Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk
mengidentifikasi status normal dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan
normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala
pasien, penapisan/skrining keadaan well-being pasien, dan pemantauan masalah
kesehatan/penyakit pasien saat ini.
Tidak ada yang absolut mengenai metode yang digunakan dan sistem yang harus dicakup
dalam suatu pemeriksaan fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala,
data fisik dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri
(misalnya,penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisis
gejala-gejala).Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan
yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu masalah atau
abnormalitas tertentu).
BAB 2
TUJUAN
Umum :
Tersedianya dukungan sumberdaya kesehatan dan alat kesehatan untuk pemeriksaan
fisik diagnostik di puskesmas
Khusus :
- Tersusunnya pedoman pemeriksaan fisik diagnostik
[Type text]
Kelainan-kelainan yang bias didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas
operasi,
pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomasti tumor,
luka operasi, retraksi otot-otot interkostal, dll.
Kelainan bentuk dada:
Bentuk toraks dapat normal dan dapat pula tidak normal, yaitu toraks paralitik dan toraks
emfisema. Bentuk toraks normal dapat dinilai berupa toraks yang diameter lateral kiri dan
kanan lebih besar dari pada diameter antero-posterior dan pergerakan pernafasan iga-iga
bagian bawah bergerak ke atas dan lateral.
Dada paralitikum dengan cirri-ciri:
- Dada kecil, diameter sagital pendek
- Sela iga sempit, iga lebih miring, Angulus costae <90
o
- Terdapat pada pasien dengan malnutrisi
Dada emfisema (Barrel-shape):
- Dada mengembung, diameter anteroposterior lebih besar dari diameter latero-
lateral
- Tulang punggung melengkung (kifosis), Angulus costae>90
o
- Terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK
Kifosis: kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior.
Skoliosis: kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral.
Frekuensi pernapasan:
Frekuensi pernafasan normal 14-20x/menit. Pernafasan kurang dari 14x/menit
disebut
bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernafasan
lebih
dari 20x/menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis.
Jenis pernafasan:
Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum.
Abdominal, misalnya pasien PPOK lanjut.
Kombinasi (paling banyak). Pada perempuan sehat umumnya pernapasan torakal
lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat
pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini
disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki.
Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada
pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Disamping itu adakah terlihat bagian dada
yang tertinggal dalam permapasan, dan bila ada keadaan ini menunjukkan adanya
gangguan pada daerah tersebut.
Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus
sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung,
misalnya pada pasien pneumonia.
Pola pernapasan:
Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur
ditandai
dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.
Takipnea: napas cepat dan dangkal.
Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.
Bradipnea: napas yang lambat.
Pernapasan Cheyne Stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode
apnea (berhantinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea
(pernapasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian
mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan
kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya respon reseptor
klinis medulla otak terhadap pertukaran gas.
Pernapasan Biot (Ataxic breathing): jenis pernapasan ini tidak teratur, baik dalam hal
frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan irama
pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk
(obesitas) atau pada waktu tidur.
[Type text]
Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang
dalam.
4,5
Palpasi. Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
1. Palpasi dalam keadaan statis.
Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di daerah
supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti
kanker paru.
Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat
ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung. Pergeseran
mediastinum bagian atas dapat menyebabkan deviasi trakea. Deviasi pulsasi apeks
jantung menunjukkan adanya pergeseran mediastinum bagian bawah. Perpindahan
pulsasi apeks jantung tanpa disertai deviasi trakea biasanya disebabkan oleh
pembesaran ventrikel kiri.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama
mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal. Pengembangan paru
bagian atas dilakukan dengan mengamati pergerakan kedua klavikula.
Pemeriksaan vocal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
meletakkan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan
lebih jelas.
Pada pemeriksaan kedua telapak tangan harus selalu disilang secara bergantian. Hasil
pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai normal, melemah, atau mengeras. Fremitus
yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus
yang mengeras terjadi karena adanya infiltrate pada parenkim paru (misalnya
pada
pneumonia, tuberculosis paru aktif).
4,5
Perkusi.
Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketukan yang terdengar dapat bermacam-macam,
yaitu:
a) Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat paru
yang normal;
b) Hipersonor (Hiperresonant): terjadi bila udara didalam paru/dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superficial,
pneumotoraks dan bula yang besar;
c) Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara, misalnya: adanya
infiltrate/konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang;
d) Pekak (flat/stony dull): terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara
didalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura massif;
e) Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di
dalam
lambung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara bergantian
kiri
dan kanan (zigzag). Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada
kedua
paru.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk menentukan
batas
paru hati dan paru lambung.
4,5
Batas Paru-Hati
Untuk menentukan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula kanan
sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup.
Perubahan ini
[Type text]
menunjukkan batas antara paru dan hati. Tentukan batas tersebut dengan menghitung
mulai
dari sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Setelah batas
paru
hati diketahui, selanjutnya dilakukan tes peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi.
Pertama-
tama pasien dijelaskan mengenai apa yang akan dilakukan, kemudian letakkan 2 jari
tangan
kiri tepat di bawah batas tersebut. Pasien diminta untuk menarik napas dalam dan
kemudian
ditahan, sementara itu dilakukan perkusi pada 2 jari tersebut. Dalam keadaan normal akan
terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian sonor kembali. Dalam
keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2 jari.
Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris
anterior
kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya didapatkan
setinggi
sela iga ke 8. Batas ini sangat dipengaruhi oleh isi lambung.
5
Pada paru belakang dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara zigzag.
Selanjutnya
untuk menentukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan
pemeriksaan
perkusi sepanjang garis skapularis kanan dan kiri. Dalam keadaan normal didapatkan hasil
perkusi yang sonor pada kesua paru. Scapula sebaiknya dikesampingkan
dengan cara
meminta pasien menyilang kedua lengannya di dada. Biasanya batasnya adalah setinggi
vertebra torakalis 10 untuk paru kiri sedangkan paru kanan 1 jari lebih tinggi.
5
Auskultasi.
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui
system trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas
pokok,
pemeriksaan suara napas tambahan, dan jika didapatkan adanya kelainan
dilakukan
pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan
melalui
dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi serta lamanya
fase
inspirasi dan ekspirasi.
Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah dimana fase
inspirasi
langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1.
Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang,
dimana
fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hamper menyamai fase inspirasi dan
diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bias didapatkan
pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi
menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
Terjadi
perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam
keadaan
normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.
Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah
trakea.
Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer
[Type text]
dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
4,5
Suara napas tambahan terdiri dari:
Ronki basah (crackles atau rales): suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical,
dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam
saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar
tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya
cairan pada bronkiolus, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli yang sering
disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat
didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat
misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru).
Ronki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif
rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya
akibat adanya secret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi
dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma.
[Type text]
Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan visceral
yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang akan
menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal
ekspirasi.
Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila
pasien
digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.
Pneumotohorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
[Type text]
jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura
yang
menyelimuti jantung.
5
Teknik Pemeriksaan Kemungkinan Temuan
Inspeksi toraks dan gerakan napas
Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
bernapas
Takipnea, hiperpnea, pernapasan Cheyne-
Stokes
Retraksi inspirasi pada area supraklavikular Terjadi pada penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM), asma, obstruksi jalan
napas atas
Kontraksi inspirasi sternomastoideus Menandakan kesulitan pernapasan yang
berat
Dengarkan pernapasan pasien untuk mengetahui
Frekuensi dan irama pernapasan 14-16x/menit pada dewasa
Stridor Stridor pada obstruksi jalan napas atas
akibat benda asing atau epiglotis
Mengi Mengi ekspirasi pada asma dan PPOM
DADA POSTERIOR
4
Teknik Pemeriksaan Kemungkinan Temuan
Inspeksi dada untuk mengetahui
Deformitas atau asimetris Kifoskoliosis
Retraksi inspirasi abnormal dan interkostal Retraksi pada obstruksi jalan napas
Gangguan atau kelambanan gerakan
pernapasan unilateral
Penyakit yang penyebab dasarnya di paru
atau pleura, paralisis nervus frenikus
Palpasi dada untuk mengtahui
Area nyeri tekan Fraktur iga
Abnormalitas yang terlihat Massa, saluran sinus
Ekspansi dada Gangguan, kedua sisi pada PPOM dan
penyakit paru restriktif
Fremitus taktil ketika pasien mengatakan
aa atau uu
Peningkatan atau penurunan local atau
umum
Perkusi dada pada area yang digambarkan, Bunyi pekak terjadi bila cairan atau jaringan
[Type text]
[Type text]
akhir inspirasi
Atelektasis
(lobaris)
Mungkin
bergesar ke
depan
Pekak Biasanya
tidak ada
Biasanya tidak
ada
Tidak ada
(tertarik)
Efusi pleura
(luas)
Mungkin
bergeser
menjauh
Pekak Menurun
sampai tidak
terdengar
Menurun
sampai tidak
terdengar
Biasanya tidak
ada;
kemungkinan
gesekan pleura
Pneumotoraks Mungkin
bergeser
menjauh
Hiperesonansi
atau timpani
Menurun
sampai tidak
terdengar
Menurun
sampai tidak
[Type text]
terdengar
Kemungkinan
gesekan pleura
PPOM Di garis
tengah
Hiperesonansi Menurun
sampai tidak
terdengar
Menurun Tidak ada
kecuali juga ada
bronchitis
Asma Di garis
tengah
Resonansi
sampai
hiperesonansi
Mungkin
tersamar oleh
bunyi mengi
Menurun Mengi, mungkin
crackles
2.4 PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3
sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diafragma.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan
titik-
titik tertentu.
Garis-garis Patokan adalah sebagai berikut:
Garis mid sterna, yaitu garis tengah yang ditarik mulai dari manubrium sterni sampai
processus xyphoideus.
Garis sterna adalah garis yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan tulang
rawan iga, dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
Garis midclavicular didapatkan kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
klavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavicula ini melewati papilla mammae.
Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavicula yang ditarik dari titik
tengah jarak antara garis midclavicula dengan garis sternal.
Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik melalui tepi lipat ketiak anterior, kearah
kaudal.
Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik melalui tepi ketiak posterior kearah
kaudal.
Garis mid aksila adalah garis di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila
posterior.
6
Titik-titik Patokan:
Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni dan korpus sterni, yang
bila
diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan
sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur tekanan vena jugularis
eksterna.
Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midklavikula kiri. Titik
ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup
mitral paling optimal terdengar di titik tersebut.
Area trikuspidal: terletak di sela iga IV-V sterna kiri dan di sela iga IV-V sterna kanan.
Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspidal.
Area septal terletak di sela iga III sterna kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bising akibat aliran shunt di septum karena terdapat defek, yaitu pada
ASD dan VSD.
[Type text]
Area pulmonal terletak di sela iga II garis sterna kiri merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung katup pulmonal.
Area aorta terletak di sela iga II garis sterna kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.
Titik carotis setinggi processus thyroideus kiri dan kanan untuk mendengarkan bila ada
bising yang menjalar dari katup aorta.
Pada area-area apeks, tricuspidal, pulmonal, dan aorta dapat dilihat pulsasi yang
berlebihan,
getaran (thrill), gerakan-gerakan dinding jantung abnormal yang teraba.
4,6
Inspeksi
Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, missal
tampak capai, kelelahan akibat cardiac output rendah, frekuensi napas meningkat,
sesak
yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral
dengan
clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga
dengan ada tidaknya edem.
Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks,
trikuspidal,
pulmonal, aorta.
6
Palpasi
Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergnatung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan
aorta. Yang
diperiksa adalah:
Pulsasi.
[Type text]
Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karena
adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau thrill diastolic
tergantung di fase mana berada.
Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload
ventrikel kiri, misal pada insufisiensi mitral.
Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan
tekanan di ventrikel, misal pada stenosis mitral.
Ictus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah
2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavicula kiri.
6
Perkusi
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan contour
jantung.
Batas Jantung Kanan
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavicula kanan. Jari-jari tangan
[Type text]
kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah
tadi,
dari cranial kearah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal
dari
paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan.
Bunyi
redup ini adalah berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi
oleh
diafragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat
gabungan antara massa padat dan sedikit udara dari paru. Setelah didapat titik batas
sonor
redup, diukur 2 jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak
tangan
dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan
perkusi kearah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang
merupakan
batas relative kanan jantung dan normal adalah pada garis sterna kanan. Dari titik batas ini
selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang merupakan batas
absolute
jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
6
Batas Jantung Kiri
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung ke kiri,
perkusi dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah kiri diletakkan pada
titik
teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke
kaudal
untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke tympani yang merupakan batas paru-
lambung,
biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur 2 jari ke arah cranial. Dari titik yang
baru ini, dilakukan perkusi lagi ke arah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap
iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relative
jantung kiri dan biasanya terletak pada 2 jari medial garis mid klavikula kiri. Perkusi
diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang
merupakan
batas absolute jantung kiri.
Pada keadaan emfisema paru, batas-batas jantung absolut akan mengecil.
6
Batas Jantung Atas
[Type text]
Tentukan garis sterna kiri lebih dulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dengan arah
sejajar
iga kearah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah
sela
iga II kiri.
Pinggang Jantung
Ditentukan lebih dulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi kearah kaudal
mulai
dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi jari tengah sejajar iga. Yang dicari adalah
[Type text]
perubahan bunyi sonor-redup. Batas ini normal terletak pada sela iga III kiri.
Auskultasi:
Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah:
Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
Sela iga IV-V sterna kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung
yang berasal dari katup trikuspidal
Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada
kelainan yaitu ASD atau VSD.
Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup
aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri.
4,6
Bunyi jantung (BJ) normal terdiri atas bunyi jantung I dan II. Di area apeks dan trikuspidal
BJ I lebih keras daripada BJ II. Sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta, BJ I
lebih
lemah daripada BJ II. BJ I merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup-katup
mitral dan trikuspidal, sedangkan BJ II adalah karena menutupnya katup-katup aorta dan
pulmonal. Untuk menentukan yang mana BJ I adalah dengan meraba arteri radialis atau
arteri
karotis atau iktus kordis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau
dengan denyut iktus kordis.
Fase antara BJ I dan BJ II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara BJ II dan BJ I
disebut
fase diastolik. Fase sistolik lebih pendek daripada fase diastolik.
Bunyi Jantung Tambahan
Bunyi jantung III yaitu jantung yang terdengar tidak lama sesudah BJ II, 0.14-0.16 sek
dan
didengar pada area apeks. BJ III ini berintensitas rendah, merupakan bunyi
yang
dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat pada kasus insufisiensi
mitral.
Bunyi jantung IV yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang juga
dapat didengar di apeks, merupakan bunyi akibat kontraksi atrium yang kuat dalam
memompakan darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan di ventrikel
sehingga atrium harus memompa lebih kuat untuk mengosongkan atrium.
Biasanya
didapat pada kasus gagal jantung.
Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat.
Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan
sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan misal lebih besar
sehingga katup pulmonal menutup lebih lambat. Misal terjadi pada kasus ASD.
Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak, sehingga
terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis
mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II, makin berat derajat MS, berkisar
antara 0.04-0.12 s.
Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara
cepat
dan didapat pada kelainan stenosis aorta.
Pericardial rub didapat pada kasus perikarditis konstrktiva, terjadi gesekan
antara
perikard lapis visceral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan.
Bunyinya kasar dan dapat didengar di area trikuspidal dan apikal dan bias terdengar pada
fase sistolik atau diastolik atau keduanya.
6
Irama Jantung
Normal adalah regular, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100 per menit.
Irregular: terdengar ekstra sistol, yaitu irama dasarnya regular tetap diselingi oleh denyut
[Type text]
jantung ekstra. Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia
fibrilasi atrial.
Irama gallop (derap kuda). Irama jantungnya cepat dan bunyi-bunyi jantungnya terdiri
atas 3 atau 4 komponen, yaitu terdiri dari BJ I BJ II dan BJ III atau terdiri atas BJ IV
BJ I BJ II atau keduanya yaitu BJ IV BJ I BJ II BJ III. Biasanya dapat didengar di
apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung.
4,6
Bising Jantung
Pada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area harus diperhatikan apakah ada
bising
jantung. Bila ada bising, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Terletak di fase manakah bising tersebut, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu yang
mana BJ I dan setelah itu ditentukan letak bising tersebut.
Bagaimana kualitas bising tersebut, yaitu apakah: Kasar seperti ada gesekan yang
sering
disebut rumble dan biasanya didapat pada kasus stenosis mitral sebagai bisisng diastolik.
Sekaligus ditentukan posisi bising diastolik tersebut, apakah: early-, mid diastolik atau
pra sistolik. Dicari juga bunyi jantung tambahan opening snap dan biasanya
BJ I
mengeras. Kelainan ini didapat pada stenosis mitral. Halus seperti angin bertiup dan
biasanya mengisi fase sistolik. Tentukan posisi letak bising, yaitu early-, late sistolik
ataupun pan (holo) sistolik. Pan sistolik bising sering didapat pada kelainan insufisiensi
mitral, disini juga BJ I melemah dan cari juga apakah ada BJ III. Type ejection yaitu
bising dengan nada keras, karena dipompakan melalui celah yang sempit. Didapat pada
kasus stenosis aorta. Continous murmur yaitu bising yang terdengar terus menerus di fase
sistolik dan fase diastolik, didapatkan pada kasus PDA (Patent Ductus Arterious).
Punctum maksimum bising jantung harus ditentukan, missal pada apeks, trikuspidal,
ataupun lainya. Bila pada apeks kurang keras, missal karena obesitas, pasien dapat
dimiringkan ke kiri, sehingga bising jantung dapat terdengar lebih jelas. Untuk
trikuspidal, supaya lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi) kemudian tahan.
Bising jantung akan terdengar lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi bising akan
melemah. Untuk mendengar bising di katup aorta dan pulmonal, pasien disuruh duduk
dengan stetoskop tetap di lokasi.
Penjalaran harus diperhatikan. Misal pada kasus insufisiensi mitral akan terjadi
penjalaran
ke lateral dan aksila. Sedangkan pada kasus Mitral valve prolapse (MVP) tidak terjadi
penjalaran bising. Pada kasus dengan kelainan katup aorta akan menjalar ke arteri carotis,
sehingga perlu dilakukan auskultasi pada karotis.
Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu:
Derajat 1 terdengar samar-samar.
Derajat 2 terdengar halus.
Derajat 3 terdengar jelas dan agak keras.
Derajat 4 terdengar keras. Dapat juga dengan cara telapak tangan
pemeriksa
diletakkan missal di apeks kemudian dapat didengar dengan stetoskop yang
diletakkan pada punggung telapak tangan tersebut.
[Type text]
mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga akan terdengar arus regurgitasi pada
katup trikuspidal. Pada tumor miksoma yang menutupi katup mitral akan menyebabkan
bising diastolik.
6
Teknik-teknik Pemeriksaan
4
Vena Jugularis
Identifikasi pulsasi vena jugularis dan titik
tertingginya di leher. Kepala tempat tidur
harus mulai ditinggikan dengan sudut 30
0
,
sesuaikan sudut tempat tidur dengan
kebutuhan.
Pelajari gelombang denyut vena. Perhatikan
adanya gelombang a pada kontraksi atrium
dan gelombang v pada pengisian vena.
Tidak adanya gelombang a pada fibrilasi
atrium; gelombang v menonjol pada
regurgitasi trikuspidal.
Ukur tekanan vena jugularisjarak vertical
antara titik tertinggi dan sudut sternal,
normalnya kurang dari 3-4 cm.
Peninggian JVP pada gagal jantung kanan,
penurunan JVP pada hipovolemia karena
dehidrasi atau perdarahan gastrointestinal.
Inspeksi dan Palpasi dada interior untuk adanya susah mengembangkan dada, henti
gerakan,
atau thrill.
4
Identifikasi impuls apical. Miringkan pasien ke kiri. Catat:
Letak impuls Bergeser ke kiri pada wanita hamil.
Diameter Peningkatan diameter, amplitude, dan
durasi pada dilatasi ventrikel kiri karena
gagal jantung kongestif atau kardiomiopati
iskemik.
Amplitudobiasanya seperti ketukan. Terus-menerus pada hipertrofi ventrikel
kiri; menyebar pada gagal jantung
kongestif.
Durasi
Raba impuls ventrikel kanan pada
parasternum kiri dan area epigastrik.
Kuatnya impuls diduga pembesaran
ventrikel kanan.
Palpasi interkostal kanan dan kiri dekat Pulsasi pembuluh darah besar, S2
yang
[Type text]
[Type text]
Pada keadaan patologis, perut membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus obstruktif,
meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan.
Pada kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada kulit atau akibat
operasi atau luka tusuk. Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat
terjadi
setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites. Striae
kemerahan
dapat terlihat padan sindrom Cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada
pasien
aneurisma aorta atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi
pada
epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis.
Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala ditemukan garis-garis
bekas garukan yang menandakan pruritus karena ikterus atau diabetes mellitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilicus disebut kaput
medusa yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava
inferior
terlihat sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilicus, sedang akibat obstruksi
vena kava superior aliran vena ke distal.
7
Pemeriksaan Palpasi
Palpasi dilakukan secara sistematis, perhatikan ekspresi wajah pasien selama
pemeriksaan
palpasi. Cari apakah ada pembesaran masa tumor, apakah hati, limpa dan kandung
empedu
membesar atau teraba. Periksa apakah ginjal, ballottement positif atau negatif.
Palpasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam
(deep palpation). Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan ataupun dua tangan
(bimanual),
terutama pada pasien gemuk.
Palpasi superficial: posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya
penekanan
dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. Palpasi
dalam:
palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang tidak didapatkan pada
palpasi superficial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada
palpasi
superficial, dan yang terpenting yaitu untuk palpasi organ spesifik misalnya palpasi hati,
limpa, ginjal.
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal,
apakah
ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. Perinci masa
tumor
yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran (dalam cm), bentuk, permukaan
(rata atau
ireguler), konsistensi (lunak atau keras), pinggir (halus atau ireguler), nyeri tekan , melekat
pada kulit atau tidak, melekat pada jaringan dasar atau tidak, berpulsasi/exponsile (missal
aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang berhubungan (missal metastase), transiluminasi
(missal
kista), dan adanya bruit. Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak ke
atas
pada tiap respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada palpasi kandung
empedu,
yang teraba biasanya selalu abnormal, pada keadaan ikterus kandung empedu yang
teraba
berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan
karsinoma pancreas. Pada palpasi limpa, mulai dekat umbilicus, raba limpa
pada tiap
inspirasi, bergerak secara bertahap ke atas dan ke kiri setelah tiap inspirasi dan jika
teraba,
[Type text]
baringkan pasien pada posisi left lateral, dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk.
Usahakan dapat membedakan limpa dengan ginjal. Bila limpa, tak dapat mencapai bagian
atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-pekak pada perkusi, ada notch atau insisura
limpa,
negatif pada ballottement. Bila ginjal, dapat mencapai bagian atasnya, tidak dapat
digerakkan
(atau bergerak lambat), beresonansi pada perkusi, tidak ada notch atau insisura dan positif
pada ballottement.
7
Pemeriksaan Perkusi
Pemeriksaan ini digunakan untuk:
Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya redup/pekak
Menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar
Menentukan penyebab distensi abdomen: penuh gas (timpani), masa tumor (redup-
pekak)
dan asites 1). Pekak pada pinggir dan timpani resonan pada bagian tengah/sentral, 2).
Shifting dullness menentukan letak pekak pada perkusi, miringkan pasien pada
sisi
kanan/kiri, asites didemonstrasikan dengan adanya timpani pada perkusi setelah
dimiringkan kembali, 3). Demonstrasikan thrill cairan atau pemeriksaan gelombang.
Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah hati suara
perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya
bunyi
timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di
dalam
rongga perut, missal perforasi usus.
Suatu keadaan yang disebut fenomenan papan catur (cheesboard phenomen) dimana
pada
perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering
ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.
7
Beberapa cara pemeriksaan asites:
Cara pemeriksaan gelombang cairan. Cara ini dilakukan pada pasein dengan asites yang
cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang
dan
tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-
ngetuk
dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu mencegah gerakan yang diteruskan melalui
dinding abdomen sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya diletakkan di tengah-tengah
perut
dengan sedikit tekanan.
Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness):
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah beberapa saat,
pada
perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
Pemeriksaan Puddle sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan
menggunakan
stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan
suara yang
ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan
melalui
perut tersebut ke sisi lainnya.
Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian bawah.
7
Pemeriksaan Auskultasi
Pemeriksaan ini untuk memeriksa:
Suara/bunyi usus: frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus
[Type text]
paralitik
Succession splash untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung
Bruit arterial
Venous hum pada kaput medusa
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun
tanpa
menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Dalam
keadaan
normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Jika terdapat obstruksi usus,
suara
peristaltik usus ini akan meningkat. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Pada
ileus
onstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara
logam
(metallic sound).
Suara murmur sistolik dan diastolik mungkin dapat didengar pada auskultasi abdomen.
Bruit
sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena
hepatoma.
Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran (thrill),
dapat didengar diantara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula
arteriovenosa
intraabdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
7
Pemeriksaan Organ Abdomen
Pemeriksaan Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada region hipokondrium
kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal pada tumor hati) akan terlihat
permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hikondrium kanan dan kiri.
Untuk
memudahkan perabaan hati diperlukan: a). Dinding usus yang lemas dengan cara
kaki
ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60
0
, b). Pasien diminta untuk menarik napas panjang,
c). Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke kranial dalam arah parabolik, d). Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi
sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal.
7
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding
abdomen
lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan
(bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi
bila
arah jari membentuk sudut 45
0
dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati
lobus
kiri.
Palpasi dimulai dari region iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding
abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat
menyentuh
tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah
lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi
kita
dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?
[Type text]
Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul pada
tumor
hati?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor
hati)?
Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.
Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan antara lain abses hati,
tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.
Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa kasus
dengan
tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus
dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena
adanya
perubahan bentuk diafragma (misal emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran
lobus
kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah epigastrium.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga
6).
Pada beberapa keadaan patologis misal emfisema paru, batas ini akan lebih rendah
sehingga
besar hati yang normal dapat teraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan
bawah
hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya pengecilan
hati
(misal sirosis hati). Pekak hati menghilang bila terjadi udara bebas di bawah diafragma
karena perforasi. Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati
yang
besar.
7
Pemeriksaan Limpa
Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai region
iliaka kanan. Palpasi dimulai dari region iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah
abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan
garis
Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan
diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi
menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat ke arah
kanan
(ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sbb:
Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-VIII)?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau
keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan
meraba
insisuranya.
7
Pemeriksaan Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan
cara
bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada
dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidronefrosis) akan
teraba di antara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan ballottement positif. Pada keadaan
normal ballottement negatif.
7
2.6 PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
Refleks Tendon (Refleks Fisiologis)
[Type text]
5) Refleks Schaefer
Tanda babinski dapat ditimbulkan dengan memijit tendon Achilles.
6) Refleks Rossolimo
Refleks patologik ini ditimbulkan dengan mengetok bagian basis telapak jari-jari kaki.
Sebagai respons positif akan tampak fleksi dari jari-jari kaki.
7) Refleks Mendel Rechterew
Dengan mengetok bagian dorsal basis jari-jari kaki akan disaksikan gerakan fleksi jari-
jari kaki.
8) Refleks Hoffman-Tromner
Refleks patologik ini positif bila timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari
telunjuk atau jari tengah jari tangan.
[Type text]
9) Refleks Leri
Bila pada pergelangan tangan dilakukan hiperfleksi maksimal, maka pada
keadaan
normal akan terjadi fleksi dari sendi siku lengan.
Keadaan patologik bila fleksi siku lengan ini tidak terjadi (refleks negatif).
10)Refleks Mayor
Respon pada refleks Leri akan terjadi pada hiperfleksi basis jari tengah tangan. Penilaian
sama seperti refleks Leri.
11)Klonus
Bila refleks hiperaktif, refleks ini dapat terjadi berulang terus-menerus bila pemeriksa
mempertahankan suatu tegangan tertentu pada otot termaksud.
Dalam keadaan utngkai rileks, pemeriksa mendadak melakukan dorsofleksi kaki dan tetap
mempertahankan posisi dorsofleksi ini untuk sementara waktu. Klonus
merupakan
manifestasi refleks regang otot yang hiperaktif.
2,3
Tanda-tanda Perangsangan Selaput Otak
1) Tanda Kaku Kuduk
Cara pemeriksaan: pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi, ekstensi, dan rotasi kepala.
Penilaian: tanda ini positif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot, dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan
juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. Bila kekakuan otot ekstensor
sangat hebat terjadi retraksi leher dan kadang-kadang tulang vertebra, sehingga timbul
posisi yang disebut sebagai opistotonus.
Tanda kaku kuduk ialah khas untuk gejala meningitis, tetanus, dll.
2) Tanda Kernig
Cara pemeriksaan: pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri.
Penilaian: tanda ini positif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135
0
disertai
spasme otot paha, biasanya diikuti rasa nyeri.
3) Tanda Laseque
Cara pemeriksaan: pasien dalam rileks berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada
sensi panggul sewaktu tungkai dalam ekstensi. Selama fleksi sendi panggul dilakukan
perlahan-lahan ditanyakan pada pasien apakah ia merasa nyeri dan dimana rasa nyeri
tersebut terjadi.
Penilaian: tanda ini ada bila sudah timbul rasa nyeri di lekuk iskiadikus atau adanya
tahapan pada waktu dilakukan fleksi kurang dari 60
0
.
4) Tanda Brudzinski-leher (Brudzinski I)
Cara pemeriksaan: pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
di bawah kepala dan tangan kanan di atas dada pasien. Kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat ke arah dada sejauh mungkin.
Penilaian: tanda ini positif bila terjadi fleksi involunter pada kedua tungkai. Bila ada
hemiplegia maka fleksi hanya tampak pada tungkai yang tidak plegi.
5) Tanda Brudzinski-kontralateral-tungkai (Brudzinski II)
Cara pemeriksaan: pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada sendi
[Type text]
8
2. Feel (palpasi)
Pada saat akan meraba posisi pasien perlu diperbaiki dulu agar dimulai dari
posisi
netral/anatomis. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dua arah karenanya
perlu
diperhatikan wajah (mimik kesakitan) atau menanyakan rasa sakit.
Yang perlu dicatat adalah :
- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit
- Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya edema terutama daerah
persendian
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3 proksimal/tengah/ distal)
Otot: Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di permukaan
tulang
atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya, konsistensinya
dan
pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya.
8
3. Move (gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak
dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian
yang
tidak sakit dulu, selain untuk mendapatkan kooperatif anak pada waktu pemeriksaan, juga
untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar
kita
dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal di daerah fraktur
(kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui
apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intra articuler
atau
extra articuler
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan
tulang
subchondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament atau kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: Oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri
disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan pemeriksa). Selain pencatatan pemeriksaan
penting
untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan/kemunduran
pengobatan.
Dibedakan istilah contraction & contructure '
- Contraction : apabila perubahan fisiologis
- Contructure : apabila sudah ada perubahan anatomis
Selain diperiksa pada duduk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri & jalan.
Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena:
- instability
- nyeri
- discrepancy
- fixed deformity
8
[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
Raylene,M.R.; terj. D.Lyrawati. 2009. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
Available from: ebookbrowse.com/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-fisik-dasar-pdf-...
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab
10
Pemeriksaan Fisis Umum. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lumbantobing,S.M. 2005. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bickley,L.S. 2008. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab
11
Pemeriksaan Fisis Dada dan Paru. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab
12
Pemeriksaan Fisis Jantung. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I Bab
13
Pemeriksaan Abdomen, Urogenital, dan Anorektal. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Nurdin. 2010. Pemeriksaan Orthopaedi dan Muskuloskeletal. Available from:
http://nurdin.student.umm.ac.id/files/2010/02/PEMERIKSAAN-ORTHOPAEDI-DAN-
MUSKULOSKELETAL.pdf
Download