Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SIROSIS HEPATIS

DEFINISI

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif, akibat dari nekrosis
hepatoselular.

ETIOLOGI

a. Alkohol

Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan oleh
alkohol juga disebut sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan
parut secara khas mengelilingi daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik dapat
menyebabkan terjadinya sirosis hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit ( steatosis
), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan ( steatohepatitis atau
alcoholic hepatitis ), ke sirosis. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi
dan kronis melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum setiap harinya
paling sedikit 8 -16 ounces minuman keras (hard liquor) atau yang sama dengannya
untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis.

b. Post Hepatitis dan kriptogenik


Penyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis (terutama
hepatitis B dan C ) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak teridentifikasi,
misalnya untuk pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi
dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa
mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien
yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi
dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
adakalanya kanker-kanker hati. Gambaran patologi biasanya mengkerut, berbentuk
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi , dengan sejumlah besar jaringan
ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.

c. Biliaris

Cedera atau adanya obstruksi berpanjangan sistim bilier intra atau ekstrahepatik dapat
menyebabkan terjadinya sirosis.Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus
biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab
tersering adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Sirosis biliaris di bagi menjadi dua
yaitu

Primary Biliary Cirrhosis (PBC)

Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis
dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati, bersifat intrahepatik. Pembuluh-
pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.

Secondary Biliary Cirrhosis (SBC)

Pada (SBC) , terdapatnya obstruksi total atau parsial yang berkepanjangan pada
duktus ekstrahepatik yaitu COMMON BILE DUCT atau cabangnya.Dapat
disebabkan oleh adanya batu empedu ataupun pada pasca operasi striktura kandung
d. Kardiak

Sirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang
berpanjangan, Ini terjadi disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang
terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

e. Metabolik, keturunan dan terkait obat

Penyakit metabolik dan keturunan :

Sindrom Fanconi

Defisiensi 1-antitripsin

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit simpanan Glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi fruktosa herediter

Tirosinemia Herediter

Penyakit Wilsona.

KLASIFIKASI

Berdasarkan morfologi sirosis hati dibagi atas 3 jenis, yaitu :

a. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm.Dapat ditemukan pada
alkoholisme,hemokromatosis,obstruksi bilier dan obstruksi vena
b. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan


bervariasi,mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi. Besar nodulnya lebih 3
mm. Dapat ditemukan pada hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi a-1-
antitripsin, sirosis bilier primer.

c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).

Sirosis mikronoduler sering berkembang menjadi makronoduler.

Secara fungsional sirosis terbagi atas :

Sirosis hepatis kompensata : Merupakan sirosis hati laten. Pada stadium


kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata seperti lemas , mudah
lelah,nafsu makan berkurang,kembung, mual dan berat badan turun. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan skreening.

Sirosis hepatis dekompensata : dikenal dengan Sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV

a. Stadium 1 :tidak ada varises , tidak ada asites

b. Stadium 2 :varises , tanpa asites

c. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises

d. Stadium 4 :perdarahan atau tanpa varises

Stadium 1 dan 2 :kompensata

Stadium 3 dan 4 :dekompensata


PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal


dengan pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya
membentuk nodul-nodul.

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut
dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau
perlukaan hati yangterus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati
kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks
yang mengandung kolagen,glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan
dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan
pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata
menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth
factor beta 1 ( TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan
pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi
kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran


dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi
yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di
hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya
fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan
utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang
tersebut di bawah ini :

a. Kegagalan Parenkim hati

b. Hipertensi porta

c. Asites.

e. Ensefalophati hepatik

TANDA DAN GEJALA

Gejala dari sirosis hepatis yaitu :

Merasa kemampuan jasmani menurun

Nausea, anorexia dan diikuti dengan penurunan berat badan

Sclera ikterik dan buang air kecil berwarna gelap (warna teh)

Ascites dan edema anasarka Perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis
melena)

Pada keadaan lanjut dapat dijumpai Hepatic Enchephalopathy

Pruritus

Tanda sirosis hepatis

edema

ikterus
koma

kerusakan hati

asites

kelainan darah (anemia penyakit kronik,hematom/mudah terjadi perdarahan)

Tanda Hipertensi portal (normal 5-10 mmHg)

varises oesophagus

splenomegali

gastropati

hipertensi porta

caput medusa

asites collateral

vein hemorrhoid/hematoschezia

Tanda Hiperestrogenemia

Hiperpigmentasi

Jerawat

Perubahan suara menjadi kecil

Ginekomastia

Spider naevi

Eritema palmar

Kerontokan bulu sekunder


Atrofi testis

Fetor hepatikum sebagai bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang
berat.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati.
Dengan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan
keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari
penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah
hanya penyakit sistemik yang disertai hepatomegali Tes fungsi hati meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gammaglutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,
dan waktu protrombin.

a. SGOT dan SGPT meningkat tetapi tak begitu tinggi.

b. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

c. GGT konsentrasinya tinggi pada penyaki hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin dapat normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada sirosis lanjut.

e. Albumin konsentrasinya menurun sesuai perburukan sirosis karena sintesisnya


terjadi di jaringan hati.

Waktu protrombin mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati, sehingga


pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan
asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi
anemia dengan trombositopenia ,lekopenia, dan neutropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.Pemeriksaan
alfafeto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Dari pemeriksaan USG pada sirosis lanjut dapat dinilai hati mengecil
dan nodular, permukaan ireguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati, juga
untuk melihat adanya asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Pemeriksaan
oesophagogram untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk
melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, CT scan, angiografi, dan
endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).

KOMPLIKASI

a. Edema dan ascites

Ketika sirosis hepatis menjadi semakin parah, ginjal langsung bekerja


menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan
ini disebut edema atau pittingedema. Edema seringkali memburuk pada akhir
hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam
sebagai suatu akibat dari kehilangan efek-efek daya berat ketika berbaring.
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan,
cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut
dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.

b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)


Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri- bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik,
dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau
menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka
dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak
bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh
karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous
bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu
komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP
tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam,
kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya
ascites.

c. Perdarahan dari Varises Esofagus (esophageal varices)

Pada sirosis hati, jaringan fibrosis menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal
(hipertensi portal).Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia
menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena vena dengan
tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling
umum yang dilalui darah untuk melewati hati adalah vena-vena yang melapisi
bagian bawah dari esophagus dan bagian atas dari lambung.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada esofagus yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal
varices dan gastric varices ; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varises-
varises dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varises-
varises ke dalam esophagus atau gaster.
Perdarahan dari varises-varises biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala gejala dari perdarahan varises-
varises termasuk hematemesis (muntahan dapat berupa darah merah
bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam
penampilannya, yang belakangan disebabkanoleh efek dari asam pada darah),
mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena),dan
orthostatic dizziness atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu
kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring).

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varises-varises yang terbentuk dimana


sajadidalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah
jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang dirawat
karena perdarahan yang secara aktif dari varises esophagus mempunyai suatu
risiko yang tinggimengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.

d. Hepatic encephalopathy

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan


penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam
usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri,
bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.
Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-
unsur ini, contohnya, ammonia,dapat mempunyai efek-efek beracun pada
otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena
portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi
(dihliangkan racunnya).

Saat terjadi sirosis, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena
rusak atau kehilangan hubungan normal dengan darah. Sebagai tambahan,
beberapa dari darah dalam vena portal memlewati hati melalui vena-vena lain.
Akibat dari kondisi ini, zat toksik tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati,
dan, sebagai gantinya, zat ini berakumulasi dalam darah.

Ketika zat toksik berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu,suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu
siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)
adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-
gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi
atau melakukan perhitungan-perhitungan,kehilangan memori, kebingungan,
atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

Zat toksik juga membuat otak pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-
obat yang dimetabolisme dan dieliminasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis
dari banyak obat-obat yang secara normal dieksresi oleh hati harus dikurangi
untuk mencegah suatu penambahan toksik pada sirosis, terutama obat-obat
penenang (sedatives) dan obat-obat tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin
digunakan yang tidak perlu dieliminasi oleh hati, contohnya, obat-obat yang
dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.

Kriteria ensefalopati hepatic menurut West Haven :

Stadium 1(prodromal = awal) terdapat gangguan stasus mental

Stadium 2 (Impending koma) gangguan mental semakin berat,


flapping tremor (tangan bergetar)

Stadium 3 (Stupor) bingung, gelisah, delirium (prekoma), flapping


tremor

Stadium 4(koma) pasien koma tidak sadarkan diri .

e. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat menyebabkan
hepatorenalsyndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi
dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakan fisik pada ginjal-ginjal.
Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal
syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal
untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-
jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari
ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi
hati membaik atau transplantasi hati dilakukan ke pasien dengan hepatorenal
syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyatakan
bahwa fungsi ginjal berkurang adalah akibat dari akumulasi zat toksik dalam
darah ketika terjadi kegagalan hati. Adadua tipe dari hepatorenal syndrome.
Satu tipe terjadi secara perlahan-lahan. Yangl ainnya terjadi secara cepat
melalui waktu dari satu atau dua minggu.

f. Hepatopulmonary syndrome

Jarang terjadi. Hanya terjadi ke beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang


berlanjut.Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentuyang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut
menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam
paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh
darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-
kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru
dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara
didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama
dengan pengerahan tenaga.
g. Hypersplenism Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan
(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk
pembekuan darah) yang lebih tua.Darah yang mengalir dari limpa bergabung
dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena
portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa.
Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpamembengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.Adakalanya,
limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.Ketika limpa
membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah
dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang.
Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi
ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah
(anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu
jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan
kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
trombositopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada
perdarahan yang diperpanjang (lama).

h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)Sirosis yang disebabkan oleh penyebab


apa saja meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular
carcinoma). Gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati
primer/utama adalah sakit perut dan pembengkakan perut,suatu hati yang
membesar, kehilangan berat badan, dan demam. Sebagai tambahan,kanker-
kanker hati dapat menghasilkan dan melepaskan sejumlah unsur-
unsur,termasuk yang dapat menyebabkan suatu peningkatan jumlah sel darah
merah( erythrocytosis ), gula darah yang rendah ( hypoglycemia ), dan
kalsium darah yangtinggi ( hypercalcemia ).
PENATALAKSANAAN

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

a. Simtomatis

b. Supportif

Istirahat yang cukup

Istirahat yang cukup : Diet rendah protein : diet hati III : protein 1g/BB, 55g
protein,2000 kalori. Bila ascites : diet rendah garam II : 600-800mg atau III :
1000-2000mg.Bila proses tidak aktif : diet tinggi kalori : 2000-3000 kalori
atau tinggi protein (80-125g/hari)

Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi


virus C dapat dicoba dengan interferon.Sekarang telah dikembangkan
perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum
pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti :

Kombinasi IFN dengan ribavirin :Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin


terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggudan RIB 1000-2000 mg
perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari
75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi IFN:Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan


dengan dosis yang lebihtinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4
minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48
minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

Terapi dosis IFN tiap hari :Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian IFN dengan dosis 3 jutaatau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
c. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti.

Ascites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

Istirahat

Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat
dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderitaharus dirawat.

Diuretik

Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet


rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,maka pilihan utama diuretic
adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.

Terapi lain

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan


konservatif.Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari,
dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l
cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan
masa rawat pasien.
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.
Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites,
sekitar 20% kasus.Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium
kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama
masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara blood borne dan 90%
Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan
mikroba ini berasal dari usus.Pengobatan SBP dengan memberikan
cefalosporin generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau
quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaxis
dapat diberikan norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3minggu.

Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang


berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan daninfeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Restriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi
juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus.

Kasus ini merupakan kasus emergensi dan penanganan awal adalah penting.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan
pasien stabil,dalam keadaan ini maka dilakukan :

Pasien diistirahatkan daan dipuasakan


Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse.

Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) Hal ini mempunyai banyak


sekalikegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling
dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,


VitaminK,Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin Disamping itu
diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya pemasangan ballon tamponade dan tindakan
skleroterapi/ ligasi atau Oesophageal Transection.

Ensefalopati Hepatik

Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati


menahun,mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah
sampai ke pre komadan koma Pada umumnya enselopati hepatik pada sirosis
hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan
gastro intestinal, obat-obat yanghepatotoksik. Prinsip diagnosis :

mengenali dan mengobati factor pencetus

intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amonia serta


toxin-toxinyang berasal dari usus dengan cara : diet rendah protein,
pemberian antibiotik (neomisin) dan pemberian lactulose/ lactikol.

Obat-obat yang memodifikasi balance neutronsmiter : secara langsung


(Bromocriptin,Flumazemil) dan secara tak langsung (Pemberian
AARS)
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000

2. Sutadi, Sri Mulyani, USU Digitalized library, Sirosis Hepatis dari Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara, 2003.

3. Gines, Pere, et al.Management of Cirrhosis and ascites. The New England


Journal of Medicine,2004;1647-1652.

4. . Gayatri, Anak Agung Ayu Yuli, et al.Peritonitis Bakterial Spontan pada


SirosisHati dan Hubungannya dengan Beber apa Faktor Resiko. Jurnal
Penyakit Dalam no. 2, 2006;halaman 84-90.

5. Sien, Oey Tjeng . Hematemesisdan Melena, 2008.

6. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.


Bandung ; 2002.

7. SutadI ,Sri Mulyani, dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara USU Di gitalized library,Sindrom Hepatorenal, 2003.

Вам также может понравиться