Вы находитесь на странице: 1из 30

LAPORAN KASUS

HIDRONEFROSIS

PEMBIMBING

dr. Nunu Heryana E, Sp.Rad

OLEH

Ebbel Tantian I

Fuad Filardhi Nugroho

Sus Retha M

STASE RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR
1
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas


terselesaikannya Laporan kasus yang berjudul Hidronefrosis .

Laporan kasus ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus


memenuhi tugas kepaniteraan klinik Stase Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Banjar . Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Nunu Heryana E, Sp. Rad sebagai pembimbing.

2. Orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan penyusun.

3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun
laporan kasus yang lebih baik di masa yang akan datang.

Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Februari 2015

Penyusun

2
KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. Oom
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karanganyar, Banjarsari, Ciamis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No Kamar : Mawar

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Os MRS dengan keluhan Nyeri di pinggang kanan sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri di pinggang kanan terasa seperti ada yang
mengganjal sejak 2 minggu ini. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, terasa panas pada
pinggang kanan dan tidak menjalar. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul
biasanya saat bangun tidur atau bila berdiri lama. Nyeri semakin parah jika digunakan
untuk tidur terlentang. Nyeri agak berkurang bila digunakan untuk membungkuk atau
tidur tengkurap. Bila nyeri timbul, pasien masih dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya hanya tidak bisa maksimal. BAB pasien lancar, BAK lancar namun pasien
terkadang BAK berwarna kekeruhan dan terlihat lebih kuning dari biasanya BAK
keluar darah (-), BAK berwarna seperti teh (-), mual (-), muntah (-), demam (+) sejak 1
minggu yang lalu, demam hilang timbul muncul terutama malam hari dan membaik
pada pagi hari namun masih dirasakan masih demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os menyangkal memiliki keluhan yang sama sebelumnya, DM -, Peny. Jantung -,
Hipertensi -, Asma -
Riwayat Penyakit Keluarga
Os menyangkal keluarga memiliki keluhan yang sama seperti Os, DM -, Peny.
Jantung -, Hipertensi -, Asma -
Riwayat Alergi
Os menyangkal memiliki alergi makanan, obat-obatan, atau zat tertentu
Riwayat Pengobatan
Os telah mengkonsumsi obat obatan penurun panas pada keluhan saat ini
Riwayat psikososial
Os mengaku jarang minum air putih, gemar meminum teh botol

B. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Tampak Sakit Sedang

3
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 92x/menit kuat angkat, reguler
Pernapasan : 20 x/menit teratur, torakoabdominal
Suhu : 37,70C axilla
BB : 50 kg
TB : 150 cm
Status gizi : BB/TB = 50/1,5 = 22,2 (normal)
Kulit : kuning langsat

Status generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemi -/-, Sclera ikterik -/-, Reflex pupil +/+ , pupil
bulat, isokor
Hidung :konka dbn/dbn, Deviasi septum -/-, Secret -/-, Epistaksis -/-, massa -/-
Mulut : Sianosis (-), Bibir agak kering, Faring hiperemis (-),tonsil T1/T1,
coated tongue -
Telinga : normotia, aurikula dbn/dbn, CAE dbn/dbn, MT intak/intak, Cone
light +/+
Leher : Pembesaran KGB (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax : Normochest, jaringan parut (-), simetris


Pulmo : Inspeksi simetris, penggunaan otot bantu napas (-/-),
retraksi dinding dada (-/-), bagian dada yang
tertinggal (-/-)
Palpasi nyeri tekan -/-, massa -/-,krepitasi -/-, vocal fremitus
sama kedua lapang paru
Perkusi sonor pada kedua lapang paru, batas paru
hepar setinggi ICS V dextra
Auskultasi vesicular +/+, wheezing -/-, ronki -/-

Cor : Inspeksi ictus cordis tidak terlihat


Palpasi ictus cordis teraba di ICS V ke arah lateral
Linea midclavicularis sinistra
Perkusi batas jantung kanan pada ICS III linea
parasternalis dextra
batas jantung kiri atas pada ICS IV linea
parasternalis sinistra
batas kiri bawah pada ICS V , line midclavicula sinistra
Auskultasi S1 S2 normal, reguler
gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi Datar , jaringan parut (-), distensi (-)
Palpasi Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
dalam (-), Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae ,
tepi tumpul, permukaan rata, kosistensi kenyal, nyeri

4
tekan (-)Lien tidak teraba,nyeri tekan perut kanan atas,
nyeri ketok (+/-), balotement (+/-)

Perkusi timpani (+), shifting dullnes (-)

Auskultasi bising usus normal

Ekstremitas atas : akral hangat, edema -/- , CRT < 2 detik, ptekie -/-

Ekstremitas bawah: akral hangat, edema -/- , CRT < 2 detik, ptekie -/-

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi
Hematologi Rutin
Hemboglobin : 13,9 g/dl (10 18)
Leukosit : 12,8 ribu/uL (4-11 ribu)
Hematokrit : 44,9 % (30-55)
Trombosit : 582.000 uL (150-450)
Eritrosit : 5,86 10^6/uL (4,76-6,95)
Kreatinin : 0,85 (0,8-1,5)
Ureum : 23,5 (10-50)

Urin Rutin
o Eritrosit Banyak 0-3
o Leukosit 8-10 0-5
o Urobilinogen +/normal 0,1-1
o Berat Jenis normal
o pH 6 4,6-8
o sel epitel banyak 5-15
o kejernihan keruh jernih
o warna kuning
o bakteri -
o bilirubin -
o keton -
o lain-lain -
o nitrat -
o reduksi -
o protein +1 negatif
o Kristal -
o Silinder -

5
Pemeriksaan USG

USG Whole Abdomen


Ginjal : Besar dan kontur kedua ginjal normal, gema parenkhim agak kasar,
pelviokalises kanan melebar, batu (-)
Kantung Kemih : Besar, normal, dinding tidak menebal, massa atau batu (-)
Uterus : besar normal, posisi antefleksi, gema parenkhim homogen, massa (-)
Adneksa : kiri dan kanan normal
Mc Burney : tidak tampak bayangan tubular hiperechoiq, target sign maupun koleksi
cairan

Kesan Hidronefrosis dextra grade I-II e.c ?

D. DIAGNOSIS
Hydronefrosis dextra
Pielonefritis dextra

E. TERAPI

6
- Pengobatan dosis tunggal

pefloksasin 800 mg sekali sehari, siprofloksasin 500 mg sekali sehari, kotrimiksazol 3


tablet forte sekali sehari, fosfomisin-trometamol 3 gr skali sehari

- Pengobatan 3 hari

lomefloksasin per oral 400 mg per hari selama 3 hari.

- Pengobatan 5 hari

asam nalidiksat, asam pipemidat, asam aksolinat, flumekuin, enoksasin, amoksilin +


asam klavulanat, sefalosporin oral, nitrofurantoin, trimethoprim

IVFD RL 500cc/6jam

Paracetamol tab 3x500mg

Ketorolac tab 3x 1 amp

TINJAUAN PUSKTAKA

1. Hidronefrosis dan Hidroureter


a. Definisi
b. Etiologi

7
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Diagnosis
f. Penatalaksanaan
g. Komplikasi
h. Prognosis
i. DD
2. Batu
a. Teori pembentukan batu
b. Klasifikasi
c. Kandungan batu (radiolusen dan radioopaq)
3. Pielonefritis
a. Pielonefritis Akut
b. Pielonefritis Kronik

Anatomi dan Fisiolofi Traktus Urinarius

Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses


patologi perti obstruksi, radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga
abdomen, tetapi gejala dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneum
parietal belakang. Gejala dan tanda jarang disertai tanda rangsang peritoneum.

Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end
artery) sehingga penyumbatan pada arteri atau pada cabangnya mengakibatkan infark
ginjal

8
Kedua ginjal masing-masing mempunyai panjang sekitar 11 cm dan berat 130-
150 gram. Dua pertiga bagian dalam ginjal merupakan pyramid, papilla atau ujung
piramid menonjol ke dalam kaliks dan pelvis. Bagian luar dari piramid adalah korteks.
Sama dengan pelvis, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat
menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri hebat. Ureter menembus dinding
muskuler vesica urinaria ke uretra.

Lumen ureter ukurannya bervariasi dan terus menerus mengalami peristaltik.


Terdapat daerah konstriksi normal tertentu pada tiga lokasi :

1. ureteropelvical junction
2. ureter bersimpangan dengan arteri iliaca eksterna atau arteri iliaca komunis
3. ureterovesical junction

Vesica urinaria mempunyai kapasitas yang bervariasi, rata-rata setengah liter.


Dari bagian terbawah vesica urinaria terdapat saluran fibromuskuler yaitu uretra, yang
menghantarkan urin ke luar tubuh. Uretra pria panjangnya kurang lebih 20 cm,
sedangkan wanita kurang lebih 4 cm. Pengaturan air kemih dilakukan oleh otot sadar
yaitu m. sfinger uretra.

9
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kurang lebih 2.400.000 nefron dan tiap
nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari (1)
glomerulus, dimana cairan difiltrasikan, (2) tubulus, tempat cairan yang difiltrasikan
tersebut diubah menjadi urin dalam perjalananya menuju ke pelvis ginjal.

Filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan hidrostastik arteri dikurangi tekanan


osmotic koloid dan tahanan simpai Bowman. Seluruh volume darah difiltrasi dalam
setengah jam di ginjal. Plasma darah dikurangi protein difiltrasi di ginjal. Reabsorbsi
air, nutrien, dan elektrolit baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus sebanyak 99 %
volume filtrasi. Disamping itu terdapat sekresi tubulus untuk mempertahankan
imbang elektrolit. Gangguan sekresi tubulus pada gangguan kronik faal ginjal dapat
menyebabkan asidosis.

Pengisian ureter merupakan proses pasif. Peristaltik pelvis ginjal dan ureter
meneruskan urin dari ureter ke vesica urinaria, mengatasi tahanan pada hubungan
ureter-vesica urinaria, sehingga mencegah refluks. Hubungan ureter-vesica urinaria
membentuk mekanisme katub muskuler sehingga makin terisi vesica urinaria, katub
ureter-vesica makin tertutup. Sewaktu miksi, katub tertutup rapat karena tambahan
kontraksi otot dinding trigonum.

10
Keadaan patologis traktus urinarius disebabkan oleh kelainan bawaan, cedera,
infeksi, batu dan tumor. Keadaan tersebut sering menyebabkan bendungan karena
hambatan pengeluaran urin. Infeksi, trauma dan tumor dapat menyebabkan
penyempitan atau striktura uretra sehingga terjadi bendungan dan stasis yang
memudahkan infeksi. Lingkungan stasis dan infeksi memungkinkan terbentuk batu
yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena bersifat
sebagai benda asing.

(Basmajian J.V., Slonecker C.E. Grant metode anatomi. Harjasudarma M. (editor).


Edisi 11. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 57-9.
Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997;
995-7.
Guyton A.C. fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Edisi 3. Jakarta: EGC,
1995;227-8).

1. Hidronefrosis dan Hidroureter


a. Definisi
Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibatadanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin
mengalir balik sehinggatekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare,
2002).

Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung


kemih dapatmengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks
ginjal dan ureter yang dapatmengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim
ginjal (Sylvia, 1995).

Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap


ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih
mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih
tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di
dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air
11
kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan
menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis
yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara
perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
(www.medicastore.com )

Hidronefrosis adalah dilatasi dari pelvis ginjal dan kaliks (pelvikalikstasis)


yang berhubungan dengan perubahan tekanan balik dari parenkim ginjal.
Terminologi hidronefrosis mengalami perkembangan yang berbeda-beda bagi
seorang urolog, yang berarti hanya dilatasi pada sistem pengumpul. Nama
lainnya adalah pelvikalikstasis dan mungkin berhubungan maupun tidak
dengan penipisan parenkim ginjal. ( Tainer L.B. Urinary obstruction. In:
Grainger R.G., Alison D.j. (eds). Diagnostic radiology. Vol.2, 2nd ed. New
york: Churchill Livingstone, 1992; 1269-73)

Keadaan patologis pada ginjal dan ureter yang menyebabkan gangguan


mekanis maupun fungsional dimana akan mengakibatkan terjadinya
obstruksi atau hambatan urin (Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2.
Bandung: Penerbit ITB, 1997; 53-71)
Hidroureter
Dilatasi ureter disebut sebagai hidroureter, ureterostasis atau sederhananya
disebut pelebaran ureter. Obstruksi belum tentu menyebabkan hidroureter
walaupun terjadi dilatasi berat. Refluks vesikoureter dapat menjadikan ureter
melebar dan berkelok-kelok ( Tainer L.B. Urinary obstruction. In: Grainger
R.G., Alison D.j. (eds). Diagnostic radiology. Vol.2, 2 nd ed. New york:
Churchill Livingstone, 1992; 1269-73)

b. Etiologi
Jaringan parut ginjal/ureter.
Batu
Neoplasma/tomur
Hipertrofi prostat
Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
Penyempitan uretra
12
Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).

1. Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan


ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis
renalis terlalu tinggi
Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
Batu di dalam pelvis renalis
Penekanan pada ureter oleh:
- jaringan fibrosa
- arteri atau vena yang letaknya abnormal
- tumor.

2. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah


sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung
kemih:
Batu di dalam ureter
Tumor di dalam atau di dekat ureter
Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya
Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke
uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.

3. Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim


menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena
mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke

13
kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir,
meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.

Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi


otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih.
Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang
normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap.
(www.medicastore.com)
Malformasi kongenital dapat menyebabkan hidronefrosis maupun
hidroureter pada anak, misalnya penyempitan ureteropelvic junction, anomali
letak ureter, penonjolan katub uretra posterior, uterokel ektoptik, dan sindrom
Prunebelly. Striktura uretra kongenital, stenosis meatus uretra, dan obstruksi
leher buli dapat menyebabkan disfungsi buli sekunder yang menyebabkan
hidroureter.
Penyebab terbanyak pada orang dewasa adalah acquired defect (kelainan
yang didapat), antara lain striktur uretra, infeksi yang biasanya diikuti penyulit
lokal yaitu; abses periuretra, fistel, dan ekstravasasi, tumor, hipertropi prostat,
dll (Brenner B.M., Milford G.L., Sefter J.L. Urinary tractus obstruction. In:
Braunwala E., Isselbacher K.J., Petersclorf R.G., Wilson J.D., Martin J.B.,
Fauci A.S. Harisons principle of internal medicine. Vol 2, 11th edition.
Hamburg: McGraw-Hill Inc, 1987; 1215-18).

c. Klasifikasi
Pemeriksaan IVU :

Grade I : Gambaran dilatasi minimal. Sifat forniks kaliks sedikit


blunting (blunting)
Grade II : Forniks dan kaliks terdapat blunting yang lebih jelas dan
pembesaran kaliks, meskipun flat mudah terlihat (flattening).
Grade III : Kaliks membulat dengan obliterasi dar papilla (clubbing).
Grade IV : Terjadi balloning kaliks yang ekstrim (balloning).
(Budjang Nurlelo. Traktus Uurinaria. Dalam Radiologi
Diagnostik. Rasad S,Kartoleksono S, Ekayuda I.Ed FKUI
Jakarta ,1998: 287-292)

14
Pemeriksaan USG :

1. Mild / minimal
Terlihat sebagai suatu pemisahan ringan di bagian sentral dari eko
pelvikokalises (halo sign)

2. Moderate
Kalises dan pyelum tampak melebar, berupa struktur berisi cairan.

3. Severe
Sistem kalises di bagian tengah akan tampak sebagai suatu zona echofree yang
lobulated dan lama kelamaan pelvis akan terlihat sebaai suatu zona besar berisi
cairan, bahkan kadang kadang pyelum dan kalises sukar diidentifikasi.

(Sjahriar Rasad, Sukonto Kartoleksono, Iwan Ekayuda. Radiologi diagnostik.


Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1999 : 273-299; 472-481)

d. Patofisiologi

Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial


ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal.
Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal
terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori), akibatnya
fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Urin terdorong dari pelvis renalis masuk dalam buli oleh peristaltik ureter.
Tekanan normal pelvis renalis adalah <12mmHg. Tekanan ini berubah-ubah
dengan adanya aliran urin. Tekanan dalam pelvis tetap rendah meskipun tekanan
15
yang lebih tinggi dihasilkan dalam lumen ureter selama peristaltik dan dalam buli
selama miksi. Dengan adanya obstruksi ureter atau refluks vesikoureter, tekanan
pelvis meningkat dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal.
Akibat yang pertama-tama terjadi karena adanya obstruksi adalah dilatasi
tubulus renalis. Sasaran utamanya adalah ductus collectivus, namun pada
umumnya melalui sistem tubulus. Epitel tubulus menjadi pipih dan atrofi,
akhirnya terjadi fibrosis interstitial yang menggantikan seluruh struktur tubulus.
Perubahan vaskuler memegang peran penting dalam perkembangan
hidronefrosis dan hidroureter. Distensi pelvis yang mengenai arteri interlobaris
dan arteri arkuarta akan mempersempit diameter pembuluh darah dan menutup
beberapa arteri intertubuler yang menyuplai darah untuk glomerulus. Hal ini akan
mempengaruhi pembuluh darah postglomerulus yang menyuplai makanan untuk
tubuli. Bagian ginjal yang paling buruk keadaannya adalah mendapat suplai darah
paling sedikit. Perubahan vena pada prinsipnya sama dengan perubahan yang
terjadi pada arteri.
Tekanan pada tubulus dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi
menyebabkan atrofi hidronefrosis. Proses ini semakin parah dengan adanya
anemia yang terjadi karena perubahan pembuluh darah.
Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh
jenis obstruksinya, unirateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan
intermiten atau konstan.
Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berasil teratasi akan
bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi,
dan kemampuan stimulasi fungsional ( renal counterbalance ). Perbaikan struktur
akan baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang
berlangsung lambat. Jika gimjal yang normal telah mengalami hipertrofi
compensata, perbaikan struktur organ yang mengalami obstruksi dan
hidronefrosis akan kurang efisien (Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku
ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997; 995-7.)

OBSTRUKSI

Terjadi infeksi Back Flow

16
Infeksi Ascendens Hidronefrosis

Pielonefritis Menekan Parenkim Ginjal

Pyelonefritis Parenkim Menipis

Fungsi Menurun

Gagal Ginjal Gagal Ginjal

e. Diagnosis
Gejala Klinik .

PENJALARAN RASA SAKIT

* Benda asing (batu) di ureter proksimal :

Kostovetebra pinggan epigastrium


Sepanjang ureter
Melalui syaraf genito cruralis : rasa sakit sampai di testis / ovarium,
uretra.
Vesicosensory reflex melalui n. ilio inguinalis hiper estesi di paha
bagian medial atas
Melalui ganglion coeliacus ke T 10 L 1 ke medulla oblongata
nausea, vomitus, diare, mules, nyeri epigastrium (DD gastritis)
Interspinal over flow penjalaran renorenal sakit di ginjal kontra
lateral.
Penjalaran ke dada, bahu, lutut
17
* Benda asing (batu) di ureter 1/3 tengah:

Rasa sakit di Mc. Burney (DD / Appendicitis).


Seperti diverticulitis / penyakit-penyakit kolon ascendens, descendens dan
sigmoid.
Sakit disudut kostovertebra.
* Benda asing (batu) di 1/3 distal:

Rasa sakit di : - Inguinal


- Supra pubic

Gejala-gejala sistitis
Sakit di skrotum
Sakit di sudut kostovertebra

18
Batu Buli Gejala : iritasi

Nyeri suprapubik
Hesitansi
Disuria
Frekuensi
intermitensi
Perasaan tidak enak saat kencing
Kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali setelah perubahan posisi
Refered pain di ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki
Anak : enuresis nokturna, sering menarik penis (laki-laki), menggosok
vulva (perempuan)

BATU URETRA
Gejala :

19
Nyeri pada shaft penis
Kencing tiba-tiba berhenti
Hematuria

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi genitalis eksterna; untuk pria, penis diinspeksi untuk melihat adalah
stenosis meatus atau fimosis. Pada wanita, dilakukan inspeksi dan vaginal toucher dan
rectatoucher yang diperkirakan berhubungan dengan onstruksi traktus urinarius.

Dengan palpasi dan perkusi abdomen dapat dinilai ada tidaknya distenasi
ginjal atau buli.

Pemeriksaan rectal dilakukan dengan hati-hati, dapat untuk mengetahui


pembesaran atau nodul prostat, tonus sfinger yang abnormal, massa pelvis atau massa
rektal.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah untuk mengetahui adalah anemia, polisitemia, azotemia,
hiperkalemi, dan kadar elektrolit darah lainnya seperti natrium, magnesium, dan fosfat.

Urinalisis dan pemeriksaan sedimen urin mungkin menunjukkan hematuri,


piuri, atau bakteriuri.

Pemeriksaan Radiologi
Dilatasi traktus urinarius merupakan gambaran jelas dari uropati obstruktivus
yang digunakan sebagai diagnosis dengan berbagai teknik pencitraan. Diagnosis yang
baik menunjukkan hubungan anatomi dengan fungsi sebagai substansi dari bermacam-
macam teknik pencitraan yang berbeda yang menunjukkan secara detail anatomi dan
sisi lain informasi mengenai fungsi.

Ultrasonografi (USG) abdomen menilai ukuran ginjal, buli, kontur


pelvicocalices system, ureter serta masa pelvis. Adanya pelvicalicestasis yang
ditunjukkan pada USG, mengarah kecurigaan obstruksi. Jika tidak ditemukan distensi
dari organ tersebut maka kemungkinan obstruksi fungsional traktus urinarius dapat
disingkirkan.

20
Urografi Intra Vena (UIV) juga dapat memberikan informasi yang baik tentang
anatomi dan fungsi. Dilatasi pada pelvicocalices system dan ureter menunjukkan
adanya hidronefrosis dan hidroureter.

Sistouretrografi dilakukan untuk menentukan ada tidaknya refluks


vesikoureter, obstruksi leher buli dan uretra. Jika dengan pemeriksaan ini tidak
didapatkan hasil yang cukup untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk melihat lesi yang melibatkan uretra, prostat, buli dan orifisium ureter.

Jika dicurigai ada kelainan pada ureter atau pelvis renalis, dilakukan
pemeriksaan pielografi retrograd atau pielografi antergrad.

Computerized Tomography (CT) dengan kontras menunjukkan anatomi yang


sangat baik dan sering dapat mengetahui penyebab obstruksi, namun memberi
informasi tentang fungsional yang agak terbatas. Teknik radionuklid jika dibandingkan
dengan USG, UIV dan CT memberi informasi fungsional yang lebih baik, namun
kurang baik untuk melihat anatomi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih belum dapat memberi gambaran


anatomi traktus urinarius, namun sejauh ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
uropati obstruktivus (Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung: Penerbit ITB,
1997; 53-71).

f. Penatalaksanaan
1. Konservatif : bila gejala (-), obstruksi (-)
2. Medikamentosa
- spasmolitik

- diuretika

- banyak minum

- banyak gerak

3. Operatif
- ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

21
- Endourologi :

PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)

Litotripsi

Ureteroskopi atau uretero-renoskopi

Ekstraksi Dormia

4. Bedah Terbuka
- Pielolitotomi / extended pielolitotomi
- Nefrolitotomi / anatrophic nefrolitotomi
- Multiple radikal nefrolitotomi
- Teknik hipotermia
- Parsial & total Nefrektomi
- Ureterolithotomi
- Vesicolithotomi
- Uretrolitotomi

Indikasi Operasi pada uterolithiasis :

1. O > 5 mm
2. Kolik terus
3. Gross hematuria
4. Infeksi
5. Hidro ureteronefrosis
6. Tidak bergerak (Kuliah Prof. Rifky, Sp.B, Sp.U)

g. Komplikasi
Pyelonefritis

Gagal ginjal

h. Prognosis
Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh jenis
obstruksinya, unirateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan
intermiten atau konstan.

22
Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berasil teratasi akan
bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi,
dan kemampuan stimulasi fungsional ( renal counterbalance ). Perbaikan struktur
akan baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang
berlangsung lambat. Jika gimjal yang normal telah mengalami hipertrofi
compensata, perbaikan struktur organ yang mengalami obstruksi dan
hidronefrosis akan kurang efisien (Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku
ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997; 995-7.)

i. DD
Divertikel ureter
Biasanya tunggal tetapi dapat juga multiple. Biasanya ada infeksi dan disertai
ureterolithiasis.

Mega Ureter
Mega ureter adalah dilatasi ureter yang terjadi bukan oleh karena obstruksi atau
refluks. Kemungkinan disebabkan karena abnormalitas fungsi dari juxtavesical
ureter yang gagal mengadakan peristaltic secara normal dan kekurangmampuan
dalam peregangan ureter. Gambaran seperti paruh ayam didapatkan pada
segmen distal ureter dan didapatkan gambaran dilatasi pada ureter proksimal
yang dinamik. Dibagi atas 3 grade :

Grade I : dilatasi terbatas pada 1/3 distal ureter

Grade II : dilatasi terjadi sampai proksimal ureter dengan atau tanpa dilatasi
ringan dari kaliks.

Grade III : dilatasi dari seluruh ureter adanya dilatasi sedang sampai berat dari
kaliks.

Stenosis kongenital
Pada ujung bawah ureter timbul obstruksi organik pada ureterovesical junction.

Retrocaval Ureter
Kelainan yang terjadi dimana 1/3 tengah ureter kanan melengkung ke tengah
belakang vena cava inferior kemudian ke lateral sampai permukaan anteriornya

23
berada pada posisi di paravertebra normal. Kelainan ini mengakibatkan
obstruksi dari ureter bagian atas.

Ureterocele
Kelainan ini merupakan dilatasi kistik congenital pada ureter bagian bawah.
Pada urogram dengan media kontras, simple ureterocele menunjukkan
gambaran peningkatan densitas daerah elips atau sirkuler ureter bagian bawah
yang berdilatasi dengan dikelilingi oleh bayangan radioluscent dari dinding
ureterocele. Ini menunjukkan gambaran kepala kobra (cobra head)
(Davidsons Hartman .Radiology of Kidney .Fifth edtion .Volume I .Little
Brown and Lamp Boston ,USA1993 :729-34,811-9.)

4. Batu
a. Teori pembentukan batu (Teori fisiko-kimiawi)

Teori hipersaturasi
Jika pada suatu saat konsentrasi lebih besar daripada titik endap, misal batu
calsium yang terbentuk dari keadaan hipercalsiuria

Teori Matrix
Bahwa untuk terbentuknya batu diperlukan adanya inti, misal infeksi pada
traktus urinarius menimbulkan tertumpuknya detritus dan lekosit yang
dapat menyebabkan inti daripada batu.

Teori agregrasi/adhesi
Dimana terjadi perlekatan antara zat-zat tertentu yang kemudian menjadi
batu

Teori perubahan pH
Akibat adanya kenaikan pH dapat menyebabkan terjadinya batu oleh karena
pengendapan

Teori kekurangan faktor inhibisi


24
Akibat tidak adanya faktor inhibisi yang kemudian menyebabkan terjadinya
batu oleh karena pengendapan.

Teori Vaskular :

1. Hipertensi
Hipertensi Aliran Turbulensi di papila ginjal -> Kapur mengendap
(Randalls Plaque)
2. Hipercholesterolemia
Hipercholesterolemia Butir- butir cholesterol dalam urin positif Kristal
kalsium menempel / agregasi Batu kalsium oksalat / fosfat

Faktor-faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi terbentuknya batu antara


lain

1. Faktor Intrinsik:
- jenis kelamin
- ras
- etnik
- genetik
- umur
2. Faktor Ekstrinsik:
- geografi
- iklim
- air minum
- pola makan
- pekerjaan
3. Faktor Lain:
- proses metabolisme
- infeksi
- obstruksi
- benda asing sebagai inti batu
(Rahardjo J.P, Tessy A. Batu Saluran Kencing. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Balai Penerbit FKUI Jakarta ,1990: 336).

25
Beberapa teori terbentuknya BSK, yaitu :
Teori Supersaturasi/Kristalisasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut
bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat
organic seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan
mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif
tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat dan sebagainya) makin
meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH
urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih menjadi asam (pH turun) dalam
jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal.
Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat
seperti kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan
batu pada saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau
melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam
saluran kemih.
Teori Nukleasi/Adanya Nidus
Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang
kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah
ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga
bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi
dan benda asing.
Teori Tidak Adanya Inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh
adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa
pada sebagian individu terjadi pembentukan batu saluran kemih,
sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi
supersaturasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih
ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu
dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada penderita batu saluran kemih,
tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam pembentukan
batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat
pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang
mempunyai peranan inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino
terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.
26
Teori Epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan
Kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan
masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium
oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal asam
urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan
batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh
kalsium oksalat di bagian luarnya.
Teori Kombinasi
Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai
teori tersebut yang disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK
dalam teori kombinasi adalah sebagai berikut : Pertama, fungsi ginjal
harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk kristal
secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan
pH yang sesuai untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat
secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi
zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau
seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentuk harus
berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk
nukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang
terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu
saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.
(Batu Saluran Kemih, FKUSU)

b. Kandungan batu (radiolusen dan radioopaq)


Tipe Batu Frekuensi Etiologi
(%)

Radio Opaq

1. Calsium Oxalat 35-70 Hiperkalsiuri, hiperoksalouri,


hiperuricuria, hipicittraturia,
hipomagnesiuria.
2. Calsium Phosphat 10-45 Hiperparatiroidisme primer,
(hidroksiapatit) renal tubuler asidosi, terapi

27
3. Strutit atau carbonat 10 sodium alkali

Infeksi saluran kemih dengan


organisme splitting urea
4. Cystin 1
Cystinuria

Radio Luscent

1. Asam Urat 5-10 Diatesis gout,


hiperuricosuria, sindroma
diare kronik, dehidrasi
2. 2,8- jarang 2,8-dihidroksiadeninuria
dihidroksiadeninuria
jarang Terapi triamteren
3. Triamteren
jarang Xantinuruia
4. Xantin

(Scherier RW. Gotts Chaik CW .Disease of The Kidney .Fifth Edition .Volume I.
Little Brown and Lamp Boston, USA 1993: 729-34,811-9.)

Umumnya BSK dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu :

1. Batu Kalsium
Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80% dari
jumlah pasien BSK. Ditemukan lebih banyak pada laki-laki, rasio pasien laki laki
dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun.
Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran
dari keduanya.3 Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan
oleh ginjal melalui urin. Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain
peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan penyerapan
kalsium oleh ginjal dan peningkatan penyerapan kalsium tulang.
2. Batu Infeksi/Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih.3 Adanya infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urin. Bakteri dalam
saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir asam dalam urin
sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah urin menjadi
bersuasana basa. Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium,

28
ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat
(MAP) dan karbonat apatit. Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien
BSK. Lebih banyak pada wanita, dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu
1:5. Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk
(staghorn).
3. Batu Asam Urat
Ditemukan 5-10% pada penderita BSK. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah
3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu kumpulan
penyakit yang berhubungan dengan meningginya atau menumpuknya asam urat.
Pada penyakit jenis batu ini gejala sudah dapat timbul dini karena endapan/kristal
asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat (colic), karena
endapan tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat bentuknya halus
dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada
foto polos.
4. Batu Sistin
Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Penyakit batu jenis ini
adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan
berkilau. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain yang juga jarang
yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine (Batu Saluran Kemih, FKUSU)

5. Pielonefritis

Pielonefritis Akut

Tidak ada gambaran spesifik untuk pielonefritis akut pada foto polos abdomen
dan urogram
Patofisiologi radang ginjal :
Infeksi asendens oleh kuman E.coli yang pathogen adalah penyebab yang
paling banyak menyerang parenkim ginjal anak. Pielonefritis akut pada orang dewasa
umumnya ada sangkut pautnya dengan penyakit diabetes yang disebabkan oleh
infeksi kuman gram negative, infeksi dapat berada diseluruh ginjal atau pada sebagian
ginjal hal ini disebut nefronia lobaris akut.
Radiogram yang didapat pada pielonefrtis akut adalah pembengkakan
parenkim ginjal fokal atau difus yang menekan kalik dan pelvis renis. Kelainan fungsi
nefron dapat menyebabkan nefrogram yg tidak homogen. Kelainan seperti ini dapat
pula dilihat dengan skintigrafi korteks ginjal (renocortical scintigraphy).
Radiogram yg penting pada pielonefritis akut adalah :

29
a) Nefrogram yang abnormal dengan berkurangnya ekskresi kontras pada
segmen ginjal yang terlihat.
b) Pembesaran ginjal fokal atau difus
c) Kompresi atau perpindahan letak kalik-kalik dan pelvis renis

Pielonefritis Kronis
Pielonefritis adalah radang ginjal yang disebabkan oleh infeksi bacterial dan
merupakan salah satu bentuk dari nefritis interstisial. Secara praktis, pielonefritis
dibagi dalam tipe obstruktid dan non-obstruktif.
Pada pemeriksaan patologi-anatomik, yang terutama mengalami perubahan
adalah jaringan interstisial dan system tubuler. Penyakit ini dapat bersifat akut atau
kronik.
Pielonefritis akut biasanya diakibatkan dari refluks vesiko-ureter, penyebaran
penyakit hematogen, dengan penyembuhan yang tidak sempurna dapat
mengakibatkan pielonefritis kronik.
Pielonefritis jarang ditemukan pada usia remaja, tetapi insidennya bertambah
pada usia tua dan disebabkan retensi urin. Factor penting pada infeksi traktus
urinarius pada wanita adalah waktunya organisme (basil) kolon kedalam buli buli
melalui uretra dan selanjutnya menjalar ke bagian proksimal traktus urinarius, infeksi
hematogen disebabkan oleh kuman staphylococcus dan streptococcus, lesi ginjal
dapat bersifat fokal atau difus. Pada akut akan tampak edema jaringan interstisial
disertai infiltrasi leukosit, dan bila kronik akan terbentuk jaringan parut dan
pengerutan ginjal.
Kelainan-kelainan radiologic yang khas tidak selalu ditemukan pada
pielogram. Gambaran radiologic yang khas pada pemeriksaan IVP pada pielonefritis
kronis adalah mengecilnya ginjal dengan permukaan berbenjol, menipisnya
parenkhim ginjal, perubahan perubahan bentuk kalik dan menurunnya fungsi ginjal.
(FKUI,2009. Radiologi Diagnostik FK Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta)

30

Вам также может понравиться