dan/atau peraturan daerah.

2.1.3.11 Larangan-Larangan Mengenai Sampah menurut Undang-Undang 18 Tahun


2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
(4) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.

2.1.3.12 Pengawasan Terhadap Kebijakan Pengelolaan Sampah menurut Undang-


Undang 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 30
(1) Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah
dilakukan oleh Pemerintah
(2) Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota
dilakukan oleh gubernur.

Pasal 31
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri
maupun secara bersamasama.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan
yang diatur oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
2.1.3.13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi
masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin
beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh
proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah
sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu
dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada
pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang
ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume
yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan
(CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan 31 memberikan
kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui
proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan
biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan
akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan
sampah. Paradigma baru memandang sampahsebagai sumber daya yang mempunyai
nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk
ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan
pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk
yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media
lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut
dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang,
sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Pasal 28H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada
setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat
Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib
memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan
bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional
pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi
persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan
dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dalam rangka
menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif,
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah
dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung
hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam
Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas
keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di
atas, pembentukan Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka:

a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayananpengelolaan sampah


yang baik dan berwawasan lingkungan;
b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;
d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan
daerah dalam pengelolaan sampah; dan
e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undangundangini dan
pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.2 Kerangka Teori
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori Sukmadinata, yang
menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pengetahuan, yaitu:

Paparan media
massa Ekonomi

Tingkat Hubungan
Pendidikan sosial

Umur PENGETAHUAN Pengalaman

Gambar 1. Kerangka teori (Teori Pengetahuan, Sukmadinata)


2.3 Kerangka Konsep

PENGALAMAN
EKONOMI
-rendah
- Banjir
-sedang
-tinggi -ISPA
-Penyuluhan penglolaan
sampah

TINGKAT PENDIDIKAN
HUBUNGAN SOSIAL
- Pendidikan tinggi
- Interaksi terhadap orang
-Pendidikan menegah
lain
-Pendidikan Dasar Pengetahuan tentang
pengolahan sampah -intensitas interaksi
rumah tangga di
Keluarga Binaan RT
002/ RW 04 ,
Kampung SukaSari,
Desa Pangkalan,
Kecamatan Teluk Naga
Pada Bulan Juni 2015

Gambar 2. Kerangka Konsep


2.4 Definisi Operasional
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori Notoatmodjo (2003), yang
menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pengetahuan, yaitu:

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur
Ukur

1. Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Wawancara Kurang: < Ordinal


pengelolaan sampah pengolahan 5
rumah tangga sampah adalah
suatu ilmu yang Cukup: 6
digunakan 9
dalam hal
Baik:>10
pengolahan
sampah meliputi
program 3R,
tempat
membuang
sampah yang
baik, sejauh
mana posisi
pembakaran
sampah dengan
pemukiman,
pemisahan jenis
sampah.

2. Tingkat Pendidikan Pendidikan Kuesioner Wawancara Rendah:1 Ordinal


formal terakhir 2
responden yang
pernah Sedang: 3
ditamatkan 4

Tinggi: 5
3. Ekonomi Kemampuan Kuesioner Wawancara Rendah:<4 Ordinal
responden untuk
memenuhi Sedang:57
kebutuhan
Tinggi :>8
primer maupun
sekunder

4. Pengalaman Segala sesuatu Kuesioner Wawancara Ada: >3 Nominal


yang terjadi
dimasa lampau Tidak
yang dapat ada:<3
dijadikan
sebagai
pelajaran
maupun
pengetahuan
mengenai
pengelolaan
sampah (ISPA,
banjir,
penyuluhan) dan
kejadian yang
disebabkan oleh
sampah

5. Hubungan sosial Interaksi Kuesioner Wawancara Kurang: <3 Ordinal


individu dengan
orang lain dan Cukup: 4
lingkungannya 5
meliputi
Baik:>6
intensitas
berinteraksi dan
kemampuan
bersosialisasi)

Gambar 3. Definisi operasional

Вам также может понравиться

  • HVLT
    HVLT
    Документ10 страниц
    HVLT
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет
  • PBL Medikolegal 2
    PBL Medikolegal 2
    Документ31 страница
    PBL Medikolegal 2
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет
  • Case Forensik Fita Hidup
    Case Forensik Fita Hidup
    Документ16 страниц
    Case Forensik Fita Hidup
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет
  • Puisi Lingkungan Alam
    Puisi Lingkungan Alam
    Документ1 страница
    Puisi Lingkungan Alam
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет
  • YBBC
    YBBC
    Документ10 страниц
    YBBC
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет
  • Tugas Kelompok B1
    Tugas Kelompok B1
    Документ8 страниц
    Tugas Kelompok B1
    Rizky Triyadi
    Оценок пока нет
  • Fisiologii
    Fisiologii
    Документ11 страниц
    Fisiologii
    Ricky Chupruut Arisandy
    Оценок пока нет