Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2017
1. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu jenis penyakit berbahaya di dunia. Gagal ginjal
merupakan penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kekambuhan) maupun secara kronis
(menahun). Gagal ginjal akut bila penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba-tiba,tetapi
kemudian dapat kembali normal setelah penyebabnya segera diatasi. Gagal ginjal kronis gejala yang
muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan
fungsi ginjal tersebut sering tak dirasakan, tahu-tahu sudah pada tahap parah dan sulit diobati. Gagal
ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ERSD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan bersifat irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
terjadinya penahanan terus-menerus zat urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah yang secara
normal seharusnya dikeluarkan.
Menurut United State Renal Data System (USRDS) di Amerika Serikat prevalensi penyakit
gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20% - 25% setiap tahunnya. Data dari Yayasan Ginjal Diatrash
Indonesia (YGDI) jumlah pasien gagal ginjal pada saat ini diperkirakan 60.000 orang dengan
pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunnya. Menurut pusat data dan informasi Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik di
perkirakan pada tahun 2025 mendatang mencapai 247.500 kasus. (Yayasan Ginjal Diatrash Indonesia,
2013).
Pada pasien gagal ginjal kronik, salah satu tindakan untuk mempertahankan hidupnya adalah
dengan terapi hemodialisis. Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek atau pasien dengan penyakit gagal
ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau permanen. Pasien harus
mendatangi unit hemodialisis secara rutin 2-3 kali seminggu selama paling sedikit 3 4 jam per kali
terapi. Hemodialisis saat ini masih merupakan satu-satunya terapi bagi penderita gagal ginjal kronik
yeng membutuhkan biaya yang besar. Penderita tidak bisa melakukannya sendiri, keluarga harus
mengantarnya ke pusat hemodialisis dan melakukan control rutin ke dokter. Dukungan keluarga
sangat berpengaruh pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis, tanpa adanya dukungan dari
keluarga mustahil program terapi hemodialisis dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. Seseorang dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi
sakitnya yang tidak bisa diramalkan dan gangguan kesehatan yang ada dalam kehidupannya.
Hemodialisis yang cukup panjang sering menghilangkan semangat hidup seseorang sehingga
memengaruhi kepatuhan seseorang dalam menjalani terapi hemodialisis. Selain hemodialisis,
alternative lainnya adalah transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan cara terbaik untuk
mengatasi gagal ginjal kronis saat ini, namun tingginya permintaan organ berbanding terbalik dengan
ketersediaan organ ginjal sehingga pasien akan menunggu dalam waktu yang lama untuk
mendapatkan organ ginjal dari pendonor. Ginjal merupakan jenis organ tubuh manusia pertama yang
sukses dilakukan transplantasi organ, namun juga jenis organ yang pertama dimana fungsi kerjanya
bisa digantikan secara artificial menggunakan extracorporeal hemodialysis.
Berdasarkan Organ Procurement and Transplant Network, sebanyak 17.108 transplantasi
ginjal dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2014, dan masih menyisakan 101.000 pasien dalam
daftar tunggu. Para pasien gagal ginjal kronis masih menghadapi masalah besar dalam ekonomi, sosial
dan medis yang membahayakan kualitas hidup mereka. The National Institute of Diabetes, Digestive
and Kidney Disease melaporkan bahwa sebanyak 35,8% pasien dialysis mampu bertahan hidup
hingga rata-rata lima tahun dibandingkan dengan 85,5% pasien transplantasi mampu bertahan hidup
hingga rata-rata lima tahun. Keberhasilan terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy
RRT) membutuhkan replikasi semua fungsi ginjal dengan cara menambah kemampuan membran
dialysis dari suatu device melalui renal tubular epithelial cells yang membawa fungsi biologis.
Pengembangan terakhir dalam RRT adalah implantable artificial kidney yang diproduksi dengan
teknik micromachining.
Source : https://www.ucsf.edu/news/2010/09/4450/ucsf-unveils-model-implantable-
artificial-kidney-replace-dialysis
Source : http://www.eastbaytimes.com/2013/04/24/artificial-kidney-offers-hope-to-
patients-tethered-to-a-dialysis-machine/
Aspek teknis
dari IAK berdasarkan pada microelectromechanical systems (MEMS). MEMS memungkinkan
produksi yang bersifat miniaturized, streamlined dan cost-effective dari Silicon nanopore membranes
(SNMs) yang mewujudkan revolusi teknologi di bidang RRT (Renal Replacement Therapy). Secara
ringkas, langkah teknis fabrikasi dari SNMs , yaitu 1) selaput tipis polysilicon diendapkan di atas
crystalline silicon wafer, 2) pembuatan pola pada permukaan polysilicon dengan teknik
photolithographic, 3) proses etching pada polysilicon dan pembentuan celah pori, 4) proses etching
pada sisi lainnya pada polysilicon dan membran tercipta. Teknik ini memungkinkan pembuatan
membran dengan ukuran pori-pori hanya sebesar 5 nm. Pada umunya membran-membran ini
menunjukkan pori-pori berbentuk slit-shaped yang hampir mirip menyerupai glomerular filtration
barrier pada ginjal asli.
Teknologi ini telah dilakukan uji coba pada hewan uji yang mengalami kerusakan pada ginjal,
namun belum bisa dipasarkan dan diaplikasikan langsung pada manusia. Hal ini menyangkut
beberapa aspek seperti aspek ekonomi dimana ketika teknologi ini keluar harganya bisa sangat mahal,
aspek biologis dan kode etik dimana sel-sel yang digunakan dalam IAK masih dipertanyakan perihal
reproducibility-nya karena diperlukan waktu yang cukup lama untuk kultur jaringannya sehingga
mencetuskan ide dari para ilmuwan untuk melakukan diferensiasi langsung human embryonic stem
cells (hESCs) kedalam sel-sel renal proximal tubule guna menambah reproducibility-nya. Namun
penggunaan human embryonic stem cells (hESCs) ternyata dipermasalahkan menyangkut kode etik
dalam kedokteran.
Source : Attanasio, Chiara. 2016. Update on Renal Replacement Therapy: Implantable Artificial Devices and
Bioengineered Organs. Tissue Engineering & Regenerative Medicine International Society.
DAFTAR PUSTAKA
Attanasio, Chiara. 2016. Update on Renal Replacement Therapy: Implantable Artificial Devices and
Bioengineered Organs. Tissue Engineering & Regenerative Medicine International Society.
Ostadfar, Ali. 2013. Design and Experimental Proofof Selected Functions in Implantable Artificial
Kidney. British Columbia : Simon Fraser University.
Paddock, Catharine. 2016. Implantable Artificial Kidney Based On Microchips Sees Major Progress.
[online], (http://www.medicalnewstoday.com/articles/306659.php, diakses tanggal 31 Mei
2017).
Rostanti, Anggraeni. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Menjalani Terapi
Hemodialisa Pada Penyakit Ginjal Kronik di Ruangan Dahlia dan Melati RSUP Prof. Dr. R.
D Kandou Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.
Roy, Shuvo. 2016. An Implantable Bioartificial Kidney for Treating Kidney Failure. Endovascular
Today.