Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KONSEP HALUSINASI
1) Definisi
Halusinasi adalah merasakan segala sesuatu dalam
keadaan sadar yang tampak nyata, namun sebenarnya hanya
diciptakan oleh persepsi pikiran sendiri (Berger, 2014).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori
yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulan, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan
yang nyata.
Tipe Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenishalusinasiantaralain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama
suara suara orang, biasanya klien mendengar suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang
kadangterhidubauharum.Biasanyaberhubungandengan stroke,
tumor, kejangdan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasamengecap rasa seperti rasa
darah, urinataufeses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakanpergerakansementaraberdiritanpabergerak.
Pada beberapa kasus, halusinasi bisa bersifat normal. Seperti
mendengarkan suara atau melihat sekilas orang yang dicintai yang
baru saja meninggal sebagai hasil dari proses berduka (Berger,
2014).
2) Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan
karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan
isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut
Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan menurut
Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan
dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab,
tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan.
Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Menurut Berger, 2014 yang menyebabkan halusinasi antara
lain :
Mabuk, karena penggunaan obat-obatan tertentu seperti yang
berasal dari marijuana, LSD, cocaine, PCP, amphetamines,
heroin, ketamine, dan alkohol
Delirium atau dementia (lebih banyak halusinasi visual)
Epilepsi yang menyebabkan kerusakan pada otak bagian lobus
temporalis (lebih banya halusinasi bau)
Demam, terutama pada anak-anak dan lansia
Narkolepsi
Mental disorders, seperti skizofrenia dan depresi psikotik
Masalah sensori, seperti kebutaan atau tuli
Penyakit yang sangat parah, seperti kegagalan hati, gagal
ginjal, HIV/AIDS dan kanker otak
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system
receptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaranventrikel dan
penurunanmassakortikalmenunjukkanterjadinyaatropi yang
signifikan pada otakmanusia. Pada anatomi otak klien
dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
3) Tahapan halusinasi
FASE KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
FASE 1 Klien mengalami perasaan Di sini klien tersenyum
Comforting mendalam seperti ansietas, atau tertawa yang tidak
(Menyenangkan) kesepian, rasa bersalah dan sesuai, menggerakkan
takut serta mencoba untuk lidah tanpa suara,
berfokus pada pikiran yang pergerakan mata yang
menyenangkan untuk cepat, diam dan asyik
meredakan ansietas. sendiri.
FASE II Pengalaman sensori Terjadi peningkatan
Complementing menjijikkan dan tanda-tanda sistem
menakutkan. Klien mulai saraf otonom akibat
lepas kendali dan mungkin ansietas seperti
mencoba untuk mengambil peningkatan tanda-
jarak dirinya dengan tanda vital (denyut
sumber yang dipersepsikan. jantung, pernapasan
dan tekanan darah),
asyik dengan
pengalaman sensori
dan kehilangan
kemampuan untuk
membedakan halusinasi
dengan realita.
FASE III Klien berhenti Klien sukar
Controling menghentikan perlawanan berhubungan dengan
terhadap halusinasi dan orang lain, berkeringat,
menyerah pada halusinasi tremor, tidak mampu
tersebut. mematuhi perintah dari
orang lain dan berada
dalam kondisi yang
sangat menegangkan
terutama jika akan
berhubungan dengan
orang lain.
FASE IV Pengalaman sensori Terjadi perilaku
Conquering menjadi mengancam jika kekerasan, agitasi,
(Panik) klien mengikuti perintah menarik diri, tidak
halusinasi. mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks dan tidak
mampu berespon lebih
dari 1 orang. Kondisi
klien sangat
membahayakan.
(Stuart dan Laraia, 2001)
4) Tanda dan gejala
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa bicara
Gerakan mata cepat
Bicara lambat
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
Cemas
Konsentrasi menurun
Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
Cenderung mengikuti halusinasi
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
Pasien mengikuti halusinasi
Tidak mampu mengendalikan diri
Tidak mampu mengikuti perintah nyata
Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Keliat Budi Ana, 1999)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a) Faktor Predisposisi
- Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu maka individu akan
mengalami stress dan kecemasan. Seperti : a. Usia bayi, tidak
terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman, b. Usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi, c. Usia sekolah
mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
- Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang
merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan
tempat klien di besarkan. Contoh : Isolasi sosial pada yang
usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
- Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang
tua yang otoritas dan komplik orang tua
- Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP)
- Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya
peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak
akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan
berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
- Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum
diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
b) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu
seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak
komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana
sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
c) Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat
keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa
dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi
menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.
Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial,
sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan
kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut
cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol
kehidupan dirinya.
d) Fisik
1. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk
tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang
kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu
berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang
berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan
dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam
dan penyalahgunaan obat.
4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
e) Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan
menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah,
dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
f) Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
2) Diagnosa
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1 Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan
dengan masalah kesehatan mental
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu,
keluhan klien menghilang
Kriteria Hasil : sesuai dengan indicator NOC.
NOC : Distorted Thought Self-Control
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Mengenali halusinasi
2 Mendeskripsikan halusinasi
3 Bertanya tentang realita
4 Menahan diri untuk merespon
halusinasi
5 Berinteraksi dengan yang lain
6 Berpikir berdasarkan realita yang
ada
NIC :
1. Bina Hubungan Terapeutik Dan Saling Percaya (Complex
Relationship Building)
a. Perkenalkan diri dengan sopan.
b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
c. Buat kontrak/persetujuan tentang tujuan dan cara pertemuan yang
saling dapat diterima dengan cara yang tepat.
d. Pelihara postur tubuh terbuka.
e. Ciptakan iklim yang hangat dan menerima secara tepat.
f. Berespon pada pesan non verbal klien dengan cara yang tepat.
g. Tunjukkan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan
kontak mata, berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara
perawat sedikit membungkuk jika diperlukan.
2. Manajemen Halusinasi (Halusination Management)
a. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi.
b. Bantu klien mengenal halusinasi :
- Jika dari hasil observasi ditemukan tampak klien mengalami
halusinasi, tanyakan apakah klien mengalami halusinasi.
- Jika jawaban klien ada, tanyakan apa yang didengar, dilihat,
atau dirasakan.
- Katakana bahwa perawat percaya apa yang dialami klien tetapi
perawat sendiri tidak mendengar/ melihat/merasakan.
- Katakana klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama.
- Katakana bahwa perawat akan membantu klien.
c. Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi, dan situasi pencetus
munculnya halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika halusinasi
muncul.
e. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
f. Identifikasi dan diskusikan dengan klien perilaku yang dilakukan
saat halusinasi muncul.
g. Diskusikan manfaat dan akibat dari cara atau perilaku yang
dilakukan klien.
Implementasi Evaluasi
LAPORAN
Askep Halusinasi
Oleh
Kelompok 2
Ruli Kusumaningtyas 125070201111017
Titik Dyah Selvia 125070201111019
Kartika Rahmawati 125070200111019
Catur Maya L 125070200111027
Tiara Dea Ananda 125070200131005
A.A Fora Yunda A 125070200131007
Bayu Aprilia Yogi 125070200111009
Mike Istianawati 125070201111033
Siti Mutmainnah 115070207131014
Mira Ramdhani 125070201131007
Sofy Lailatul Fitri 125070201131001
M. Syarifudin 125070207111009
Annisa Rahmi G 125070200131001
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016