Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hernia Ventral
2.1.1 Definisi

Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati


dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut. Hernia
umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkarserasi. Hernia
merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan (fascia dan muskuloaponeurotik) yang menberi jalan
keluar pada alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas 3 hal : cincin, kantong dan isi hernia.1

Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian
anterolateral. Hernia ventral terdiri dari hernia epigastrik, hernia umbilikal, hernia para
umbilikal, dan hernia insisional. Hernia insisional adalah hernia yang paling sering
diantara hernia-hernia tersebut.6

2.1.2 Klasifikasi

a. Hernia secara umum

1. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu
lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus retrosaekalis
atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis usus.
Hernia yang terjadi di dalam tubuh pasien sehingga tidak dapat dilihat
dengan mata. Contohnya hernia diafragmatika, hernia obturatoria dan
hernia winslowi.1

2. Hernia eksterna yakni hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut,
pinggang atau peritoneum. Hernia ini dapat dilihat oleh mata disebabkan
benjolan hernia menonjol keluar secara lengkap. Misalnya hernia
inguinalis, hernia femoralis, hernia epigastrium, hernia umbilikus dan
hernia lumbalis.

b. Hernia berdasarkan terjadinya

1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah ada
semenjak pertama kali lahir.

2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak lahir,
tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang setelah lahir.

c. Hernia menurut sifatnya

1. Hernia reponibel

ila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengejan
dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri.

2. Hernia irreponibel

Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia


sehingga isi tidak dapat dimasukkan lagi. Pada keadaan ini belum ada
gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering adalah omentum,
karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih
besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan
irreponible dibandingkan usus halus. Kadang juga disebabkan oleh
perlekatan isi kantong di perineum kantong hernia yang disebut hernia
akreta. Tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan akibat perlekatan.

3. Hernia incarserata

Bila isi hernia semakin banyak yang masuk akan terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong hernia terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga
perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase. Secara klinis, hernia
incarserata merupakan hernia irreponible dengan gangguan pasase. Pada
keadaan ini akan timbul gejala ileus antara lain perut kembung, muntah dan
obstipasi.

4. Hernia strangulata

Hernia ini terjadi gangguan vaskularisasi, sebenarnya gangguan


vaskularisasi sudah mulai terjadi saat jepitan dimulai dengan berbagai
tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis. Disebut hernia
ritcherbila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus. Pada keadaan
ini nyeri timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi warna
merah dan pasien menjadi gelisah.

d. Hernia menurut letaknya

1. Obturatorius

Hernia melalui foramen obturatoria.Hernia ini berlangsung 4 tahap.Tahap


pertama mula mula tonjolan lemak retroperitoneal masuk kedalam canalis
obturatoria.Tahap kedua disusul oleh tonjolan peritoneum parietal.Tahap
ketiga, kantong hernianya mungkin diisi oleh lekuk usus.Dan tahap
keempat mengalami incarserata parsial, sering secara Ritcher atau total.

3. Epigastrika

Hernia ini juga disebut hernia linea alba di mana hernia keluar melalui defek
dilinea alba antara umbilikus dan processus xiphoideus. Penderita sering
mengeluh kurang enak pada perut dan mual, mirip keluhan kelainan
kandung empedu, tukak peptik atau hernia hiatus esophagus.

4. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian
anterolateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan
penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang baru maupun yang
lama. Faktor predisposisinya ialah infeksi luka operasi, teknik penutupan
luka operasi yang kurang baik, jenis insisi, obesitas dan peninggian tekanan
intra abdomen.
5. Lumbalis

Didaerah lumbal antara iga XII dan crista illiaca, ada dua buah trigonum
yaitu trigonum costolumbalis superior (Grijnfelt) berbentuk segitiga
terbalik dan trigonum costolumbalis inferior atau trigonum illiolumbalis
(petit) yang berbentuk segitiga.Pada pemeriksaan fisik tampak dan teraba
benjolan dipinggang tepi bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi
cranial dipanggul dorsal.

6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui fascia Spieghel.

7. Perienalis, erupakan tonjolan hernia pada peritoneum melalui defek dasar


panggul yang dapat secara primer pada perempuan multipara atau sekunder
setelah operasi melalui perineum seperti prostatektomi atau reseksi rectum
secara abdominoperienal.

8. Diafragma

9. Inguinalis

10. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada
satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior
sehingga berbentuk seperti celana.

11. Umbilikal, merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen.
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya
tertutup peritoneum dan kulit

12. Femoralis, merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul terutama pada
waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen seperti
mengangkat barang atau ketika batuk. Hernia femoralis adalah hernia yang
berjalan melalui canalis femoralis yang berada di bawah ligamentum
inguinale. Pintu masuknya adalah annulus femoralis dan keluar melalui fossa
ovalis dilipatan paha. Batas batas annulus femoralis antara lain ligamentum
inguinale (tempat vena saphena magna bermuara di dalam vena femoralis)
di anterior, medial ligamentum lacunare gimbernati, posterior ramus
superior ossis pubic dan m. pecnitus beserta fascia, lateral m.illiopsoas dan
v.femoralis beserta fascia locus minoris resistantnya fascia transversa yang
menutupi annulus femoralis yang disebut septum cloquetti serta -
caudodorsal oleh pinggir os. pubic dari ligamen iliopectineale (ligamentum
couper)

13. Hernia scrotalis

Merupakan lanjutan dari hernia inguinalis lateralis bila hernia ini masuk ke
dalam scrotum. Isi dari hernia ini bisa berupa omentum atau usus. Bila isinya
omentum maka pada perabaan konsistensi kenyal lembut seperti adonan dan
bila hernia ini reponible, maka mula-mula mudah dimasukkan kemudian
sulit karena biasanya ada perlengketan dengan kantong hernia. Bila isi hernia
adalah usus maka akan memberikan bunyi seperti bising usus di mana hernia
ini mula-mula akan sulit dimasukkan lalu lebih mudah dan disertai bunyi
gelembung udara. Gejala dari hernia scrotalis antara lain timbul benjolan
atau massa yang semakin membesar pada posisi berdiri dan akan mengecil
pada posisi tidur. Pada anak kecil sering menangis, mengejan, batuk dan
buang air kecil tidak lancar. Pada usia lanjut bisa disebabkan pekerjaan dan
aktivitas, penyakit kronis, BPH dan sering partus.

2.1.3 Etiologi

Penyebab terjadinya hernia ada dua yaitu :

a. Kongenital

Terjadi sejak lahir.

b. Didapat (acquired)

Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan adanya tekanan
intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya batuk
kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur
uretra), ascites dan sebagainya.

c. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.

d. Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau
penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

e. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan
lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.

f. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang
berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-
otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya
prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

2.1.4 Patofisiologi

Yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal yaitu


mengangkat beban berat,kehamilan,kegemukan atau batuk kronis.Adanya
peningkatan tekanan intra abdominal dapat menimbulkan defek dinding otot
abdominal. Defek ini terjadi karena adanya kelemahan jaringan atau ruang luas
pada ligamen inguinal karena adanya defek dinding otot abdomen
menyebabkan lubang embrional serta cincin hernia tidak menutup atau melebar
dimana dalam keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk.Karena adanya
pelebaran lubang embrional atau cincin hernia menyebakan penonjolan isi
perut atau usus dari rongga yang normal.

Hernia ventralis terjadi karena kulit telah menjadi lemah atau titpis sehingga
jaringan perut atau bagian dari usus dapat mendorong melalui daerah melemah
ini menyebabkan rasa sakit, hernia ventralis adalah nama umum untuk semua
hernia di dinding perut bagian anterolateral seperti hernia sikatriks. Hernia
sikatriks merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang
baru maupun lama. Faktor predisposisi yang berpengaruh dalam terjadinya
hernia sikatriks ialah infeksi luka operasi, dehisensi luka, tekhnik penutupan
luka operasi yang kurang baik, jenis insisi,obesitas,peninggian teekanan
intrabdomen seperti asites,distensi usus pascabedah, atau batuk-batuk karena
komplikasi paru. Faktor resiko lain diantaranya kehamilan, obesitas, riwayat
hernia sebelumnya, luka pada daerah usus, riwayat keluarga hernia,
mengangkat atau mendorong benda berat.

Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan


seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air
besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah
otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja
akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal
yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada
sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil
pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia.Karena organ-organ selalu
saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang
sangat parah.Sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam
perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka
berbahaya dan gangguan menyebabkan ganggren.

2.1.5 Manifestasi Klinis


1. Adanya benjolan di bagian abdomen

2. Nyeri bila benjolan ditekan

3. Nyeri membesar atau timbul bila waktu diteksi atau miksi, batuk dan
mengendor.

4. Adanya mual, muntah dan otot perut kembung.

2.1.6 Komplikasi

1. Terjadi perlengketan pada isi hernia dengan dinding kantong hernia tidak dapat
dimasukkan lagi

2. Terjadi penekanan pada dinding hernia akibat makin banyaknya usus yang
rusak

3. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinue menyebabkan
daerah benjolan merah.

4. Orang dewasa dengan hernia lebih mungkin mengalami obstruksi usus.


Pembedahan darurat biasanya diperlukan untuk mengatasi komplikasi ini.
Selalu ada kemungkinan bahwa hernia bisa kembali, namun untuk pasien yang
sehat, risiko nya untuk hernia rekuren sangat rendah.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Herniografi, teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam


kavum peritoneal dan dilakukan

2. X-ray,sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia


kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan
adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin.

3. USG Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,
misalnya pada Spigelian hernia.
4. CT dan MRI, berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya
: hernia obturator)

5. Laparaskopi, Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat


laparaskopi untuk nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.

6. Lab darah : hematology rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit darah.

7. Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, flouroskopi.

8. Data laboratorium, meliputi:

Darah

Leukosit 10.000 18.000/mm3

Serum elektrolit meningkat

2.1.8 Penatalaksanaan

Hernia pada orang dewasa pembedahan sangat dianjurkan untuk menghindari


kemungkinan komplikasi terutama jika hernia umbilikalis menjadi lebih besar
dan terasa sakit.

Jenis pembedahan tergantung pada ukuran hernia dan lokasinya serta jika
termasuk hernia berulang (kambuh).Pembedahan hanya satu-satunya
pengobatan untuk memperbaiki hernia.Pembedahan dapat dilakukan dengan
teknik pembedahan perbaikan terbuka dan Laparoskopi.Perbaikan dapat
dilakukan dengan menggunakan jahitan saja atau dengan menambahkan
jaringan.

1. Perbaikan terbuka pada hernia (Herniotomi)

Membuat sayatan pada lokasi hernia dan jaringan yang menggelembung di


dorong kembali dengan lembut kedalam perut.Jahitan dan penambahan
jaringan (Mesh) digunakan untuk menutup otot.
2. Perbaikan dengan jahitan: Kantong hernia dibuang. Kemudian jaringan
disepanjang tepi otot di jahit bersama-sama. Umbilikus kemudian diperbaiki
kembali ke otot. Prosedur ini sering digunakan untuk kecacatan yang kecil.

3. Perbaikan dengan penambahan jaringan (Mesh): Kantong hernia dibuang.


Penambahan jaringan diletakkan pada lokasi hernia. Mesh dipasang
menggunakan jahitan yang lebih kuat pada jaringan disekitar hernia. Mesh
memanjang 3-4 cm di luar tepi hernia. Umbilikus diperbaiki kembali ke otot.
Mesh sering digunakan untuk perbaikan hernia yang besar dan juga mengurangi
risiko bahwa hernia akan kembali lagi.
4. Perbaikan hernia dengan Laparoskopi (Herniorafi)

Akan dibuat beberapa tusukan atau sayatan kecil pada perut. Ports atau Trocar
(tabung berongga) akan dimasukkan kedalam tusukan/sayatan. Alat-alat bedah
dan kamera yang menyala diletakkan pada Port. Perut akan mengembang oleh
karena gas karbondioksida yang memudahkan dokter bedah untuk melihat letak
hernia. Mesh dapat dijahit atau menggunakan staples pada otot sekitar hernia.
Bekas Port dapat ditutup dengan jahitan, stapler atau lem bedah.
2.2 General Anestesia (Anestetik Umum)

General anestesi merupakan teknik yang paling banyak dilakukan pada


berbagai macam prosedur pembedahan. Teknik ini menghilangkan kesadaran yang
bersifat pulih kembali (reversible) dan meniadakan nyeri secara sentral. Trias anestesia
terdiri dari anestesia, hipnotik dan relaksasi. Tahap awal dari anestesi umum adalah
induksi. Induksi anestesi merupakan peralihan dari keadaan sadar dengan refleks
perlindungan masih utuh sampai hilangnya kesadaran (ditandai dengan hilangnya
refleks bulu mata) akibat pemberian obat-obat anestesi. Perhatian utama pada anestesi
umum adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya
adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat
dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat memberikan level anestesi yang adekuat
untuk pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi
hemodinamik.

2.2.1 Jenis Anestesi Umum11

Anestetik umum dikelompokkan berdasarkan bentuk fisiknya, tetapi


pembagian ini tidak sejalan dengan penggunaan klinik yang pada dasarnya kini
dibedakan atas 2 cara, yaitu secara inhalasi dan intravena.

Cara penggunaannya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus


memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesia, yaitu
efek hipnotik, analgesia, dan efek relaksasi otot.

1. Anestesia Inhalasi

Anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik adalah N2O,
Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Cefofluran. Eliminasi sebagian
besar gas anestetik dikeluarkan oleh badan lewat paru, sebagian lagi
dimetabolisme di hepar dan sisa metabolism yang larut dalam air
dikeluarkan melalui ginjal.

Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:


Konsentrasi inspirasi

Ventilasi alveolar

Koefisien darah atau gas

Curah jantung atau aliran darah paru

Hubungan ventilasi perfusi

2. Anestesia Intravena

Anestesia intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk


rumatan anesthesia, tambahan pada anesthesia regional atau untuk
membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamine dan
propofol. Untuk anesthesia intravena total biasanya menggunakan
propofol.

2.2.2 Stadium Anestesi Umum11

Guedel (1920) membagi anesthesia umum dalam 4 stadium, sedangkan stadium


ke-3 dibedakan lagi atas 4 tingkat.

Stadium I (Analgesia) : mulai induksi sampai pasien mulai tidak sadar.

Stadium II (Delirium/Eksitasi) : mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur


otomatis. Pada stadium ini pasien batuk, mual-muntah, henti napas.

Stadium III (Pembedahan) : Mulai napas otomatis sampai mulai napas


berhenti

Plana 1 : Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti


Plana 2 : Mulai gerak bola mata berhenti sampai napas torakal lemah
Plana 3 : Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal berhenti
Plana 4 : Mulai napas torakal berhenti sampai napas diafragma berhenti
Stadium IV (Depresi Medulla Oblongata/Intoksikasi) : Mulai paralisis
diafragma sampai henti jantung atau meninggal.

2.2.3 Klasifikasi Status Klinik11

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat perkiraan risiko anestesi, karena dampak samping anesthesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.


Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga
aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Pada pasien bedah
cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

2.2.4 Premedikasi11,12

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia
diantaranya: 13

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancar induksi anesthesia

3. Mengurangi sekresi kelejar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestesi

5. Mengurangi mual muntah pasca bedah


6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

8. Mengurangi reflex yang membahayakan

Obat-obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah:13

1. Obat golongan antikolinergik10

Adalah obat-obatan yang bekerja menghambat/menekan aktivitas


kolinergik atau parasimpatis.

Tujuan utama pemberian antikolinergik untuk premedikasi adalah:

a) Mengurangi sekresi kelenjar: saliva, saluran cerna dan saluran


napas.

b) Mencegah spasme laring dan bronkus.

c) Mencegah bradikardi

d) Mengurangi motilitas usus

e) Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat napas

Obat golongan antikolinergik dalam praktik anestesia adalah preparat


ALKALOID BELLADONA, yang turunannya adalah:

(1) Sulfas atropin

(2) Skopolamin

Mekanisme Kerja. Menghambat kerja asetil kolin pada organ yang


diinervasi oleh serabut saraf otonom parasimpatis atau serabut saraf yang
mempunyai neurotransmitter asetil kolin. Alkaloid belladona
menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh
asetilkolin pada sel efektor organ terutama pada kelenjar eksokrin, otot
polos dan otot jantung. Khasiat sulfas atropin lebih dominan pada otot
jantung, usus, dan bronkus, sedangkan skopolamin lebih dominan pada
iris, korpus siliare dan kelenjar.

Cara pemberian dan dosis

(1) intramuskular, dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum


induksi

(2) intravena, dengan dosis 0,005 mg/kgBB, diberikan 5-10 menit


sebelum induksi.

2. Obat golongan Sedatif/Transkuilizer10

Adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan menimbulkan rasa


kantuk.

Tujuan pemberian obat ini adalah untuk memberikan rasa nyaman bagi
pasien prabedah, bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien
menjadi tidak peduli dengan lingkungannya.

Untuk keperluan ini, golongan obat sedatif/transkuilizer yang sering


digunakan adalah:

(1) Derivat Fenotiazin, contohnya Prometazin dosis 0,5 mg/kgBB


diberikan IV 5-10 menit sebelum induksi.

(2) Derivat Benzodiazepin, contohnya Diazepam dan Midazolam dosis


indusi 0,2-0,6 mg/kgBB IV.

(3) Derivat Butirofenon, contohnya Dehidrobenzperidol (DHBP) dosis


0,1 mg/kgBB IM.

(4) Derivat Barbiturat, contohnya Pentobarbital dan Sekobarbital dosis 2


mg/kgBB IM atau peroral.

(5) Preparat Antihistamin, derivat difenhidramin.

3. Obat golongan Analgetik Narkotik atau Opioid


Berdasarkan struktur kimia, analgetik narkotik atau opioid, dibedakan
menjadi 3 kelompok:

(1) Alkaloid opium (natural): morfin dan kodein

(2) Derivat semisintetik: diasetilmorfin (heroin), hidromorfin,


oksimorfon, hidrokodon dan oksikodon.

(3) Derivat sintetik

Fenilpiperidin : petidin, fentanil, sulfentanil dan alfentanil

Benzmorfans : Pentazosin, fenazosin dan siklazosin

Morfinans : Lavorvanol

Propionanilides : Metadon

Tramadol

Penggunaan Klinik. Morfin mempunyai kekuatan 10 kali dibandingkan


dengan petidin, ini berarti bahwa dosis morfin sepersepuluh dari petidin,
sedangkan fentanil 100 kali dari petidin.

Analgetik narkotik digunakan sebagai:

(1) Premedikasi : petidin diberikan IM 1 mg/kgBB atau IV 0,5


mg/kgBB

(2) Analgetik untuk pasien yang menderita nyeri akut/kronis, diberikan


sistemik atau regional intratekal/epidural.

(3) Suplemen sedasi dan analgetik di Unit Terapi Intensif

2.2.5 Induksi Anestesia11,12

Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Induksi anesthesia dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular,
atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan
dengan pemeliharaan anesthesia sampai pembedahan selesai. Sebelum
memulai induksi anesthesia selayaknya disiapkan peralatan obat-obatan yang
diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan
lebih cepat dan lebih baik.

1. Induksi Intravena11,12

Induksi intravena paling banyak dikerjakan karena cepat dan sudah


terpasang jalur vena. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan
hati-hati, perlahan-lahan, lebih dan terkendali. Obat induksi bolus
disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi
anesthesia pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah darus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan dengan pasien yang
kooperatif.

a) Propofol (Recofol, Diprivan) 12 Merupakan derivat fenol dengan


nama kimia di-iso profil fenol yang banyak dipakai sebagai obat
anestesia intravena. Pertama kali digunakan tahun 1977 sebagai obat
induksi.

Sifat fisik dan kimia serta kemasan. Berupa cairan berwarna putih
seperti susu, tidak larut dalam air dan bersifat asam. Dikemas dalam
bentuk ampul, berisi 20 ml ampul, yang mengandung 10 mg/dl.

Efek farmakologi.

Susunan saraf pusat. Mula kerjanya cepat, penurunan segera terjadi


setelah pemberian obat ini secara intravena. Pada pemberian dosis
induksi (2 mg/kgBB), pemulihan kesadaran berlangsung cepat, pasien
akan bangun setelah 4-5 menit tanpa disertai efek samping seperti
misalnya mual muntah, sakit kepala dan lain-lainnya.
Khasiat farmakologisnya adalah hipotonik murni tidak mempunyai
efek analgetik maupun relaksasi otot. Walaupun penurunan tonus otot
rangka, hal ini disebabkan karena efek sentralnya.

Terhadap sistem respirasi. Menimbulkan depresi respirasi yang


beratnya sesuai dengan dosis yang diberikan. Pada beberapa pasien,
bisa disertai dengan henti napas sesaat. Dibandingkan dengan
tiopenton, kejadian henti napas sesaat. Dibandingkan dengan
tiopenton, kejadian henti napas sesaat. Dibandingkan dengan
tiopenton, kejadian henti napas lebih sering terjadi pada pemberian
diprivan ini.

Terhadap sistem kardiovaskuler. Depresi pada sistem


kardiovaskuler yang ditimbulkan sesuai dengan dosis yang diberikan.
Tekanan darah turun yang segera diikuti dengan kompensasi
peningkatan denyut nadi.

Penggunaan Klinik dan Dosis. 12

1. Induksi anestesia, dosisnya 2,0 2,5 mg/kgBB. Pada lansia


dan bayi dosis ini harus disesuaikan.

2. Suplemen anestesia umum dan anestesia regional

3. Anestesia tunggal pada prosedur singkat, misal: reposisi

4. Sedasi di Unit Terapi Intensif

12
b) Fentanil Merupakan obat narkotik yang paling banyak digunakan
dalam praktek anestesiologi. Mempunyaki potensi 1000 kali lebih
kuat dibanding petidin dan 50-100 kali lebih kuat dari morfin. Mulai
kerjanya cepat dan masa kerjanya pendek. Pada awalnya digunakan
sebagai obat anelgesia nerolept yang dikombinasikan dengan
droperidol yang dikenal dengan nama inovar.
Efek Farmakologi

Terhadap susunan saraf pusat. Seperti halnya preparat opioid yang


lain, fentanil bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat sehingga
menurunkan kesadaran pasien. Pada dosis lazim, kesadaran pasien
menurun dan khasiat analgetiknya sangat kuat. Pada dosis tinggi akan
terjadi depresi pusat napas dan kesadaran pasien menurun sampai
koma.

Terhadap sistem respirasi. Menimbulkan depresi pusat napas. Pada


dosis 1-2 ug/kgBB, menimbulkan depresi frekuensi napas sedangkan
dosis di atas 3 ug/kgBB, menimbulkan depresi frekuensi dan volume
napas.

Terhadap sistem kardiovaskuler. Sistem kardiovaskuler sendiri


tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah.

Penggunaan klinik dan dosis. Digunakan sebagai:

Komponen analgesia pada anestesia umum balans

Komponen analgesi pada analgesia nerolept

Induksi anesthesia, Dosis.

- Untuk analgesia, 1-2 ug/kgBB, diberikan


intramuskular

- Untuk induksi anestesia, 100-200 ug/kgBB intravena

- Untuk suplemen analgesia: 1-2ug/kg BB

c) Thiopental (Tiopenton, Pentotal)12 diberikan secara intravena dengan


kepekatan 2,5% dan dosis diantara 3-7 mg/kgBB.
d) Ketamin (Ketalar) Hidroklorida12 Adalah golongan fenil
sikloheksilamin, merupakan rapid acting non barbiturat general
anesthetic yang populer disebut sebagai Ketalar sebagai nama
dagang oleh Domino - Carsen tahun 1960, yang digunakan sebagai
obat anestesi umum.

Sifat Fisik. Merupakan larutan tidak berwarna, bersifat agak asam dan
sensitif terhadap cahaya dan udara. Karena sangat sensitif terhadap
cahaya, obat ini disimpan dalam botol (vial) coklat.

Kemasan. Dikemas dalam vial (botol) berwarna coklat agar terhindar


dari pengaruh sinar matahari langsung. Terdapat tiga kemasan vial
dengan konsentrasi 100 ml/ml, 50 mg/ml dan 25 mg/ml yang masing-
masing kemasan vial berisi 10 ml.

Efek farmakologi.

Susunan saraf pusat. Mempunyai efek analgesia sangat kuat, akan


tetapi efek hipotoniknya kurang dan disertai dengan efek disosiasi,
artinya pasien mengalami perubahan persepsi terhadap rangsang dan
lingkungannya. Pada dosis lebih besar, efek hipnotiknya lebih
sempurna.

Apabila diberikan intravena makan dalam waktu 30 detik pasien akan


mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada
mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu
kadag-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan
mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara
intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit.

Ini sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode


pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak
meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial.
Terhadap sistem kardiovaskular. Ketamin adalah obat anestesia
yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan
darah dan denyut jantung. Peningkatan tekanan darah disebabkan oleh
karena efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer.

Terhadap sistem respirasi. Pada dosis biasa, tidak mempunyai


pengaruh terhadap sistem respirasi. Bisa menimbulkan dilatasi
bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat
pilihan pada pasien asma.

Dosis dan Cara Pemberian.

Untuk Induksi. Diberikan intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca


anesthesia dengan ketamine sering menimbulkan halusinasi, karena
itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedatifa seperti midazolam
(dormikum). Ketamine tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan
darah tinggi (tekanan darah > 160 mmHg).

Untuk Pemeliharaan. Diberikan intravena intermiten atau tetes


kontinyu. Pemberian secara intermiten diulang setiap 10-15 menit
dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.
Sedangkan pemberian secara infus tetes kontinyu hanya dilakukan
pada pembedahan tertentu saja.

Efek samping.

1. Pada susunan saraf pusat, akibat efek disosiasinya


menimbulkan halusinasi, mimpi buruk dan kadang-kadang
terjadi gaduh gelisah dan banjir kata-kata.

2. Pada respirasi, sering timbul spasme laring akibat rangsangan


pada jalan napas atas.

3. Pada kardiovaskuler, terjadi hipertensi dan takikardi.


4. Pada endokrin, terjadi peningkatan kadar gula darah.

5. Pada otot rangka terjadi rigiditas.

6. Meningkatkan konsumsi oksigen jaringan.

7. Meningkatkan jumlah perdarahan pada luka operasi.

Kontraindikasi penggunaan ketamin adalah:

1. Tekanan intrakranial meningkat, misalnya pada trauma


kepala, tumor otak dan operasi-operasi intrakranial.

2. Tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit


glaukoma dan pada operasi intraokuler.

3. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif


terhadap obat-obatan simpatomimetik, seperti: hipertensi,
tirotoksikosis, DM, PJK dan lain-lain.

Вам также может понравиться