Вы находитесь на странице: 1из 3

Topik Permasalahan:

1. Lagi, Pemerintah perpanjang kontrak Freeport 2031

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim negosiasi antara
pemerintah dan PT Freeport Indonesia sudah mencapai titik temu. Dari empat isu yang
dibahas, dua di antaranya telah mencapai kesepakatan yakni masalah perpanjangan
kontrak dan pembangunan pabrik pemurnian atau smelter.
Ketua Tim Perundingan Pemerintah sekaligus Sekretaris Jenderal Kementerian
ESDM, Teguh Pamudji, mengatakan untuk perpanjangan kontrak, Freeport bersedia
diperpanjang hingga 2031. Sementara pembangunan smelter harus selesai pada 2022.
"Mereka sudah bisa memperpanjang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) yang
sebelumnya (berakhir) 2021, diperpanjang sampai 2031," kata Teguh ditemui di
Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/7).
Sebelumnya, Freeport meminta agar perpanjangan kontrak diberikan sampai 2041.
Perusahaan beralasan telah mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk tambang
bawah tanah.
Menurut Teguh, skema perpanjangan 10 tahun sudah berdasarkan aturan yang
berlaku. Perpanjangan, kata dia, bisa dilakukan per 10 tahun sebanyak dua kali dan
dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan PP No. 1 Tahun 2017, perusahaan yang memiliki IUPK wajib
membangun smelter dalam waktu lima tahun dan wajib melakukan divestasi (pelepasan
saham) hingga 51% secara bertahap dalam waktu sepuluh tahun, agar dapat mengekspor
mineral konsentrat.
"Terkait pembangunan smelter, PT Freeport Indonesia sepakat untuk menyelesaikan
dalam waktu 5 tahun dan akan selesai pada 2022," ujar Teguh.
Kesepakatan pembangunan smelter akan berarti Freeport Indonesia diperbolehkan
untuk mengekspor emas konsentrat dengan membayar bea keluar ke Kementerian
Keuangan
Sementara untuk dua isu lainnya yakni masalah stabilitas investasi terkait pajak dan
divestasi saham hingga 51 persen, hingga saat ini pembahasannya masih belum
mencapai titik temu.
Freeport sebelumnya menginginkan agar skema pajak menggunakan nail down atau
pajak tetap seperti dalam Kontrak Karya. Sementara pemerintah meminta pajak
prevailing sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun masalah divestasi saham, pemerintah meminta Freeport melepas sahamnya
51 persen kepada pemerintah. Sedangkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat
tersebut berkukuh akan melepas saham hanya 30 persen.
Teguh mengatakan dua isu tersebut selanjutnya akan dibahas Kementerian ESDM
bersama Kementerian Keuangan.
Sementara itu, Juru Bicara Freeport Riza Pratama tak mau menjawab dengan tegas
soal klaim pemerintah tersebut. Dia mengatakan keputusan harus dilakukan dalam satu
kesepakatan.
"Perusahaan masih berharap mendapatkan kesepakatan perpanjangan hingga 2041
dan segera akan membangun Smelter setelah mendapatkan kesepakatan," katanya.
Proses negosiasi status kontrak Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia
berjalan alot dan acap kali terjadi perseteruan. Sebelumnya, Freeport terpaksa berhenti
mengekspor tembaga dan emas, bahkan menghentikan kegiatan operasional di tambang
mereka di Papua. Akibatnya, ribuan pekerja dirumahkan sebagai langkah efisiensi.

Sumber:

https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/pemerintah-klaim-freeport-sepakat-
perpanjangan-kontrak-hingga-2031

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40725576

2. Bola Panas Pro Kontra Perppu No. 2 Tahun 2017

Sejak dikeluarkannya Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)


Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017 tentang perubahan Undang-Undang No. 17 tahun
2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah memantik pro-kontra di kalangan
masyarakat, baik masyarakat elit (termasuk anggota parlemen, pemimpin ormas, tokoh
agama, akademisi, dlsb.) maupun masyarakat bawah atau akar rumput.
Kelompok yang kontra berpandangan atau berargumen bahwa Perppu
tersebut (1) menunjukkan watak otoriter pemerintah Joko Widodo yang bisa
membahayakan bagi otonomi masyarakat dan masa depan bangsa dan negara, (2)
telah memberangus kebebasan berekspresi dan berserikat masyarakat yang juga
digaransi oleh Konstitusi UUD 1945, (3) bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi
yang menjadi "ruh Bangsa dan Negara Indonesia, dan (4) berpotensi untuk
disalahgunakan oleh rezim penguasa baik sekarang maupun di masa datang guna
melarang ormas-ormas yang dipandang oleh pemerintah telah bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu kelompok yang pro (baik elite maupun masyarakat bawah)
berpendapat bahwa Perppu tersebut dibuat karena dilatari oleh spirit untuk
antara lain, merawat kebhinekaan dan kebangsaan serta menjaga toleransi dan
hak-hak sipil masyarakat yang selama ini dirusak oleh sejumlah kelompok
radikal-intoleran. Mereka juga berargumen bahwa kebebasan dan demokrasi itu ada
batasnya, tidak bisa dibiarkan berkembang liar yang justru akan menodai dan merusak
spirit kebebasan dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap penerbitan
Perppu ini tidak memenuhi 3 syarat Putusan Mahkamah Konstitusi No 38/PUU-
VII/2009. Yakni, kebutuhan dan kondisi mendesak, UU yang ada tidak memadai, dan
adanya kekosongan hukum.
Kedua, soal kandungan Perppu. Terutama terkait peniadaan proses hukum
pembubaran Ormas. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Hukum dan HAM
(Menkumham) bisa langsung membubarkan ormas tanpa proses peradilan.
Ketiga, pada Pasal 59 pemerintah menambah ketentuan pidana yaitu penistaan
agama. Sanksi pidana buat mereka yang dituduh menodai agama dan separatis bisa
dikenai penjara seumur hidup.
Selain itu, aturan ini membetot perhatian dari organisasi internasional berbasis di
Amerika Serikat, Human Right Watch. Aturan ini dianggap bisa menyeret siapapun
yang dianggap bertentangan dengan pemerintah. Termasuk kelompok minoritas
keagamaan yang acap dituduh sesat. Begitupun kelompok yang kerap dianggap
mengobarkan separatisme.
Sementara, Dosen UIN Sunan Ampel H Muhibbin Zuhri menegaskan, langkah
pemerintah ini sudah tepat, tapi jangan sampai Perppu tersebut justru menjadi
anasir abuse of power. Dalam kaidah fiqh, menolak kemudharatan jauh lebih
diutamakan ketimbang menciptakan kemaslahatan. Rumah besar NKRI ini harus
diselamatkan.
Padahal, para pendiri bangsa ini sudah memilih bentuk nation state dan Pancasila
sebagai dasar negara itu melalui kesepakatan (muahadah), seperti yang dicontohkan
Rasulullah saat membangun Madinah melalui sohifatul Madinah yang prinsip dasarnya
mengedepankan umatan wahidah (kebangsaan) dan kemakmuran.
Sumber :
http://www.dw.com/id/pro-kontra-perppu-no-2-tahun-2017/a-39827177
https://www.nu.or.id/post/read/79947/ketua-pcnu-surabaya-pemerintah-telat-
keluarkan-perppu-ormas
http://katadata.co.id/infografik/2017/07/19/bola-panas-perppu-ormas

Вам также может понравиться