Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TA 2008
ABSTRAK
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tim Penyusun:
Peneliti Utama : Asmi Marintan Napitu, M.Si.
Peneliti : 1. Bambang Sukresno, M.Si.
2. Bayu Priyono, S.Si.
Narasumber : 1. Dr. Eng. Nining Sari Ningsih
2. Dr. Fadly Syamsudin
3. Ir. Kosasih Prijatna, MT.
Disetujui oleh:
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
1. PENDAHULUAN I-1
3. METODOLOGI III-1
7. LAMPIRAN VII
I PENDAHULUAN
1-1
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Keterbatasan sumber data tersebut diatas dapat diatasi dengan penggunaan
teknologi satelit. Teknologi satelit menghasilkan data dengan luasan observasi
sinoptik dan juga mengakomodir kebutuhan akan informasi yang berubah terhadap
waktu. Beragam parameter oseanografi yang diamati beragam satelit dimulai dari
era satelit Topex-Poseidon, Jason hingga QuickScat telah tersedia bagi kepentingan
penelitian umum, bahkan satelit Topex-Poseidon telah menunjukkan kegunaannya
bagi kepentingan ilmiah dan aplikasi operasional selama 13 tahun terakhir dengan
menghasilkan data yang elevasi muka air laut yang akurat.
Selain penggunaan data satelit, penggunaan model dalam mengatasi
keterbatasan sumber data yang disebabkan cakupan daerah dan kontinuitas juga
dilakukan dalam riset ini. Model perhitungan arus geostropik dari data anomali tinggi
muka laut yang diturunkan secara numerik dapat digunakan untuk melakukan
pendekatan dalam penentuan kondisi arus di perairan Indonesia.
Penekanan pada riset ini adalah pemanfaatan data yang dihasilkan oleh satelit
altimetri Topex-Poseidon melalui proses pengolahan data yang menyertakan
penggunaan konsep-konsep metoda analisis data oseanografi sehingga dihasilkan
informasi berupa tinggi dinamik elevasi muka air yang dapat dimanfaatkan guna
mengidentifikasi proses-proses laut yang terdapat di perairan Indonesia yang
khususnya dalam proses pembangkitan pergerakan massa air permukaan. Secara
garis besar, area kajian meliputi wilayah perairan Republik Indonesia. Kajian berupa
pemanfaatan data tinggi elevasi permukaan laut dilakukan untuk mendapatkan
anomali muka laut dan pemanfaatannya dalam analisis arus geostrofik.
1.1 TUJUAN
Kegiatan ini secara umum bertujuan untuk mengaplikasikan data satelit altimetri
guna menghasilkan database parameter-parameter dinamika laut secara spasial dan
temporal yang akan diaplikasikan sebagai parameter untuk penentuan potensi
perairan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut penelitian pemantauan anomali
tinggi muka air ini untuk tahun ini bertujuan khusus untuk
Mempersiapkan data atau mengolah data dari data awal menjadi data
altimetri yang sudah terkoreksi sehingga data tersebut sudah siap untuk
dianalisis lebih lanjut untuk penentuan parameter-parameter dinamika laut
1-2
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Menggunakan data anomali tinggi muka laut hasil olahan data altimetri untuk
memperoleh gambaran kondisi arus geostropik di perairan Indonesia dimana
arus ini merupakan komponen dari arus total.
1.3 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini ialah:
Metoda alternatif penentuan daerah penangkapan ikan dan potensi lainnya yang
didasarkan pada tinggi dinamik permukaan laut dan pergerakan massa air serta
interaksinya dengan mekanisme upwelling yang terinisiasi oleh transpor Ekman.
1.4 LUARAN
Luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah pola Sea level anomali di perairan
Indonesia dan arus geostropik yang ditimbulkannya, yang nantinya diharapkan dapat
dikorelasikan dengan proses-proses fisis laut tersebut dengan produktifitas perairan.
1-3
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
II TEORI DASAR
II-1
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
(KK.Geodesi, Pelatihan Satelit Altimetri Untuk Seacorm.2006)
Satelit altimetri melakukan pengamatan terhadap muka laut dengan cara mengukur
jarak satelit tersebut ke permukaan laut, jarak satelit ke bidang ellipsoid dan jarak
satelit ke pusat bumi. Altimeter mentransmisikan pulsa singkat radiasi gelombang
mikro dengan daya tertentu terhadap permukaan laut. Pulsa tersebut kemudian
berinteraksi dengan permukaan laut yang kasar dan sebagiannya lagi terpantul
kembali ke altimeter, secara umum prinsip pengukuran satelit altimetri dapat kita
lihat seperti pada gambar 2.1. Jarak R dari satelit ke mean sea level diperkirakan
dari waktu bolak-balik dengan rumus :
R R R j (2.1)
j
Dimana R = ct/2 yaitu jarak yang dihitung dengan mengabaikan refraksi yang
berdasarkan kecepatan cahaya c dan ,j = 1, adalah koreksi untuk berbagai
komponen refraksi atmosferik dan bias antara hamburan permukaan
elektromagnetik rerata dan mean sea level pada batas permukaan laut-udara.
II-2
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar 2.1 Prinsip dasar pengukuran satelit altimetri
(KK.Geodesi, Pelatihan Satelit Altimetri Untuk Seacorm.2006)
II-3
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Seharusnya posisi satelit dihitung dari pusat massa satelit, namun kenyataannya
pengukuran dihitung dari antena altimeter yang letaknya bukan di pusat massa
satelit. Perbedaan jarak antara pusat massa satelit dengan antena altimeter inilah
yang disebut sebagai bias antena.
c. Kesalahan titik nadir altimetri
Tinggi satelit seharusnya dihitung tegak lurus dari bidang ellipsoid, namun ternyata
proyeksi titik nadir satelit tidak tegak lurus dengan permukaan bumi, sehingga
mengakibatkan kesalahan pada perhitungan posisi satelit.
d. Kesalahan waktu
Kesalahan ini diakibatkan oleh adanya noise pada pengukur waktu.
3. Kesalahan lingkungan
Satelit mengorbit pada ketinggian antara 1100-1500 km. Kecepatan gerak pulsa
yang dipancarkan satelit dipengaruhi oleh keadaan lapisan atmosfer yang berada
dibawah lintasan orbit. Lapisan atmosfer yang paling berpengaruh terhadap
pergerakan pulsa adalah troposfer dan ionosfer karena komposisi lapisannya yang
unik. Troposfer mengandung kira-kira 80% massa total atmosfer dan memuat
seluruh uap air dan aerosol, sedangkan ionosfer merupakan lapisan yang banyak
mengandung elektron bebas. Kesalahan pengukuran akibat massa total, massa uap
air atmosfer dan jumlah elektron bebas disebut koreksi lingkungan. Selain faktor
lingkungan yang telah disebutkan diatas, bias elektromagnetik juga akan
mengakibatkan kesalahan pengukuran.
a. Troposfer
Lapisan troposfer merupakan lapisan atmosfer yang paling bawah. Pada lapisan
atmosfer ini pulsa mengalami perlambatan yang diakibatkan oleh kuantitas gas
kering dan uap air. Besarnya kesalahan akibat dua komponen udara ini berbeda.
Untuk gas kering kesalahan pengukuran cenderung konstan yaitu -2.3 cm,
sedangkan akibat uap air sangat bervariasi antara -6 m sampai -40 cm. Walaupun
sangat bervariasi namun efek ini dapat dihitung dan dimodelkan. Koreksi troposfer
kering dihitung dengan mengalikan tekanan udara permukaan dengan -2.27 mm/m,
namun karena satelit tidak mengukur tekana udara permukaan maka besaran ini
diambil dari asimilasi data cuaca yang kemudian dimodelkan. Kesalahan jarak satelit
akibat uap air didapat dengan menggabungkan hasil pengukuran masing-masing
kanal pada sensor TMR, yaitu kanal 21, 18, 37 GHz untuk uap air, kecepatan angin
dan pengaruh penutupan awan.
II-4
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
b. Ionosfer
Elektron bebas yang terdapat dalam lapisan ionosfer mempengaruhi perambatan
pulsa elektromagnetik. Besarnya kesalahan tergantung pada musim dan keberadaan
matahari. Pada musim panas dan malam hari jumlah elektron bebas lebih sedikit
dibandingkan pada saat musim dingin atau pada saat siang hari.
Efek elektron bebas terhadap pengukuran parameter jarak satelit dihitung oleh
sensor NRA. Sensor ini menggunakan dua frekuensi yaitu 13.6 GHz dan 5.3 GHz.
Dengan menggunakan frekuensi 13.6 GHz kesalahan jarak satelit sebesar 0.2 cm
sampai 20 cm. Karena nilai kesalahan pengukuran bersifat dispersif, maka
pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua frekuensi. Dengan menggunakan
dua frekuensi nilai kesalahan dapat diminimalkan dan lebih konstan yaitu 0.5 cm.
Berdasarkan pengukuran sensor DORIS kesalahan sekitar 2 cm. Perbedaan rata-rata
kesalahan antara TOPEX dan DORIS adalah sekitar 1 cm dengan RMS 2 cm.
c. Bias Elektromagnetik
Bias elektromagnetik terjadi karena adanya lembah dan puncak gelombang pada
permukaan air laut. Lembah gelombang cenderung lebih kuat memantulkan pulsa
elektromagnetik dibandingkan puncak gelombang, sehingga jarak altimeter
cenderung ke arah lembah, melebihi jarak yang seharusnya. Selain bias
elektromagnetik terdapat juga bias kemiringan yang diakibatkan oleh asumsi dari
algoritma model bahwa fungsi densitas dianggap simetri, sedangkan kenyataannya
terdapat kemiringan.
II-5
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Topografi muka air laut didefinisikan sebagai perbedaan vertikal antara permukaan
air laut dengan bidang geoid. Sedangkan geoid didefinisikan sebagai permukaan
ekuipotensial gravitasi yang digunakan sebagai referensi ketinggian, biasanya geoid
ini didekati dengan Mean Sea Level, yaitu rata-rata data tinggi muka air laut dari
pengamatan perubahan tinggi muka air laut selama periode tertentu.
Namun akibat pengaruh dinamika laut, faktor meteorologis dan faktor non pasut
lainnya, maka akan terjadi perbedaan antara muka laut rata-rata dengan Geoid.
Perbedaan tersebut dinamakan Sea Surface Topography. MSL bukan merupakan
permukaan ekuipotensial, seperti pada geoid hal ini antara lain sejalan dengan
pengaruh-pengaruh oseanografi seperti arus laut, pengaruh meteorologis seperti
temperatur, variasi tekanan atmosfer dan tekanan angin, serta jumlah air (water
budget) seperti evaporasi, aliran masukan dan keluaran dari sungai.
MSL yang diperoleh dari stasiun pengamatan pasang surut sudah dikenai beberapa
fenomena dinamis antara lain seperti pasang surut , interaksi laut atmosfer dan
perubahan densitas.
Sea Surface Topography atau biasa disebut dengan Topografi Muka Laut dapat dibagi
dua yaitu :
Topografi Muka Laut Dinamik, masih mengandung komponen waktu.
Topografi Muka Laut Stasioner, komponen yang dianggap tetap sepanjang
tahun akibat pengaruh pasang surut yang telah dihilangkan.
Dimana :
SSH = Sea Surface Height (Tinggi MSL dari elipsoida referensi)
SST = Topografi Muka Laut ( Tinggi MSL dari Geoid)
N = Undulasi Geoid (jarak antara MSL dari geoid)
Di bidang oseanografi data SST diperlukan untuk melihat slope permukaan air laut
sehingga dapat dilihat pergerakan arus yang timbul akibat slope tersebut. Selain itu
pengetahuan mengenai SST ini dapat digunakan untuk keperluan analisa dinamika
laut dalam kaitannya dengan faktor-faktor penyebab berubahnya MSL sehinga bisa
berbeda dengan Geoid. Karena akan dilihat perubahannya dari waktu ke waktu maka
II-6
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
yang berperan disini adalah data SST dinamik. SST yang merupakan perbedaan
antara MSL dan geoid disebut dengan SST altimetri/gravimetri. Sedangkan SST
disebut permanen atau SST statis jika MSL dan geoid diasumsikan konstan terhadap
waktu.
SLA didefinisikan sebagai tinggi permukaan laut di atas permukaan geofisik dikurangi
efek pasang surut dan inverse barometer (pengaruh tekanan atmosfer). Permukaan
geofisik dapat berupa geoid ataupun Mean Sea Surface (MSS). Efek pasut mencakup
SET (Solid Earth Tide), EOT (Earth Ocean Tide), PT (Pole Tide). EOT merupakan
penjumlahan pasut laut murni atau pure oceanic tide (yang mencakup pasut
setimbang dan tidak setimbang) dan pasut pembebanan (Benada, 1997).
Dalam interior laut di mana pengaruh antara gaya gesekan dapat diabaikan,
terdapat kesetimbangan antara gaya gradien tekanan dan gaya coriolis.
Kesetimbangan gaya-gaya ini menimbulkan arus yang kecepatannya konstan dan di
sebut arus geostropik.
Agen penggerak dari gaya ini adalah gaya gradien tekanan dimana gaya tekanan
horizontal menggerakkan arus dalam arah horizontal dan dalam gerakannya akan
mengalami pengaruh gaya coriolis yang timbul akibat rotasi bumi.
Kini akan kita tentukan besaran gaya gradient tekanan persatuan massa missal :
kita tinjau suatu laut yang homogen dimana permukaannya tidak datar tetapi
membentuk suatu slope tertentu,maka gradien tekanan antara A dan B adalah :
II-7
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
z
g. g.tan i
x x (2.3)
dp
g. tan i
dx (2.4)
Gaya gradien tekanan persatuan massa adalah
1 dp
g.tan i
dx (2.5)
Gaya tekanan horizontal ini akan menggerakkan arus secara horizontal dari tempat
bertekanan tinggi ke tekanan rendah.Gerak horizontal dari arus ini terjadi karena
komponen horizontal dari gaya gradient tekanan yang tidak diimbangi oleh gaya
gravitasi.
II-8
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gaya tekanan persatuan massa :
p 1 p 1
; ;
x x (2.6)
Dengan n adalah arah normal.
p
.sin i
Komponen horizontal : x
Dari gambar diatas terlihat bahwa komponen vertical dari gaya tekanan diimbangi
oleh gaya gravitasi yaitu :
(2.7)
p
.cos i g
x
II-9
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Maka komponen gaya tekanan horizontalnya menjadi g tan i
Gaya tekanan horizontal in harus sama dengan Gaya Coriolis dimana gaya
Fc 2 sin .V ; Fc V
Pada suatu saat tertentu magnitudo gaya Coriolis dapat mengimbangi tekanan
horizontal dan akibatnya terbentuklah arus geostropik yang bergerak dengan
kecepatan konstan (steady)
Persamaan Geostropik
u = v = w =0 (2.10)
atau
(2.11)
II-10
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
(2.12)
(2.13)
(2.14)
(2.15)
(2.16)
(2.17)
Jika laut dikatakan homogen dan gravitasi dan densitas adalah konstan,suku
pertama di sebelah kanan dari persamaan (2.16 dan 2.17) adalah nol dan gradien
II-11
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
tekanan horizontal dalam interior laut adalah sama dengan gradient pada
permukaan(Barotropik).Jika laut terdiri atas lapisan-lapisan maka gradient tekanan
horizontal mempunyai dua komponen yang merupakan gradient dari permukaan laut
dan tambahan oleh perbedaan densitas horizontal(Baroklinik).Suku pertama dari
persamaan 2.16 dan 2.17 disebut dengan kecepatan relative.Maka perhitungan
geostropik dari distribusi densitas memerlukan kecepatan (u0,v0) pada permukaan
laut atau pada kedalaman tertentu.
p g r (2.18)
geostropik di permukaan us , vs
g g
us ; vs
f y f x
dimana g adalah percepatan gravitasi, f adalah parameter Coriolis, dan adalah
tinggi muka laut terhadap level permukaan.
Topografi muka laut didefinisikan sebagai tinggi permukaan laut relatif terhadap
level permukaan (geoid) dan geoid didefinisikan bidang equipotensial yang berhimpit
dengan rata-rata permukaan laut bumi. Berdasar persamaan diatas komponen arus
geostropik permukaan berbanding lurus dengan gradien topografi yang nilainya
II-12
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
dapat ditentukan dari hasil pengukuran satelit altimetri jika bidang geoid telah
diketahui.
Gambar diatas merupakan bidang muka laut relatif terhadap geiod z x yang
membangkitkan arus geostropik permukaan vs (Ocean world, 2006).
Topografi membangkitkan proses gerakan di laut seperti pasang surut, arus, dan
perubahan tekanan barometrik yang menghasilkan efek barometer. Dikarenakan
topografi laut dapat membangkitkan proses dinamika maka topografi laut juga
dikenal dengan topografi dinamik. Besaran topografi adalah sekitar seratus kali
undulasi geoid. Hal ini berarti bentuk permukaan laut lebih dominan oleh variasi
gravitasi dan pengaruh arus lebih kecil. Nilai amplitudo topografi di laut berkisar 1
II-13
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
III METODOLOGI
Metodologi dari penelitian pemanfaatan data altimetri ini dimulai dari tahun pertama
dan tahun kedua secara umum dapat diuraikan sebagai berikut
Pengumpulan data primer (tinggi permukaan laut) dan data sekunder
(literatur, hasil riset lain dan data elevasi muka air laut insitu)
Pengolahan data primer yang meliputi :
o Melakukan koreksi - koreksi yang dibutuhkan oleh data primer seperti
koreksi atmosferik, koreksi posisi dan lain lain
o Sesudah diperoleh data yang terkoreksi kemudian data tersebut
dihilangkan noise karena seringkali data tersebut tercampur dengan
noise2 sehingga dapat mengganggu data sea level anomaly yang akan
dicari
o Data yang sudah bersih selanjutnya akan dirata-ratakan menurut
ruang dan waktu dengan menggunakan metode-metode interpolasi
o Analisis data dengan menggunakan Singular Spectrum, Fast Fourier
Transform dan metode-metode analisisa data lainnya untuk
memperoleh gambaran sea level anomali periran Indonesia.
Perhitungan arus geostrofik dengan menggunakan data altimetri
Mempersiapkan data yang dibutuhkan untuk melakukan simulasi numerik
III-1
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Pembuatan model arus geostropik dengan melalui pendekatan persamaan
hidrodinamika untuk perairan dangkal dan persamaan geostropik dengan
menggunakan penurunan secara numerik.
Melakukan verifikasi hasil simulasi model dengan data yang tersedia pada
waktu berikutnya.
Interpretasi,diskusi dan analisa hasil Pengolahan
Penyusunan hasil penelitian.
Alur pemrosesan satelit altimetri untuk tahun pertama dapat dilihat pada gambar
3.1.
RADS RADS
{KOREKSI) {KOREKSI)
REDUKSI NOISE
REDUKSI NOISE
RATA-RATA SSH
PERCYCLE UNTUK TIAP
VALIDASI BULAN VALIDASI
GABUNG DATA
PENYARINGAN SINYAL
ANAIISIS SPEKTRUM
SLA
III-2
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar 3.2 Perhitungan arus geostrofik
Untuk dapat melihat adanya fenomena sea level rise diperlukan suatu strategi
pengolahan data yang optimal. Dalam hal ini yang akan dilihat adalah variasi
temporal komponen statik kedudukan muka laut. Data altimetri yang digunakan
tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu komponen-komponen dinamiknya untuk
semua data.
Mengingat setiap individu data masih dipengaruhi oleh noise yang efeknya sulit
untuk dikurangi, dalam hal ini diambil rata-rata sea level anomaly pada daerah
kajian setiap cycle dengan mempertimbangkan karakteristik perairan di Indonesia.
Data yang digunakan merupakan data satelit altimetri Topex yang memiliki interval
data 10 hari selama 10 tahun. Dalam penelitian ini, untuk melihat adanya sea level
rise akan di estimasi velocity rates dari kenaikan muka laut melalui analisis trend
linier. Untuk mendapatkan estimasi velocity rates yang optimal, perlu dilakukan
penyaringan terhadap sinyal-sinyal yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu
analisis trend linier, misalnya sinyal-sinyal yang karakteristiknya tidak periodik atau
sinyal yang datang dari berbagai sumber kesalahan lainnya yang bersifat periodik.
Untuk melihat komponen sinyal-sinyal tersebut dapat dilihat dari analisis
periodogram.
III-3
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
3.1 Lokasi dan Waktu Pengamatan
Seperti yang telah dikemukakan dalam ruang lingkup kajian, pada penelitian ini akan
dilakukan kajian sea level changes yang bersifat lokal di Indonesia, oleh karena itu
data tersebut harus diseleksi untuk track-track yang melintasi daerah kajian yaitu di
seluruh periran Indonesia.
Data yang digunakan hanya data Topex yang aktif selama 10 tahun, dari cycle
001-364 (10 Agustus 1992 23 Juli 2002), Data Topex yang aktif adalah 90% dari
364 cycle saja karena 10 % lainnya merupakan data pengamatan Poseidon. Dengan
menggunakan koordinat batas daerah kajian sebagai kriteria seleksi, diperoleh
lintasan-lintasan naik (ascending tracks) dan lintasan turun (descending tracks)
Topex yang melintasi wilayah studi untuk tiap cycle-nya.
RADS (Radar Altimeter Database System) dikembangkan oleh Delft Institute for
Earth-Oriented Space Research dan NOAA Laboratory for Satellite Altimetry
merupakan sebuah sistem basis data yang menyediakan data satelit altimetri dari
berbagai misi satelit seperti GEOSAT, ERS-1, ERS-2, Topex/Poseidon, Jason 1 dan
sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk mencari dan memanipulasi data dari
berbagai misi satelit altimetri. [Scharroo, 2004].
Basis data tersebut terdiri dari meta file dan data file tiap satelit untuk tiap pass
(setengah dari revolusi pada saat awal dan akhir yang mendekati kutub). Lintasan
naik (ascending) diberi nomor ganjil dan lintasan turun (descending) diberi nomor
genap. Nomor pass naik secara teratur dan berulang di dalam cycle. File data berisi
data biner, sedangkan meta files menjelaskan isi dari data tersebut (misalnya tipe
data, satuan, sejarah data). Hanya terdapat satu meta file untuk tiap pass. Meta file
dan data file tergabung dalam satu direktori untuk tiap cycle, kemudian
dikelompokkan lagi menjadi satu direktori untuk tiap misi satelit altimetri. Contoh
meta file dan data file dapat dilihat pada lampiran A.
Muka laut aktual dipengaruhi oleh banyak faktor, untuk itu data satelit altimetri perlu
dikoreksi dengan pengaruh faktor-faktor tersebut yang dapat dikurangi efeknya.
Penerapan koreksi-koreksi tersebut dapat didasarkan pada penggunaan model-
III-4
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
model. Total faktor koreksi yang perlu diperhitungkan dalam mengoreksi data satelit
altimetri adalah [Scharroo, 2004] :
dimana :
= total koreksi
io
= koreksi efek ionosfer
tro( wet) = koreksi efek troposfir basah
tro(dry) = koreksi efek troposfer kering
ot = koreksi efek pasang surut laut
et = koreksi efek pasang surut bumi
et = koreksi efek pasang surut kutub
iB = koreksi efek inverse tekanan udara
L = koreksi efek ocean loading
SSB =koreksi gelombang permukaan
GH / MSS = reduksi tinggi geoid atau mean sea surface
Dalam RADS, informasi sea level anomaly (SLA) didapat dengan cara menerapkan
koreksi-koreksi pengukuran yang diperlihatkan pada persamaan (3.1)
SLA = H - - (3.2)
Pada pengolahan data ini, semua model yang digunakan merupakan model global,
Karena belum tersedianya model pasut lokal maka digunakan model pasut global
GOT00.2 dan FES2002. Model pasut dianggap memiliki nilai kesalahan yang lebih
besar dibandingkan dengan model lainnya yang memiliki magnitude yang relatif
kecil.
III-5
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Tabel 3.1. Pemberian koreksi untuk perhitungan SLA dari data satelit Topex dalam
RADS 2.0
Factor Strategi 1 Strategi 2
Orbit Corrections
Orbital altitude 1 JGM-3 gravity JGM-3 gravity
Orbital altitude rate 0
Altimeter range
corrected -1 for instrument effect for instrument effect
Geophysical
Corrections
Dry troposfer
correction -1 ECMWF model ECMWF model
Wet troposfer radiometer radiometer
correction -1 measurement measurement
Ionospheric
correctiom -1 smooth dual-freq value smooth dual-freq value
Tides corrections
Inverse barometer 1013.3 mbar - global 1013.3 mbar - global
correction -1 mean pressure mean pressure
Solid earth tide -1
Ocean tide -1 GOT00.2 model FES2002 model
Load tide -1 GOT00.2 model FES2002 model
Pole tide -1
Sea State Bias
Sea state bias -1 BM3/BM4 model BM3/BM4 model
Reference
Geoid or mass height -1 EGM 96 geoid height EGM 96 geoid height
Significant wave
height 0 Ku-band value Ku-band value
Backscatter
coefficient 0 Ku-band value Ku-band value
Wind speed 0 altimeter estimate altimeter estimate
III-6
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
3.4 Perataan dan Interpolasi
Pada studi ini data yang diperoleh dalam bentuk cycle atau siklus 10 harian,
sehingga dalam 1 bulan terdapat 3-4 cycle. Dalam plot tiap cycle terlihat bahwa
terdapat perbedaan posisi antara tiap cycle seperti terlihat pada gambar 3.2, untuk
itu perlu dilakukan perata-rataan untuk tiap bulannya sehingga didapatkan satu data
dan posisi yang pasti.
Perata-rataan data menjadi data bulanan juga bertujuan untuk mengurangi noise.
Cycle tersebut dirata-ratakan untuk mendapatkan anomali SST bulanan
Meskipun jarak antar titik sepanjang lintasan 7 km namun tetap ada kekosongan
data setelah dilakukan perata-rataan, untuk mengisi kekosongan data tersebut maka
perlu dilakukan interpolasi terhadap data track satelit tersebut. Interpolasi yang
dipilih adalah interpolasi cubic spline.
Prinsip dasar interpolasi cubic spline. Untuk mencocokkan suatu kurva terhadap
data-data pengamatan, biasanya dipakai polinomial. Interpolasi polinomial derajat
tinggi biasanya akan beosilasi dan tidak stabil, sebaliknya polinomial sepotong-
sepotong derajat rendah memberikan hasil lebih baik untuk pencocokan data.
Metode yang paling mudah adalah menghubungkan seluruh titik dengan garis lurus,
yang disebut interpolasi linier bertahap (spline linier). Namun akibatnya kemiringan
III-7
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
kurva berubah secara drasti dan menjadi tidak handal. Oleh karena itu sebagai
alternatif yang lebih baik adalah interpolasi metode cubic spline karena metode ini
menggunakan polinomial sepotong-sepotong yang menghasilkan pencocokan data
yang baik (Matlab helpdesk, 1999)
Selanjutnya data yang telah diratakan selama perbulan dan diinterpolasi kemudian di
gridkan sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses griding, dilakukan interpolasi IDW
(Inverse Distance Weighted). IDW adalah metode interpolasi yang dapat digunakan
untuk menginterpolasi suatu nilai secara spasial dari nilai sekitarnya dengan
melakukan pembebanan, ilustrasinya dapat kita lihat pada gambar 3.3 berikut ini.
f (Qi )
dik
f (P) i 1
n
i 1
1
d ik
(3.3)
atau
f (Qi )
dik
f (P) i 1
n (3.4)
i 1
1
d i
k
III-8
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Dengan contoh model pembobotan :
i d i k k 1,2,3,......
di2
i exp 2 c konstanta
c
Dimana :
f = Pembobotan nilai
Dengan IDW, semakin dekat sebuah titik dengan titik yang akan diestimasi nilainya,
semakin besar pengaruhnya (semakin berat) dalam proses perataan tersebut.
Metode ini mengasumsikan pengaruhnya semakin mengecil jika jaraknya semakin
bertambah dari titik yang akan diestimasi. Dengan IDW jika menggunakan metode
pembobotan :
d2
i exp i2 c konstanta (3.5)
c
Maka kekuatan dari bobot ini akan bertambah pada nilainya, berdasarkan pada
jaraknya. Pangkat 2 dari nilai bobot ini adalah yang biasanya dipakai. Jika
memberikan harga yang lebih tinggi, bobot lebih tinggi akan diberikan pada titik
yang lebih dekat sehingga outputnya akan lebih mendetail. Namun dengan
memberikan bobot yang rendah maka pengaruh terhadap titik yang jauh juga
diberikan sehingga hasilnya akan menjadi lebih halus (smooth). Hasil yang lebih
halus atau tidaknya juga dapat ditentukan dari mengatur radius pencarian dari titik-
titik disekitarnya.
Untuk melihat adanya noise dan gangguan sinyal lain yang tidak diinginkan terdapat
pada data altimetri diperlukan strategi pengolahan data yang hasilnya dapat
memberikan informasi yang kita inginkan. Analisis deret waktu ini bertujuan untuk
menentukan trend kenaikan muka laut. Agar didapatkan hasil yang akurat dalam
menentukan trend tersebut, terlebih dahulu harus dihilangkan signal-signal yang
III-9
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
akan mempengaruhi trend linier yaitu efek-efek kesalahan yang terdapat pada data
altimetri tersebut. Metoda yang digunakan adalah Fast Fourier Transform. Teknik
Fast Fourier Transform digunakan untuk mengekstrak komponen-komponen data
pada domain spektral atau frekuensi, dimana pada domain spasial komponen-
komponen tersebut tidak dapat terlihat secara eksplisit. Melalui periodogram dapat
dilihat komponen frekuensi data dengan amplitudonya.
III-10
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
3.6 PENENTUAN ARUS GEOSTROPIK PERMUKAAN DARI TOPOGRAFI MUKA
LAUT.
Dimana g adalah gaya gravitasi,f adalah parameter coriolis dan adalah tinggi dari
permukaan laut dibawah suatu level permukaan.
III-11
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar Gradien permukaan laut relative terhadap geoid ( )sangat terkait
dengan arus geostropik permukaan.Kemiringan 1 m per 100 km merupakan ciri
daerah dengan arus yang kuat
Persamaan kontinuitas:
h (uh) ( vh)
+ + = 0 (3.6)
t x y
2
u u u sx - bx
u 2u
+u +v = fv - g + + A +
(3.7)
t x y x h h 2
x
2
y
- 2
v v v sy by v 2 v
+u +v = - fu - g + + A +
(3.8)
t x y y h h 2
x
2
y
dimana:
III-12
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
v adalah kecepatan arus dalam arah y yang dirata-ratakan terhadap kedalaman
h
1
(m/det); v = v dz
hh
0
sx dan sy adalah stress permukaan masing-masing untuk arah x dan arah y (N/m2 )
bx dan by adalah stress dasar masing-masing untuk arah x dan arah y (N/m2 )
Persamaan (3.6) dan (3.7) diatas menyatakan percepatan arus dalam arah x dan y
yang dipengaruhi oleh gesekan angin dan gesekan dasar. Suku pertama di sebelah
kiri tanda sama dengan menyatakan perubahan lokal kecepatan terhadap waktu.
Dua suku berikutnya menyatakan perubahan kecepatan arus terhadap ruang, yaitu
dalam arah x dan y (suku adveksi). Sedangkan suku-suku di sebelah kanan tanda
sama dengan dari kiri ke kanan berturut-turut menyatakan pengaruh rotasi bumi
(percepatan Coriolis), gradien elevasi horisontal, efek gesekan permukaan dan dasar
serta suku difusi horisontal.
Koefisien viskositas Eddy horizontal (Ah) menyatakan tingkat turbulensi badan air.
Penentuan nilai dari koefisien ini disesuaikan dengan ukuran grid dan model dan
kedalaman batimetri daerah model.
III-13
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
bergantung pada posisi lintang (latitude). Efek gravitasi dilaut dikontrol oleh adanya
perbedaan ketinggian muka laut dan densitas massa air yang dipengaruhi oleh
temperatur dan salinitas air laut. Namun demikian dalam perhitungan arus
geostropik pada penelitian ini temperatur dan salinitas diasumsikan homogen
sehingga variasi gravitasi yang membangkitkan arus geostropik hanya dipengaruhi
oleh perbedaan tinggi muka laut (SSH).
Dengan asumsi tersebut diatas persamaan (3.7) dan (3.8) akan berubah menjadi
seperti pada dibawah ini:
2
u u u
u 2u
+u +v = fv - g + A +
(3.9)
h 2 2
t x y x x y
2
v v v
v 2v
+u +v = - fu - g + A +
(3.10)
h 2 2
t x y y x y
Untuk memenuhi kondisi yang disyaratkan pada arus geostropik dimana gaya yang
berpengaruh pada sistem gerak air laut adalah perbedaan potensial gravitasi dan
gaya Coriolis maka gerak fluida pada persamaan (3.9) dan (3.10) diatas harus pada
kondisi tunak (steady state). Pada hidrodinamika kondisi tunak adalah kondisi
dimana tidak ada perubahan nilai kecepatan arus, baik terhadap ruang maupun
terhadap waktu. Pada kondisi ini kecepatan arus relatif konstan dan homogen serta
tidak ada komponen turbulen sehingga beberapa suku dalam persamaan (3.9) dan
(3.10) diatas dapat diabaikan karena nilainya yang kecil. Suku-suku yang dapat
diabaikan adalah sebagai berikut:
u v
0
t t
u u v v
0
x y x y
III-14
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
- Faktor turbulen:
2 2
u 2u v 2v
2 +
= 2 + 0
x 2
y x 2
y
Dengan memasukkan persamaan kondisi tunak tersebut maka persamaan (3.9) dan
(3.10) akan menjadi persamaan berikut:
fv = g (3.11)
x
fu = - g (3.12)
y
Persamaan (3.11) dan (3.12) diatas identik dengan persamaan (2.12) dengan
asumsi parameter tekanan dalam persamaan (2.12) hanya merupakan fungsi dari
elevasi. Dalam persamaan hidrostatik tekanan merupakan fungsi dari elevasi, massa
jenis dan gravitasi. Namun dalam penurunannya untuk persamaan geostropik massa
jenis dan gravitasi diasumsikan homogen terhadap ruang, sehingga persamaan
(2.12) akan menjadi sebagai berikut:
p 1 p 1 .g . 1 .g .
fv fv g
x x x x x
p 1 p 1 .g. 1 .g .
fu fu g
y y y y y
Pelaksanaan simulasi numerik dalam riset ini menggunakan coding dari Princeton
Ocean Model (POM) yang telah dimodifikasi. Untuk memecahkan persamaan (3.6),
(3.7), dan (3.8) diatas digunakan persamaan beda hingga eksplisit yang
diperlihatkan pada gambar staggered grid berikut:
III-15
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
vvii,j
,j
i, j
ui-1,j
u i 1, j + uui ,i,jj y
hi , j
vv ii,j-1
, j 1
v Ah
2 y x 2
u Ah
2 x y 2
dimana
n
v
1 n
4
v i , j 1 v in1, j 1 v in1, j v in, j
n
u
1 n
4
u i 1, j u in, j u in, j 1 u in1, j 1
III-16
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
hx
1 n
2
hi 1, j hin, j
hy
1 n
2
hi , j 1 hin, j
u in, j hi 1, j hi , j u in1, j hi , j hi 1, j
x
in, j 1 in, j 0.5t (3.15)
v in, j hi , j 1 hi , j v in, j 1 hi , j hi , j 1
y
s
t (3.16)
2ghmax
III-17
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
3.7.4 Syarat Awal dan Syarat Batas
u v 0 (3.17)
Sedangkan beberapa syarat batas yang digunakan untuk simulasi meliputi syarat
batas terbuka dan syarat batas tertutup.
Pada syarat terbuka di laut diberikan nilai elevasi yang nilainya merupakan nilai Sea
Surface Height (SSH) yang diperoleh dari hasil pengolahan data satelit altimetri.
Selama simulasi nilai SSH dibuat tetap dan di running sampai tercapai kondisi tunak.
Jumlah dan lebar grid dalam pelaksanaan simulasi numerik untuk perhitungan arus
geostropik adalah sama dengan jumlah dan lebar grid data SSH hasil pengolahan,
oleh karena itu dalam pelaksanaan simulasi tidak diperlukan interpolasi secara ruang
untuk menentukan nilai SSH sebagai syarat batas elevasi. Nilai SSH sebagai syarat
batas juga dibuat konstan terhadap waktu sehingga tidak dilakukan interpolasi
terhadap waktu untuk menentukan SSH sebagai syarat batas.
Pada daerah model geostropik perairan Indonesia terdapat empat sisi batas terbuka,
yaitu sisi sebelah barat, utara, timur dan selatan. Di batas terbuka utara dan
selatan, syarat batas kecepatan u dan v yang digunakan adalah sebagai berikut:
III-18
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
sementara di batas terbuka sebelah timur dan barat syarat batas kecepatan u dan
v yang digunakan adalah sebagai berikut:
u u
- kecepatan arah x ( u ) : c 0 , dimana c gh
t y
- kecepatan arah y ( v ) : v (imax,j) = v (imax-1,j)
Pada batas tertutup di sepanjang garis pantai digunakan syarat batas dinding atau
syarat batas semi slip. Kecepatan tegak lurus (arah normal) bidang batas sama
dengan nol, sedangkan kecepatan singgung (arah tangensial) terhadap bidang batas
dihitung. Secara matematis pernyataan tersebut dapat dituliskan sbb :
v
0 (3.18)
n
dimana v menunjukkan vektor kecepatan dan n adalah arah tegak lurus (normal)
terhadap bidang batas.
III-19
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
IV KEMAJUAN PEKERJAAN
Aplikasi yang telah dilakukan terhadap data altimetri dan hasil olahannya antara lain adalah
untuk monitoring kondisi iklim untuk perairan Indonesia dan sekitarnya.
Salah satu aplikasi dari data satelit altimetri adalah untuk pengamatan atau monitoring
iklim. Aplikasi ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti untuk mengamati iklim global.
Pada studi ini hal yang sama juga dimulai dilakukan untuk wilayah Indonesia. Dengan
memanfaatkan sea level anomaly maka dapat dilihat variabilitas iklim yang terjadi di
perairan Indonesia. Pada monitoring awal ini diteliti penggunaan data sea level anomaly
untuk mengamati kejadian elnino, la nina dan juga fenomena Indian Ocean Dipole (IOD).
Pengamatan dilakukan secara serial terhadap variabiliatas sea level anomaly di Indonesia
secara terus menerus mulai dari tahun 1998 sampe dengan tahun 2002. Variabilitas ini
selanjutnya dikorelasikan dengan indeks Osilasi selatan di wilayah Nino 3 dan 4 untuk
melihat keterkaitan fenomena El Nino dan variabiltas sea level anomaly yang ada di
Indonesia.
Dari Gambar diatas kita dapat melihat variabilitas dari sea level dalam kondisi normal.
Kondisi normal ini dapat di lihat dari indeks osilasi selatan yang diperlihatkan pada grafik
diatas, dimana nilainya tidaklah ekstrim. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa sea level bervariasi
untuk seluruh Indonesia. Sea level variasi ini juga berkaitan dengan suhu permukaan laut di
Indonesia, variasi muka laut juga menunjukan variasi temperatur di wilayah perairan
Indonesia.
Gambar 4.2 Kondisi sea level anomaly ketika terjadi El nino kuat
Kondisi El Nino adalah kondisi yang terjadi di wilayah perairan Pasifik, karena sebagian
wilayah perairan Indonesia juga terletak di Pasifik sehingga, kita juga mengalami fenomena
ini. Kondisi El nino biasanya ditandai dengan indeks osilasi selatan di wilayah nino 3 dan 4
yang tinggi seperti terlihat pada gambar 4.2, di Indonesia sendiri fenomena ini terekam dari
data sea level anomaly, dimana muka laut lebih rendah dari keadaan normalnya. Pada saat
yang bersamaan ketika indeks osilasi selatan di wilayah nino 3 dan 4 menunjukan nilai yang
ekstrim, di Indonesia, sea level anomaly lebih rendah dibandingkan keadaan normal.
Fenomena iklim ini sangat penting untuk informasi terutama untuk para nelayan, karena
pada kondisi ini biasanya menimbulkan adanya kejadian upwelling yang mengindikasikan
tingginya produktifitas perikanan.
Gambar 4.3 Kondisi sea level anomaly ketika terjadi La Nina kuat
Kebalikan dari kondisi el Nino adalah kondisi La Nina seperti terlihat pada gambar 4.3
diatas. Ketika indeks osilasi selatan di wilayah nino 3 dan 4 menunjukan nilai yang rendah
berkebalikan dengan nilai pada saat kondisi el Nino, terlihat sea level anomaly di Indonesia
jauh lebih tinggi daripada kondisi normal.
Posisi Indonesia yang terletak diantara dua samudera yatu samudera pasifik dan samudera
hindia mengakibatkan indonesia dipengaruhi oleh perilaku kedua samudera tersebut.
Seperti halnya kejadian El nino dan La Nina di samudera pasifik, samudera hindia juga
mempunyai fenomena yang hampir sama, yang dikenal dengan kejadian Indian ocean
Dipolle. Fenomena ini diamati di bagian barat wilayah sumatera seperti terlihat pada
gambar 5.4 di bawah ini. Sama dengan kejadian El Nino, untuk kejadian IOD+ sea level
anomaly menunjukan nilai yang cukup rendah. Fenomena ini juga amat sangat perlu
diamati karena dapat dihubungkan dengan produktifitas perikanan.
Kondisi IOD hampir mirip dengan kondisi La Nina, ditandai dengan meninggkatnya sea
level diatas rata-rata kondisi normal seperti terlihat pada gambar 4.5 diatas.
Selain untuk pengamatan iklim, data altimetri juga dapat dipergunakan untuk studi
dinamika perairan Indonesia, seperti sirkulasi arus terutama arus geostrofik, mengetahui
potensi perikanan dari arus eddy dan lain-lain. Meskipun informasi yang diperoleh tidak
detail mengingat resolusi data altimetri kecil tetapi data ini cukup untuk mengetahui pola
umum dinamika perairan Indonesia. Pada Gambar 4.6 terlihat ada eddy yang merupakan
indikasi awal untuk studi potensi perikanan.
Arus Geostrofik juga sangat dimungkinkan diperoleh dari data altimetri ini. Pada penelitian
ini, dicoba untuk melakukan studi penggunaan data altimetri untuk menghasilkan arus
geostrofik seperti terlihat pada gambar 4.7 di bawah ini. Studi arus geostrofik juga sangat
penting untuk mendukung studi potensi perikanan di Indonesia.
Perhitungan arus geostropik dari data altimetri yang telah melalui beberapa tahapan koreksi
dilakukan dengan menggunakan persamaan hidrodinamika.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pendidikan/ Jabatan
Disiplin
No. Nama Lengkap Jab. dalam Unit Kerja
ilmu
Fungisional penelitian
Disamping para calon peneliti dari BROK dan nara sumber, penelitian ini juga
melibatkan mahasiswa tugas akhir yaitu:
1. Sonny Nadar
2. Alfino Riadi
Mahasiswa tersebut membantu untuk pengolahan data. Disamping hal tersebut
sebagian dari tema pada penelitian ini juga merupakan tema pada penelitian untuk
kedua mahasiswa tersebut.Dengan penelitian ini kedua mahasiswa tersebut juga
dapat terbantu sehingga sudah lulus untuk program S1 pada bulan Januari 2009.
Kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan dalam jangka waktu 10 bulan yang
dimulai pada bulan Maret sampai dengan Desember Tahun anggaran 2008. Detail
pelaksanaan pekerjaan dapat di lihat pada Tabel 5.2 berikut ini:
Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Perencanaan dan
koordinasi
2. Studi Literatur
3 Pertemuan Teknis
4. Validasi data Altimetri
untuk perairan
Indonesia
5 Penyusunan Algoritma
untuk penghitungan
arus geostrophik di
wilayah non equator
6 Persiapan input untuk
Model numerik arus
geostrophik
7 Setting Model Numerik
Arus geostrophik
8 Simulasi Model
Numerik Arus
geostrophik
Ayoub, N., P.-Y. Le Traon, et al. (1998). "A description of the Mediterranean surface
variable circulation from combined ERS-1 and TOPEX/POSEIDON altimetric data." J.
Mar. Sys. 18: 3-40
Basith, A., (2001), Model Pemrosesan Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon untuk
Analisis Harmonik Pasang Surut, Thesis Magister, Program Studi Oseanografi dan
Sains Atmosfer, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.
Cazenave, Anny (2001), Satellite Altimetry & Earth Sciences, A Handbook Of Techniques
and Applications, Academic Press USA.
Cazenave, A., Dominh, Gennero and Ferret (1998) Global Mean Sea Level Changes
Observed by Topex-Poseidon and ERS-1, LEGOS-GRGS/CNES, 18 Av. Edouard
Belin, 31401 Toulouse Cedex 4, France.
1
Khafid, dkk (2000), Penentuan Permukaan Air Laut dengan Pemanfaatan Data Satelit
Altimetri dan Data Pasang Surut, Bidang Pemetaan Dasar Kelautan, Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Bogor, Indonesia.
Koblinsky, CJ., P. Gaspar, and G. Lagerloef (1992): The Future of Spaceborne Altimetry
Oceans and Climate Change. Joint Oceanographic Institution Incorporated,
Washington DC.
Moody, T.B., and Nerem,R.S. (1996), Radar Altimetry, Aerospace Engineering, The
University of Texas at Austin.
Scharroo, Remko (2004), RADS v2.2: User Manual and Format Specification. Delft
Institute for Earth- Oriented Space Research, Delft University of Technology.,
Netherlands.
Wisse, E., Naeije, M.C., Scharo, R., Smith, A.J.E., Vossepoel, F.C., Wakker, K.F (1995)
Processing of ERS-1 and TOPEX/POSEIDON altimeter Measurements, Faculty of
Aerospace Engineering, Section Space Research & Technology, Delf University of
Technology.
2
LAMPIRAN
Gambar L1.1 Sea Level Anomaly CYCLE195
29 Des 97-8 Jan 98
VII-1
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.3 Sea Level Anomaly CYCLE198
28 Jan 98-7 Feb 98
VII-2
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.5 Sea Level Anomaly
CYCLE200
17 Feb 98-27 Feb 98
VII-3
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.7 Sea Level Anomaly CYCLE202
9 Mar 98-19 Mar 98
VII-4
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.9 Sea Level Anomaly
CYCLE204
29 Mar 98-7 Apr 98
VII-5
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.11 Sea Level Anomaly CYCLE206
17 Apr 98-27 Apr 98
VII-7
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.15 Sea Level Anomaly CYCLE 211
6 June 98 16 June 98
VII-8
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L1.17 Sea Level Anomaly CYCLE213
26 June 98 6 Juli 98
VII-9
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.19 Sea Level Anomaly CYCLE215
16 Juli 98 25 Juli 98
VII-10
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.21 Sea Level Anomaly CYCLE218
14 Aug 98 24 Aug 98
VII-11
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.23 Sea Level Anomaly CYCLE220
3 Sep 98 13 Sep 98
VII-12
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.25 Sea Level Anomaly CYCLE222
23 Sep 98 3 Oct 98
VII-15
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.31 Sea Level Anomaly CYCLE229
1 Dec 98 -11 Dec 98
VII-16
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.33 Sea Level Anomaly CYCLE231
21 Dec 98 -31 Dec 98
VII-17
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.35 Sea Level Anomaly CYCLE 269
3 Jan-12 Jan 2000
VII-18
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.37 Sea Level Anomaly CYCLE 271
22jan-1 Feb 2000
VII-19
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.39 Sea Level Anomaly CYCLE 273
11 Feb-21 Feb 2000
VII-21
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.43 Sea Level Anomaly CYCLE 277
21Maret 31 Maret 2000
VII-24
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.49 Sea Level Anomaly CYCLE 284
30 May-9 Juni 2000
VII-26
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.53 Sea Level Anomaly CYCLE
288 9 Juli -18 Juli 2000
VII-27
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.55 Sea Level Anomaly CYCLE 29
17 Aug 17 Aug 2000
VII-29
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.59 Sea Level Anomaly CYCLE 295
16 Sep - 26 Sep 2000
VII-30
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.61 Sea Level Anomaly CYCLE 297
6 Oct - 16 Oct 2000
VII-32
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.65 Sea Level Anomaly CYCLE 302
25 Nov 4 Dec 2000
VII-33
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L.67 Sea Level Anomaly CYCLE 304
14Dec 2000 - 24Dec 2000
VII-34
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
1998
Gambar L2.91 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 196
Gambar L2.92 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 198
VII-35
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.93 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 199
Gambar L2.94 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 200
VII-36
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.95 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 201
Gambar L2.96 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 202
VII-37
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.97 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 203
Gambar L2.98 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 204
VII-38
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.99 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 205
Gambar L2.200 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 206
VII-39
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.201 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 207
Gambar L2.202 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 208
VII-40
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.203 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 210
Gambar L2.204 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 211
VII-41
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.205 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 212
Gambar L2.206 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 213
VII-42
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.207 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 215
Gambar L2.208 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 217
VII-43
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.209 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 218
Gambar L2.210 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 219
VII-44
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.211 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 220
Gambar L2.212 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 221
VII-45
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.213 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 222
Gambar L2.214 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 223
VII-46
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.215 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 225
Gambar L2.216 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 226
VII-47
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.217 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 227
Gambar L2.218 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 228
VII-48
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.219 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 229
Gambar L2.220 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 230
VII-49
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source
Gambar L2.221 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 231
Gambar L2.222 Pola Sea Level Anomali Wilayah Perairan Indonesia Cycle 232
VII-50
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber
May be cited with reference to the source