Вы находитесь на странице: 1из 69

LAPORAN KOMPENDIUM PENGANTAR

BIDANG HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN


Kompendium ini dilatarbelakangi oleh banyaknya keraguan
dari masyarakat yang terlibat dalam pembentukan perundang-undangan
terhadap terhadap proses, metode, substansi dan mekanisme
pembentukan peraturan perundang-undangan. Banyak pihak yang
menganggap bahwa UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan masih banyak terdapat kekurangan.
Di bawah pimpinan:
Berbagai keraguan inilah yang akan berusaha dijawab dan diperjelas dalam
kompendium ini.
Prof. Dr. Maria Farida, S.H.,M.H
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
dan perlu mendapatkan berbagai koreksi di sana-sini baik yang bersifat
redaksional maupun substansi. Namun terlepas dari segala kekurangan
tersebut, kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk melaksanakan tugas penyusunan
Kompendium ini.

Jakarta, Desember 2008

Penyusun:
Prof. Dr. Maria Farida, S.H.,M.H (Ketua)
Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H (Anggota/Sekretaris)
Chairijah, S.H.,M.H.,Ph.D (Anggota)
Dr. Innocentius Syamsul, S.H. (Anggota)
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI Suhariyono AR, S.H.,M.H (Anggota)
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Ida Padmanegara, SH,MH (Anggota)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM HUKUM NASIONAL Hesty Hastuty, S.H.,M.H. (Anggota)
2008 Liestiarini Wulandari, SH,MH (Anggota)
Tongam R Silaban, S.H.,M.H (Anggota)

0
BAB I enforcement yang antara lain disebabkan oleh
PENDAHULUAN rendahnya mentalitas aparat penegak hukum.4

A. Latar Belakang Dari sisi pembentukan hukum, persoalan ini


Hukum saat ini berada pada taraf yang juga disebabkan karena masih belum maksimalnya
memprihatinkan, yaitu ketika hukum bukan saja tidak pemahaman mengenai teori dan teknik perundang-
efektif, melainkan juga sering menimbulkan masalah undangan. Hal ini bisa dipahami mengingat cakupan
dan memperuwet masalah yang tadinya belum ruwet.1 ilmu perundang-undangan yang cukup luas.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi yang Sebagaimana dikatakan Burkhardt Krems5, yang pada
demikian, diantaranya adalah masih buruknya intinya menyebut bahwa Ilmu Pengetahuan
substansi hukum positif yang ada.2 Pembentukan Perundang-undangan (Gesetzgebungswissenschaft)
hukum positif yang ada terkesan hanya merupakan ilmu yang interdisipliner yang
persengkokolan untuk menghambur-hamburkan uang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang
negara saja.3 Juga karena masih lemahnya law secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu:
a. Teori perundang-undangan
1
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta: (gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada
Yarsif Watampone, 1987) hal. 234
2
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya undang-undang yang diajukan dan mencari kejelasan dan kejernihan makna atau
di-judicvial review oleh Mahkamah Konstitusi. Tapi bukan berarti bahwa saat ini pengertian, dan bersifat kognitif;
lebih buruk daripada masa orde lama maupun orde baru meskipun pada masa itu
tidak ada undang-undang yang di-judicial review karena memang mekanisme untuk
b. Ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre),
itu belum ada. yang berorientasi pada melakukan perbuatan
3
Pernyataan ini merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat kepada dalam hal pembentukan peraturan perundang-
parlemen (DPR) yang dianggap sebagai pemegang kekuasaan legislasi.
Ketidakpercayaan pada parlemen ini tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi
merupakan gejala global. Hal ini diakui oleh John Neisbitt yang menyatakan bahwa alat untuk merebut kekuasaan. Lebih jauh tentang ini lihat Musni Umar (ed),
Politikus dan aktivitas politik di seluruh dunia sedang diperiksa dengan teliti, dan Korupsi: Musuh Bersama, (Jakarta: Lembaga Pencegah Korupsi, 2004), hal.104
4
di mana respek untuk standar kesusilaan dan tingkah laku etis didapat masih kurang, Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perkara korupsi yang tidak
publik pun menuntut pemberian hukuman yang setimpal. Lebih jauh tentang ini terselesaikan serta lambannya penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM. Salah
lihat John Naisbitt, Global Paradox: Semakin Besar Ekonomi Dunia, Semakin Kuat satu tulisan tentang rendahnya mentalitas aparat ini bisa dibaca dalam Aloys Budi
Perusahaan Kecil, Terjemahan Budijanto, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1994) , Purnomo, Uji Nyali Memberantas Korupsi, yang dimuat di Kompas, 23 Februari
hal.160. Sedangkan Hartojo Wignjowijoto menyoroti korupsi di Indonesia dengan 2005.
5
menyebutnya sebagai industri korupsi yang berfungsi sebagai instrumen politik Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-
para elit politik untuk bukan saja mempertahankan kekuasaan, tetapi juga sebagai dasar dan Pembentukannya, cetakan kelima, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hal.2-3

1
undangan, dan bersifat normatif. Ilmu perundang- diberlakukan Ordonnantie (oleh penguasa
undangan ini dibagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu: jajahan/Gubernur Jenderal).
i. Proses perundang-undangan Hingga sekarang masih ada Ordonnantie yang
(Gesetzgebungsverfahren) berlaku yaitu Hinder Ordonnantie (Ordonansi
ii. Metode Perundang-undangan Gangguan) berdasar Statblad No, 226 Tahun 1926.
(Gesetzgebungsmethode) (disingkat HO). Meskipun terdapat kesalahan dalam
iii. Teknik Perundang-undangan pemahaman, karena Hinder Ordonnantie banyak
(Gesetzgebungstechnik) diterjemahkan menjadi UU Gangguan, namun
ketentuan tersebut belum pernah diganti. Bahkan oleh
Setiap perancang perundang-undangan, baik hampir semua Kabupaten/Kota ketentuan HO ini
yang ada pada lembaga legislatif (DPR/DPRD) maupun menjadi dasar hukum pelaksanaan ijin HO. Jika
yang ada pada eksekutif (pemerintah pusat/daerah) dipermasalahkan, maka akan dikemukakan hal
berkewajiban memahami hukum perundang-undangan legalitas, karena HO mengandung sanksi dan
yang berlaku. Penguasaan yang benar atas hukum memiliki karakter memaksa (dwingen-recht). Sebagai
perundang-undangan akan memberikan kontribusi aturan, HO memperoleh dukungan berlaku baik dari
yang sangat relevan bagi pembentukan hukum. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Ketidak cermatan dalam menguasai Hukum Peraturan Menteri Dalam Negeri dan berbagai
Perundang-undangan yang berlaku dapat menjadi Peraturan Daerah pun telah dibentuk untuk
sebab cacatnya aturan hukum yang dibentuk baik melaksanakan ketentuan dalam HO.
secara formil maupun materiil. Berbagai Wet (UU) pun masih mempunyai
Memahami bentuk aturan hukum yang berlaku kekuatan hukum berlaku di Indonesia, seperti Wetboek
dalam sistem hukum positip Indonesia, tidak dapat van Strafrecht (WvS) yang dikenal dengan sebutan
dilepaskan dari sejarah aturan hukum pada masa KUHP (Kitab undang-undang Hukum Pidana) dan
penjajahan. Masih banyak aturan hukum yang Burgerlijk Wetboek (BW) atau dikenal KUH Perdata.
sekarang berlaku, merupakan alih rupa saja dari Pada masa penjajahan Belanda, Pemerintah penjajah
hukum positip yang berlaku di Belanda pada masa juga memberlakukan ketentuan ketatanegaraan di
penjajahan. Pada masa penjajahan, jika di Belanda Negara jajahan dengan nama Indische Staatsregeling
dibentuk Wet (UU), maka dinegara jajahan (IS). Sebagai contoh adalah Pasal 163 IS dan Pasal 131
IS yang membagi penduduk di wilayah jajahan menjadi

2
tiga kelompok dan terhadap mereka juga berlaku XX/MPRS/19667 tentang Sumber Tertib Hukum dan
hukum yang berbeda. Di bidang peraturan, Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Berdasar
diberlakukan Ketentuan Umum Perundang-undangan ketentuan ini, bentuk aturan hukum ditentukan
di Negara jajahan yaitu Algemene Bepalingen van Wet sebagai berikut :
Geving vor Indonesie Indie (AB). Sebagai contoh Pasal 2 1. UUD 1945
AB tentang undang-undang dilarang berlaku surut6. 2. Ketetapan MPR (S)
Oleh sebab itu, untuk melakukan revisi, perubahan 3. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
atau pun penggantian, harus dilakukan sesuai dengan undang
tingkatan kewenangan berdasar bentuk hukum dan 4. Peraturan Pemerintah
materi muatannya. 5. Keputusan Presiden
Di awal Indonesia merdeka, ditemukan 6. Peraturan Menteri
berbagai bentuk aturan hukum yang dinilai tidak lazim 7. Peraturan pelaksanaan lainnya.
seperti: Maklumat, UU Darurat, Penetapan Presiden,
UU Federal. Untuk memahami keberadaan ketentuan Terlepas dari berbagai kritik yang ditujukan
hukum tersebut harus dilakukan pengkajian yang terhadap substansi TAP MPRS tersebut, TAP ini
mendalam dengan pendekatan sejarah hukum. sebenarnya telah mengeliminir kerancuan bentuk-
Misalnya, UU darurat, diperkenalkan pada masa bentuk aturan yang ada sebelumnya. Pada gilirannya
Konstitusi RIS dan UUD Sementara Tahun 1950. TAP ini pun menjadi alat ukur bentuk produk hukum
Penetapan Presiden dibentuk setelah adanya dari semua lembaga Negara hingga tahun 2000.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Oleh sebab itu, jika akan Namun demikian, masih juga ada permasalahan atas
dilakukan pembaharuan atau penggantian terhadap bentuk Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung dan
ketentuan-ketentuan tersebut, harus terlebih dahulu Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang
dilakukan pengkajian secara komprehensif. substansinya seringkali setingkat dengan undang-
Pada tahun 1966, Majelis Permusyawaratan undang. Masalah ini hingga sekarang pun belum
Rakyat Sementara menetapkan TAP MPRS No. terselesaikan.

7
Kritik terhadap TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 ini ditanggapi oleh
6
Dalam rumusan Pasal 28I ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 MPR Tahun 1973 denganpernyataan akan ditinjau kembali berdasarkan TAP MPR
ditegaskan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut No. V/MPR/1973. Demikian juga pada tahun1978 dengan Ketetapan MPR No.
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apapun IX/MPR/1978.

3
Di era reformasi, MPR menetapkan Ketetapan Belum tuntas perdebatan mempersoalkan TAP
MPR No. III/MPR/2000 tentang Tata Urutan MPR No. III/MPR/2000, pada tanggal 25 Mei Tahun
Perundang-undangan. Bentuk aturan hukumnya 2004, Pemerintah dan DPR telah sepakat
adalah : menandatangani nota persetujuan materi muatan RUU
1. UUD 1945 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
2. TAP MPR undangan, yang kemudian disebut UU No.10 Tahun
3. UU 20049. Dalam ketentuan yang baru ini, tentang jenis
4. PERPU dan herarkhi Peraturan Perundang-undangan diatur
5. PP pada Pasal 7 ayat (1), sebagai berikut :
6. Keputusan Presiden 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
7. Peraturan Daerah Tahun 1945
2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Dalam kaitannya dengan bentuk aturan hukum, Undang-Undang
maka ada 2 (dua) hal penting, pertama, posisi Perpu 3. Peraturan Pemerintah
dibawah undang-undang yang pada gilirannya 4. Peraturan Presiden
menimbulkan pertanyaan hukum apa perbedaan 5. Peraturan Daerah (termasuk Peraturan Desa)
materi muatan antara PERPU dengan UU ? atau
apakah ada perbedaan lembaga pembentuk antara Ketidakjelasan mengenai bentuk dan herarkhi
PERPU dengan undang-undang ?. Kedua, adalah peraturan perundang-undangan semakin tidak
penyebutan Peraturan Daerah di bawah Keputusan mempunyai kepastian hukum dengan adanya rumusan
Presiden dan dihapuskannya Keputusan Menteri dalam Pasal 7 ayat (4) : Jenis Peraturan Perundang-undangan
Tata Urutan. Dalam praktek perundang-undangan, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
banyak Kabupaten/Kota baik secara formal maupun keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
materiil tidak mau mengacu lagi terhadap Keputusan mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Menteri atau Peraturan Menteri8. Perundang-undangan yang lebih tinggi.

8 9
Kabupaten/Kota hanya mencantumkan Keputusan/Peraturan Menteri Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD tahun 1945 hasil
sebagai konsideran mengingat apabila dengan pencantuman tersebut amandemen, maka 30 hari sejak ditandatanganinya persetujuan bersama antara DPR
Pemkab/Pemkot memperoleh dukungan kewenangan atau memperoleh keuntungan dengan Pemerintah, UU mempunyai kekuatan hukumberlaku atas kekuatan Undan-
secara financial. Undang Dasar.

4
Paparan diatas menggambarkan betapa mengurangi makna konstitusional, Pasal 3 UUD 1945
rumitnya kita memahami berbagai bentuk aturan mengalami perubahan perumusan menjadi Majelis
hukum yang pernah dan sedang berlaku. Oleh sebab Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
itu, seorang perancang peraturan berkewajiban menetapkan Undang-Undang Dasar. Dalam praktek
mengetahui secara benar bentuk-bentuk aturan ketatanegaraan kita, mekanisme perubahan UUD 1945
tersebut dan bagaimana konsekwensi logis pada dilakukan dengan cara membentuk Komisi Konstitusi
herarkhinya. Pengetahuan yang memadai tentang hal sebagai panitia Ad-Hoc. Hasil perumusan dari Komisi
tersebut dapat menghindarkan kesalahan pemilihan Konstitusi inilah yang selanjutnya diproses berdasarkan
bentuk peraturan yang tidak sesuai dengan ketentuan ketentuan Pasal 3 UUD Tahun 1945. Sementara itu,
hukum yang berlaku. kewenangan MPR untuk menetapkan produk hukum
Dalam konteks hukum, wewenang10 yang Ketetapan (TAP) MPR, masih melekat pada lembaga
diberikan oleh Negara baik diatur dalam konstitusi MPR. Namun TAP tidak lagi menjadi aturan yang
maupun peraturan dibawahnya selalu harus dapat berlaku umum sebagai peraturan perundangundangan,
dipertanggungjawabkan oleh lembaga/organ TAP hanya berlaku pada institusi MPR.
pelaksana. Oleh sebab itu, ada organ yang secara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah
langsung memperoleh wewenang dari Konstitusi atau lembaga Negara yang berwenang membentuk UU12.
perundangan lainnya, namun juga ada wewenang yang Beralihnya kewenangan membentuk UU dari Presiden
dilimpahkan oleh organ Negara yang satu kepada ke DPR merupakan salah satu keberhasilan reformasi
organ Negara lainnya. dalam sistem pembagian kekuasaan Negara yang
Berdasar ketentuan Pasal 3 UUD 1945, MPR diatur dalam UUD 1945 lama. Oleh UUD 1945 hasil
ditetapkan menjadi lembaga yang berwenang Amandemen, beberapa jenis UU, pembahasannya
menetapkan UUD. Kewenangan ini untuk pertama kali ditetapkan harus melibatkan Dewan Perwakilan
dilakukan oleh PPKI sebagai pendiri Negara .11 Tanpa Daerah (DPD).
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPU)
10
Pemikiran tentang wewenang dapat dikonsepkan dalam tiga hal,
ditetapkan oleh Presiden dengan persyaratan tertentu
Sumber/Tatacara Perolehan Wewenang, Penggunaan Wewenang, Pembagian yang diwajibkan oleh UUD 1945. Keberadaan PERPU
Wewenang.
11
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen hal itu secara implisit tercatat
12
dalam ketentuan Pasal I Aturan Peralihan Panitia Persiapan Kemerdekaan Kewenangan ini diperoleh DPR setelah amandemen pertama UUD
Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada 1945, 19 Oktober 1999 yaitu berdasar ketentuan Pasal 20 ayat (1) Dewan
Pemerintah Indonesia Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang

5
hanya berumur satu periode masa sidang untuk Sifat kewenangan pengaturan yang ada pada
selanjutnya disetujui atau ditolak oleh DPR. Jika menteri, sekarang tidak lagi dinyatakan secara tegas.
disetujui, maka akan menjadi undang-undang, jika Dalam UU tentang Pembentukan Perundang-
ditolak, maka PERPU dinyatakan tidak berlaku (lihat undangan, kewenangan pengaturan oleh menteri tidak
Pasal 22 UUD 1945). disebut lagi.

Produk hukum Peraturan Pemerintah di bentuk Gebernur dan DPRD Propinsi berwenang
oleh Presiden dalam rangka melaksanakan undang- membentuk Peraturan Daerah Propinsi. Demikian juga
undang. Dalam konsep hukum, peraturan pemerintah Bupati, Walikota dan DPRD Kab/Kota juga diberi
ditetapkan sebagai subsidiary rules (peraturan kewenangan untuk membentuk Peraturan Daerah
pelaksanaan), yang hanya ada jika diperintahkan oleh Kab/Kota. Pada Tingkat Desa.
undang-undang. (Pasal 5 ayat 2 UUD 1945). Badan Perwakilan Desa (BPD) bersama-sama
Presiden juga mempunyai kewenangan dengan Kepala Desa atau nama lainnya juga
membentuk Peratudan Presiden dan Keputusan berwenang membentuk Peraturan Desa. Namun
Presiden. Peraturan Presiden sebagai ketentuan dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pengaturan (regeling) dan Keputusan Presiden bersifat Pemerintahan Daerah, Peraturan Desa dikeluarkan dari
penetapan (beschikking). Dalam kaitannya dengan hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana
produk hukum Perauturan Presiden dan Keputusan diatur UU No. 10 Tahun 2004, dan dinyatakan bukan
Presiden, sulit dipisahkan antara Presiden sebagai termasuk peraturan perundang-undangan. Hal ini
Kepala Negara atau Presiden sebagai Kepala dapat dilihat dari rumusan Pasal 1 angka 10 UU No.32
Pemerintahan. Meskipun demikian, tetap dapat Tahun 2004 yang berbunyi: Peraturan daerah
dibedakan dari substansi muatannya. Para menteri selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah
sebagai anggota Kabinet, berwenang membuat provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
Peraturan Menteri sebagai ketentuan yang diwajibkan Secara teoritik, setiap pelaksanaan wewenang
oleh perundang-undangan di atasnya (UU, selalu dipersyaratkan adanya prosedur tertentu yang
PP,Keputusan Presiden). Para menteri pada dasarnya tetap (PROTAP). Hal ini dipergunakan untuk mengukur
adalah pembantu Presiden dalam pelaksanaan urusan validitas pelaksanaan wewenang tersebut yang muara
pemerintahan (eksekutif) dengan bidang tugas masing- akhirnya adalah adanya kepastian hukum.
masing.

6
Prosedur pembentukan, perubahan, dan baru dan dengan semangat reformasi, DPR diberi
penetapan UUD, mengalami berbagai pasang surut kesempatan untuk memegang peran dalam
dengan bentuk permasalahan hukum yang berbeda pembentukan undang-undang baik dalam tahap
pula. Pembentukan UUD tidak diatur oleh UUD 1945, perancangan, pembahasan dan pengundangan.
hal ini mengandung makna, bahwa selamanya kita Untuk produk hukum Paraturan Pemerintah,
akan tetap menghadirkan UUD 1945 sebagai bentuk tidak diatur secara eksplisit prosedur
pertama dan terakhir UUD kita. Ketentuan hukum pembentukannya. Presiden sebagai kepala
hanya mengatur persoalan perubahan dan penetapan pemerintahan diberi kebebasan untuk menyusun
atas perubahan tersebut. sebuah peraturan pemerintah yang secara tegas
Tidak jelasnya pengaturan preosedur dalam diperintahkan oleh undang-undang. Prosedur
UUD 1945 ini telah menghasilkan adanya Komisi pengundangannya saja yang secara tegas diatur dalam
Konstitusi yang bertugas sebagai pengkaji, penyelaras UU tentang Lembaran Negara (UU No. 2/1950) yang
empat amandemen yang lalu. Namun demikian, telah dinyatakan tidak berlaku dalam UU tentang
hasilnya pun tetap harus ditetapkan oleh MPR hasil Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
pemilu 2004. Ketetapan (TAP) dan keputusan- Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden
keputusan MPR pun akhirnya juga harus tunduk pada sebagai produk Presiden, tidak diatur prosedur
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Tata tertib pembentukannya. Dalam konsep hukum, Presiden
organ tersebut. diberi wewenang bebas tanpa batasan prosedur.
Sebelum berlakunya UU tentang Pembentukan Namun demikian, perlu di catat, bahwa untuk
Peraturan Perundangundangan, DPR sebagai Peraturan Presiden yang materi muatannya
pemegang kekuasaan legislatif sangat terikat dengan pengaturan, tetap harus diundangkan dalam Lembaran
Tata Tertib DPR dalam melakukan pembahasan sebuah Negara.
UU. Sementara itu, di lingkungan pemerintah (Presiden Prosedur Pembentukan Peraturan Daerah
dan para menteri) terikat pada Inpres No. 15 Tahun selama ini diatur dalam Keputusan Menteri Dalam
1970, Keppres No. 188 Tahun 1998, Keppres No. 44 Negeri13. Hal ini membuktikan bahwa kedudukan
Tahun 1999. peraturan daerah selalu berada dibawah peraturan
Lebih jauh jika diteliti, maka Presiden sangat
dominan dalam persiapan pembentukan sebuah 13
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 21-24 Tahun 2003 (sebagai
undang-undang. Oleh sebab itu, dengan UUD yang ketentuan terakhir) sebelum dibentuknya UU tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

7
menteri dan fungsinya juga melaksanakan kebijakan melaksanakan hal-hal yang sepatutnya diatur dalam
menteri khususnya Menteri Dalam Negeri. Perubahan UU atau UU yang melaksanakan delegasi pengaturan
pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan dari UU lainnya.
Pemerintah Daerah berdasar UU No. 22 Tahun 1999, Hukum perundang-undangan sebagai disiplin
membawa implikasi berubahnya kedudukan dan fungsi ilmu pengetahuan hukum belum banyak dipelajari
Peraturan Daerah. Demikian juga mekanisme orang sebagai sebuah ilmu sehingga belum banyak
pembentukan dan pengawasannya pun menjadi dipahami oleh masyarakat luas. Bidang perundang-
berubah. Bagian ini akan dibahas secara rinci pada undangan tidak banyak diminati karena tidak
makalah kedua Pembentukan Peraturan Daerah. berkorelasi langsung dengan praktek hukum secara
Tentang materi muatan, pada dasarnya luas. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan
diarahkan untuk menghindari duplikasi pengaturan kompendium ini, bukan saja untuk meningkatkan
pada aturan hukum yang tingkatannya berbeda. Di sisi kemampuan individual tetapi juga menyebarluaskan
lain, materi muatan juga menghindarkan terjadinya pengetahuan tentang perundang-undangan di
konflik antar regualasi yang akhirnya menyulitkan Indonesia.
dalam penerapan.
Aturan hukum yang menetapkan materi sebuah B. Maksud dan Tujuan
peraturan, secara ekplisit dimulai pada tingkatan UU Kompendium ini dimaksudkan untuk menggali
ke bawah. Pada tingkat UUD/Konstitusi lebih banyak dan menghimpun pendapat para ahli dalam bidang
dipergunakan pandangan-pandangan/kreteria-kreteria Hukum Perundang-undangan.
teoritik. Oleh sebab itu, pada tingkat konstitusi tidak Sedangkan tujuan kompendium ini:
dibahas, dan akan dimulai pada tingkat undang- 1. Dapat dijadikan pedoman bagi hakim dalam
undang. memeriksa suatu perkara.
Sebelum terbentuknya UU tentang 2. Untuk dijadikan referensi bagi pembentukan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan.
tentang substansi UU selalu dikaitkan dengan UU
organik dan UU non organik. UU organik adalah UU
yang substansinya merupakan penjabaran langsung
dari delegasi pengaturan yang disebut secara eksplisit
dalam UUD 1945. UU non organik adalah UU yang

8
C. Metodologi 2. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan
Kompendium ini akan menggunakan metode penjelasan mengenai bahan hukum primer,
normatif14. Namun demikian tetap akan digunakan berupa buku-buku hukum dan jurnal hukum.
data empiris15 meskipun hanya berfungsi sebagai 3. Bahan hukum tertier, yaitu yang memberikan
pendukung. Dengan metode ini diharapkan dapat petunjuk bahan hukum primer dan sekunder,
menginventarisir dan menjelaskan berbagai teori dan yaitu kamus, buku saku, agenda resmi, dan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan sebagainya,
dengan pembentukan peraturan perundang-undangan
secara ringkas. C.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan mengenai
C.1. Bahan Kompendium peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal
Data yang dibutuhkan dalam kompendium ini serta koran atau majalah, dan juga internet yang
merupakan data sekunder, yang mencakup:16 berkaitan dengan pembentukan perundang-undangan.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum
yang mengikat, mulai dari Undang-undang Dasar C.3. Analisis Data
dan peraturan terkait lainnya. Seluruh data yang berhasil dikumpulkan
kemudian disortir dan diklasifikasikan, kemudian
disusun melalui susunan yang komperhensif. Proses
14
analisa diawali dari premis-premis yang berupa norma
Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Pemikiran normatif didasarkan
hukum positif yang diketahui dan berakhir pada
pada penelitian yang mencakup (1)asas-asas hukum, (2) sistematik hukum, (3) taraf penemuan asas-asas hukum dan selanjutnya doktrin-
sinkronisasi vertikal dan horisontal, (4)perbandingan hukum, (5)sejarah hukum. doktrin17 serta teori-teori.
Lebih jauh tentang ini lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet.v, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), hal,13-14. Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan
dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat
Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979) hal.15
15
Penelitian empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
17
meneliti data-data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Soetandyo Wignyosoebroto, Hukum Paradigma Metode dan Dinamika
Pemikiran empiris ini disebut juga pemikiran sosiologis. Lebih jauh tentang ini lihat Masalahnya, (Jakarta: Elsam Huma, 2002) hal.15. Lebih jauh dikatakan bahwa
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, ibid penelitian-penelitian kualitatif menurut aliran Strauss (dan Glaser) adalah penelitian
16
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas untuk membangun teori, dan tidak Cuma berhenti pada pemaparan data mentah
Indonesia Press, 1982) hal.52 belaka.

9
D. Sistematika Penulisan
E. Waktu Pelaksanaan
Bab I Pendahuluan Penulisan Kompendium ini akan dilaksanakan
A. Latar Belakang pada tahun 2008 dengan anggaran dari BPHN.
B. Maksud dan Tujuan
C. Metodologi F. Personalia Tim
D. Sistematika Penulisan Ketua : Prof. Dr. Maria Farida, S.H.,M.H
E. Waktu Pelaksanaan Sekretaris / Anggota : Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H
F. Personalia Tim Anggota :1. Chairijah, S.H.,M.H.,Ph.D
Bab II Pembentukan UU, PERPU, PP dan PerPres 2. Dr. Innocentius Syamsul, S.H.
A. Kedudukan 3. (P3I DPR RI)
B. Jenis 4. Suhariyono AR, S.H.,M.H (Ditjen
C. Fungsi PP Depkumham)
D. Materi Muatan 5. Ida Padmanegara, SH,MH
E. Mekanisme 6. Hesty Hastuty, S.H.,M.H.
Bab III Pembentukan Peraturan Menteri 7. Liestiarini Wulandari, SH,MH
A. Kedudukan 8. Tongam R Silaban, S.H.,M.H
B. Jenis 9. Joko Winarso, SH
C. Fungsi
D. Materi Muatan
E. Mekanisme
Bab IV Pembentukan Peraturan Daerah
A. Kedudukan
B. Jenis
C. Fungsi
D. Materi Muatan
E. Mekanisme

Bab V Penutup

10
BAB II Sebagaimana dipahami bahwa tegaknya hak asasi
KEDUDUKAN, JENIS, FUNGSI, DAN MATERI MUATAN manusia merupakan output dari keseluruhan dinamika
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN kekuatan sosial politik yang ada dalam masyarakat dan hal ini
harus didukung oleh peraturan perundang-undangan yang
A. Pembentukan Hukum berlaku sehingga Law Making Process itu tidak hanya
Pembentukan hukum, dalam hal ini hukum tertulis berkaitan dengan proses pembuatan hukum (undang-undang),
atau undang-undang, pada dasarnya merupakan suatu namun juga harus memenuhui persyaratan filosofis, juridis,
kebijakan politik negara yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan dan sosiologis. Di samping itu, juga harus memiliki legitimasi
Rakyat dan Presiden (di Indonesia atau pada umumnya di sosial dan sekaligus legitimasi politik untuk dapat diberlakukan
negara lain). Kebijakan di atas merupakan kesepakatan formal secara efektif dan nyata.
antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, dalam hal
ini Presiden, untuk mengatur seluruh kehidupan Untuk memperoleh legitimasi sosial dan politik
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua badan tersebut, Departemen Hukum dan HAM sebagai Law Center
tersebut mengatasnamakan negara dalam membentuk hukum dan salah satunya selaku koordinator penyusunan Prolegnas,
atau undang-undang. Termasuk suatu kebijakan politik negara harus menempuh kebijakan sebagai berikut:
adalah pada saat Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden 1) diperlukan peningkatan penelitian hukum yang
menentukan suatu perbuatan yang dapat dikenakan sanksi diarahkan untuk mempersiapkan kebijakan
atau tidak (sanksi pidana, administrasi, dan perdata). pemerintah dalam berbagai bidang, baik bidang
politik, ekonomi, sosial, dan hak asasi manusia;
Pembentukan peraturan perundang-undangan di 2) diperlukan persiapan untuk menyusun dan
bawah undang-undang, dalam hal ini peraturan pemerintah, menetapkan satu model naskah akademik yang
peraturan presiden, dan peraturan menteri atau setingkat dapat mendukung proses penyusunan suatu
menteri atau peraturan lembaga negara negara tertentu, juga naskah rancangan undang-undang;
merupakan suatu kebijakan, baik dibentuk berdasarkan 3) diperlukan langkah-langkah untuk memperluas
delegasian maupun atas keingingan sendiri (mandiri), dalam keikutsertaan masyarakat yang berkelanjutan
rangka penyelenggaraan pemerintahan atau suatu pengaturan dalam proses penyusunan Program Rencana
prosedur dalam rangka pelayanan publik. Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Rencana Legislasi
Daerah (Relegda);

11
4) diperlukan kerja sama yang intensif dan kebijakan politik negara, Moh. Mahfud MD, dalam
berkesinambungan antara pemeran-pemeran kunci disertasinya menyebutkan bahwa :19
dalam proses penyusunan Prolegnas dan Relegda;
5) diperlukan satu kesatuan visi dn misi dalam Tidak sedikit dari para mahasiswa hukum yang
penyusunan Prolegnas dan Relegda, khususnya heran dan masygul ketika melihat bahwa hukum
tentang parameter atau tolak ukur keberhasilan ternyata tidak seperti dipahami dan dibayangkan
suatu rancangan undang-undang yang bertumpu ketika di bangku kuliah. Mereka heran ketika
pada kontrol kualitas (quality control) yang bersifat melihat bahwa hukum tidak selalu dapat dilihat
substantif. sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-
hak masyarakat, penjamin keadilan. Banyak sekali
Aristoteles memandang negara sebagai bentuk peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan
masyarakat yang paling sempurna. Jika masyarakat dibentuk memotong kesewenang-wenangan, tidak mampu
demi suatu kebaikan, maka demikian juga halnya sebuah menegakkan keadilan dan tidak dapat
negara atau masyarakat politik. Setiap orang dalam hidup menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus
bermasyarakat selalu berbuat dengan maksud untuk diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang
mencapai apa yang mereka anggap baik, dan negara dibentuk seharusnya bisa dijawab oleh hukum. Bahkan
dengan sasaran kebaikan pada taraf yang lebih tinggi.18 banyak produk hukum yang lebih banyak diwarnai
Pembentuk undang-undang dengan mengatasnamakan oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang
negara, seharusnya memandang bahwa negara dibentuk, kekuasaan dominan. Mereka bertanya : mengapa
melalui undang-undang, dengan sasaran kebaikan pada taraf hal itu harus terjadi?
yang lebih tinggi, yakni demi kesejahteraan, ketertiban, Ternyata hukum tidak seteril dari subsistem
keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. kemasyarakatan lainnya. Politik kerapkali
melakukan intervensi atas pembuatan dan
Yang perlu dicatat dalam bagian ini untuk lebih pelaksanaan hukum sehingga muncul juga
memahami makna kebijakan hukum kaitannya dengan pertanyaan berikutnya tentang subsistem mana
antara hukum dan politik yang dalam
18
dikutip dari E. Sumaryono, hal. 36, Benjamin Jowett, Politics, dalam kenyataannya lebih suprematif. Dan pertanyaan-
Justin D. Kaplan (ed), 1958, The Pocket Aristotle, Washington Square Press
Publishing, New York, hal. 278. Lihat pula Aristoles Politik, Penerjemah Saut
Pasaribu, cetakan Pertama, 2004 dari Politics, Oxford University Press, New York,
19
1995 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, hal. 1.

12
pertanyaan lain yang lebih spesifik pun dapat menekankan bahwa politik hukum merupakan bagian dari
mengemuka seperti bagaimanakah pengaruh ilmu hukum. Jika ilmu hukum diibaratkan sebagai sebuah
politik terhadap hukum, mengapa politik banyak pohon, maka filsafat merupakan akarnya, sedangkan politik
mengintervensi hukum, jenis sistem politik yang merupakan pohonnya yang kemudian melahirkan cabang-
bagaimana yang dapat melahirkan produk hukum cabang berupa berbagai bidang hukum seperti hukum pidana,
yang berkarakter seperti apa. Upaya untuk hukum perdata, hukum tata negara, hukum administrasi
memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di negara, dan bidang hukum lainnya.
atas merupakan upaya yang sudah memasuki
wilayah politik hukum. Politik hukum secara Pandangan Mahfud di atas menggambarkan keadaan
sederhana dapat dirumuskan sebagai pembentukan undang-undang di Indonesia yang
kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau menitikberatkan pada politik daripada hukum, walaupun
telah dilaksanakan secara nasional oleh produk akhir politik tersebut tetap sebagai produk hukum
pemerintah; mencakup pula pengertian tentang yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Hal inilah yang
bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan belum disadari oleh pembentuk undang-undang bahwa
cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di keputusan politik yang dituangkan dalam suatu undang-
belakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Di undang merupakan produk hukum yang secara yuridis, isinya
sini hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai harus dilaksanakan, walaupun kemudian disadari bahwa
pasal-pasal yang bersifat imperatif atau undang-undang tersebut sulit dilaksanakan karena
keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, substansinya sarat dengan elemen-elemen politik. Mahfud
melainkan harus dipandang sebagai subsistem sendiri menyatakan bahwa hukum terpengaruh oleh politik
yang dalam kenyataan (das sein) bukan tidak karena subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang
mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik lebih besar daripada hukum.20
dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya
maupun dalam implementasi dan penegakannya. Seandainya energi yang lebih besar di atas
dimaksudkan untuk kebaikan pada taraf yang lebih tinggi,
Moh. Mahfud MD selanjutnya berpendapat bahwa yakni demi kesejahteraan, ketertiban, keadilan, dan
hukum merupakan produk politik yang memandang hukum kemakmuran bagi seluruh rakyat, bukan untuk kepentingan
sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendak-kehendak
politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Ia juga 20
Ibid, hal. 13.

13
pribadi atau golongan, suatu undang-undang akan kepentingan sektor dan kepentingan lainnya. Apakah hal ini
mencerminkan apa yang diinginkan oleh Aristoteles. Thomas termasuk dalam wilayah politik hukum? Kepentingan sektor
Aquinas pun menginginkan bahwa tugas pokok seorang inilah yang kemudian mempengaruhi politik hukum yang
penguasa adalah merealisasikan keadilan di muka bumi. memang sejak semula diharapkan politik hukum dapat
Penguasa dalam menjalankan kekuasaan pemerintahannya bermanfaat atau berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
harus sesuai dengan hukum yang berlaku, dan hukum yang Sekali lagi, sterilisasi politik hukum dikotori oleh kepentingan
berlaku tersebut harus diturunkan dari hukum kodrat. Hukum sektor.
kodrat merupakan sumber dari semua norma kebajikan
moral.21 Konsep tentang hukum sebagai cermin tata keadilan
telah dikembangkan oleh para pemikir Yunani, terutama Plato
Ternyata hukum tidak seteril dari subsistem dan Aristoteles. Dalam pandangannya, Plato menyatakan
kemasyarakatan lainnya. Politik kerapkali melakukan bahwa keadilan akan terwujud jika negara ditata sesuai
intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum sehingga dengan bentuk-bentuk yang ideal sebagaimana ditetapkan
muncul juga pertanyaan berikutnya tentang subsistem mana oleh raja yang sekaligus filsuf dan dihubungkan dengan hukum
antara hukum dan politik yang dalam kenyataannya lebih yang berlaku dalam sebuah polis. Hukum adalah refleksi
suprematif. Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih pengetahuan manusia pada umumnya yang dikembangkan
spesifik pun dapat mengemuka seperti bagaimanakah secara sempurna.
pengaruh politik terhadap hukum, mengapa politik banyak
mengintervensi hukum, jenis sistem politik yang bagaimana Bagi Plato, hukum identik dengan jalan pikiran yang
yang dapat melahirkan produk hukum yang berkarakter nalar yang diwujudkan di dalam dekrit-dekrit yang dikeluarkan
seperti apa. Upaya untuk memberi jawaban atas pertanyaan- oleh negara. Hukum memiliki kualitas tidak tertulis dan
pertanyaan di atas merupakan upaya yang sudah memasuki alamiah sebagaimana terdapat di dalam kodrat manusia.22
wilayah politik hukum. Hukum juga dipandang identik dengan moralitas dan tujuan
hukum adalah menghasilkan manusia yang benar-benar baik.
Politik hukum, kadangkala juga merambah dalam Menurut Plato, hukum diberlakukan dengan maksud untuk
lingkungan pemerintah pada waktu rancangan peraturan membantu manusia menciptakan kesatuan dalam hidup
tersebut dibahas antar departemen terkait dengan masalah komunitas atau ketertiban sosial, atau demi kebaikan umum.
22
Ibid, dari Leonardo N. Mercado, 1984, Legal Philosophy, Divine Word
21
Opcit, Sumaryono, hal. 41. University Publishing, Tacloban City, hal. 7.

14
Hal ini dimungkinkan, sebab melalui proses penalaran manusia Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa tidak ada
dapat menemukan hukum dalam bentuknya yang murni, yaitu sistem hukum di negara maju yang benar-benar formal atau
sesuai dengan dunia ide.23 informal. Keduanya selalu menyatu. Hukum dari pemerintah
yang resmi pada umumnya (walau tidak selalu) bersifat
Apakah hukum yang digambarkan oleh Plato telah formal: berpola, berstruktur, bersandar pada bahasa tertulis
tergambar dalam negara-negara yang sekarang ada ini. dan pada lembaga dan proses yang teratur. Hukum non-
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa berbeda dengan negara biasanya jauh kurang formal, tetapi baik perundang-
ekonomi dan politik, hukum adalah institusi normatif. Ia akan undangan yang resmi maupun yang tidak resmi adalah
kehilangan fungsinya apabila tidak bisa tampil dalam gabungan dari keduanya.25
kekuatannya yang demikian itu, yakni menundukkan perilaku
masyarakat ke bawah otoritasnya. Tentu saja pemaksaan Friedman lebih lanjut bertanya, mengapa ada bagian
normatif itu memberikan hasil-hasil yang relatif. Ada bangsa sistem tata tertib sangat formal, ada yang jauh kurang formal,
yang sangat patuh kepada hukumnya, ada yang setengah dan ada yang lepas sama sekali dan tidak berbentuk? Kita
patuh, dan macam-macam gradasi lainnya. Tetapi, pada suatu dapat mulai menjawab dari titik yang mungkin jelas: secara
waktu tertentu bisa dirasakan bahwa fungsi normatif hukum historis yang informal muncul lebih dulu. Masyarakat yang
itu sudah menjadi terlalu melemah dan hasil ini akan cukup paling sederhana yang mungkin lebih menyerupai masyarakat
merisaukan.24 manusia purba daripada masyarakat urbanisasi, mempunyai
sistem hukum yang sangat informal. Tindakan formal tampak
Apabila kita sudah sampai pada peringkat pembicaraan mengambil alih setelah sistem informal tidak lagi berfungsi
seperti itu, maka ia sudah bergeser dari hanya karena satu atau lain hal.
mempersoalkan hukum sebagai suatu bangunan teknologi
semata-mata. Kerisauan kita tidak akan terobati oleh jawaban- Namun demikian, Friedman pernah menggambarkan
jawaban yang bersifat teknis semata-mata. adanya komunitas Tristan da Cunha, dalam suatu pulau
dengan tanah tandus, terasing, sepi di tengah Samudra
Atlantik Selatan yang di dalamnya ada beberapa ratus orang
yang tinggal. Mereka bertani kentang dan menangkap ikan.
23 Sebuah tim peneliti mengunjungi pulau tersebut pada 1930-an
Ibid, Sumaryono, hal. 42, dariW.H.D. Rouse, 1956, Great Dialogues of
Plato, Mentor Book, New York, hal. 125-126
24 25
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Lawrence M. Friedman, American Law an Introduction, Second
Jakarta, 2003, hal. 157. Edition, Penerjemah Wishnu Basuki, Tata Nusa Jakarta, 1984, hal.

15
untuk mengkaji satwa, burung, dan kehidupan sosial. Para Tentang keadaan tersebut, Satjipto Rahardjo pernah
ilmuwan sosial tim itu heran melihat betapa penduduknya bertanya apakah hukum untuk masyarakat atau
taat hukum jika kita boleh menggunakan kata taat hukum masyarakat untuk hukum?26 Memilih yang pertama
terhadap orang-orang yang tinggal di suatu tempat di mana menimbulkan suasana yang dinamis, sedangkan yang kedua
justru tidak ada yang tampak seperti hukum yang kita kenal. statis dan stagnant atau macet. Kiranya cukup jelas bahwa
Tidak ada yang bisa melukiskan contoh kejahatan berat kemacetan tersebut terjadi karena masyarakat yang berubah
pembunuhan, perkosaan, atau sejenisnya yang dilakukan di itu dipaksa untuk dimasukkan ke dalam bagan-bagan hukum
pulau itu. Tidak ada alat-alat peradilan pidana tidak ada yang ada.
polisi, pengadilan, hakim atau penjara. Tidak ada yang
memerlukannya. Kendati kita memilih yang pertama yakni hukum
untuk masyarakat, bagi suatu bangsa yang berubah dengan
B. Pembentukan Hukum di Indonesia cepat, siasat tersebut tidak sepenuhnya menjamin bahwa
Sesudah menjalani kehidupan sebagai bangsa yang keadaan akan teratasi dengan baik. Sebab pertanyaan yang
merdeka selama hampir setengah abad, sampailah kita pada kemudian bisa diajukan adalah seberapa besar perubahan
masa-masa kritis yang cukup mendasar. Kita tidak lagi sekadar dilakukan agar hukum benar-benar dapat disiapkan untuk
menghadapi persoalan-persoalan yang berkadar kuantitatif melayani masyarakatnya dengan baik?
lagi, melainkan sudah bernilai kualitatif.
Mochtar Kusumaatmadja, tampaknya juga bertanya
Berdiri di atas tahun 2008, apalagi membandingkannya dan pesimis terhadap hukum di Indonesia, karena tanda-tanda
dengan keadaan pada tahun 1945 dan lebih mundur lagi pada mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya fungsi hukum
permulaan abad keduapuluh, Indonesia memang sudah pembangunan, menunjukkan bahwa kita tidak dapat
berubah sangat besar dan perubahan itu berlangsung dengan menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan
cepat dan semakin cepat. Hukum pun dibuat untuk mencapai tentang pembangunan ini terdapat suatu kelesuan (melaise)
perkembangan tersebut, walaupun sangat tersengal-sengal. atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya dalam
Hukum berusaha mencapai perkembangan tersebut, namun masyarakat.27
ternyata masyarakatnya belum siap untuk melaksanakan
hukum yang dibuatnya itu. Padahal hukum harus ada dalam
masyarakat dengan tugas menjaga ketertiban dan 26
Opcit, Satjipto Rahardjo, hal. 43.
27
memberikan keadilan. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis, Alumni, Bandung, 2002, hal. 1

16
Harkristuti Harkrisnowo, juga merasa pilu tentang Ketiadaan evaluasi atas keberhasilan model hukum
hukum di Indonesia. Harkristuti menyatakan bahwa di tengah pembangunan tersebut mungkin ada pengaruh dari pendapat
suasana Indonesia yang masih mengalami berbagai cobaan di atas sehingga menimbulkan keengganan setiap orang atau
besar sejak masa fin du siecle (akhir millenium) sampai kini, para ahli hukum untuk memberikan penilaian atas model
tidaklah mudah bagi saya untuk memaparkan kondisi hukum hukum pembangunan tersebut. Usaha untuk melakukan
kita tanpa kepiluan yang merebak mendengar dan ratapan kuantifikasi keberhasilan pembangunan hukum saat ini sesuai
mereka yang terluka oleh hukum, dan kegeraman yang dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
membahana pada mereka yang memanfaatkan hukum Program Pembangunan Nasional bidang Hukum adalah jumlah
sebagai alat mencapai tujuan tanpa memakai hari nurani.28 rancangan undang-undang yang diselesaikan dalam setiap
tahun anggaran.
Pembangunan hukum di Indonesia sudah berlangsung
sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini belum dilakukan Oleh Romli Atmasasmita, Program Pembangunan
evaluasi secara mendasar dan komprehensif terhadap kinerja Nasional tersebut dikritik karena cara memasukkan jumlah
model hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat.29 rancangan undang-undang yang direncanakan pada setiap
Ketiadaan evaluasi tersebut sudah dapat diantisipasi semula tahun anggaran berjalan bukanlah cara yang tepat untuk
oleh Mochtar Kusumaatmadja yang antara lain menilai keberhasilan pembangunan hukum karena
mengemukakan bahwa ukuran keberhasilan pembangunan pembangunan hukum dalam arti luas termasuk pembangunan
hukum tidak sama dengan pembangunan fisik karena sumber daya manusia hukum, infrastruktur dan kelembagaan
pembangunan fisik jelas dapat dinilai dalam bentuk angka- hukum yang memadai serta peningkatan budaya hukum
angka termasuk keberhasilan ataupun kegagalannya.30 (termasuk kesadaran hukum masyarakat yang birokrasi) dan
anggaran biaya yang memadai.31

Romli lebih lanjut menyatakan bahwa proses legislasi


28
dengan produk perundang-undangan bukanlah proses yang
Harkristuti Harkrisnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu
Gugatan terhadap Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia, Orasi pada
steril dari kepentingan politik karena ia merupakan proses
Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 8 Maret 2003, hal. 1.
29 31
Dikutip dari Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Hukum Nasional:
Hukum Nasional: Reorientasi Politik Perundang-undangan, Makalah disampaikan Reorientasi Politik Perundang-undangan, Makalah disampaikan dalam Seminar
dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003. Pembangunan Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003, lihat pada catatan
30
Ibid, hal. 1. kaki.

17
politik. Bahkan implementasi perundang-undangan tersebut spesifik pun dapat mengemuka seperti bagaimanakah
dikenal dengan sebutan penegakan hukum atau law pengaruh politik terhadap hukum, mengapa politik banyak
enforcement, juga tidaklah selalu steril dari pengaruh mengintervensi hukum, jenis sistem politik yang bagaimana
politik.32 yang dapat melahirkan produk hukum yang berkarakter
seperti apa. Upaya untuk memberi jawaban atas pertanyaan-
Jika demikian halnya, maka hukum di Indonesia, pertanyaan di atas merupakan upaya yang sudah memasuki
termasuk pembentukannya, tampaknya di luar hukum dalam wilayah politik hukum.
bentuknya yang murni, yaitu tidak sesuai dengan dunia ide
seperti yang dikemukakan oleh Plato. Machfud MD sendiri C. Pembentukan Undang-Undang
terkejut terhadap masyarakat yang heran ketika melihat
bahwa hukum tidak selalu dapat dilihat sebagai penjamin Di bidang hukum, khususnya di bidang pembentukan
kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, penjamin peraturan perundang-undangan, reformasi hukum yang
keadilan. Banyak sekali peraturan hukum yang tumpul, tidak menonjol adalah terbentuknya Undang-Undang Nomor 10
mempan memotong kesewenang-wenangan, tidak mampu Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya undangan. Dalam Penjelasan Undang-Undang tersebut
sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan disebutkan bahwa sebagai negara yang mendasarkan pada
berbagai kasus yang seharusnya bisa dijawab oleh hukum. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Bahkan banyak produk hukum yang lebih banyak diwarnai Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang
oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
dominan. Mereka bertanya: mengapa hal itu harus terjadi? pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas
hukum.Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan
Ternyata hukum tidak seteril dari subsistem tatanan yang tertib antara lain di bidang pembentukan
kemasyarakatan lainnya. Politik kerapkali melakukan peraturan perundang-undangan. Tertib Pembentukan
intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum sehingga Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak saat
muncul juga pertanyaan berikutnya tentang subsistem mana perencanaan sampai dengan pengundangannya. Untuk
antara hukum dan politik yang dalam kenyataannya lebih membentuk Peraturan Perundang-undangan yang baik,
suprematif. Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan
sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik
32
penyusunan maupun pemberlakuannya.
Ibid, hal. 341.

18
Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945
berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang- tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya
undangan termasuk teknik penyusunan peraturan perundang- Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah;
undangan, diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi
Indonesia merdeka, yaitu: Pengundangan Lembaran Negara dari
Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;
1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15
yang disingkat AB (Stb. 1847 : 23) yang mengatur Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan
ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang- Rancangan Undang-Undang dan Rancangan
undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;
Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional. Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44
Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan
Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk
ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Republik Indonesia Yogyakarta. Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Presiden;
Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang
Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 10
Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, Tahun 2004 tersebut, maka pembentukan peraturan
dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari
Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,
Federal. pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula penyebarluasan harus mendasarkan pada Undang-Undang
ketentuan: Nomor 10 Tahun 2004.

19
Pada tahap perencanaan penyusunan peraturan ini sangat berbeda dengan sebelum adanya amandemen UUD.
perundang-undangan, pada awalnya tertuang dalam GBHN Pasal 5 ayat (1) UUD sebelum amandemen (perubahan)
sebagai suatu program legislasi nasional (Prolegnas). berbunyi Presiden memegang kekuasan membentuk undang-
Selanjutnya pada GBHN 1999-2004 yang tertuang dalam undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999, terkait dengan sedangkan Pasal 20 ayat (1)-nya menentukan bahwa Tiap-
Prolegnas, diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan
undang-undang. Pada tahun 2000, terbentuk Undang-Undang Perwakilan Rakyat. Pembalikan kewenangan di atas
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan membawa konsekuensi yang luar biasa dalam sistem dan
Nasional, sebagai indikator kinerja pembangunan di bidang penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
hukum, khususnya materi hukum. Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2000 tersebut dijadikan patokan pembangunan materi Dari konsekuensi di atas, dapat diilustrasikan pada
hukum dalam Prolegnas sampai dengan tahun 2004. Dengan saat membahas rancangan undang-undang (RUU) di Dewan
berakhirnya tahun 2004, maka Prolegnas harus disusun ulang Perwakilan Rakyat antara lain sebagai berikut: Kami yang
yang berlaku dari mulai 2005 sampai tahun 2009. Dasar berwenang menentukan apa saja!; Apa maunya rakyat, kami
penyusunan ulang harus didasarkan pada Undang-Undang harus tuangkan dalam RUU!; Dewan Perwakilan Rakyat
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan harus diberikan kewenangan tambahan dalam
Perundang-undangan. Pembentukan Undang-Undang Nomor penyelenggaraan pemerintahan; Keinginan Dewan
10 Tahun 2004 seiring dengan perubahan UUD 1945 sehingga Perwakilan Rakyat tidak dapat diganggu gugat dalam
substansi keduanya saling menyesuaikan. menentukan kebijakan yang dituangkan dalam RUU, dll. Dari
kondisi di atas, betapa sulitnya pemerintah dalam angan-
Pasal 5 ayat (1) UUD menentukan bahwa Presiden angannya (sewaktu membahas undang-undang) menjalankan
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan undang-undang dimaksud dan dalam kenyataannya
Perwakilan Rakyat dan Pasal 20 ayat (1) UUD menentukan pemerintah berjalan terengah-engah dan terseok-seok dalam
bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan memenuhi dan melaksanakan undang-undang. Dewan
membentuk undang-undang, menunjukkan adanya Perwakilan Rakyat tidak lah dipersalahkan karena pemenuhan
pergeseran kewenangan legislasi dari lembaga eksekutif keinginan rakyat dilatarbelangi oleh pertanggungjawaban
(pemerintah) kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini sudah sebagai wakil rakyat yang memilihnya. Di balik itu, pemenuhan
barang tentu menuntut Dewan Perwakilan Rakyat untuk lebih tersebut juga untuk mencari dukungan politiknya dalam
responsif dan inisiatif dibandingkan dengan pemerintah. Hal menggalang rakyat untuk berpihak pada partainya.

20
Sebelum kewenangan pembentukan undang-undang Selama kurang lebih 30 tahun, rumusan Pasal 5 ayat
bergeser kepada Dewan Perwakilan Rakyat, kelemahan dan (1) UUD 1945 (lama) ini ditafsirkan bahwa pembentuk undang-
kekurangan dalam pembentukan undang-undang juga sering undang adalah Presiden, sedangkan DPR hanyalah bersetuju
muncul di pihak pemerintah sehingga yang tampak adalah untuk setuju atau tidak setuju terhadap RUU yang
kecenderungan adanya penyalahgunaan wewenang dan dibentuk atau disusun oleh Presiden. Setelah Perubahan
kewenangan-kewenangan otoriter lainnya. Dewan Perwakilan Pertama dan Kedua UUD 1945 yang dilakukan tahun 1999 dan
Rakyat pada waktu sebelum reformasi, sering disoroti tahun 2000, pemegang kendali pembentukan undang-undang
berkaitan dengan fungsi dan kedudukannya dalam adalah DPR. Dengan demikian sekarang DPR (termasuk DPRD)
penyelenggaraan negara. Pada masa Orde Baru, anggota DPR berkewajiban menyusun program legislasi nasional
sering dianggap sebagai kendaraan politik untuk (Prolegnas/Prolegda), dan menyusun perencanaan, analisis,
melanggengkan kekuasaan rezim ketimbang mewakili rakyat evaluasi, yang didukung oleh penelitian dan pengkajian
dalam pembuatan kebijakan ataupun melaksanakan fungsi peraturan perundang-undangan. Sedangkan Presiden
kontrol. Jadi, undang-undang pada waktu itu dibuat untuk (Pemerintah) sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (1) Perubahan
kendaraan politik pemegang kekuasaan pada pemerintah. Pertama UUD 1945 yang berbunyi: Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR,
Jadi, pergeseran kekuasaan di atas harus disikapi hanyalah mempunyai hak yang dapat digunakan atau tidak
bahwa dalam pembentukan setiap undang-undang harus ada digunakan.
keseimbangan antara keinginan rakyat dan kemampuan
pemerintah dalam melaksanakan undang-undang serta tetap Berdasarkan Perubahan Keempat UUD 1945 yang
memperhatikan hak asasi manusia dan hak-hak mendasar menetapkan bahwa MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi
lainnya dan menuju penyelenggaraan pemerintahan yang negara melainkan hanya sekedar forum yang terdiri atas dua
good governance. Keseimbangan dan tetap memperhatikan kamar (bikameral) yaitu DPR dan Dewan Perwakilan Daerah
hak asasi manusia dan hak-hak mendasar lainnya diperlukan (DPD) maka ke depan (sesudah Pemilu 2004) pembentuk
karena pembentukan undang-undang sangat terkait dengan undang-undang menjadi tiga lembaga yaitu DPR, DPD, dan
pelaksanaan undang-undang itu sendiri yang mempunyai sifat Presiden. Namun demikian sebagai legislator utamanya adalah
mengikat umum dan mengakibatkan adanya sanksi kepada tetap DPR. Sedangkan DPD dan Presiden hanyalah sebagai
pihak yang terkena serta akibat yang lebih luas lagi adalah legislator serta. Dalam UUD 1945, DPD diberikan kewenangan
terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, legislasi terbatas khususnya yang berkaitan dengan substansi
berbangsa, dan bernegara. otonomi daerah dan hubungan pusat dan daerah.

21
Dalam pembentukan undang-undang, paling tidak pelaksanaan asas-asas pembentukan peraturan perundang-
ada tiga komponen utama yang saling terkait dan tidak dapat undangan yang baik.
dipisah-pisahkan yang harus dipenuhi. Pertama, adalah
lembaga pembentuk undang-undang. Kedua, prosedur atau Asas-asas pembentukan peraturan perundang-
tata cara pembentukannya. Ketiga adalah substansi yang akan undangan yang baik menurut I.C. van der Vlies dalam bukunya
diatur dalam undang-undang. Komponen pertama adalah yang berjudul Handboek Wetgeving dibagi dalam dua
lembaga/pejabat negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelompok yaitu:34
dan Dewan Perwakilan daerah (DPD) serta Presiden. Sebagai Asas-asas formil :
pelaksana penyusunan rancangan undang-undang (RUU) di 1) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke
lingkungan pemerintah (eksekutif) pusat yang membantu doelstelling), yakni setiap pembentukan
Presiden membentuk/membahas RUU adalah para peraturan perundang-undangan harus
menteri/kepala LPND dan pejabat struktural dibantu oleh para mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk
pejabat fungsional. Di lingkungan pemerintah daerah adalah apa dibuat;
kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dan pejabat 2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het
struktural dibantu para pejabat fungsional peneliti dan juiste orgaan), yakni setiap jenis peraturan
perancang peraturan perundang-undangan daerah. perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
atau organ pembentuk peraturan perundag-
Apabila salah satu komponen utama pembentukan undagan yang berwenang; peraturan perundang-
undang-undang tersebut tidak berjalan dengan baik maka undangan tersebut dapat dibatalkan
hasilnya adalah suatu produk hukum yang cacat yang dapat (vernietegbaar) atau batal demi hukum (van
dibatalkan melalui hak uji yang dilaksanakan oleh Mahkamah rechtswege nieteg), bila dibuat oleh lembaga
Konstitusi.33 Dalam komponen kedua, termasuk pula atau organ yang tidak berwenang;
33
Mahkamah Konstitusi ini telah ditetapkan dalam Perubahan Ketiga
UUD 1945. Dalam Pasal 24C dikatakan bahwa (1) Mahkamah Konstitusi ditentukan dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD Negara RI Tahun 1945 yang
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat berbunyi: Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Agung.
34
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus A. Hamid, SA, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. RUU Mahkamah Konstitusi yang Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, disertasi, Jakarta, 1990, hal. 321 s/d 331.
dipersiapkan oleh DPR kemudian dibahas bersama dengan Pemerintah dan pada Sedangkan bukunya I.C. van der Vlies yang berjudul Handboek Wetgeving sudah
tanggal 13 Agustus 2003 disahkan oleh Presiden 4 hari sebelum batas waktu yang diterjemahkan (tidak dipublikasikan) ke dalam bahasa Indonesia.

22
3) Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het memperhatikan asas pembentukan peraturan perundang-
noodzakelijkheidsbeginsel); undangan dan asas materi muatan. Pasal 5 UU P3
4) Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het menentukan bahwa dalam membentuk Peraturan
beginsel van uitvoerbaarheid), yakni setiap Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik
harus didasarkan pada perhitungan bahwa yang meliputi :
peraturan perundang-undangan yang dibentuk a) kejelasan tujuan (setiap pembentukan
nantinya dapat berlaku secara efektif di peraturan perundang-undangan harus
masyarakat karena telah mendapat dukungan mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis dicapai);
sejak tahap penyusunannya; b) kelembagaan atau organ pembentuk yang
5) Asas konsensus (het beginsel van de consensus). tepat (setiap jenis peraturan perundang-
Asas-asas materiil: undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
1) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het pembentuk peraturan perundang-undangan
beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke yang berwenang. Peraturan perundang-
systematiek); undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
2) Asas dapat dikenali (het beginsel van de demi hukum, apabila dibuat oleh
kenbaarheid); lembaga/pejabat yang tidak berwenang);
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan
rechtsgelijkheidsbeginsel); (dalam pembentukan peraturan perundang-
4) Asas kepastian hukum (het undangan harus benar-benar memperhatikan
rechtszekerheidsbeginsel); materi muatan yang tepat dengan jenis
5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan peraturan perundang-undangannya);
individual (het beginsel van de individuele d) dapat dilaksanakan (setiap pembentukan
rechtsbedeling). peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Perundang-undangan tersebut di dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) telah masyarakat, baik secara filosofis, yuridis,
mengingatkan kepada pembentuk undang-undang agar selalu maupun sosiologis);

23
e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (setiap apakah pentingnya membentuk peraturan ini? Tujuannya
peraturan perundang-undangan dibuat karena apa? Apakah bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat?
memang benar-benar dibutuhkan dan Tidakkah instrumen lain, selain peraturan, sudah cukup?
bermanfaat dalam mengatur kehidupan Dalam menyusun substansi yang diinginkan oleh penentu
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara); kebijakan, pembentuk peraturan perundang-undangan harus
f) kejelasan rumusan (setiap peraturan selalu bertanya, apakah rumusan tersebut sudah jelas dan
perundang-undangan harus memenuhi tidak menimbulkan penafsiran?
persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika, dan pilihan Pada setiap pasal atau norma yang ditentukan dalam
kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya materi yang diatur, pembentuk peraturan perundang-
jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak undangan harus mengolah dalam pikirannya apakah seluruh
menimbulkan berbagai macam interpretasi substansi tersebut telah mengandung asas materi muatan
dalam pelaksanaannya); dan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UU P3 yakni asas:
g) keterbukaan (dalam proses pembentukan a. pengayoman (materi muatan peraturan
peraturan perundang-undangan mulai dari perundang-undangan harus berfungsi
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan memberikan perlindungan dalam rangka
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. menciptakan ketentraman masyarakat);
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat b. kemanusiaan (materi muatan peraturan
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya perundang-undangan harus mencerminkan
untuk memberikan masukan dalam proses perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi
pembuatan peraturan perundang-undangan). manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara
Asas-asas tersebut merupakan dasar berpijak bagi proporsional);
pembentuk peraturan perundang-undangan dan penentu c. kebangsaan (materi muatan peraturan
kebijakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. perundang-undangan harus mencerminkan
Semua asas di atas, harus terpateri dalam diri penentu sifat dan watak bangsa Indonesia yang
kebijakan yang akan membentuk peraturan perundang- pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap
undangan yang biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk menjaga prinsip negara kesatuan Republik
pertanyaan dalam setiap langkah yang ditempuh. Misalnya, Indonesia);

24
d. kekeluargaan (materi muatan peraturan i. ketertiban dan kepastian hukum (materi
perundang-undangan harus mencerminkan muatan peraturan perundang-undangan harus
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam dapat menimbulkan ketertiban dalam
setiap pengambilan keputusan; masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
e. kenusantaraan (materi muatan peraturan hukum); dan/atau
perundang-undangan senantiasa j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah (materi muatan peraturan perundang-
Indonesia dan materi muatan peraturan undangan harus mencerminkan keseimbangan,
perundang-undangan yang dibuat di daerah keserasian, dan keselarasan, antara
merupakan bagian dari sistem hukum nasional kepentingan individu dan masyarakat dengan
yang berdasarkan Pancasila); kepentingan bangsa dan negara).
f. bhinneka tunggal ika (materi muatan peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan Selain asas tersebut, peraturan perundang-undangan
keragaman penduduk, agama, suku dan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Di luar
khususnya yang menyangkut masalah-masalah ketentuan di atas, dalam ilmu hukum atau ilmu perundang-
sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, undangan, diakui adanya beberapa teori atau asas-asas yang
berbangsa, dan bernegara); selalu mengikuti dan mengawali pembentukan peraturan
g. keadilan (materi muatan peraturan perundang- perundang-undangan dan secara umum teori dan asas-asas
undangan harus mencerminkan keadilan secara terserbut dijadikan acuan oleh pembentuk peraturan
proporsional bagi setiap warga negara tanpa perundang-undangan.
kecuali);
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan Dalam membentuk peraturan perundang-undangan,
pemerintahan (materi muatan peraturan ada beberapa teori yang perlu dipahami oleh perancang yakni
perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal teori jenjang norma. Hans Nawiasky, salah satu murid Hans
yang bersifat membedakan berdasarkan latar Kelsen, mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang
belakang, antara lain, agama, suku, ras, norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky
golongan, gender, atau status sosial); dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre mengemukakan
bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen, suatu norma hukum

25
negara selalu berlapis-lapis dan berjenjang yakni norma yang Tata urutan peraturan perundang-undangan yang
di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
lebih tinggi dan begitu seterusnya sampai pada suatu norma 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang tertinggi yang disebut norma dasar. Dari teori tersebut, (UU P3) adalah sebagai berikut:
Hans Nawiasky menambahkan bahwa selain norma itu
berlapis-lapis dan berjenjang, norma hukum juga (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
berkelompok-kelompok. Nawiasky mengelompokkan menjadi undangan adalah sebagai berikut:
4 kelompok besar yakni : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
1) Staatsfundamentalnorm (norma fundamental b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
negara); Pengganti Undang-Undang;
2) Staatsgrundgezets (aturan dasar negara); c. Peraturan Pemerintah;
3) Formell Gezetz (undang-undang formal); d. Peraturan Presiden;
4) Verordnung dan Autonome Satzung (aturan e. Peraturan Daerah.
pelaksana dan aturan otonom). (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi :
Kelompok norma di atas hampir selalu ada dalam tata a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh
susunan norma hukum di setiap negara, walaupun istilahnya dewan perwakilan rakyat daerah
dan jumlah norma yang berbeda dalam setiap kelompoknya. provinsi bersama dengan gubernur;
Di Indonesia, norma fundamental negara adalah Pancasila dan b. Peraturan Daerah kabupaten/kota
norma ini harus dijadikan bintang pemandu bagi perancang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat
dalam membentuk peraturan perundang-undangan. daerah kabupaten/kota bersama
bupati/walikota;
Dengan mendasarkan pada teori di atas, peraturan c. Peraturan Desa/peraturan yang
yang dibentuk oleh Presiden dengan sendirinya tidak boleh setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
bertentangan dengan peraturan di atasnya, misalnya Undang- desa atau nama lainnya bersama
Undang atau Peraturan Pemerintah, demikian pula Peraturan dengan kepala desa atau nama lainnya.
Gubernur, tidak boleh bertentangan dengan Peraturan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
Daerah. pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang

26
setingkat diatur dengan Peraturan Daerah didasarkan pada hal yang sejenis, dalam arti bahwa bidang
kabupaten/kota yang bersangkutan. hukum yang mengatur sumber daya alam, misalnya, tidak
(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain boleh mengesampingkan bidang hukum perpajakan. Yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui dapat mengesampingkan bidang hukum perpajakan tersebut
keberadaannya dan mempunyai kekuatan adalah bidang hukum perpajakan lainnya yang ditentukan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh kemudian dalam peraturan. Dengan demikian, pembentuk
Peraturan Perundang-undangan yang lebih peraturan perundang-undangan dituntut untuk selalu
tinggi. melakukan tugas pengharmonisan dan sinkronisasi dengan
(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang- peraturan yang ada dan/atau terkait pada waktu menyusun
undangan adalah sesuai dengan hierarki peraturan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Yang penting untuk dipahami oleh pembentuk
Selain teori di atas, ada beberapa teori yang perlu peraturan perundang-undangan adalah mengenai materi
diketahui, yakni dalam pembentukan peraturan, berlaku muatan peraturan. Materi muatan terkait erat dengan jenis
prinsip bahwa peraturan yang sederajat atau lebih tinggi peraturan perundang-undangan dan terkait dengan
dapat menghapuskan atau mencabut peraturan yang pendelegasian pengaturan. Selain terkait dengan jenis dan
sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang delegasian, materi muatan terkait dengan cara merumuskan
sederajat bertentangan dengan peraturan sederajat lainnya norma. Perumusan norma peraturan harus ditujukan langsung
(dalam arti sejenis), maka berlaku peraturan yang terbaru dan kepada pengaturan lingkup bidang tugas masing-masing
peraturan yang lama dianggap telah dikesampingkan (lex (departemen terkait atau dinas terkait) yang berasal dari
posterior derogat priori). Dalam hal peraturan yang lebih tinggi delegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, tinggi tingkatannya tetap pula memperhatikan peraturan
maka berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Jika perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi tingkatannya.
peraturan yang mengatur hal yang merupakan kekhususan
dari hal yang umum (dalam arti sejenis) yang diatur oleh Pengetahuan mengenai bentuk dan jenis peraturan
peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan yang perundang-undangan sangat penting dalam perancangan
mengatur hal khusus tersebut (lex specialis derogat lex peraturan perundang-undangan karena :
generalis). Pembentuk peraturan perlu bersepakat bahwa lex a. setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
posterior derogat priori dan lex specialis derogat lex generalis harus dapat ditunjukkan secara jelas peraturan

27
perundang-undangan tertentu yang menjadi landasan atau perundang-undangan yang lebih rendah, maka berlaku
dasarnya (landasan yuridis); peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
b. tidak setiap peraturan perundang-undangan dapat tingkatannya;
dijadikan landasan atau dasar yuridis pembentukan d. dalam hal peraturan perundang-undangan sederajat yang
peraturan perundang-undangan, melainkan hanya mengatur bidang-bidang khusus, maka peraturan
peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih perundang-undangan yang mengatur bidang umum yang
tinggi yang dapat mendelegasikan ke peraturan berkaitan dengan bidang khusus tersebut dikesampingkan
perundang-undangan sederajat atau lebih rendah. Jadi (lex specialis derogat lex generalis).
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak e. pentingnya pengetahuan mengenai bentuk atau jenis
dapat dijadikan dasar peraturan perundang-undangan peraturan perundang-undangan kaitannya dengan materi
yang lebih tinggi. Ketentuan ini menunjukkan betapa muatan peraturan perundang-undangan. Materi muatan
pentingnya aturan mengenai tata urutan peraturan undang-undang adalah berbeda dengan materi muatan
perundang-undangan (lihat UU Nomor 10 Tahun 2004); peraturan presiden. Materi muatan biasanya tergantung
c. pembentukan peraturan perundang-undangan berlaku dari delegasian atau atribusian peraturan perundang-
prinsip bahwa peraturan perundang-undangan yang undangan yang lebih tinggi atau sederajat. Undang-undang
sederajat atau yang lebih tinggi dapat menghapuskan dan Perda bermateri muatan salah satunya adalah
peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih pengaturan hak asasi manusia dan pengaturan sanksi yang
rendah. Prinsip ini mengandung beberapa hal : memberatkan atau membebani rakyat.
1) pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada
hanya mungkin dilakukan oleh peraturan perundang- Pembentukan peraturan perundang-undangan
undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi; merupakan salah satu dari pembangunan hukum, di samping
2) dalam hal peraturan perundang-undangan yang penerapan, penegakan hukum, dan pemahaman mengenai
sederajat bertentangan dengan peraturan perundang- hukum itu sendiri. Sebagaimana diketahui bersama bahwa
undangan yang sederajat lainnya, maka berlaku pembangungan hukum yang dilaksanakan secara
peraturan perundang-undangan yang terbaru dan komprehensif mencakup substansi hukum, kelembagaan
peraturan perundang-undangan yang lama dianggap hukum, dan budaya hukum serta dibarengi dengan penegakan
telah dikesampingkan (lex posterior derogat priori); hukum secara tegas, konsisten, dengan tetap menjunjung
3) dalam hal peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi hak asasi manusia, akan mampu mengaktualisasikan
tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dan

28
pembangunan serta instrumen penyelesaian masalah secara dikelilingi oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai
adil dan sebagai pengatur perilaku masyarakat untuk sasaran atau adresat peraturan perundang-undangan, orang
menghormati hukum. masih belum juga menyadari betapa pentingnya suatu
peruturan perundang-undangan bagi dirinya atau orang lain di
Teraktualisasinya fungsi hukum akan mewujudkan sekilingnya. Betapa hak orang diberikan dan sekaligus dibatasi
tegaknya wibawa hukum yang memperkukuh peran hukum dan betapa kewajiban orang dilekatkan pada masing-masing
dalam pembangunan untuk menjamin agenda pembangunan demi ketertiban seluruh kehidupan bermasyarakat,
nasional berjalan tertib, terarah, dan konsekuensi dari berbangsa, dan bernegara. Pertanyaannya adalah berapa
berbagai kebijakan dan langkah yang diambil dapat diprediksi peraturan yang diperlukan oleh negara ini untuk mengatur
berdasarkan pada asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan seluruh kehidupan masyarakat? Apakah semua perbuatan,
keadilan. tindakan, atau tingkah laku setiap orang dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sudah dibagi habis
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai atau sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan?
unsur pelaksana pemerintah dengan tugas membantu
Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas Apakah peraturan perundang-undangan itu segala-
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia galanya, terutama dalam kapasitasnya sebagai penegak
mempunyai peran yang sangat strategis untuk keadilan? Terkait dengan keadilan, pernah seorang Ketua
mengaktualisasikan fungsi hukum, menegakkan hukum, Mahkamah Agung Amerika Serikat, Earl Warren mengatakan
menciptakan budaya hukum, dan membentuk peraturan bahwa bukan aturan hukum, namun itikad dan
perundang-undangan yang adil, konsisten, tidak diskriminatif, kesungguhanlah yang dapat menegakkan keadilan. Tentu
tidak bias gender, serta memperhatikan terlaksananya pernyataan di atas bukan diartikan kemudian kita berhenti
penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi membentuk peraturan perundang-undangan, namun
manusia. Pengaktualisasian tersebut sudah barang tentu tidak demikian, perlu dipetik dari pernyataan di atas bahwa
dapat dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi peraturan perundang-undangan tidak lebih dari seonggok
Manusia sendiri, melainkan harus bekerja sama atau kertas yang lusuh, jika tidak dijalankan dengan moralitas dan
mengadakan koordinasi dengan instansi terkait lain. integritas. Mungkin Warren telah jenuh membaca aturan
hukum yang setiap tahun bertumpuk semakin tinggi, namun
Orang belum menyadari betul bahwa seluruh tetap mandul di tingkat implementasinya.
kehidupan dan tingkah lakunya dibatasi, dilingkupi, atau

29
Kekhawatiran adanya permasalahan di atas, dari sisi dipertukarkan. Ciri yang lain yang juga penting adalah ciri
pembentukan peraturan perundang-undangan, setidak- prosedur pembentukan masing-masing.
tidaknya pembentuk peraturan harus memahami terlebih
dahulu asas-asas pembentukan peraturan perundang- E. Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan
undangan dan asas-asas materi muatan peraturan perundang-
undangan sebelum membentuknya untuk mencegah Sebelum berbicara mengenai materi muatan, norma,
peraturan perundang mandul. Persoalan aparat penegak dan penerapan peraturan perundang-undangan, untuk
hukum tidak perlu dibahas di sini, namun paling tidak memahaminya, terlebih dahulu ditampilkan jenis peraturan
pembentuk peraturan perundang-undangan yakin bahwa perundang-undangan karena jenis tersebut terkait erat
sarana dan prasarana (terutama penegak hukumnya) akan dengan materi muatan, norma, dan penerapan peraturan
tersedia dengan baik jika peraturan perundang-undangan perundang-undangan.
diundangkan.
Rincian jenis peraturan perundang-undangan
D. Kedudukan membedakan materi muatan masing-masing jenis tersebut.
Demikian pula terhadap jenis norma dan cara penerapannya.
Sebagaimana disebutkan di atas mengenai tata Untuk membedakan masing-masing tersebut, sering
urutan peraturan perundang-undangan yang dari urutan mengalami kesulitan karena ada perbedaan yang sangat tipis
tertinggi sampai terendah yakni mulai dari Undang-Undang antara jenis yang satu dengan jenis lainnya, dan kemungkinan
Dasar Negara Republik Indonesia 1945, undang- dapat menimbulkan tumpang tindih materi muatan dan
undang/perpu, peraturan pemeritah, peraturan presiden, dan persamaan jenis norma pada masing-masing jenis yang
peraturan daerah, menunjukkan adanya hierarki atau teori jenjangnya berurutan satu tingkat ke bawah atau ke atas.
berjenjang yang harus dipahami oleh pembentuk peraturan
perundang-undangan. Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-
Undang berisi hal-hal yang mengatur lebih lanjut ketentuan
Kedudukan masing-masing peraturan perundang- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
undangan di atas ditandai dengan ciri-ciri yang dapat dilihat yang meliputi: hak-hak asasi manusia; hak dan kewajiban
dari jenis, materi muatan, macam, dan bahasa peraturan warga negara; pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara
perundang-undangan (penormaan). Korelasi keempatnya serta pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan
menunjukkan kedudukan yang ajeg yang tidak bisa pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; dan

30
keuangan negara. Di samping itu, materi muatan Undang- mempermudah penentuan materi muatan, norma, dan
Undang juga bisa berasal dari perintah Undang-Undang lain. penerapannya.

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Sebagaimana digambarkan di atas, untuk


Undang-Undang (Perpu) sama dengan materi muatan Undang- mempermudah penentuan materi muatan peraturan
Undang. Materi muatan Peraturan Pemerintah (PP) berisi perundang-undangan, digunakan penelaahan secara residu, di
materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana samping pemahaman mengenai materi muatan itu sendiri.
mestinya. Materi muatan Peraturan Presiden (Perpres) berisi Materi Muatan peraturan perundang-undangan adalah materi
materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Materi muatan dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan perundang-
Peraturan Daerah (Perda) adalah seluruh materi muatan undangan.
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta Di dalam ilmu peraturan perundang-undangan, telah
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang dikenal teori berjenjang yang menyatakan bahwa semakin
lebih tinggi. Dari tata urutan (hirarki) dan jenis di atas, tampak tinggi tingkat peraturan, semakin meningkat keabstrakannya.
bahwa semakin ke bawah, materi muatan peraturan masing- Sebaliknya, semakin rendah tingkat peraturan, semakin
masing semakin mengkerucut. Dengan mengkerucutnya meningkat kekonkritannya. Hipotesis yang dapat digambarkan
materi muatan, orang akan lebih mempermudah menentukan adalah jika peraturan yang paling rendah, penormaannya
materi muatan yang terbawah karena yang terakhir ini sebagai masih bersifat abstrak, maka peraturan tersebut kemungkinan
hasil residu peraturan di atasnya. besar tidak bisa dilaksanakan atau ditegakkan secara langsung
karena masih memerlukan peraturan pelaksanaan atau
Khusus untuk materi muatan Perda di atas harus petunjuk pelaksanaan. Undang-undang, peraturan
dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pemerintah, peraturan presiden dan peraturan daerah,
tentang Pemerintahan Daerah yang telah menentukan seyogyanya langsung dapat dilaksanakan secara berjenjang,
pembagian urusan pemerintahan dan pengaturan mengenai dengan catatan bahwa materi muatan undang-undang
hak dan kewajiban pemerintah daerah, dan urusan-urusan disesuaikan lagi dengan macam undang-undang itu sendiri.
pemerintah daerah yang lain yang menjadi kewenangan Sebagaimana diketahui bahwa macam undang-undang terdiri
daerah untuk mengatur dalam Perdanya. Hal ini untuk lebih atas:

31
a. undang-undang hukum pidana; Pasal 11 menentukan Setiap orang berhak membentuk suatu
b. undang-undang hukum perdata; keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
c. undang-undang hukum administrasi; sah. Jika kita akan membandingkan dengan KUHP, maka akan
d. undang-undang pengesahan; tampak materi muatan pada kedua Undang-Undang tersebut.
e. undang-undang penetapan; dan Pasal 338 KUHP menentukan bahwa Barangsiapa
f. undang-undang arahan atau pedoman. menghilangkan nyawa orang lain, dipidana dengan pidana ..

Materi muatan Undang-Undang Dasar (UUD), sudah Orang sudah harus menduga bahwa Pasal 338 tersebut
barang tentu lebih abstrak daripada materi muatan Undang- sebagai cerminan atau wujud dari ketentuan Setiap orang
Undang. Keabstrakan UUD, biasanya ditunjukkan oleh sifat berhak untuk hidup (Pasal 9 Undang-Undang tentang HAM).
keuniversalannya atau sifat keumumannya (norma yang Untuk membedakan kedua norma di atas terkait dengan
umum dan perlu penjabaran oleh peraturan di bawahnya). materi muatan adalah dengan melihat apakah norma tersebut
Kadangkala, sifat tersebut juga mengandung suatu asas atau langsung bisa dilaksanakan dan ditegakkan. Jika Bedu
mempunyai norma asasi. Asasi atau tidak asasinya suatu membunuh Amin, maka Bedu dikenakan Pasal 338 KUHP,
norma, orang yang menyatakan itu dalam kesimpulan tesis bukan Pasal 9 Undang-Undang tentang HAM. Sesuai dengan
atau pendapatnya. Hal ini sering pula berlaku bagi undang- hukum acara pidana (KUHAP), polisi dapat menangkap Bedu
undang karena undang-undang sering menjadi kendaraan untuk ditahan dan kemudian diproses untuk diajukan ke
UUD sehingga muatannya bersinggungan (tumpang tindih) penuntut umum, lalu diajukan ke persidangan.
dengan muatan UUD, terutama dengan macam undang-
undang yang berisi arahan atau pedoman. Jika kita setuju dengan cara pemahaman residu,
dikaitkan dengan tata urutan peraturan perundang-undangan,
Pada saat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 maka seyogyanya peraturan perundang-undangan di bawah
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) diundangkan, orang banyak undang-undang juga harus lebih mudah atau langsung
bertanya mengenai materi muatan Undang-Undang tersebut dilaksanakan (diterapkan) dan ditegakkan dibandingkan
apakah materi yang ada di dalamnya bukan materi muatan dengan undang-undang itu sendiri. Pembentuk peraturan
UUD (kecuali pengaturan mengenai Komisi Nasional Hak Asasi perundang-undangan (di bawah UUD) harus merancang
Manusia). Pasal 9 Undang-Undang tentang HAM menentukan normanya agar substansi peraturan perundang-undangan
bahwa Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan dapat langsung diterapkan dan ditegakkan, yakni dengan
hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Kemudian, menjauhkan diri untuk merancang normanya kepada sifat

32
universalitas dan asas-asas yang berlaku umum (nasional). 3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
Perancang peratuarn perundang-undangan harus pembagian kekuasaan negara;
memikikirkan bagaimana suatu peraturan tidak terlalu banyak 4) wilayah negara dan pembagian daerah;
berisi delegasian dari peraturan perundang-undangan di 5) kewarganegaraan dan kependudukan; dan
atasnya sehingga tidak terjebak pada materi muatan yang 6) keuangan negara.
lebih abstrak. Agak aneh jika ada suatu peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang berisi asas-asas dan berisi Di samping itu, materi muatan undang-undang juga bisa
hak dan kewajiban yang membebani masyarakat. Aneh juga berasal dari perintah undang-undang lain.
jika suatu Perda menentukan bahwa Setiap orang yang
melakukan penganiayaan terhadap orang lain yang Dari 6 hal di atas, secara rinci terdapat delegasian
mengakibatkan luka dipidana dengan pidana ... (dengan frasa diatur dengan atau diatur dalam undang-
undang) yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang berjumlah
Pemahaman residu tidak hanya terkait dengan pola 43 delegasian. Empat puluh tiga delegasian tersebut melipuit,
di atas, melainkan juga pada tata urutan yang secara formal antara lain, pengaturan mengenai:
telah ditentukan dalam Pasal 7 UU P 3, artinya, urutan pemilihan umum;
tersebut menggambarkan makna deduktif materi muatan syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
peraturan perundang-undangan. Tata urutan peraturan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden;
semakin ke bawah semakin konkret dan langsung dapat penetapan keadaan bahaya;
dilaksanakan karena kesederhanaan materinya (walaupun pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain
kadangkala peraturan di bawah, yang biasanya lebih teknis, kehormatan;
sangat kompleks dan rumit). Pemahaman residu juga terkait kementerian negara;
dengan macam norma dan sulit dan tidaknya penerapan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
hukumnya. hubungan wewenang antara pusat dan daerah;
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa materi muatan hubungan keuangan, pelayanan umum,
yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: lainnya antara pusat dan daerah;
1) hak-hak asasi manusia; daerah yang bersifat khusus atau istimewa;
2) hak dan kewajiban warga negara; susunan DPR;
hak anggota DPR;

33
tata cara pembentukan undang-undang; pengembangan sistem jaminan sosial;
syarat dan tata cara pemberhentian anggota DPR; penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan;
susunan dan kedudukan DPRD; bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
syarat dan tata cara pemberhentian anggota DPRD; kebangsaan.
pejak dan pungutan lain yang bersifat memaksa;
macam dan harga mata uang; Dari delegasian di atas, masih ada beberapa hal lagi
keuangan negara; yang perlu diatur dengan UU sebagai penjabaran lebih lanjut
Bank Sentral; berdasarkan keinginan, permintaan, dan kebutuhan institusi
Badan Pemeriksa Keuangan; dan/atau masyarakat karena di luar hal tersebut masih banyak
kekuasaan kehakiman; hal yang terkait dengan hak dan kewajiban serta pembebanan
wewenang Mahkamah Agung; kepada masyarakat yang perlu pengaturan, di samping
susunan, kedudukan, keaanggotaan, dan hukum pengaturan mengenai sektor-sektor atau bidang-bidang
acara Mahkamah Agung; tertentu. Kebutuhan tersebut kemudian dituangkan dalam
susunan, kedudukan, keaanggotaan Komisi program legislasi nasional (Prolegnas) yang disusun bersama
Yudisial; antara DPR dan Pemerintah (termasuk delegasian UUD di
Mahkamah Konstitusi; atas). Prolegnas tahun 2005 sampai dengan 2009 ditetapkan
syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan 284 RUU. Di samping itu, untuk prioritas jangka pendek
sebagai hakim; ditetapkan 55 RUU.
warga negara dan penduduk;
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, Sudah barang tentu, seluruh program legislasi tersebut
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; diharapkan dapat diwujudkan, tidak hanya pemhentukannya,
pertahanan dan keamanan; melainkan juga bagaimana membuat norma yang baik sesuai
perekonomian nasional; dengan norma materi muatan undang-undang (yang memang
pengaturan cabang produksi yang penting bagi norma undang-undang, bukan norma UUD seperti contoh di
negara dan yang menguasai hajat hidup orang atas) dan kemudahan penerapannya. Jika pembentuk undang-
banyak; udang konsisten bahwa norma undang-undang tidak
pengaturan bumi dan air dan kekayaan alam dirumuskan seperti norma UUD dan norma undang-undang
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional; harus jelas adresatnya dengan menyebutkan siapa
pemeliharaan fakir miskin; melaksanakan apa, siapa menentukan apa, apa diwajibkan

34
atau diharuskan siapa, siapa mewajibkan atau mengharuskan Pada dasarnya, materi muatan PP adalah materi
apa, dan penyediaan dana bagi siapa dan apa, maka undang- muatan UU, dalam arti bahwa PP tersebut laksana truk
undang (UU) tersebut akan mudah dilaksanakan dan gandengan yang selalu mengikuti gandengan truk depannya
diterapkan. dalam rangka melengkapi dan memperlancar pelaksanaan UU.
Perbedaannya hanya terletak pada larangan pencantuman
Peraturan pemerintah (PP) adalah peraturan pidana dan larangan-larangan lain yang sifatnya memberikan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk beban kepada masyarakat (terkait dengan HAM). Yang paling
menjalankan UU sebagaimana mestinya (Pasal 1 angka 5 UU mudah dipahami adalah bahwa materi muatan PP
P3). Dalam penyusunan PP ini, Presiden mendapatkan bersubstansi di sekitar tugas, fungsi, dan wewenang
atribusian dari Pasal 5 ayat (2) UUD yang menentukan bahwa kepemerintahan yang memang diperintahkan untuk
Presiden menetapkan PP untuk menjalankan UU sebagaimana melaksanakan UU. Dengan demikian, ciri materi muatan PP
mestinya. lebih kepada hal-hal yang sifatnya teknis administratif.

Terkait dengan materi muatan PP, Pasal 10 UU P3 Yang masih menjadi perdebatan sekarang ini adalah
menentukan bahwa materi muatan PP berisi materi untuk bahwa apakah PP dapat mengatur pemberian sanksi
menjalankan UU sebagaimana mestinya. Yang dimaksud administratif secara mandiri, tanpa pendelegasian dari UU?
dengan sebagaimana mestinya adalah materi muatan yang Orang akan mengatakan bahwa pemberian sanksi
diatur dalam PP tidak boleh menyimpang dari materi yang administratif boleh saja diatur dalam PP, walaupun ketentuan
diatur dalam UU yang bersangkutan (Penjelasan Pasal 10 UU tersebut tidak didelegasikan oleh UU (sanksi administratif
P3). Pemahaman makna tersebut terkait dengan lingkup yang mandiri) karena hal tersebut memang tugas, fungsi, dan
pengaturan yang diamanatkan oleh UU itu sendiri, artinya, wewenang pemerintah (inheren/melekat). Materi muatan
delegasian materi tertentu yang diperintahkan oleh UU yang seperti itu, sering pula kita jumpai dalam peraturan
kepada PP tidak melebar atau meluas melampaui apa yang perundang-undangan di bawah PP (misalnya peraturan
diperintahkan. Konsep makna sebagaimana mestinya menteri dan peraturan direktur jenderal).
tersebut diilhami oleh pengalaman sejarah yang mengatakan
bahwa banyak PP yang keluar dari lingkup yang diperintahkan, Yang juga masih dipertanyakan oleh orang adalah
atau malah keberadaan PP tanpa delegasian, dengan maksud apakah suatu UU boleh mendelegasikan ketentuan syarat
untuk memperluas kewenangan pemerintah sebagai wujud sesuatu yang harus dipenuhi oleh masyarakat ke dalam PP?
kesewenang-wenangan. Sebagaimana kita ketahui bahwa makna syarat mengandung

35
kewajiban dan beban bagi masyarakat yang dikenai. Yang Ada perbedaan yang mencolok antara keduanya, hal
perlu diwaspadai untuk dihindari adalah bahwa materi ini terkait dengan ketentuan penjelasan Pasal 11 UU P3 yang
muatan PP jangan mengandung ketentuan syarat, jika hal menyatakan bahwa Perpres dibentuk bisa tanpa delegasian,
itu tidak didelegasikan oleh UU. sedangkan PP harus dengan delegasian. Perpres tanpa
delegasian dikenal sebagai Perpres mandiri. Kemandirian
Peraturan Presiden (perpres) adalah peraturan Perpres ini patut dijadikan perhatian perancang peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi karena materi yang diatur di dalam Perpres cenderung
muatan Perpres berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah dengan
materi untuk melaksanakan PP. Sesuai dengan kedudukan alasan suatu kebijakan. Perpres yang kontroversial sekarang
Presiden menurut UUD, Perpres adalah peraturan yang dibuat ini adalah Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD. Perpres dibentuk Umum.
untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah UU
atau PP baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
pembentukannya (Penjelasan Pasal 11 UU P3). tentang Pemerintahan Daerah (UU PD), beberapa pasal
menyebut mengenai materi muatan Perda. Pasal 10 UU PD
Orang sering bertanya, apa beda materi muatan menentukan bahwa: (1) Pemerintah Daerah
Perpres dengan PP jika keduanya diperintahkan oleh UU? menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
Keduanya kan sama-sama ditandatangani Presiden dan sama- kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
sama melaksanakan UU. Jawaban sementara yang sering Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
dikemukakan adalah bahwa materi muatan Perpres biasanya (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
mengarah pada pembentukan suatu institusi di bawah menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada
Presiden yang pembentukannya diperintahkan UU, misalnya ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
terkait dengan susunan organisasi, tugas, fungsi, dan luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
wewenang institusi tersebut. Di samping itu, hal yang tidak pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
terkait dengan lintas sektoral menjadi pertimbangan untuk pembantuan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan
diatur dengan Perpres. Namun dalam praktik, penentuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
instrumen untuk keduanya sering tidak konsisten. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e.
moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. (4) Dalam

36
menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana Sudah barang tentu, agak sulit untuk mengatakan
dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan bahwa sisa dari yang 6 hal di atas menjadi seluruh hal yang di
sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan luar 6 hal tersebut. Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 10
pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil ayat (5) masih membuka kemungkinan adanya kewenangan
Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada urusan Pemerintah lainnya, selain 6 hal tersebut. Untuk
pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. (5) Dalam memudahkan memahami masalah tersebut, Pasal 11 sampai
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, Pasal 18 membuat rincian mengenai urusan pemerintahan
di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada yang diserahkan kepada daerah (rincian terlampir). Rincian
ayat (1), Pemerintah dapat: a. menyelenggarakan sendiri yang ditentukan, masih membuka penambahan urusan
sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian pemerintahan di darah, yakni dengan adanya ketentuan
urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil urusan lainnya (wajib atau pilihan) yang diamanatkan oleh
Pemerintah; dan c. menugaskan sebagian urusan kepada peraturan perundang-undangan, yang dikenal dengan
pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa ketentuan delegasian. Di samping itu, ada beberapa pasal
berdasarkan asas tugas pembantuan. yang secara jelas menyebutkan bahwa urusan pemerintahan
daerah diatur dengan Perda, misalnya, Pasal 158, Pasal 176,
Ketentuan Pasal 10 di atas merupakan materi muatan Pasal 177, Pasal 181, dan Pasal 200.
umum untuk Perda setelah dikurangi urusan Pemerintah
(pemerintah pusat) yang meliputi 6 hal tersebut. Selain sisa Jika ada suatu peraturan perundang-undangan yang
dari 6 hal di atas, materi muatan Perda dapat ditambah pula lebih tinggi daripada Perda yang telah disahkan atau
dengan pelimpahan sebagian urusan Pemerintah kepada ditetapkan, pemerintah daerah harus menyisir pasal perpasal
perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau pada bagian mana terdapat ketentuan delegasian. Hal ini
dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau penting untuk menunjukkan sikap kepedulian daerah dalam
pemerintahan desa; pelimpahan sebagian urusan menangkap keingingan atau aspirasi yang sifatnya nasional.
pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
penugasan sebagian urusan kepada pemerintahan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menentukan
daerah/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas bahwa Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban,
pembantuan. pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan
tugas masing-masing dapat melakukan upaya: a. penyediaan
pelayanan khusus di kantor kepolisian; b. penyediaan aparat,

37
tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani; c. oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Atribusi
pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja pembentuk undang-undang yang ditentukan dalam Undang-
sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 adalah DPR-RI dan
diakses oleh korban; dan d. memberikan perlindungan bagi Presiden. Sedangkan atribusi pembentuk perda yang
pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 32 tentang
Pemerintahan Daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah.
Dengan gambaran di atas, pada dasarnya masih Untuk pembentukan PP, telah diatribusikan kepada Presiden
banyak pekerjaan pemerintahan daerah yang harus berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI
diselesaikan dengan mempersiapkan Raperda-raperda yang Tahun 1945. Untuk pembentukan Perpres, telah diatribusikan
disesuaikan dengan materi muatan terkait dengan kepada Presiden berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
kewenangan urusan pemerintahan daerah, delegasian dari Dasar Negara RI Tahun 1945.
peraturan perundang-undangan di atasnya, dan atribusian.
Untuk mempersiapkan dan membentuk Perda tersebut, perlu Asas keterbukaan dalam proses pembentukan
diperhatikan Pasal 136 sampai dengan Pasal 147 UU PD dan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,
secara keseluruhan isi UU P3. persiapan, penyusunan, dan pembahasan harus bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
F. Mekanisme masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan
Untuk membentuk suatu peraturan perundang- peraturan perundang-undangan. Hal ini terkait dengan akses
undangan, harus diperhatikan prosedur yang wajib dilalui oleh keikutsertaan masyarakat dalam menentukan suatu kebijakan
pembentuk peraturan perundang-undangan. Prosedur sehingga peraturan yang dibentuk tidak menimbulkan
penyusunan peraturan perundang-undangan merupakan salah keberatan atau kleim masyarakat.
satu prasyarat yang ditentukan dalam UU P3 karena hal
ini terkait dengan kewenangan pembentukannya. Terkait Penjajagan, juga merupakan salah satu prosedur yang
dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, harus dilalui. Hal ini terkait dengan asas kedayagunaan dan
maka setiap jenis peraturan perundang-undangan harus kehasilgunaan yakni setiap peraturan perundang-undangan
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang- bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum, jika dibuat berbangsa, dan bernegara. Untuk memastikan apakah suatu

38
peraturan dibutuhkan atau diperlukan, pembentuk peraturan pihak/pemangku kepentingan (stake-holder) mengemukakan
selalu mempersiapkan suatu proposal atau naskah akademis ide dan konsep dan biasanya memberikan juga tawaran
yang didasarkan pada suatu penelitian ilmiah sehingga tanding, konsesi, dan melalui argumen dan alasan mengapa
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu kepada mereka mengajukan tawaran (kebijakan) untuk membentuk
masyarakat. Selain penjajagan yang dilakukan melalui peraturan.
penelitian, diperlukan juga penjajagan bersama dengan
instansi terkait untuk memperoleh suatu keharmonisan Sektor-sektor dan pemangku kepentingan terlibat
pengaturan dan kewenangan dalam rangka menghindari hubungan tawar menawar karena mereka berpikir saling
tumpang tindih pengaturan dan kewenangan. Jika hanya satu memerlukan untuk mendapatkan sesuatu yang mereka
pihak yang memang memerlukan suatu pengaturan demi kehendaki. Tingkat kebutuhan biasanya berbeda tergantung
kebijakan yang dibutuhkan, penjajagan juga perlu dilakukan masing-masing kemampuan pemangku kepentingan yang
dengan pimpinan-pimpinan untuk memperoleh persetujuan dikehendaki atau yang akan dipenuhi atas permintaan salah
dengan cara memberikan gambaran dalam bentuk presentasi satu sektor. Keinginan atau pemenuhan tersebut dari mulai
konsep. yang sederhana sampai hal yang tersulit atau kompleksitasnya
tinggi. Jika salah satu departemen (pemerintah) tidak memiliki
Negosiasi dalam pembentukan peraturan tidak lazim tenaga ahli untuk membangun infrastruktur tertentu yang
dilakukan, namun demikian, negosiasi kadangkala penting diperlukan, misalnya, sedangkan departemen lainnya sangat
dilakukan dalam bentuk advokasi terkait dengan penyusunan banyak tenaga ahlinya, tetapi tidak mempunyai dana, maka
peraturan perundang-undangan, khususnya peraturan yang pilihan harus dilakukan dengan melakukan kerja sama. Paling
substansinya terkait dengan lintas sektor. Dalam suatu tidak, penyelenggaraan kepemerintahan dapat berjalan
negosiasi/advokasi, terutama ada pihak (pemangku dengan baik berdasarkan peraturan yang telah dibuat
kepentingan) yang masih berjarak (tidak dekat berhubungan), bersama. Konsep, latar belakang dan tujuan penyusunan,
maka pihak yang berkeinginan berupaya untuk mengetahui sasaran yang akan diwujudkan, lingkup atau objek yang akan
apa yang ingin dikerjakan oleh pihak lain. Karena setiap sektor diatur, dan jangkauan dan arah pengaturan yang dituangkan
tidak yakin mengenai sektor lain, mungkin bahkan pada dalam peraturan harus bulat (tidak lonjong) berdasarkan
awalnya agak saling curiga, sektor sebagai pemrakarsa kesepakatan-kesepakatan sehingga peraturan tersebut dapat
mengungkapkan informasi mengenai apa yang mereka ingin dilaksanakan dengan mudah setelah diundangkan.
kerjakan secara selektif dan bertahap. Dalam suatu kerja sama
antarpemerintah, misalnya antardepartemen, para

39
Sebagai salah satu penengah dan penggagas jalan c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan
keluar, peran perancang, dalam hal ini peran biro hukum diatur; dan
secara umum, menduduki posisi yang strategis untuk d. jangkauan dan arah pengaturan.
membantu permasalahan-permasalahan yang dialami oleh
pemangku kepentingan (lintas sektor atau lintas unit) dalam Terkait dengan penyusunan Prolegnas di lingkungan
penyusunan peraturan perundang-undangan. Sektor lain Pemerintah, Menteri meminta kepada menteri lain dan
selalu berpendapat bahwa biro hukum didudukkan dalam pimpinan LPND mengenai perencanaan pembentukan RUU di
posisi yang netral atau tidak berpihak. lingkungan instansinya masing-masing sesuai dengan lingkup
bidang tugas dan tanggung jawabnya. Penyampaian
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa prosedur perencanaan pembentukan RUU disertai dengan pokok materi
penyusunan peraturan perundang-undangan, selain sebagian yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan
ditentukan dalam UU P3, secara rinci juga diatur dalam perundang-undangan lainnya. Dalam hal menteri lain atau
Peraturan Presiden Nomor 61 tentang Tata Cara Penyusunan pimpinan LPND telah menyusun naskah akademis, maka
dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional dan Peraturan naskah akademis tersebut wajib disertakan dalam
Presiden Nomor 68 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU, penyampaian perencanaan pembentukan RUU.
Rperpu, RPP, dan Rpresiden. Dalam kedua Perpres tersebut
ditentukan sebagai berikut: Setelah RUU disampaikan, Menteri melakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Dalam Perpres 61 tersebut ditentukan bahwa RUU dengan penyusun perencanaan (pemrakarsa) dan
penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR-RI dikoordinasikan bersama-sama dengan menteri lain dan pimpinan LPND yang
oleh Badan Legislasi sedangkan penyusunan Prolegnas di terkait dengan substansi RUU. Upaya pengharmonisasian,
lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri (Menteri pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU diarahkan pada
Hukum dan HAM). Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR- perwujudan keselarasan konsepsi tersebut dengan:
RI dan Pemerintah dilakukan dengan memperhatikan konsepsi
RUU yang meliputi: a. falsafah negara;
b. tujuan nasional berikut aspirasi yang
a. latar belakang dan tujuan penyusunan; melingkupinya;
b. sasaran yang akan diwujudkan; c. UUD Negara RI Tahun 1945;

40
d. undang-undang lain yang telah ada berikut Menteri dikoordinasikan dengan DPR-RI melalui Badan
segala peraturan pelaksanaannya; dan Legislasi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas.
e. kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang
yang diatur dengan RUU tersebut. Setelah melakukan koordinasi dengan DPR-RI, Menteri
mengkonsultasikan dahulu masing-masing konsepsi RUU yang
Upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan dihasilkan oleh DPR-RI kepada menteri lain atau pimpinan
pemantapan konsepsi RUU dilaksanakan melalui forum LPND sesuai dengan lingkup bidang tugas dan tanggung
konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri. Dalam hal jawabnya dengan masalah yang akan diatur dalam RUU.
konsepsi RUU terebut disertai dengan naskah akademis, maka Konsultasi tersebut dilaksanakan dalam rangka
naskah akademis dijadikan bahan pembahasan dalam forum pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
konsultasi. Dalam forum konsultasi tersebut, dapat diundang RUU, termasuk kesiapan dalam pembentukannya.
para ahli dari lingkungan perguruan tinggi dan organisasi di Pelaksanaan pengharmonisasian, pembulatan, dan
bidang sosial, politik, profesi, atau kemasyarakatan lainnya pemantapan konsepsi RUU tersebut dilakukan dengan tetap
sesuai dengan kebutuhan. memperhatikan keselarasan konsepsi di atas.

Konsepsi RUU yang telah memperoleh Hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR-RI dan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi, konsultasi dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan
oleh Menteri wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu pemantapan konsepsi RUU, oleh Menteri dimintakan
kepada Presiden sebagai Prolegnas yang disusun di lingkungan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden sebelum
Pemerintah sebelum dikoordinasikan dengan DPR-RI. dikoordinasikan kembali dengan DPR-RI.

Dalam hal Presiden memandang perlu untuk Setelah dilakukan perencanaan melalui Prolegnas, di
mendapatkan kejelasan lebih lanjut atas dan/atau lingkungan Pemerintah, telah diatur mengenai tata cara
memberikan arahan terhadap konsepsi RUU, Presiden mempersiapkan RUU yang telah ditentukan dalam Peraturan
menugaskan Menteri untuk mengkoordinasikan kembali Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
konsepsi RUU dengan penyusun perencanaan dengan menteri Mempersiapkan RUU, Rperpu, RPP, dan Rperpres (Perpres
lain atau pimpinan LPND yang terkait. Hasil koordinasi 68).
tersebut oleh Menteri dilaporkan kepada Presiden. Hasil
penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah, oleh

41
Dalam Perpres 68 ditentukan bahwa penyusunan RUU internasional setiap saat bisa dilakukan. Dalam proses
dilakukan pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Penyusunan pembahasan (baik antardep maupun di DPR) lebih mudah
RUU yang didasarkan pada Prolegnas tidak memerlukan dibandingkan dengan penyusunan RUU biasa karena
persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Pemrakarsa substansinya hanya 2 pasal dan rata-rata 3 x pertemuan sudah
melaporkan penyiapan dan penyusunan RUU kepada Presiden dapat diselesaikan.
secara berkala.
Dalam mempersiapkan RUU, sebagaimana dilakukan
Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun selama ini, pengaturan dalam Perpres 68 ditentukan
RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan mengenai pembentukan panitia antadepartemen dan
permohonan izin prakarsa kepada Presiden, dengan disertai pemrakarsa dapat mempersiapkan naskah akademisnya
penjelasan mengenai konsepsi pengaturan RUU yang meliputi: terlebih dahulu. Dalam rapat antardepartemen, pemrakarsa
a. urgensi dan tujuan penyusunan; dapat mengundang pakar baik dari perguruan tinggi maupun
b. sasaran yang ingin diwujudkan; pihak lainnya. Setelah RUU selesai dibahas, pemrakarsa
c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diberikan kesempatan untuk mengadakan sosialiasi kepada
diatur; dan masyarakat (sebagai asas keterbukaan) untuk mendapatkan
d. jangkauan serta arah pengaturan. masukan atas substansi RUU.

Keadaan tertentu di atas adalah:


a. menetapkan Perpu menjadi UU;
b. meratifikasi konvensi atau perjanjian
internasional;
c. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik,
atau bencana alam;
d. keadaan tertentu lainnya yang memastikan
adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang
dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri.

Dengan adanya ketentuan di atas, keinginan DPR-RI


dan Pemerintah untuk meratifikasi konvensi atau penjanjian

42
BAB III Disamping itu, dalam penerapan Pengaturan atau Keputusan
PERATURAN MENTERI Menteri telah menimbulkan kasus/masalah, antara lain,
adalah suatu peraturan Menteri dari suatu instansi yang
A. Peraturan Menteri Sebagai Salah Satu Jenis Peraturan dicabut dengan Keputusan menteri digugat oleh sekelompok
Perundang-undangan masyarakat bahwa pencabutan tersebut bertentangan dengan
Penggunaan Istilah Peraturan Menteri dan TAP MPRS No. XX MPRS?1966 (sebgai hukum positip) karena
Keputusan Menteri dalam tata urutan atau tata susunan kedudukan Peraturan menteri lebih tinggi dari Keputusan
peraturan perundang-undangan di Indonesia menjadi Menteri. Bahkan sejak bergulirnya otonomi daerah,
permasalahan tersendiri dalam penerapannya. Walaupun Pemerintah Daerah mempertanyakan keberadaan Peraturan
penggunaan istilah ini bukan merupakan hal baru, dan sudah Menteri atau Keputusan Menteri sebagai peraturan
dikenal sejak diberlakukannya Ketetapan MPR No. perundang-undangan. Bahkan timbul anggapan, dimana
XX/MPRS/1966 hingga saat ini. Permasalah yang mendasar kedudukan Peraturan Daerah (Perda) lebih tinggi daripada
adalah mengenai kedudukan atau keberadaan Peraturan peraturan atau Keputusan Menteri, sehingga pembuatan dan
Menteri atau Keputusan Menteri dalam jenis atau hierkhi penetapan Perda di daerah-daerah tidak perlu mengacu
peraturan perundang-undangan. kepada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, baik dalam
Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri.
Dalam prakatek, beberapa instansi pemerintah masih
menggunakan Peraturan Menteri sebagai jenis peraturan Peraturan Menteri dapat dikategorikan sebagai salah
perundang-undangan yang bersifat mengatur (regeling) dan satu jenis peraturan perundang-undangan dengan mengacu
kedudukannya lebih tinggi dari Keputusan Menteri (baik yang pada pengertian peraturan perundang-undangan dan
bersifat mengatur regeling maupun beschiking). Namun, ada ketentuan hukum yang mengatur tata urutan atau tata
juga Departemen yang sudah mulai meninggalkan susunan peraturan perundang undangan Indonesia.
penggunaan Peraturan Menteri, termasuk Departemen
Kehakiman sebagai instansi yang dijadikan panutan sudah A.1. Pengertian Peraturan perundang-undangan
mulai meninggalkan bentuk Peraturan menteri sejak dekade
80-an35 Istilah Peraturan perundang-undangan merupakan
terjemahan dari kata wetgeving, maka menurut A. Hamid S.
Attamimi yang mengutip dari kamus Hukum Fockema Andreae
35
Machmud azis,SH, Reformasi Di bidang Peraturan perundang- wetgeving diartikan : 1) Perundang-undangan merupakan
undangan, Buletin Legalitas, Edisi 1, 2000, hal 34-63.

43
proses pembentukan/proses membentuk peraturan negara, Dalam Ketetapan MPR No. XX/MPR/1966 Lampiran 2,
baik tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.; 2) Perundang- disebutkan bahwa hierarki peraturan perundang-
undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan undangan Indonesia adalah:
hasil pembentukan peraturan peraturan, baik di tingkat 1. Undang-undang Dasar 1945,
pusat maupun daerah. 36 2. Ketetapan MPR;
3. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah
Pada bagian lain Attamimi menjelaskan, peraturan Pengganti Undang-undang;
perundang-undangan adalah keseluruhan peraturan yang 4. Peraturan Pemerintah;
dibentuk berdasarkan kewenangan atribusi ataupun 5. Keputusan Presiden;
kewenangan delegasi dari undang-undang.37 6. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
- Peraturan Menteri,
Mengacu pada pengertian perundang-undangan - Instruksi Menteri,
diatas, Peraturan menteri merupakan peraturan yang dibuat - Dan lain-lainnya
oleh pejabat/lembaga di tingkat pusat.
2. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum
A.2. Ketentuan hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber
Peraturan Menteri merupakan jenis peraturan Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan,
perundangundangan didasarkan pada iketentuan hukum dalam pasal 2 disebutkan bahwa tata urutan peraturan
yang mengatur tata urutan atau tata susunan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:
perundang undangan Indonesia, diantaranya: 1. Undang-undang Dasar 1945
1. Ketetapan MPR No. XX/MPR/1966 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5. Peraturan Pemerintah
36
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Dasar 6. Keputusan Presiden
dan Pembentukannya, Yogyakarta, kanisius, 1998. hal 3 . 7. Peraturan Daerah
37
A. hamid S. Attamimi, Hukum Tentang peraturan Perundang-undangan
dan Peraturan Kebijakan (Hukum tata Pengaturan, dalam I Gde Pantja Astawa,
Suprin Naa, Dinamika Hukum Dan Peraturan perundang-undangan Di Indonesia,
Bandung : PT Alummni, 2008, hal. 15

44
Dalam Pasal 4 ayat 2, disebutkan Peraturan atau c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat
keputusan Mahkamah Agung, badan Pemeriksa Keuangan, oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya
Menteri, Bank Indonesia, badan, lembaga, atau komisi bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang
urutan peraturan perundang-undangan ini. setingkat diatur dengan Peraturan Daerah
3. UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan kabupaten/kota yang bersangkutan.
Perundang-undangan (4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
Tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Diakui
Pasal 7 sebagai berikut. keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
Pasal 7 mengingat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
adalah sebagai berikut : (5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana
Indonesia Tahun 1945; dimaksud pada ayat (1).
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang; Kemudian penjelasan pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun
c. Peraturan Pemerintah; 2004 lebih menegaskan sebagai berikut: Jenis
d. Peraturan Presiden; Peraturan Perundang-undangan selain dalam
e. Peraturan Daerah. ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
ayat (1) huruf e meliputi : Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah,
a.Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
perwakilan rakyat daerah provinsi bersama Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala
dengan gubernur; badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas
dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota perintah undang-undang,Dewan Perwakilan Rakyat
bersama bupati/walikota; Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat

45
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan
atau yang setingkat. yang lebih rendah, maka berlaku peraturan yang lebih
tinggi tingkatannya. Jika peraturan yang mengatur hal
B. Materi Muatan Peraturan Menteri yang merupakan kekhususan dari hal yang umum
(dalam arti sejenis) yang diatur oleh peraturan yang
Peraturan menteri sebagai salah satu sederajat, maka berlaku peraturan yang mengatur hal
instrumen hukum masih diperlukan dalam rangka khusus tersebut (lex specialis derogat lex generalis).
penyelenggaraan pemerintahan negara. Keberadaan Pembentuk peraturan perlu bersepakat bahwa lex
Peraturan Menteri diperlukan untuk melaksanakan posterior derogat priori dan lex specialis derogat lex
ketentuan peraturan perundang-undangan di atasnya generalis didasarkan pada hal yang sejenis, dalam arti
yang secara tegas memerintahkan atau bahwa bidang hukum yang mengatur sumber daya
mendelegasikan. Namun demikian, hal tersebut tidak alam, misalnya, tidak boleh mengesampingkan bidang
menutup kemungkinan bahwa menteri dapat hukum perpajakan. Yang dapat mengesampingkan
membuat peraturan walaupun pendelegasian tersebut bidang hukum perpajakan tersebut adalah bidang
tidak secara tegas atau tidak diperintahkan oleh hukum perpajakan lainnya yang ditentukan kemudian
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. dalam peraturan.
Artinya, menteri dapat menetapkan peraturan yang
tidak merupakan delegasi peraturan perundang- C. Peraturan Menteri merupakan Peraturan pusat
undangan yang di atasnya.
Pembentukan Peraturan Menteri karena
Dalam pembentukan Peraturan Menteri, didasarkan pada kebijakan pemerintahan yang perlu
berlaku prinsip bahwa peraturan yang sederajat atau dituangkan dalam bentuk peraturan yang bersifat
lebih tinggi dapat menghapuskan atau mencabut pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi,
peraturan yang sederajat atau yang lebih rendah. maka para Pembantu Presiden, yaitu para Menteri
Dalam hal peraturan yang sederajat bertentangan atau Pejabat Tinggi yang menduduki jabatan politis
dengan peraturan sederajat lainnya (dalam arti setingkat Menteri seperti Kepala Kepolisian, dan
sejenis), maka berlaku peraturan yang terbaru dan Panglima Tentara Nasional Indonesia, dapat pula
peraturan yang lama dianggap telah dikesampingkan diberikan kewenangan untuk membuat peraturan yang
(lex posterior derogat priori). Dalam hal peraturan yang bersifat pelaksanaan tersebut.

46
Namun, dalam pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah tentu perlu dipertimbangkan bahwa
adanya pembagian kewenangan Pusat dan Daerah.
Sehingga Peraturan Menteri merupakan peraturan
pusat yang bersifat pelaksanaan terhadap peraturan
yang lebih tinggi dan sekaligus merupakan pelaksanaan
kewenangan pusat.

Kedudukan Peraturan Menteri lebih Tinggi dari


Peraturan Daerah

Peraturan Menteri merupakan peraturan pusat


yang dibuat oleh pemerintah pusat dan yang bersifat
pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi dan
sekaligus merupakan pelaksanaan kewenangan pusat
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
peraturan yang dibuat di daerah. Sehingga pembuatan
dan penetapan Perturan Daerah (Perda) di daerah-
daerah tentu harus mengacu kepada Peraturan
Menteri.

47
BAB IV Perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh
PERATURAN DAERAH Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala
Daerah baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.
A. Konsep Peraturan Daerah Ketentuan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, juga bermakna
bahwa dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan
Salah satu buah dari reformasi yang dimulai daerah, peraturan daerah merupakan salah satu dari
pada tahun 1998 adalah semakin memperkuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah, di
desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan di samping keputusan Gubernur, Bupati atau Wali Kota.
Indonesia. Desentralisasi berimplikasi pada semakin
luas dan besarnya tugas, wewenang, dan Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32
tanggungjawab pemerintah daerah. Dengan sistem ini, Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
maka keberadaan peraturan daerah semakin penting. Pemda), Perda dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta
Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD 1945) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
menyatakan: Pemerintahan Daerah berhak perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain memperhatikan ciri khas masingmasing daerah38.
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10
Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan ketentuan Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh otonomi daerah dan tugas pembantuan dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran
bersama kepala daerah, sedangkan berdasarkan lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih
ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tinggi.
tentang Pemerintahan Daerah Perda adalah Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari
Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur
Kabupaten/Kota. Dari pengertian tersebut dapat
38
ditarik pengertian, bahwa Perda adalah Peraturan Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah

48
atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa Kebutuhan terhadap peraturan daerah,
sidang Gubernur atau Bupati/Walikota dan DPRD didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Republik
menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang Indonesia adalah negara hukum ( Pasal 1 ayat (3) UUD
sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda 1945. Artinya, penyelenggaraan pemerintahan negara,
yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan baik pemerintahan pusat, maupun daerah haruslah
Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau didasarkan pada hukum atau peraturan perundang-
Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan undangan. Di samping itu, kebutuhan mengenai
persandingan. peraturan perundang-undangan termasuk di daerah
didasarkan sistem hukum kita yang menitikberatkan
Program penyusunan Perda dilakukan dalam pentingnya peraturan produk lembaga legislatif atau
satu Program Legislasi Daerah39, sehingga diharapkan lembaga pembuat peraturan perundang-undangan.
tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu Hal ini didasarkan pada tradisi hukum kita, yaitu tradisi
materi Perda. Ada berbagai jenis Perda yang hukum tertulis sebagai warisan dari sistem hukum
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota negara-negara Eropa Kontinental (Perancis, Jerman,
dan Propinsi antara lain: Belanda dan kemudian ke Indonesia).

a. Pajak Daerah; Pada perspektif lain, semakin pentingnya


b. Retribusi Daerah; peraturan daerah juga berimplikasi terhadap peran dari
c. Tata Ruang Wilayah Daerah; DPRD dalam pembentukan peraturan daerah tersebut,
d. APBD; karena bersamaan dengan peningkatan kualitas
e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah; kehidupan berdemokrasi di Indonesia, peranan lembaga
f. Perangkat Daerah; perwakilan rakyat, baik DPR maupun DPRD dalam
g. Pemerintahan Desa; perumusan setiap kebijakan publik semakin penting.
h. Pengaturan umum lainnya. Peranan tersebut, dilaksanakan oleh DPR dan DPRD
melalui fungsi legislasi atau pembentukan Undang-
undang dan Peraturan Daerah. Pentingnya peranan
fungsi legislasi tersebut merupakan konsekuensi dari
39
Ketentuan Pasal 15 UU Nomor 10 Tahun pergeseran kekuasaan membentuk Undang-undang dan
2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

49
Peraturan Daerah yang semula didominasi oleh b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Pemerintah beralih kepada DPR maupun DPRD. Undang-undang;
c. Peraturan Pemerintah;
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, d. Peraturan Presiden;
ternyata masih timbul berbagai permasalahan yang e. Peraturan Daerah.
terkait dengan keberadaan peraturan daerah ini, baik
menyangkut kedudukannya dikaitkan dengan peraturan Dilihat dari susunan di atas, maka Perda
perundang-undangan lainnya seperti dengan keputusan merupakan peraturan perundang-undangan terendah
menteri serta ruang lingkup materi muatannya, sehingga dalam sistem peraturan perundang-undangan.
melahirkan banyak peraturan daerah yang bermasalah Selanjutnya, Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa
yang terpaksa dibatalkan. Tulisan ini dimaksudkan untuk peraturan daerah meliputi peraturan daerah provinsi,
mengulas beberapa aspek yang terkait dengan peraturan peraturan daerah kabupaten/kota, dan peraturan
daerah, yaitu kedudukan peraturan daerah dalam desa/peraturan setingkat. Ketentuan lain yang
sistem peraturan perundang-undangan nasional, materi berkaitan dengan hirarki peraturan perundang-
muatan dan fungsi peraturan daerah tersebut, serta undangan adalah ketentuan Pasal 7 ayat (4) yang
pengawasan terhadap pembentukan peraturan daerah. menyatakan bahwa jenis peraturan perundang-
undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
B. Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Hirarki Peraturan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
Perundang-undangan RI hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
Keberadaan Peraturan Daerah dalam sistem sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan.
peraturan perundang-undangan nampak dalam Pasal 7 Peraturan daerah sebagai bagian dari sistem hukum
(1) Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan nasional ditegaskan pula oleh Undang-undang No. 10
Peraturan Perundang-undangan. Pasal tersebut, Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
menetapkan jenis dan hirarki peraturan perundang- Perundang-undangan (UUP3).
undangan dengan urutan sebagai berikut:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Penjelasan lebih lanjut yang dimaksud dengan
Tahun 1945; peraturan perundang-undangan lainnya adalah
peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis

50
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan sebagai norma yang paling tinggi, yang tidak dapat
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dicari lagi sumbernya.
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Susunan norma yang tertuang dalam undang-
Lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undangan, juga menggambarkan adanya peraturan
undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perundang-undangan pada tingkat pusat dan
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah peraturan perundang-undangan tingkat daerah.
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau Peraturan tingkat pusat seperti undang-undang,
yang setingkat. peraturan pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan peraturan presiden.
Hal penting dari perumusan tata urutan Peraturan perundang-undangan tingkat pusat pada
peraturan perundang-undangan tersebut adalah dasarnya mengatur kehidupan rakyat dalam konteks
bahwa peraturan perundang-undangan Republik nasional, yang berlaku untuk seluruh warga negara
Indonesia merupakan suatu sistem yang tunduk pada Republik Indonesia. Sedangkan peraturan perundang-
mekanismenya sendiri. Teori hirarki peraturan undangan tingkat daerah, substansinya mengatur
perundang-undangan mengajarkan bahwa norma yang kehidupan rakyat pada daerah yang bersangkutan
di bawah bersumber kepada norma yang di atas, atau dengan tetap berpegang teguh pada prinsip adanya
sebaliknya, norma yang di atas menjadi sumber norma kesatuan sistem hukum. Dalam dalam Undang-
yang di bawahnya. Implikasi dari prinsip ini adalah, Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah Daerah mengatur masalah peraturan daerah dalam
tidak boleh bertentangan dengan peraturan Pasal 136 sampai dengan Pasal 149 .
perundang-undangan yang lebih tinggi. Berlakunya
norma yang rendah ditentukan pula oleh norma yang Dari uraian di atas jelas bahwa perda dalam
lebih tinggi. Teori hirarki norma juga mengakui adanya hirarkhi hukum positif Indonesia merupakan bentuk
norma yang menjadi sumber dari segala sumber ppuuan yang paling rendah tingkatannya. Perda
hukum, yang tidak bersumber kepada norma yang lain. merupakan produk hukum badan legislatif daerah
Dalam sistem norma kita, Pancasila ditempatkan bersama Pemda dan merupakan implementasi politik
legislasi dan asas legalitas dalam negara hukum sesuai

51
konsep sistem hukum Eropa kontinental dan Anglo pembangunan serta pelayanan terhadap
41
saxon- the rule of law. masyarakat .
c. Bagir Manan menyatakan bahwa Peraturan daerah
C. Kedudukan Peraturan Daerah Menurut Pendapat Ahli. adalah nama peraturan perundang-undangan
tingkat daerah yang ditetapkan Kepala Daerah
Walaupun Undang-Undang Dasar 1945 dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(sebelum Perubahan), dan Ketetapan MPRS Nomor Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah
XX/MPRS/1966 tidak menetapkan Peraturan Daerah membentuk Peraturan daerah merupakan salah
didalamnya, namun sejak berlakunya Undang-Undang satu ciri yang menunjukkan bahwa pemerintah
Dasar 1945 eksistensi Peraturan Daerah telah diakui tingkat daerah tersebut adalah satuan
sebagai salah satu jenis peraturan perundang- pemerintahan otonom berhak mengatur dan
undangan yang berlaku dan mengikat umum, bahkan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri42.
Peraturan daerah selalu diakui keberadaannya di d. A. Hamid S Attamimi menyatakan bahwa dalam tata
dalam Sistem Hukum di Indonesia. Pengakuan tersebut susunan peraturan perundang-undangan di Negara
dapat dilihat dari beberapa pendapat ahli sebagai Republik Indonesia, Peraturan Daerah merupakan
berikut : salah satu jenis peraturan perundang-undangan
yang terletak dibawah peraturan perundang-
a. Irawan Soejito menyatakan bahwa salah satu undangan di tingkat Pusat (dalam hal ini
kewenangan yang sangat penting dari suatu kedudukannya di bawah Keputusan Menteri,
Daerah yang berwenang mengatur dan mengurus Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non
rumah tangganya sendiri ialah kewenangan untuk Departemen)43.
menetapkan Peraturan Daerah40.
b. Amiroeddin Syarif menyatakan bahwa Peraturan 41
Amiroeddin Syarif, Perudang-undangan dasar, jenis, dan teknik
daerah dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan membuatnya(Jakarta : Bina Aksara, 1987), hlm. 61.
42
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta :
otonomi daerah, yaitu mengatur segala sesuatunya Ind-Hill.Co,1992) hlmn 59-60.
tentang penyelanggaraan pemerintahan, 43
A. Hamid S Attamimi, Peranan Keptusan Presiden Republik Indonesia
Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara suatu Studi Analisis Mengenai
Keputusan
40
Irawan Soejitno, Teknik Membuat Paraturan Daerah (Jakarta : Bina Presidean Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun waktu Pelita I- Pelita
Aksara 1983), hlm 1. IV, (Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta 1990) hlmn. 289-290.

52
yang lebih tinggi. Selain itu dalam Pasal 70
Dari keempat pendapat tersebut terlihat bahwa dinyatakan bahwa Peraturan Daerah tidak boleh
Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh peraturan daerah lain, dan peraturan perundang-
Pemerintah di Tingkat Daerah, untuk melaksanakan undangan yang lebih tinggi45.
otonomi daerah, dan penyelenggaraan otonomi c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20004 tentang
daerah tentunya tidak akan berdiri sendiri tanpa Pemerintahan Daerah menetapkan dalam Pasal 1
adanya Pemerintahan di Tingkat Pusat. butir 10 bahwa Peraturan Daerah selanjutnya
disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi
D. Peraturan Daerah Menurut Undang-Undang dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Selain
Pengaturan tentang Peraturan Daerah selalu itu dalam Pasal 36 dirumuskan sebagai berikut :
dirumuskan dalam setiap undang-undang yang (1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah
mengatur tentang pemerintahan daerah. Hal ini antara mendapat persetujuan bersama DPRD.
lain dapat dilihat dari beberapa undang-undang yang (2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
tercantum dibawah ini : otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang tugas pembantuan.
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dalam Pasal (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
38 menyatakan bahwa Kepala Daerah dengan merupakan penjabaran lebih lanjut dari
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah peraturan perundang-undangan yang lebih
menetapakan Peraturan Daerah44. tinggi dengan memperhatikan ciri khas
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang masing-masing daerah. No. 38 Th. 1974, TLN.
Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 69 menyatakan No. 3037, Ps. 38
bahwa Kepala Daerah menetapkan Peraturan (4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka dilarang bertentangan dengan kepentingan
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-udangan
45
Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22, LN No. 60
44
Undang-Undang Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, UU Th.
No. 5, LN 1999, TLN. No. 3839, Ps. 69 dan Ps. 70

53
umum dan/atau peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. E. Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Sistem Hukum
(5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinegara Republik Indonesia.
berlaku setelah diundangkan dalam lembaran
daerah46. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami
bahwa, walaupun kedudukan Peraturan daerah tidak
Berdasarkan ketentuan dalam ketiga undang-undang dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang mengatur tentang pemerintahan daerah tersebut (sebelum Perubahan) dan dalam Ketetapan MPRS
dapat disimpulkan bahwa : Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR
(a) Peraturan daerah adalah suatu peraturan yang Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
dibentuk oleh Pemerintah Daerah, yaitu Kepala dan Tata Urutan Peraturan Perudangan Republik
Daerah, baik Provinsi, Kabupaten atau Kota dan Indonesia, namun keberadaan Peraturan Daerah
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sistem Hukum di Negara Republik Indonesia
Provinsi, Kabupaten atau Kota. jelas diakui, dan secara nyata selalu menjadi
(b) Peraturan Daerah adalah suatu peraturan kewenangan bagi Pemerintah Daerah, baik Provinsi,
perundang-undangan yang dibentuk di Tingkat Kabupaten, atau Kota.
Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan. Adanya perumusan yang tegas tentang
(c) Peraturan daerah juga merupakan Peraturan Daerah dalam Pasal 18 UUD 1945 (sesudah
penjabaran/pelaksanaan lebih lanjut dari Perubahan) telah menguatkan keberadaan Peraturan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, daerah dalam sitem Hukum di Negara Republik
sehingga peraturan daerah tidak boleh Indonesia, walaupun kedudukannya tidak secara jelas
bertentangan dengan peraturan perundang- dirumuskan. Dengan berlakunya ketetapan MPR
undangan yang lebih tinggi. Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan yang
kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor
46 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No.32, LN No. 125
Th. Perundang-Undangan, sebenarnya kedudukan
2004, TLN. No. 4437, Ps. 136 Peraturan Daerah menjadi lebih tegas dalam hierarki

54
peraturan perundang-undangan ataupun dalam Sistem Apabila Peraturan Daerah yang merupakan
Hukum di Negara Republik Indonesia, namun demikian peraturan perundang-undangan di tingkat daerah,
kedua peraturan tersebut rupanya masih menimbulkan yang dibentuk oleh lembaga Pemerintah di tingkat
kerancuan dan perbedaan pemahaman. daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah, tersebut kemudian secara tegas dirumuskan
Apabila ditinjau dari struktur kelembagaan yang dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 (sesudah
berlaku di Negara Republik Indonesia, lembaga yang Perubahan), maka seharusnya hal tersebut tidak perlu
berwenang membentuk Peraturan Daerah adalah menyebabkan kerancuan dalam memaknai atau
lembaga Pemerintah di Tingkat Daerah sehingga memahami kedudukannya dalam Sistem Hukum di
kewenangan lembaga tersebut tidak dapat Negara Republik Indonesia. Peraturan Daerah akan
mengesampingkan atau melampaui kewenangan selalu berada dalam Sistem Hukum di Negara Republik
lembaga Pemerintah di Tingkat Pusat yaitu Presiden Indonesia, yang kedudukannya berada di bawah
dan Menteri-Menteri serta Lembaga-Lembaga pengaturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Pemerintah Non Departemen. Menteri-Menteri dan lembaga negara, atau lembaga pemerintah di Tingkat
Kepala Lembaga Non Departemen adalah pembantu- Pusat.
pembantu Presiden yang juga mempunyai
kewenangan dalam pembentukan peraturan yang Oleh karena itu, pemahaman terhadap
berlaku mengikat umum dalam penyelenggaraan kedudukan Peraturan Daerah dalam rumusan Pasal 2
pemerintahan. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, ataupun dalam
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Walaupun Undang-Undang dasar 1945 haruslah disesuaikan dengan kedudukan lembaga
(sebelum Perubahan), ataupun Ketetapan MPRS negara maupun lembaga pemerintah yang berwenang
Nomor XX/MPRS/1966 tidak mencantumkan Peraturan membentuk peraturan perundang-undangan di Negara
Daerah dalam pengaturannya, namun demikian Republik Indonesia.
keberadaannya tidaklah dapat dikesampingkan, oleh
karena hal itu merupakan konsekuensi dari suatu F. Fungsi Peraturan Daerah
Negara Kesatuan yang terdiri atas pemerintahan di
Tingkat Pusat, dan pemerintahan di Tingkat Daerah. Secara normative menurut Pasal 136 ayat 2-3
UU No. 32 Tahun 2004 Peraturan Daerah berfungsi

55
sebagai instrument hukum penyelenggaraan otonomi melakukan fungsi pengawasan dan untuk menegakan
daerah dan merupakan instrumen hukum untuk hukum.
menjabarkan lebih lanjut PPUUan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, peraturan daerah merupakan Selanjutnya, peraturan daerah mempunyai
instrument yuridis didaerah Kota/Kabupaten ataupun berbagai fungsi yaitu sebagai intrumen kebijakan untuk
provinsi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan
bersifat otonom. Fungsi tersebut berbeda-beda dari serta merupakan peraturan pelaksanaan dari
satu daerah ke daerah lain, tergantung pada luasnya Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
urusan yang akan diatur serta sejalan dengan system Dalam fungsi ini, perda tunduk pada ketentuan
ketatanegaraan yang termuat dalam UUD/Konstitusi hierarkhi peraturan perundang-undangan.
dan Undang-Undang Pemerintahan Daerahnya.
Demikian juga terhadap mekanisme pembentukan dan Secara khusus Peraturan daerah berfungsi
pengawasan terhadap pembentukan dan pelaksanaan untuk memajukan, menggerakkan, membantu dan
perdapun menghalami perubahan seiring dengan mengusahakan pembangunan ekonomi dan social
perubahan pada hubungan antara pemerintahan pusat dalam kawasan wilayah tersebut seperti melalui
dengan daerah. pembangunan tempat tinggal, pertanian, perindustrian
serta perdagangan. Peraturan daeran juga berfungsi
Peraturan daerah juga merupakan instrument menyeleraskan aktivitas di dalam kawasan wilayah
aturan yang secara sah diberikan kepada daerah dalam daerah yang bersangkutan.
menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sejak th
1945 hingga sekarang ini, telah berlaku beberapa Pelaksanaan otonomi daerah telah membuat
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum seluruh pemerintah daerah bergiat membenahi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah
menetapkan perda sebagai salah satu instrument mencoba membenahi berbagai sector, membangun
yuridisnya. Dengan demikian peraturan daerah berbagai dasar hukum sebagai pengatur aktivitas di
merupakan landasan bertindak dlm penyelenggaraan daerah, termasuk didalamnya perda. Diperkirakan
Pemda untuk melakukan pengendalian masyarakat dan setiap daerah telah membuat 100 sampai dengan 200
kebijakan pemerintah, sebagai dasar hukum peraturan daerah . Bahkan di beberapa daerah jumlah

56
perda yang diundangkan dijadikan salah satu indikator Selanjutnya dalam Pasal 12 diatur mengenai
kinerja DPRD. materi muatan perda. Materi muatan perda adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
Banyak daerah melakukan perda yang baik otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
artinya peraturan daerah tersebut dapat membantu menampung kondisi khusus daerah serta merupakan
kelancaran pelayananan umum atau melayani hak penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
masyarakatnya, serta sejalan dengan peraturan hukum undangan yang lebih tinggi. Dalam penyusunan
di tingkat yang lebih tinggi. Pemda dapat raperda akan melihat factor objek atau masalah yang
memaksimalkan perda dalam pembangunan akan diatur, daerah hukummya, objek permasalahan
daerahnya demi melayani kesejahteraan masyarakat. serta asas dalam pembentukan perda sebagaimana
tercantum dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 32
G. Materi Muatan Peraturan Daerah Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Rancangan perda dapat berasal dari DPRD atau
Th 2004 diatur tentang materi muatan peraturan kepala Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota).
perundang-undangan yang mengandung asas Raperda disiapkan oleh kepala daerah disampaikan ke
pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; DPRD sedangkan raperda yang disiapkan oleh DPRD
kekeluargaan; kenusantaraan; bhineka tunggal ika; disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala
keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan Daerah.
pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; Pembahasan raperda di DPRD dilakukan oleh
dan/atau keseimbangan, keserasian, dan DPRD bersama Gubernur atau Bupati/Walikota.
47
keselarasan. Namun dapat pula berisi asas lain Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat
seperti dalam hukum pidana maupun hukum perdata pembicaraan dalam rapat komisi DPRD khusus
sesuai dengan bidang hukum perundang-undangan menangani legislasi dan dalam rapat paripurna.48
yang bersangkutan. Kemudian raperda yang telah disetujui bersama oleh
DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan
oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau

47 48
Jo. Pasal 138 UU No. 32 Th 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Wikimedia.Project 25 Feb 2008.

57
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Peraturan pangan; n. pemberdayaan perempuan dan
daerah. Dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak perlindungan anak; o. keluarga berencana dan
tanggal persetujuan bersama. Raperda disahkan oleh keluarga sejahtera; p. perhubungan; q. komunikasi dan
Gubernur atau Bupati/Walikota dengan informatika; r. pertanahan; s. kesatuan bangsa dan
menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan
raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur umum, administrasi keuangan daerah, perangkat
atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak daerah, kepegawaian, dan persandian; u.
Raperda tsb disetujui bersama tidak ditandatangani pemberdayaan masyarakat dan desa; v. sosial; w.
oleh Gubernur atau Bupati/Walikota maka raperda tsb kebudayaan;x. statistik; y. kearsipan; dan z.
sah menjadi perda dan wajib diundangkan. perpustakaan. Sedangkan urusan pilihan adalah
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
Salah satu acuan dari materi muatan peraturan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
daerah adalah ketentuan yang tertuang dalam masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
Peraturang Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, pilihan meliputi: a. kelautan dan perikanan; b.
Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan pertanian; c. kehutanan; d. energi dan sumber daya
Kabupaten/Kota. mineral; e. pariwisata; f. industry.f industri; g.
perdagangan; dan h. ketransmigrasian.
Dalam Pasal 6 PP tersebut dirumuskan bahwa
urusan pemerintahan daerah terdisi dari urusan wajib Dari aspek kesesuaian jenis peraturan
dan urusan pilihan. Urusan wajib sebagaimana perundang-undangan dan materi muatannya, maka
tertuang dalam Pasal 7 adalah yang terkait dengan urusan-urusan wajib dan pilihan yang tertuang dalam
pelayanan dasar yang memliputi: a. pendidikan; b. PP 38 Tahun 2008 merupakan dasar penentuan materi
kesehatan;c. lingkungan hidup; d. pekerjaan umum; e. muatan suatu peraturan daerah.
penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g.
perumahan; h. kepemudaan dan olahraga; i.
penanaman modal; j. koperasi dan usaha kecil dan
menengah;k. kependudukan dan catatan sipil; l.
ketenagakerjaan; m. ketahanan pangan. m. ketahanan

58
H. Pengawasan dan Uji Materi terhadap Peraturan pusat dengan daerah), sistim pelaporan dan sanksi
Daerah pelanggaran setelah perda dibentuk di daerah.49
Namun, masalah pengawasan ini masih penting
Salah satu hal khusus bagi peraturan daerah menjadi perhatian, karena akhr-akhir ini sering muncul
adalah adannya pengawasan terhadap produk perda bermasalah. Dalam laporan Depdagri
peraturan daerah oleh Pemerintah. Selain misalnya, telah membatalkan 973 perda dari seluruh
pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap daerah di Indonesia, karena tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah, terdapat pengawasan lain, yaitu ketentuan yang berada diatasnya atau tidak memenuhi
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga legislative kepentingan masyarakat dan bertentangan dengan
daerah (DPRD) terhadap pembentukan peraturan perda sebelumnya yang sudah disahkan.50 Bahkan
pelaksanaan perda dan pelaksanaannya oleh data dari Kompas disebutkan Sumatera Utara tercatat
pemerintah. Kedua adalah pengawasan atau kontrol sebagai salah satu daerah yang paling banyak memiliki
yang dilakukan oleh masyarakat, baik dalam tataran perda bermasalah. Diantaranya Menteri Keuangan Sri
pembentukannya, maupun pelaksanaan dari peraturan Mulyani telah membatalkan 63 perda pemerintah
daerah tersebut. provinsi Sumatera Utara dan DPRD Sumut tersebut
pada tahun 2005 dari 448 perda pemerintah
Pengawasan oleh Pemerintah yang bermasalah lainnya.51 Pembatalan oleh Pemerintah
dimaksudkan adalah pengawasan dalam rangka dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya
pembentukan peraturan daerah sebagai konsekuensi yang tertuang dalam Pasal 145 ayat (2) Undang-
tertib hirarkie dan kesesuaian materi dengan jenis Undang No. 32 Th 2004 tentang Pemerintahan Daerah
peraturan perundang-undangannya. Pengawasan ini dimana kewenangan pembatalan (berarti termasuk
dapat juga berlanjut sampai pada proses judicial ke pengujiannya) perda hanya ada pada Presiden apabila
lembaga peradilan, baik sebagai lanjutan dari proses perda tersebut bertentangan dengan kepentingan
pengawasan, maupun pengujian secara langsung oleh umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
masyarakat terhadap materi peraturan daerah yang lebih tinggi. Presiden/pemerintah berwenang
sudah disahkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. membatalkan perda dengan peraturan Presiden.
Untuk itu, Pemerintah telah menyiapkan mekanisme
pengawasan terhadap setiap perda yang sudah 49
Kajian cibermedia 22 mei 2007.
50
disepakati dan ditetapkan (aturan main pemerintah 51
www.antara.co.id 26-08-2008
Cetak.kompas.com 24 juli 2008

59
Apabila Pemerintah Daerah keberatan dengan dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-
keputusan pembatalan Perda, bisa mengajukan ke undangan yang berlaku, dalam kerangka NKRI.
Mahakah Agung berdasrkan ketentuan Pasal 24 A Ayat
(1) UUD 1945 dan Undang-Undang No.5 Th 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005,
seharusnya MA berwenang menguji materil terhadap secara tegas memberikan kewenangan kepada
segala peraturan perundang-undangan dibawah Pemerintah untuk melaksanakan pembinaan dan
undang-undang tetapi Undang-Undang No. 32 Th 2004 pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan
mengatur perda dibatalkan oleh Presiden. Daerah. Dalam rangka pembinaan penyelenggaraan
Pemerintahan daerah, Menteri dan Pimpinan LPND
Dalam rangka Pemberdayaan Otonomi Daerah melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan
Pemerintah berwenang melakukan pembinaan dan masing-masing yang meliputi pemberian pedoman,
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi yang
Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 217 dikoordinasikan kepada Menteri Dalam Negeri.
dan 218 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Pada bulan Desember Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan
2005 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten dan
79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah di
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah. Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap
peraturan Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan
dimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah
menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah Non Departemen terkait.
kepada kedaulatan, disamping Pemerintahan Daerah
merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan Pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan negara, dan secara implisit pembinaan Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun
dan pengawasan terhadap pemerintah daerah 2004, dan PP No. 79 Tahun 2005 dilakukan secara
merupakan bagian integral dari sistem preventif, represif dan fungsional. Secara preventif
penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai adalah terhadap kebijakan Pemerintahan Daerah

60
berupa Perda dan atau Peraturan Kepala Daerah yang Ruang Wilayah Daerah dalam waktu 15 hari
menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata setelah menerima Rancangan Perda Provinsi.
Ruang Daerah dan APBD. Secara Represif terhadap c) Menteri Dalam Negeri dalam melakukan
kebijakan Pemerintahan Daerah berupa Perda dan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah,
atau Peraturan Kepala Daerah selain Pajak Daerah, Retribusi Daerah, berkoordinasi dengan
Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD. Secara Menteri Keuangan, dan Rancangan Perda Tata
secara fungsional terhadap pelaksanaan kebijakan Ruang Wilayah Daerah berkordinasi dengan
Pemerintahan Daerah. Selaian ketiga pengawasan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan
tersebut di atas adalah pengawasan legislatif terhadap Koordinasi Tata Ruang Nasional.
pelaksanaan kebijakan daerah dan pengawasan d) Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh evaluasi kepada Gubernur untuk melakukan
masyarakat. penyempurnaan Rancangan Perda sesuai
dengan hasil evaluasi.
H.1. Mekanisme Pengawasan Preventif e) Gubernur melakukan penyempurnaan
bersama dengan DPRD dalam waktu 7 hari
Adapun mekanisme pengawasan preventif setelah diterima hasil evaluasi.
terhadap Perda dilakukan sebagai berikut : f) Apabila Gubernur dan DPRD tidak melalukan
1) Rancangan Perda Propinsi : penyempurnaan dan tetap menetapkan
a) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri dapat
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD, dan Tata membatalkan Perda dengan Peraturan Menteri.
Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui g) Gubernur menetapkan rancangan Perda
bersama DPRD dan Gubernur sebelum setelah mendapat persetujuan Bersama DPRD
ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri h) Paling lama 7 hari setelah Perda ditetapkan
untuk dievaluasi. disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.
b) Menteri Dalam Negeri melakukan Evaluasi
Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak 2) Rancangan Perda Kabupaten/Kota :
Daerah, Retribusi Daerah, APBD, dan Tata a) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD,

61
dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah g) Bupati/Walikota menetapkan rancangan Perda
disetujui bersama DPRD dan Bupati/Walikota setelah mendapat persetujuan Bersama DPRD
sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada h) Paling lama 7 hari setelah Perda ditetapkan
Gubernur untuk dievaluasi disampaikan kepada Gubernur dan Menteri
b) Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Dalam Negeri.
Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, APBD, dan Tata Ruang H.2. Pengawasan Represif Perda Provinsi,
Wilayah Daerah dalam waktu 15 hari setelah Kabupaten/Kota
menerima rancangan Perda Kabupaten/Kota. Adapun mekanisme pengawasan represif adalah
c) Gubernur dalam melakukan evaluasi sebagai berikut:
Rancangan Perda Pajak Daerah, Retribusi 1) Perda disampaikan kepada Menteri Dalam
Daerah, berkoordinasi dengan Menteri Negeri paling lama 7 hari setelah ditetapkan.
Keuangan, dan Rancangan Perda Tata Ruang 2) Pemerintah melakukan pengkajian/klarifikasi
Wilayah Daerah berkordinasi dengan Menteri terhadap Perda dalam waktu 60 hari.
Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata 3) Perda yang bertentangan dengan kepentingan
Ruang Nasional. umum dan peraturan perundang-undangan
d) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi kepada yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan
Bupati/Walikota untuk melakukan Peraturan Presiden.
penyempurnaan Rancangan Perda sesuai 4) Apabila Gubernur, Bupati/Walikota keberatan
dengan hasil evaluasi. terhadap Pembatalan Perda, Gubernur,
e) Bupati/Walikota melakukan penyempurnaan Bupati/Walikota dapat mengajukan keberatan
bersama dengan DPRD dalam waktu 7 hari kepada Mahkamah Agung dalam tenggang
setelah diterima hasil evaluasi. waktu 180 hari setelah Pembatalan.
f) Apabila Bupati/Walikota dan DPRD tidak
melakukan penyempurnaan dan tetap
menetapkan menjadi Perda, Gubernur dapat
membatalkan Perda dengan Peraturan
Gubernur.

62
H.3. Pelaksanaan Penanganan Pengawasan Perda
Bermasalah Terhadap Perda yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah Rancangannya mendapat
Dalam pelaksanaannya, Depdagri melakukan Evaluasi terlebih dahulu secara berjenjang berlaku
pengelompolkan perda menjadi 7 (tujuh), yaitu Perda ketentuan Pasal 145 Undang-undang Nomor 32 Tahun
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Perda APBD dan 2004.
Tata Ruang Daerah, Perda Selain APBD, Tata Ruang
Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Perda 2) Perda APBD dan Tata Ruang Daerah.
tentang Perangkat Daerah, Peraturan Desa, Peraturan Terhadap Perda APBD berlaku ketentuan
Daerah tentang Kawasan, dan Peraturan Daerah dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan
Kepala Daerah tentang Sumbangan Pihak Ketiga Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman
Kepada Pemerintah Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah dan untuk Tahun
Anggaran 2008 berlaku ketentuan Peraturan Menteri
1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang Penyusunan Angaran, Pelaksanaan dan
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebelum Pertanggungjawaban APBD, sebagaimana telah diubah
ditetapkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Terhadap
tentang Pemerintahan Daerah, dan yang ditetapkan Perda Tata Ruang Daerah berlaku Ketentuan Pasal 189
sebelum mendapat evaluasi secara berjenjang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
sebagaimana ditetapkan Pasal 185, Pasal 186, Pasal
189 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 3) Perda Selain APBD, Tata Ruang Daerah, Pajak
diberlakukan ketentuan Pasal 5 A dan Pasal 25 A Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Terhadap Rancangan Perda Pengaturan lainnya
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun selain APBD, Tata Ruang Daerah, Pajak Daerah dan
1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribsi Daerah. Pasal Retribusi Daerah telah disampaikan kepada para
80 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Gubernur, Bupati/Walikota seluruh Indonesia Surat
Tentang Pajak Daerah dan Pasal 17 Peraturan Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 25 Juli 2006
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Nomor 188.34/1586/SJ perihal Tertib Perancangan dan
Daerah.

63
Penetapan Peraturan Daerah. Pada intinya Surat konsultasikan oleh Bagian Hukum Kabupaten/Kota
Edaran tersebut mengatur sebagai berikut : kepada Biro Hukum Provinsi, untuk Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi di konsultasikan
(a) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di terlebih dahulu oleh Biro Hukum Provinsi kepada
Daerah melakukan inventarisasi terhadap Biro Hukum Departemen Dalam Negeri.
Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan (c) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
merevisi atau menyempurnakan Peraturan Daerah sebelum di konsultasikan oleh Bagian Hukum
yang isinya tidak sesuai dengan nilai-nilai Kabupaten/Kota kepada Biro Hukum Provinsi
Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun terlebih dahulu dilakukan harmonisasi dengan
1945, peraturan perundang-undangan yang lebih Panitia Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
tinggi dan kepentingan umum, azas dan materi (RANHAM) Kabupaten/Kota.
muatan pembentukan Peraturan Daerah, bersifat (d) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebelum di
diskriminatif, melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), konsultasikan oleh Biro Hukum Pemerintah
dan menimbulkan konflik di masyarakat serta Provinsi kepada Biro Hukum Departemen Dalam
melaporkan kembali hasilnya kepada Menteri Negeri terlebih dahulu dilakukan harmonisasi
Dalam Negeri. Sebelum Rancangan Peraturan dengan Panitia Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Daerah disampaikan oleh Pemerintah Daerah Manusia (RANHAM) Provinsi.
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (e) Hasil harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah
untuk dibahas lebih lanjut, Rancangan Peraturan yang dilakukan oleh Panitia Rencana Aksi Nasional
Daerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu di Hak Asasi Manusia (RANHAM) berupa
konsultasikan oleh Bagian Hukum Kabupaten/Kota Rekomendasi untuk pembahasan Rancangan
kepada Biro Hukum Provinsi, untuk Rancangan Peraturan Daerah lebih lanjut, sebagaimana
Peraturan Daerah Provinsi di konsultasikan kegiatan RANHAM Tahun 2004-2009 pada
terlebih dahulu oleh Biro Hukum Provinsi kepada Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Biro Hukum Departemen Dalam Negeri. RANHAM.
(b) Rancangan Peraturan Daerah yang merupakan hak (f) Para Gubernur, Bupati/Walikota dapat
inisiatif DPRD, sebelum dibahas lebih lanjut mendayagunakan keberadaan para Kepala Kantor
dengan Pemerintah Daerah, Rancangan Peraturan Wilayah Departemen Hukum dan HAM di
Daerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu di Daerahnya masing-masing untuk melakukan

64
harmonisasi maupun evaluasi Rancangan (2) peraturan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah. (3) tidak mengatur pungutan yang telah dipungut
retribusi maupun pajak.
4) Perda tentang Perangkat Daerah (4) sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Perangkat Daerah dibentuk harus berdasarkan Kepala Daerah.
pertimbangan-pertimbangan:
(1) kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh 6) Peraturan Daerah tentang Kawasan
pemerintahan daerah; Harus mengacu pada peraturan perundang-
(2) arakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah. undangan yang mengatur kawasan tersebut, sebagaimana
(3) Perumpunan suatu organisasi; diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2006
(4) kemempuan keuangan daerah. tentang Penataan Ruang.
(5) ketersediaan sumberdaya aparatur.
(6) pengembangan pola kerjasama antar daerah 7) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah tentang
dan atau dengan pihak ketiga. Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pemerintah Daerah.
Sumbangan harus bersifat sukarela tanpa paksaan,
Selain dari pada pertimbangan tersebut tidak ditentukan jumlah sumbangan, tidak ditentukan
perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan subjek (penyumbang) dan tidak ditentukan sanksi apabila
Daerah dan harus sesuai dengan Pedoman yang tidak memberi sumbangan.
ditetapkan oleh Pemerintah, dan Peraturan Daerah
menetapkan pembentukan, kedudukan, tugas pokok, Tim internal Depdagri melakukan pengkajian
fungsi dan struktur organisasi sebagaimana diataur terhadap Perda Provinsi, Kab / Kota yang bermasalah, yang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 bertentangan dengan Peraturan per-UU yang lebih tinggi,
dan Permendagri Nomor 57 Tentang Petunjuk Teknis kepentingan Umum dan Peraturan per-UU lainnya. Hasil
Organisasi Perangkat Daerah. kajian tersebut disampaikan ke Menteri Keuangan untuk
dibahas lebih lanjut dalam Tim lengkap di Departemen
5) Peraturan Desa Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan berdasarkan
Peraturan Desa harus memenuhi kriteria : Pertimbangan Tim lengkap antar departemen
menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Dalam
(1) tidak bertentangan dengan adat istiadat.

65
Negeri bersama dengan alasan-alasan kenapa Perda Dalam Negeri dan ada juga setelah ditolak oleh
bermasalah tersebut harus dibatalkan. Menteri Dalam Negeri mengajukan Yudicial Review
kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung telah
Sesuai Pasal 5A dan Pasal 25 A UU No. 34 Tahun mengabulkan permohonan Yudicial Review
2000 tentang perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu tentang
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 80 PP Pengolahan Minyak.
No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Pasal 17 PP
No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Dalam
rangka Pengawasan Perda tentang Pajak Daerah dan Perda
Tentang Retribusi Daerah Menteri Dalam Negeri dengan
Pertimbangan Menteri Keuangan membatalkan Perda,
apabila bertentangan dengan kepentingan umum dan /
atau Peraturan per-UU yang lebih tinggi.

Mulai tahun 2002 Sampai dengan sekarang sudah


1025 Perda Provinsi, Kab/kota yang telah dibatalkan oleh
Menteri Dalam Negeri yang dapat dirinci sebagai berikut :
(1) Tahun 2002 Sebanyak 19 Perda
(2) Tahun 2003 Sebanyak 105 Perda
(3) Tahun 2004 Sebanyak 236 Perda
(4) Tahun 2005 Sebanyak 126 Perda
(5) Tahun 2006 Sebanyak 114 Perda
(6) Tahun 2007 Sebanyak 173 Perda
(7) Tahun 2008 sampai bulan Juni sebanyak 248
Perda

Terhadap Pembatalan Menteri Dalam Negeri


tersebut ada beberapa Provinsi dan Kab/Kota yang
telah menyampaikan keberatan kepada Menteri

66
DAFTAR PUSTAKA I Gde Pantja Astawa, Suprin Naa, Dinamika Hukum Dan
Peraturan perundang-undangan Di Indonesia, Bandung
: PT Alummni, 2008
A. Hamid S Attamimi, Peranan Keptusan Presiden Republik Inosentius Samsul, Menentukan Arah Pembangunan dan
Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Pemerintahan di Daerah Melalui Peraturan Daerah,
Negara suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Dalam Agung Djojosoekarto, dkk. Meningkatkan
Presidean Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Kinerja Fungsi Legislasi DPRD, Sekretariat Nasional
waktu Pelita I- Pelita IV, (Disertasi Doktor Universitas ADEKSI dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS).
Indonesia, Jakarta 1990) Irawan Soejitno, Teknik Membuat Paraturan Daerah (Jakarta :
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Bina Aksara 1983)
(Jakarta: Yarsif Watampone, 1987) Janirudin, S.H, Pengawasan dan Uji Materi Peraturan Daerah,
Aloys Budi Purnomo, Uji Nyali Memberantas Korupsi, yang Makalah Materi Workshop Peningkatan Kapasitas
dimuat di Kompas, 23 Februari 2005. DPRD Dalam Pembentukan Peraturan Daerah yang
Amiroeddin Syarif, Perudang-undangan dasar, jenis, dan Sensitif Konflik. Diselenggarakan oleh Kabupaten Belu,
teknik membuatnya(Jakarta : Bina Aksara, 1987) TTU, dan Kupang, NTT, 10-14 November 2008.
Aristoles Politik, Penerjemah Saut Pasaribu, cetakan Pertama, John Naisbitt, Global Paradox: Semakin Besar Ekonomi Dunia,
2004 dari Politics, Oxford University Press, New York, Semakin Kuat Perusahaan Kecil, Terjemahan Budijanto,
1995 (Jakarta: Binarupa Aksara, 1994)
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Lawrence M. Friedman, American Law an Introduction, Second
(Jakarta : Ind-Hill.Co,1992). Edition, Penerjemah Wishnu Basuki, Tata Nusa Jakarta,
Benjamin Jowett, Politics, dalam Justin D. Kaplan (ed), 1958, 1984
The Pocket Aristotle, Washington Square Press Leonardo N. Mercado, 1984, Legal Philosophy, Divine Word
Publishing, New York University Publishing, Tacloban City.
Harkristuti Harkrisnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Machmud azis,SH, Reformasi Di bidang Peraturan perundang-
Suatu Gugatan terhadap Proses Legislasi dan undangan, Buletin Legalitas, Edisi 1, 2000,
Pemidanaan di Indonesia, Orasi pada Pengukuhan Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan:
Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana, Fakultas Dasar-dasar dan Pembentukannya, cetakan kelima,
Hukum Universitas Indonesia, 8 Maret 2003, (Yogyakarta: Kanisius, 2002)

67
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam W.H.D. Rouse, 1956, Great Dialogues of Plato, Mentor Book,
Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis, Alumni, New York
Bandung, 2002, www.antara.co.id 26-08-2008
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES www.kompas.com 24 juli 2008
Musni Umar (ed), Korupsi: Musuh Bersama, (Jakarta: Lembaga UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Pencegah Korupsi, 2004) Perundang-undangan.
Romli Atmasasmita, Moral dan Etika Pembangunan Hukum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Nasional: Reorientasi Politik Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Hukum Nasional VIII di Bali, 14-18 Juli 2003. Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kota.
Kompas, Jakarta, 2003. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Pembinaan dan Pengawasan atas penyelenggaraan
Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet.v, Pemerintahan Daerah.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 25 Juli 2006
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Nomor 188.34/1586/SJ perihal Tertib Perancangan dan
Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, Penetapan Peraturan Daerah.
(Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 1979)
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1982)
Soetandyo Wignyosoebroto, Hukum Paradigma Metode dan
Dinamika Masalahnya, (Jakarta: Elsam Huma, 2002)
Tedjawati, Struktur dan Teknik Penyusunan Peraturan
Daerah, Makalah Materi Workshop Peningkatan
Kapasitas Lembaga Legislative Daerah Dalam
Pembentukan Peraturan Daerah yang Sensitif Konflik.
Diselenggarakan oleh Kabupaten Belu, TTU, dan
Kupang NTT, 10-14 November 2008.

68

Вам также может понравиться