Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era yang modern kini banyak sekali peraturan yang membuat seluruh
kalangan harus menaati dan mengikuti peraturan yang telah ditentukan agar seluruh
kalangan dapakaht menjalin hubungan satu dengan yang lain agar harmonis maaupun
damai.Namun kebanyakan hukum bagi mayoritas masyarakat dapakaht dibeli sehingga
memperburuk hukum yang sudah ada.

Banyak Negara Negara yang menerapkan sistem hukum, karena bertujuan


untuk membuat ketertiban pada masyarakat dan juga ada hukum yang berpedoman
bukan pada peraturan pemerintahan yang di buat namun berpedoman pada syariah
Islam (hukum Islam). Ciri khas di Negara tersebut yaitu apakahbila ada seseorang
ketahuan mencuri, maka tangan yang ia telah gunakan untuk mencuri akan di
potong,memang terlihat sadis bila kita membayangkan bagaimana kalau tangan kita
seperti itu,namun itulah hukum yang di jalankan di Negara Islam (Arab) dan memiliki
pemeluk agama Islam yang pertama.Selain Negara arab yang menjadi pemeluk
pertama,tapi ada juga mayoritas yang memeluk Islam hampir sama dengan Negara arab
yaitu Negara Indonesia.

Indonesia adalah Negara agraris yang terdapakaht banyak sumber daya alam
yang melimpah namun masih belum bias mengelola sendiri.Indonesia juga sebagai
Negara yang menjadi urutan pertama setelah arab sebagai mayoritas agama Islam
namun dinegara Indonesia tidak berpedoman dengan hukum Islam tapi berpedoman
pada hukum pemerintahan karena terdapakaht agama agama lain yang menjadi warga
Negara Indonesia contohnya : Hindu, Budha, dan Kristen.

Hukum di Indonesia masih berjalan dengan apakah adanya.ini yang membuat


ketimpangan hukum antara kalangan masyarakat.contohnya saja polisi sekarang tidak
mau ambil pusing tentang perkara yang besar seperti korupsi dll, namun untuk kasus
pencurian sebuah semangka polisi sangat gencar untuk menangani hal tersebut.ini yang

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 1


membuat hukum di Indonesia tidak wajar,tidak tegas,dan dapakaht di beli. Bagi
masyarakat, citra hukum di Indonesia mulai luntur,banyak kasus bermunculan dan
penegak hukum seakan lambat menangani kasus tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan profetik?
2. Apakah yang dimaksud dengan agama?
3. Apakah yang dimaksud dengan hukum?
4. Apakah yang dimaksud dengan profetik agama?
5. Bagaimana fungsi profetik agama dalam hukum?
6. Apakahkah tujuan profetik agama dalam hokum?
7. Apakahkah pesan profetik agama?
8. Apakahkah yang dimaksud kesadaran profetik?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan profetik.
2. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan agama.
3. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan hukum.
4. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan profetik agama.
5. Untuk memahami bagaimana fungsi profetik agama dalam hukum.
6. Untuk mengetahi tujuan profetik agama dalam hokum.
7. Untuk mengetahui Pesan Profetik Agama.
8. Untuk mengetahui Kesadaran Profetik.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 2


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.

Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta gama yang berarti "tradisi".
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapakaht dikenakan kepada
agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu.
Untuk itu terhadap apakah yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik
persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan


keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar
dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan
sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya
sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya
menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De
Weldadige dll.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan
dengan cara menghambakan diri, yaitu: menerima segala kepastian yang menimpa diri
dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan menaati segenap ketetapakahn, aturan,
hukum dll yang diyakini berasal dari tuhan

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 3


Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu
penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapakaht 3
unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang
mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapakaht disebut agama.

2.2. Profetik
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata agama. Namun akan
sedikit sulit mendefenisikan pengertian agama itu sendiri. Hal tersebut diakui sendiri
oleh Mukti Ali, salah seorang pakar ilmu perbandingan agama di Indonesia yang
mengatakan; Barangkali tak ada kata yang paling sulit diberikan pengertian dan
defenisi selain dari kata agama.

Menurut Mukti Ali, terdapakaht tiga argumentasi yang dapakaht dijadikan


alasan dalam menanggapi statemen tersebut. Pertama karena pengalaman agama
adalah soal batin dan subjektif. Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu
semangat dan emosional daripada membicarakan agama. Karena itu, membahas arti
agama selalu dengan emosi yang kuat dan yang ketiga konsepsi tentang agama akan
dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama.

Mohammad Natsir pernah mengatakan agama adalah hal yang disebut sebagai
problem of ultimate concern, suatu problem kepentingan mutlak, yang berarti jika
seseorang membicarakan soal agamanya maka ia tidak dapakaht tawar menawar.
Namun begitu bukan berarti agama tidak dapakaht diberikan pengertian secara umum.
Dalam memberikan defenisi tersebut, para ahli menempuh beberapakah cara; Pertama
dengan menggunakan analisis etimologis, yaitu menganalisis konsep bawaan dari kata
agama atau kata lainnya yang digunakan dalam arti yang sama. Kedua, analisis
deskriptif, menganalisis gejala atau fenomena kehidupan manusia secara nyata.

Berbicara mengenai agama maka terdapakaht tiga padanan kata yang semakna
dengannya yaitu religi, al-din dan agama. Walaupun sebagian pendapakaht ada yang
mengatakan bahwa ketiganya berbeda satu sama lainnya seperti pendapakaht Sidi
Gazalba dan Zainal Arifin Abbas yang mengatakan al-din lebih luas pengertiannya
daripada religi dan agama. Agama dan religi hanya berisi hubungan manusia dengan

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 4


Tuhan saja sedangkan al-din berisi hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia dengan manusia. Sedangkan menurut Zainal Arifin Abbas, kata al-din
(memakai awalan al-tarif) hanya ditujukan kepada Islam saja.

Sedangkan pendapakaht yang mengatakan ketiga kata diatas mempunyai makna


sama seperti pendapakaht Endang Saifuddin Anshari dan Faisal Ismail. Perbedaan
hanya terletak pada segi bahasanya saja. Kemudian secara etimologis agama berasal
dari bahasa sanskerta a berarti tidak dan gama berarti kacau, masuk dalam
perbendaharaan bahasa Melayu (nusantara) dibawa oleh agama Hindu dan Budha.
Pendapakaht yang lebih ilmiah, agama berarti jalan. Maksudnya jalan hidup atau jalan
yang harus ditempuh oleh manusia sepanjang hidupnya atau jalan yang
menghubungkan antara sumber dan tujuan hidup manusia, atau jalan yang
menunjukkan darimana, bagaimana dan hendak kemana hidup manusia di dunia ini.

Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris),
masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat yang
menjajah bangsa Indonesia. Religi mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan
adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi
kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta
norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari
kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.

Din berasal dari bahasa Arab yang berarti undang-undang atau hukum yang
harus ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut
untuk ditunaikan dan akan mendapakaht hukuman atau balasan jika ditinggalkan.

Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapakaht diambil pengertian bahwa
agama (religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia
untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan
hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang
dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. (3)
aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan
berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 5


Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau
tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya.

2.3.Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan.

Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan
didepan hukum. Hukum dapakaht diartikan sebagai sebuah peraturan atau
ketetapakahn/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.

Hukum dapakaht dikelompokkan sebagai berikut:


a. Hukum berdasarkan Bentuknya: Hukum tertulis dan Hukum tidak tertulis.
b. Hukum berdasarkan Wilayah berlakunya: Hukum local, Hukum nasional dan
Hukum Internasional.
c. Hukum berdasarkan Fungsinya: Hukum Materil dan Hukum Formal.
d. Hukum berdasarkan Waktunya: Ius Constitutum, Ius Constituendum, Lex naturalis/
Hukum Alam.
e. Hukum Berdasarkan Isinya: Hukum Publik, Hukum Antar waktu dan Hukum
Private. Hukum Publik sendiri dibagi menjadi Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Acara. Sedangkan Hukum Privat
dibagi menjadi Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan, dan Hukum
Waris.
f. Hukum Berdasarkan Pribadi: Hukum satu golongan, Hukum semua golongan dan
Hukum Antar golongan.
g. Hukum Berdasarkan Wujudnya: Hukum Obyektif dan Hukum Subyektif.
h. Hukum Berdasarkan Sifatnya: Hukum yang memaksa dan Hukum yang mengatur.
2. Demikian yang dapakaht saya sampaikan tentang Pengertian Hukum semoga
informasi diatas dapakaht bermanfaat.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 6


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profetik Agama


Agama rakyat merupakan keyakinan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat dan menjadi pendorong serta penggerak terjadinya perbaikan dan
perubahan, yang kadang dipengaruhi faktor kekuasaan. Agama rakyat itu merupakan
agama monoteisme yang melakukan perlawanan terhadap agama multiteisme. Agama
multiteisme meniscayakan dirinya sebagai pendukung banyak kebenaran yang
hakikatnya kebodohan dan kerusakan. Sebab kebenaran dan keadilan memiliki
substansi pada suatu kausa prima yang teraktualkan oleh manusia melalui sikap dan
tingkah lakunya.

Agama rakyat dalam realitasnya dalam kehidupan masyarakat selalu memiliki


banyak sisi. Artinya realitas sosial selalu dipengaruhi oleh posisi agama. Olehnya itu,
Zainuddin Maliki menuliskan bahwa tesis agama rakyat dengan melihat fungsi-
fungsinya dalam masyarakat, dapakaht di kemukakan berikut:

1. Integrasi. Agama rakyat dalam hal ini di posisikan sebagai kekuatan penyatu dan
kekuatan tarik-menarik (kohesi) sosial. Bahwa agama berfungsi sebagai perekat
yang menyatukan dan menjaga harmoni dalam masyarakat, meskipun menghadapi
perubahan sosial dan kekacauan. Dari itu masyarakat memiliki keyakinan dan
kesadaran kolektif yang berfungsi mempersatukan sistem sosial.

Klaim fungsional ini memang memiliki akibat, tetapi masih memerlukan kualifikasi
tertentu, sebab meski agama rakyat dalam konteks Indonesia bergerak ke arah
integrasi negara, agama rakyat ternyata secara simultan mengalami disfungsional,
sehingga justru memberikan kontribusi yang kuat bagi timbulnya pengkotakan-
pengkotan, yang di situ muncul kelompok tertentu yang menganggap agama rakyat
tidak memiliki makna selain retorika kosong dari elit politik.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 7


2. legitimasi (pengakuan dan penerimaan terhadap suatu putusan). Di sini agama rakyat
di posisikan sebagai kekuatan legitimasi bagi penguasa dalam menjalankan otoritas
dan kekuasaannya di tengah konflik sosial-politik dan ketidak-pastian. Antara
pemimpin dan yang di pimpin merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi
kelangsungan sistem sosial. Dalam hal ini karakteristik otoritas pemimpin akan
menentukan legitimasi di hadapakahn yang di pimpin. Karakteristik itu bisa berasal
dari sumber tradisonal, legal rasional dan kharisma pemimpin.

Legitimasi ini tidak hanya dalam hubungan penguasa dan yang dikuasai, melainkan
juga menyangkut proses suatu sistem sosial dalam memberikan persetujuan
masyarakat dan institusi yang ada di dalamnya. Bahwa agama rakyat merupakan
fenomena episodik yang muncul tatkala keadaan menghadapi krisis, tetapi berubah
kembali ketika keadaan telah normal kembali. Selanjutnya munculnya agama rakyat
mirip dengan manuver kontrol sosial oleh elit politik dan bukan gerakan massa yang
mencerminkan perjuangan rakyat dalam mencoba mencari instrumen makna bagi
kehidupan masyarakat.

Olehnya itu perlu diwaspadai ketika agama itu sekedar dijadikan sebagai instrumen
legitimasi tindakan penguasa yang tidak menggambarkan realitas sosial yang
autentik, dan di pakai tidak secara konsisten melainkan hanya secara episodik sesuai
kebutuhan elit politik ketika harus menghadapi krisis. Sebaiknya dalam hal ini,
pemimpin politik dalam masyarakat mendasarkan legitimasi kekuasaan dan
otoritasnya pada efektifitas dalam memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, ketimbang mengkaitkan dengan agama dan nilai moral.

3. Profetik. Fungsi profetik agama rakyat sebagai sumber penilaian profetik bagi
sebuah bangsa. Ia memperlihatkan jarak antara potensi bangsa dan apakah yang
sedang dicapakahinya. Sistem keyakinan dalam hal ini dibutuhkan untuk menjamin
moralitas kesatuan dalam suatu negara. Oleh karena itu diperlukan otoritas untuk
menciptakan dan menjalankan hukum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat.
Moralitas individu yang dibutuhkan, dengan meninggalkan egoisme dan lebih
memberi simpati kepada semua manusia atas penderitaan dan kenestapakahan.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 8


Agama rakyat memposisikan dirinya sebagai medium pembebasan atas segala
kerusakan dan kebobrokan yang menimpa termasuk dilakukan oleh penguasa.
Dalam hal ini jika penguasa merupakan pendukung status quo maka agama rakyat
menjadi pendukung perubahan yang anti kemapakahnan dengan orientasi nilai-nilai
humanis-transenden. Nilai-nilai profetik keagamaan menjadi orientasi ideal serta
motivasi dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan. Walhasil terjadi di
kotomi antara agama rakyat yang pro-perubahan dengan orientasi nilai-nilai
humanis-transenden dengan pendukung realitas sosial yang rusak dan bobrok.

3.2 Profetik Agama dalam Hukum


Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna
kenabian atau sifat yang ada dalam diri seseorang nabi. Yaitu sifat yang mempunyai
cirri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual , tetapi juga menjadi pelopor
perubahan, membimbing masyarakat kea rah perbaikan dan melakukan perjuangan
tanpa henti melawan penindasan.

3.3 Fungsi profetik agama dalam hukum


Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju
kebahagiaan juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin
manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai
sumber moral).

Bisa dipastikan, misi profetik agama dapakaht memberi kontribusi bagi


pembangunan. Setidaknya, ia mendorong terciptanya ruang yang kondusif bagi
perkembangan demokrasi yang bisa menjamin berlangsungnya sebuah pembangunan.
Pada titik inilah misi profetik agama bisa mengambil peran, yaitu membangun ruang
publik demokratis, karena dengan ruang publik yang demokratis, kebebasan beragama
dijamin dan pembangunan bisa berjalan.

Meski demikian, sering persoalan agama dan pembangunan, menjadi problem


tersendiri. Keinginan dominasi negara dengan menancapkan kuku-kukunya yang tajam
pada ranah privat agama bukan hanya membelenggu agama, tetapi juga melahirkan
tindakan balas dendam agama untuk menguasai negara serta melahirkan gerakan
radikal yang kemudian menebar teror di berbagai tempat. Politisasi agama merupakan

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 9


bumerang bagi negara di satu sisi, dan agamanisasi politik yang ingin mensubordinasi
negara di bawah agama ternyata lebih berdampak negatif pada agama serta
menghancurkan hubungan yang harmonis antar agama di sisi lain.

Oleh karena itu, ketika agama memasuki ruang publik dalam rangka
memperjuangkan kepentingan umum (maupun kepentingan agama itu sendiri) harus
melalui perdebatan rasional, dan tidak boleh melampaui nalar publik (public reason).
Yang dimaksud nalar publik di sini yaitu syarat yang harus dipenuhi oleh alasan dan
tujuan sebuah kebijakan publik (atau undang-undang) dalam bentuk penalaran yang
menyediakan kemungkinan bagi setiap warga negara untuk menerima, menolak,
bahkan membuat usulan tandingan melalui mekanisme debat publik yang setara dan
bebas paksaan.

Karena argumen publik bersifat intersubjektif, maka apakah pun yang berasal
dari agama tidak boleh "diutamakan" hanya karena ia berasal dari Tuhan. Iya hanya
dapakaht diberlakukan setelah terbukti dapakaht diterima oleh penalaran publik.
Hukum agama (agar bisa diberlakukan secara publik, misalnya), harus terlebih dahulu
memenuhi prinsip resiprokalitas, diterima menurut nalar publik. Baik individu maupun
kelompok agamawan yang hendak memublikkan agama juga harus melakukan
persuasi melalui nalar publik, dan tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang
melampaui nalar publik, misalnya koersi.

Dengan demikian, agama tidak memiliki hak istimewa yang memungkinkan


mereka (kaum agamawan) memaksakan kehendak tertentu kepada negara tanpa melalui
debat publik. Negara harus lebih leluasa dalam menentukan dan menjalankan
kebijakannya, namun tetap melalui jalur nalar publik. Sebaliknya, individu atau
kelompok agama tidak saja diberi kebebasan menjalankan ibadah, melainkan juga
mengedepankan misi profetik agama mereka ke hadapakahn publik tanpa harus
menyertakan atribut-atribut agama masing-masing.

Dengan kata lain, nilai atau pesan publik agama tidak boleh melampaui prinsip
"kewarganegaraan", yaitu harus mengakui adanya kesamaan status warga negara jika
mereka ingin diperlakukan sama. Karena itulah, kesediaan menerima paham

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 10


kewarganegaraan berdasarkan hak asasi manusia universal adalah merupakan prasyarat
moral, hukum, dan basis politik agar dapakaht dinikmati manfaatnya secara bersama.

Pada konteks inilah misi profetik agama tentu akan mampu berkontribusi bagi
pembangunan, karena peran publik agama tidak lagi dipaksakan terhadap seluruh warga
negara, tetapi diposisikan sebagai milik bersama melalui nalar publik, tanpa harus
diklaim sebagai bagian dari salah satu agama tertentu. Dengan demikian, ruang publik
dipelihara dan diperkaya oleh nilai-nilai profetik agama tanpa dibajak oleh
kepentingan-kepentingan atau simbol-simbol agama tertentu, sehingga ruang publik
bisa dinikmati bersama oleh berbagai kelompok dan seluruh warga negara. Pada saat
yang sama, nalar publik ini menyelamatkan martabat agama yang mengemban misi
profetik. Dengan kata lain, masing-masing agama memberi kontribusi pada ruang
publik tanpa adanya klaim-klaim atau menyertakan simbol agamanya masing-masing.
Paralel dengan hal tersebut, tak pelak lagi misi profetik agama bisa dilibatkan dalam
pembangunan dengan pengaturan yang tepat seperti di atas. Apakahbila tidak menjadi
bagian dari pembangunan, agama-agama itu tidak dapakaht memainkan peranan
profetik ke arah terbentuknya wajah batin kesadaran sebuah negara.

Kepekatan politik negeri ini dan kekuatannya untuk bertahan pada akhirnya
tidak semata-mata bergantung pada keberhasilan material semata, tetapi juga pada
kemampuan kaum agamawan dalam menerjemahkan misi profetik agama ke dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa (pembangunan). Jika agama gagal memainkan
peran ini, maka akan membuka jalan bagi kekuasaan despotik -yang dangkal misi
profetik- dan negara akan berhenti melaksanakan agenda pembangunan yang
membebaskan, tapi malah destruktif.

3.4 Tujuan profetik agama dalam hukum


a. Mendorong seseorang (manusia) berperilaku dan berbuat sesuai dengan aturan
hukum dan perundang-undangan yang sah serta sesuai QS, sehingga tercipta suatu
kondisi masyarakat yang sadar dan taat hukum.
b. Mendorong seseorang berperilaku yang baik dengan mentauladani pribadi
Rasulullah, agar manusia selamat dan bahagia dunia dan akhirat (antara manusia
dengan manusia, antara manusia dengan Allah serta dengan alam lingkungan).

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 11


c. Mengeluarkan manusia dari miopik (cara pandang yang sempit) dan Primordial dan
Formalisme sempit yang akan melahirkan berbagai konflik sosial, politik bahkan
menjurus kepada perpecahan dan perperangan.

3.5 Pesan Profetik Agama


Salah satu imbas dari merekahnya reformasi pertengahan 1998 adalah hidupnya
demokrasi yang memberi ruang kepada agama untuk berperan secara lebih leluasa.
Dalam rentang waktu itu pula peran agama selalu mengundang kontroversi karena
beragamnya perspektif, interpretasi, dan ekspektasi dari pemeluknya saat memasuki
ruang publik. Pada satu sisi, terdapakaht mazhab yang menganjurkan sentralitas
peran agama di tengah-tengah ruang publik (teokrasi); tetapi pada sisi lain ada yang
menghendaki sublimasi agama ke wilayah privat (sekular).

Secara substantif, polarisasi dua kutub aliran itu bermuara pada keharusan
agama tetap keep updated dengan etos kehidupan publik serta mempertahankan
relevansinya di ranah publik. Dari sinilah muncul tuntutan agar agama mampu
bersenyawa dengan fitur-fitur demokrasi seperti good governance, hak asasi manusia
(HAM), ketertiban sipil, dan ketaatan hukum. Pertanyaan selanjutnya, seberapakah
jauh agama bisa dan diperbolehkan memainkan perannya di ruang publik?.

Buku Islam Profetik, Substansiasi Nilai-nilai Agama dalam Ruang Publik karya
Masdar Hilmy ini berusaha mengurai masalah itu dengan agak tuntas. Buku ini
terbagi dalam empat bagian dengan bahasan yang cukup menohok pola keberagamaan
Indonesia kontemporer. Bagian pertama berisi tentang berbagai fenomena kehidupan
yang makin menjauh dari pesan profetik agama, serta bagaimana santri menafsir
makna zaman pada bagian kedua. Sedangkan bagian ketiga membahas kesalehan sosial
masyarakat multikultural, dan ditutup dengan bahasan ruang publik yang tidak privat.

Melihat beragam bahasannya, buku ini bisa dikatakan sebagai salah satu upaya
menempatkan teks suci tidak berhenti pada kodratnya sebagai teks saja. Lebih daripada
itu, teks harus dijadikan sebagai kekuatan substansial yang mendorong perubahan di
ranah publik. Upaya imperatif ini penting dilakukan karena tidak sedikit kenyataan
sosial yang menunjukkan adanya paradoks keagamaan, seperti maraknya korupsi yang
dilakukan orang yang justru dikenal agamis. Padahal dalam tataran normatif, agama

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 12


selalu mengandaikan kehadiran unsur-unsur Ilahi dalam setiap tingkah laku manusia
sebagai konsekuensi ke-Maha Hadir-an Tuhan.

Bagi umat muslim yang mayoritas di negeri ini, Masdar menyatakan bahwa
cermin besar keteladanan itu sesungguhnya bisa dilacak dalam diri Nabi
Muhammad Saw dalam segala aspek kehidupannya. Dosen Pascasrajana IAIN Sunan
Ampel Surabaya ini menekankan, pemaknaan terhadap keteladanan itu tidak boleh
dilakukan secara harfiah dan sepotong-potong, tetapi harus elastis, komprehensif,
substansial, dan kontekstual. Yang diambil dari pribadi Nabi adalah dimensi
keteladanan profetiknya yang berupa hikmah, kearifan, pesan, dan pelajaran hidup;
bukan sekadar physical performance yang artifisial dan karikatif.

3.6 Kesadaran Profetik


Kesadaran profetik ini penting karena fenomena kehidupan kekinian terlihat
makin menjauh dari semangat kenabian, dengan maraknya kekerasan, terorisme,
kriminilitas, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan ketertindasan, keangkuhan,
pemberhalaan duniawi, dan semacamnya. Sedangkan Islam profetik mempunyai misi
membebaskan umat manusia dari segala bentuk belenggu kemanusiaan tersebut, serta
mengajak mereka melakukan perubahan menuju kurva positif.

Untuk memunculkan kesadaran profetik setidaknya ada dua jalan yang mesti
ditempuh. Yaitu membebaskan agama dan mengkonstruksinya menjadi agama yang
membebaskan. Langkah pertama meniscayakan pembacaan agama yang selaras dengan
misi dan kepentingan umat manusia secara keseluruhan, serta pembacaan harus
dibentuk oleh pengalaman dan aspirasi umat manusia secara keseluruhan. Artinya,
pembacaan agama yang bersifat teosentris (manusia untuk agama) harus diubah
menjadi antroposentris (agama untuk manusia).

Pembebasan umat dari kungkungan teks-teks yang membelenggu aspek


kemanusiaan inilah secara otomatis melahirkan agama yang membebaskan. Dalam
tahap ini ada proses transformasi, pemindahan, atau perubahan dari kondisi yang tidak
diinginkan menuju kondisi yang diinginkan. Pesan ini selaras dengan perjalanan Nabi
Muhammad Saw yang semasa hidupnya setidaknya melakukan tiga pembebasan besar

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 13


bagi umat dan masyarakatnya dalam bidang sosio-kultural, ekonomi, serta
penyikapakahn terhadap agama yang berlainan.

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 14


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan dan
juga memuat peraturan peraturan mengkondisikan terbentuknya batin manusia yang
baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral)

4.2 Saran
Saran yang dapakaht disaikan adalah:
Kami menyarankan agar pembaca dapakaht mengetahui lebih dalam tentang
makalah yang kami sajikan
Kami menyarankan agar pembaca bisa menambah wawasan dengan
menerapkan ajaran agama didalam lingkup hukum

Makalah Agama/Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum/DIII KEP. IB/2016 15

Вам также может понравиться