Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Ikterus adalah kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa dan cairan
tubuh. Ikterus merupakan penemuan klinis umum yang ditemukan pada 2 minggu
pertama kelahiran, terjadi pada 15% sampai 24% bayi baru lahir. Ikterus paling umum
adalah ikterus yang tidak langsung (indirect)/bilirunin yang tidak terkonyugasi dan
dapat sembuh secara spontan tanpa intervensi. Ikterus persisten merupakan kondisi
yang abnormal dan merupakan tanda dari kerusakan hepatobilier dan metabolik. Saat
ikterus lebih dari 2 minggu (persisten), harus dipikirkan kolestasis atau hiperbilirubin
terkonyugasi. Kolestasis menandakan rusaknya aliran empedu yang disebabkan oleh
gangguan intrahepatik atau ekstrahepatik. Untuk membedakan kolestasis dari ikterus
lainnya, serum bilirubin harus difraksikan ke dalam konyugasi atau level bilirubin
direk lebih besar dari 1mg/dL ketika jumlah total bilirubin kurang dari 5mg/dL atau
lebih dari 20% dari jumlah bilirubin total jika jumlah total bilirubin lebih dari
5mg/dL. Hiperbilirunin terkonyugasi bukan merupakan hal yang fisiologis.
Serbaliknya, hiperbilirubin yang tidak terkonyugasi merupakan hal yang umum
terjadi akibat ikterus fisiologis, breastfeeding and human milkassociated jaundice,
hemolisis sel darah merah, hipotiroid, sidrom gilbert atau sindrom Crigler-Najjar.
Kunci untuk mendiagnosis kolestasis diantaranya hepatomegali, diare, peningkatan
berat badan yang rendah, hipopigmentasi atau feses alkolik, dan urin yang berwarna
pekat atau memberikan warna pada popok1.
Kolestasis merupakan suatu gejala dengan etiologi yang bermacam-macam
dan salah satu penyebabnya, yakni infeksi virus, bakteri, dan parasit. Kolestasis pada
neonatus terjadi pada 1:2.500 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU
Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, di
antaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan
Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien
dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik. Penelitian Bachtiar
menunjukkan berbagai faktor risiko seperti nilai laboratorium (leukosit, C-reactive
protein/ CRP, imature total ratio/IT ratio) serta gejala klinis sepsis neonatorum tidak
bermakna secara statiskik dengan kejadian kolestasis, sedangkan lama rawat 15 hari
2,45 kali berisiko untuk terjadi kolestasis. Penelitian Wrigth dkk11 menunjukkan
berat badan, durasi pemberian nutrisi parenteral, dan penggunaan nutrisi parenteral
bermakna untuk terjadi kolestasis2.
Infan yang masih kekuningan lebih dari 2-3 minggu harus dievaluasi untuk
untuk mengeksklusi kolestasis neonatal, dan jika ada, dapat lebih cepat diidentifikasi
penyebab kolestasis untuk kemudian ditangani secara medis ataupun operasi.
Meskipun penatalaksanaan spesifik tidak tersedia, konsumsi nutrisi yang baik dapat
mencegah komplikasi. Data menunjukkan diagnosis dini kolestasis dan etiologinya
berpotensial menyelamatkan pasien lebih banyak1.
PRESENTASI KASUS 4
KOLESTASIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 29 hari
Suku Bangsa : Bali
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 20 Desember 2015
Agama : Hindu
Alamat : Jl Br. Kaja Kauh, Tulikup, Gianyar, Bali
Orang Tua/Wali
Ayah Ibu
Nama : Tn. B Nama : Ny. L
Umur : 32 tahun Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK
Suku bangsa : Bali Suku bangsa : Bali
Agama : Hindu Agama : Hindu
Alamat : Jl Br. Kaja Kauh, Tulikup, Alamat : Jl Br. Kaja Kauh, Tulikup,
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (ibu kandung pasien).
Keluhan utama : Mata tampak kuning sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam tinggi dan menggigil sejak 3 hari
d. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : Belum ada
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Belum (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Belum (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Belum (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Belum (Normal: 13 bulan)
Bicara : Belum (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Belum pubertas.
e. Riwayat Makanan
02 ASI - - -
24 - - - -
46 - - - -
68 - - - -
8 10 - - - -
10 -12 - - - -
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI dari awal lahir sampai usia
saat ini.
f. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B + - - - - -
DPT - - - - - -
Polio - - - - - -
BCG - - - - - -
Camp - - - - - -
ak
Kesimpulan riwayat imunisasi: Pasien baru mendapat imunisasi saat lahir saja, usia
o bulan yaitu imunisasi saat lahir, Hepatitis B dan vit K.
g. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
Tanggal Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
lahir (umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 8 hari Laki-laki + - - - PASIEN
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. BC Ny. LA
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 32 tahun 28 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMK
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pasien tidak pernah mengalami hal yang
serupa sebelumnya. Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, asma, DM,
dan penyakit lainnya disangkal oleh keluarga pasien.
h. Riwayat Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal bersama orang tuanya, dengan
lingkungan rumah yang dikatakan cukup bersih dan sirkulasi udara yang
cukup.
Kesimpulan keadaan lingkungan : Keadaan lingkungan cukup baik.
Data Antropometri
Berat Badan : 3,15 kg
Tinggi Badan : 50 cm
Lingkar Kepala :-
Lingkar Lengan Atas : -
Status Gizi
Kesimpulan status gizi : Berdasarkan kurva WHO gizi anak termasuk dalam
gizi baik
Tanda Vital
Nadi : 140 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Pernapasan : 44 x/ menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 36,7 C, axilla (diukur dengan termometer digital)
Refleks Tangan ++ ++
fisiologis Kaki ++ ++
Refleks Tangan - -
patologis Kaki - -
KULIT:
Warna kuning kehijauan merata, pucat (-), tampak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit baik, pengisian kapiler <2 detik
TULANG BELAKANG:
Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Refleks neurologis:
Kanan Kiri
b. Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius): Pupil isokor, RCL +/+, RCTL
+/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens): tidak ada kelainan
- N. V (Trigeminus) : Refleks kornea +/+
Sensorik:
- cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang mandibularis : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VII (Facialis) : Wajah simetris,
Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): tidak ada kelainan
- N. XI (Aksesorius) : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XII (Hipoglosus) : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
c. Refleks Primitif :
Refleks moro :+
Refleks rooting :+
Refleks sucking :+
Refleks palmar dan plantar :+
Hemoglobin 16,2
Hematokrit 52,9 %
Leukosit 15.800/mm3
Trombosit 245.000
MCH 30,5
MCHC 34,0
GDS 95 gr/dl
IV. RESUME
Pasien bayi laki-laki usia 8 hari datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan
keluhan utama kuning sejak 5 hari SMRS. Keluhan kuning muncul pertama kali di
bagian wajah, kemudian menyebar ke dada, perut dan paha. Dikatakan keluhan tidak
membaik setelah di jemur selama 30 menit 1 jam. Selain itu pasien juga dikeluhkan
demam. Demam dikatakan naik pada malam hari dan tidak menurun dengan
penggunaan obat. Sebelum melahirkan ibu pasien sempat dikatakan mengalami
demam selama 3 hari. Pada pasien didapatkan BAB (+) warna kuning kehijauan
terakhir pagi ini, BAK (+) normal tidak menimbulkan bercak warna pada pempers
terakhir 20 menit yang lalu. Pemberian ASI (+), pasien dikatakan bergerak aktif dan
menangis kuat, mual muntah dikatakan (-). Di keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama sebelumnya atau mempunyai riwayat kuning sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda-tanda vital didapatkan dalam batas.
Dan status generalis didapatkan kulit tampak ikterik (+). Pada pemeriksaan auskultasi
jantung ditemukan murmur (+).
V. DIAGNOSIS BANDING
- Sepsis neonatorum awitan lambat
- Kolelitiasis intrahepatica ec sepsis
VIII. TATALAKSANA
Non Medikamentosa
- Kebutuhan cairan 100 l/kgBB/hari
- IVFD tridex 100 13 tpm mikro/menit
- Minum ASI 70ml/kgBB/hari minimal ASI tampung 25 ml @ 3jam
- Taxegram 2x150 intravena
- Estazor 3x30 mg oral
- Sequest 3x1 pulvenes
- Bila mampu minum s/d 40 ml @ 3 jam besok stopper
IX. PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Biliary atresia
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
Nonsyndromic paucity
Hypothyroidism
Carolis disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytiosis
2.4 Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam
empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan
bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari
empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari
aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel
epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang
permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel
terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah
dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses
tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari
bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang
larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,
dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran
bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam
empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu
menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti
inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada
transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi
terkonyugasi5.
a. Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
1. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam
empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan
sinusoid terganggu5.
2. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,
sulfasi dan konyugasi akan terganggu5.
3. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun5.
4. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik
akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun5.
5. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh
Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik5.
6. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat
menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal5.
7. Mekanisme kerusakan hati sekunder
a. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik.
Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran
sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
+ + ++
berhubungan dengan membran seperti Na , K -ATPase, Mg -ATPase,
enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga
(28)
terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu.
Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah
bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam
kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu5.
b. Proses imunologis, pada kolestasis didapat molekul HLA I yang
mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang
HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan
respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier5.
2.6 Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.
Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat
diatasi dengan medikamentosa6.
a. Anamnesis
1. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier6.
2. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada
anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala
ikterus dan tinja akolis lebih awal6.
3. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi6.
4. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi
1-antitripsin)6.
b. Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama.
Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi
biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif6.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin
suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal
polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan
fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital,
didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan
rendah, dan gangguan organ lain6.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan
untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan
kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis
ekstrahepatik 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi
gambaran histopatologi hati6.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi lengkap, gambaran hapusan darah tepi
2. Biokimia darah : bilirubin direk dan indirek, ALT (SGPT) AST (SCOT),
GT, masa protrombin, albumin, globulin, kolesterol, trigliserida, gula
darah puasa, ureum, kreatinin
3. Urin : rutin (lekosit, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultur
4. Tinjauan 3 porsi (dilihat warna tinja pada 3 periode dalam 24 jam)
5. Pemeriksaan etiologi infeksi : TORCH (toxoplasma, rubella, CMV, herpes
simpleks), hepatitis virus B/C
6. Pencitraan
a. USG 2 fase (puasa 6-8 jam dan sesudah minum)
b. USG doppler bila sudah sirosis
7. Biopsi Hati : pada evaluasi tersangka atresia bilier dan untuk mencari
etiologi kolestasis intrahepatik yang tidak dapat ditentukan dengan cara
yang non invasive7
Tabel 3. Data laboratorium awal pada bayi kolestasis
Kolestasis Kolestasis
intrahepatik ekstrahepatik
2.7 Penatalaksanaan
a. Terapi etiologi
Terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat diketahui
penyebabnya
b. Terapi suportif
1. Stimulasi aliran empedu : asam ursodeoksikolat 10-30mg/kgBB dalam
2-3 dosis
2. Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan
kalori umumnya dapat mencapai 130-150 kebutuhan bayi normal) dan
mengandung lemak rantai sedang (medium chain trigliseride-MCT)
3. Vitamin yang larut dalam lemak
A : 5000-25000 IU
D : calcitriol 0,05-0,2 g/kgBB/hari
E : 15-25 IU/kgBB/hari
K1 : 2,5-5mg: 2-7 minggu atau 0,3 mg/kgBB setiap bulan
Mineral dan trace element : Ca,P,Mn,Zn,Fe
4. Terapi komplikasi lain misalnya :
Hiperlipidemia/xantelasma : obat HMG-coa reductase inhibitor
contohny kalestipol, simvastin
Pruritus : salah satu di bawah ini
Antihistamin : dipenhidramin 5-10mg/kgBB/hari,
hidroksisin 2,5 mg/kgBB/hari dan rifampisin
10mg/kgBB/hari
Kolestiramin 0,25-0,5g/kgBB/hari7
2.8 Prognosis
Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung pada penyakit penyebab dan
banyaknya kerusakan sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh karena sepsis,
prognosisnya baik. pada kasus kolestasis ekstrahepatik seperti atresia bilier,
setelah dilakukan operasi kasai 30-60% bisa bertahan sampai 5 tahun7.
BAB IV
ANALISIS KASUS