Вы находитесь на странице: 1из 53

http://www.merckmillipore.co.

id/chemicals/analisis-bakteri-salmonella-menggunakan-media-kultur-
bismuth-sulphite-agar/c_.hWb.s1O7pYAAAEkiloksZ5a

Metode yang direkomendasikan untuk


Deteksi Cemaran Salmonella
Salmonella adalah salah satu bakteri yang seringkali menyebabkan penyakit yang cukup
serius apabila mencemari makanan maupun minuman yang dikonsumsi manusia. Salmonella
memiliki kekerabatan yang dekat dengan bakteri genus Escherichia dan dapat dijumpai
hampir di seluruh dunia. Salmonella juga dapat hidup pada tubuh makhluk hidup yang
berdarah dingin maupun berdarah panas.

Salmonella adalah bakteri berbentuk batang dengan diameter 0,7 1,5 m, memiliki panjang
2 5 m, termasuk dalam bakteri Gram-negatif, tidak menghasilkan spora, utamanya
bersifat motile serta memiliki flagella di seluruh permukaan selnya (peritrichious). Hampir
seluruh spesies Salmonella mampu menghasilkan hydrogen sulfide yang dapat dengan mudah
dideteksi dengan cara menumbuhkannya pada media yang mengandung ferrous sulfate,
misalnya media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) melalui metoda inokulasi stab center.
Salmonella yang tumbuh akan ditandai dengan adanya warna hitam pada area
pertumbuhannya.

Untuk melakukan deteksi cemaran Salmonella pada produk makanan, ada beberapa metoda
yang direkomendasikan untuk digunakan oleh industri maupun laboratorium analisa lainnya.
Salah satunya adalah metoda yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Internasional, yaitu
Standar ISO 6579 : 2002 Microbiology of food and animal feeding stuffs -- Horizontal
method for the detection of Salmonella spp.

Metoda ISO 6579:2002 untuk Deteksi Salmonella

Dalam metoda ISO 6579 : 2002 ini tahap pertama yang dilakukan adalah pre-enrichment
pada media kultur cair Buffered Peptone Water (BPW) [No. Kat. 1.07228.0500/5000]
untuk memulihkan kondisi bakteri yang injured, sehingga meminimalkan terjadinya false
negatif.
Tahapan kedua adalah melakukan selective enrichment pada 2 jenis media kultur cair, yaitu
Rappaport Vassiliadis Salmonella Enrichment Broth (RVS) [No. Kat. 1.07700.0500] dan
Muller Kaufman Tetrathionate Novobiocin Broth (MKTTn) [No. Kat. 1.05878.0500].
Pada tahapan selective enrichment ini terjadi optimalisasi pertumbuhan bagi Salmonella dan
dihambatnya pertumbuhan bakteri-bakteri penyerta lainnya yang dapat menggangu
pertumbuhan Salmonella, sehingga dapat semakin meminimalkan hasil false negatif. Tahap
ini menggunakan 2 jenis media selektif yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan
dari berbagai spesies Salmonella yang mungkin terdapat pada sampel. Sebab, terkadang
beberapa jenis spesies Salmonella dapat tumbuh baik pada media kultur RVS namun tidak
dapat tumbuh pada MKTTn, maupun sebaliknya.

Tahapan ketiga adalah melakukan isolasi / plating pada media agar selektif yaitu XLD agar
cat. no. 1.05287.0500 dan Rambach Agar cat. 1.07500.0001 menggunakan metoda
streak/gores menggunakan jarum tanam ose/loop. Pada media agar selektif ini Salmonella
yang tumbuh di media XLD Agar akan tampak sebagai koloni berwarna hitam dan pada
media Rambach Agar, Salmonella akan tampak sebagai koloni berwarna merah. Pada
tahapan ini menggunakan 2 jenis media agar selektif yang menggunakan metoda berbeda.
Pada XLD agar, Salmonella akan menggunakan kandungan xylose, lactose dan sucrose
menjadi zat asam yang menyebabkan phenol red berubah menjadi berwarna kuning. Selain
itu, Salmonella juga akan menghasilkan hydrogen sulfite sebagai hasil dari pemanfaatan
thiosulfate dan garam besi (III) yang menyebabkan koloni Salmonella akan berwarna hitam.

Pada media Rambach Agar, Salmonella akan tumbuh dan tampak sebagai koloni berwarna
merah. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan propylene glycol dan reaksinya dengan pH
indikator yang menghasilakn warna merah. Metoda ini telah dipatentkan sebagai metoda
terkini untuk pendeteksian Salmonella. Untuk membedakan Salmonella dari bakteri Coliform
lainnya, media Rambach Agar mengandung substrat chromogenic untuk mendeteksi aktifitas
pemecahan -galactosidase oleh Coliform. Pertumbuhan coliform pada media Rambach Agar
akan tampak sebagai koloni yang berwarna kehijauan atau biru-violet. Sedangakan bakteri
dari kelompok Gram-negatif lainnya akan tampak sebagai koloni yang tak berwarna,
misalnya Proteus dan Shigella.

Dengan menggunakan metoda ISO 6579 : 2002 ini diharapakan industri makan dan minuman
dapat melakukan analisa cemaran Salmonella dengan akurat. Sehingga dapat membantu
meminimalkan resiko terjadinya kesalahan analisa yang menyebabkan penarikan kembali
produk makanan yang telah terdistribusi.

Apabila Bapak/Ibu membutuhkan informasi yang lebih lengkap mengenai metoda analisa
Salmonella sesuai ISO 6579 : 2002, Bapak/Ibu dapat menghubungi kami melalui alamat
email kami di chemicals@merck.co.id. Dengan senang hati kami akan membantu Bapak/Ibu
untuk mendapatlan informasi yang dibutuhkan. (gs)
http://muzhoffarbusyro.wordpress.com/teknologi-industri-pangan/laporan-praktikum-mikrobiologi-
pangan-i/laporan-praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-5-analisis-kuantitatif-pada-bahan-
pangan/

LAPORAN 5 (Analisis Kuantitatif Pada Bahan Pangan)

VI. PEMBAHASAN

Laporan ini akan membahas hasil praktikum analisis kuantitatif pada bahan pangan yang
telah dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2011.

Mutu mikrobiologis dari suatu bahan makanan dapat ditentukan oleh jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan
menentukan ketahanan simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh
mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies
patogenik yang terdapat serta proses pengawetan apa yang akan diterapkan pada bahan
pangan tersebut. Jadi kemampuan untuk mengukur secara tepat jumlah mikroorganisme yang
umum terdapat dalam bahan pangan dan jumlah mikroorganisme spesifik yang berada dalam
produk pangan merupakan dasar yang penting bagi mikrobiologi pangan (Buckle dkk, 1985).
Perhitungan mikroorganisme pada praktikum kali ini dilakukan dengan metode langsung
dengan mikroskopik dan metode tidak langsung. Metode langsung yaitu dengan
menggunakan metode Petroff Hauser dan metode tidak langsung yaitu dengan menggunakan
metode Most Probable Number (MPN).

6.1 Metode Petroff Hauser

Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung
jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Petroff-
Hauser. Jumlah cairan yang terdapat antara cover glass dan alat ini mempunyai volume
tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu.

Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm. Satu kotak besar di tengah, dibagi
menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16
kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari
ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang tersuspensi akan
memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat
diketahui (Anonim, 2011).

Gambar. Ukuran kotak pada Petroff-Hauser

(sumber:http://lh5.ggpht.com/_kFz4vOoppxQ/SSKlkEqaXFI/AAAAAAAAAXU/uWco8r4984Q
/clip_image01254.jpg)

Berikut ini adalah cara penghitungan luas kotak sedang.


Luas kotak sedang = panjang x lebar

= 0,2 x 0,2

= 0,04 mm2

Volume kotak sedang = luas x kedalaman

= 0,04 mm2 x 0,1 mm

= 0,004 mm3

Karena 1 ml = 1cm2, maka :

= 0,004 mm3

= 0,000004 cm3

= 410-6ml

Jadi, rumus menghitung jumlah sel/ml dalam kotak sedang adalah :

= jumlah sel/410-6ml

= (jumlah sel/4) x 106

= jumlah sel x () x 106

= jumlah sel x 2,5 x 105 atau jumlah sel x 0,25 x 106

Sebelum memulai praktikum, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan
gelas objek dengan menggunakan alcohol 70%. Secara aseptik ambl 1 loop kultur bakteri,
diletekkan pada kotak Petroff Hauser yang diletakkan pada gelas objek. Tutup gelas objek
dengan kover penutup. Amati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 1000x
dengan minyak imersi. Amati bakteri pada lima buah kotak sedang yang berbeda. Hitung
jumlah bakteri rata-rata dan 25 kotak untuk menghitung bakteri tiap ml bahan.

Praktikum kali ini dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah bakteri dibawah mikroskop
pada lima kotak sedang yang letaknya berbeda. Jumlah bakteri pada kotak sedang pertama
yang terletak pada sudut kiri atas berjumlah 4 koloni. Jumlah koloni bakteri pada kotak
sedang kedua yang terletak pada sudut kiri bawah berjumlah 1 koloni. Jumlah koloni bakteri
pada kotak sedang ketiga yang terletak pada sudut kanan atas berjumlah 3 koloni. Jumlah
koloni bakteri pada kotak sedang pertama yang terletak pada sudut kanan bawah berjumlah 2
koloni. Jumlah koloni bakteri pada kotak sedang kelima yang terletak ditengah-tengah kotak
besar berjumlah 2 koloni.

Maka diperoleh hasil pengamatan metode Petroff-Hauser sebagai berikut.

Jumlah koloni pada lima kotak sedang berbeda = 4 + 1 + 3 + 2 + 2 = 12

Rata-rata koloni = = 2,4 koloni

Jumlah sel/ml = 2,4 x 0,25 x 106 = 0,6 x 106 =

Keuntungan metode Petroff-Hauser : Murah dan Cepat.

Kelemahan metode Petroff-Hauser :

1. Sel mati tidak dapat dibedakan dengan sel hidup (terhitung semuanya).
2. Sel-sel berukuran sangat kecil sukar dilihat di bawah mikroskop sehingga kadang-kadang
tidak terhitung.
3. Untuk mempertinggi ketelitian maka jumlah sel dalam suspense harus cukup tinggi, misalkan
bakteri = 106 sel/ml
4. Tidak boleh digunakan untuk menghitung mikroorganisme di dalam makanan, banyak
mengandung ekstrak makanan.

6.2 Metode Most Probable Number (MPN)

Metode MPN umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air khususnya
untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan utama sumber air
minum. Most Probable Number dalam bidang kesehatan masyarakat dari mikrobiologi
pangan, dipergunakan secara luas untuk menghitung jumlah bakteri yang ada dalam bahan
pangan. Media ini banyak digunakan untuk menghitung bakteri patogenik dalam jumlah
sedikit yang terdapat dalam bahan pangan. Metode ini berdasarkan atas pengenceran. Apabila
suatu larutan yang mengandung sel-sel mikroorganisme diencerkan terus-menerus, akhirnya
akan diperoleh suatu larutan dimana tidak dijumpai sel lagi yaitu dikatakan steril (Buckle
dkk, 1985).

Metode MPN menggunakan medium cair dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham,
dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung reaksi positif, yaitu yang
ditumbuhi oleh mikroorganisme setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati terjadinya kekeruhan,
terbentuknya gas didalam tabung durham yang diletakkan pada posisi terbalik, sehingga
tabung durhamnya naik keatas. Setiap pengenceran pada umumnya digunakan tiga atau lima
seri. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi, tetapi
alat gelas yang digunakan juga lebih banyak (Fardiaz, 1992).

Praktikum kali ini dilakukan pengenceran sampai 10-3 pada tiga seri tabung reaksi yang
dibagi menjadi Seri A, Seri B dan Seri C. Setiap tabung reaksi berisi tabung durham yang
diletakkan pada posisi terbalik. Posisi tabung durham harus terbalik, bertujuan untuk
mengetahui dengan jelas terdapatnya gelembung gas atau tidak. Seri A diisi dengan medium
NBDS (Nutrient Broth Double Strength) sedangkan Seri B dan Seri C diisi dengan media
NBSS (Nutrient broth Single Strength). Perbedaan NBDS dengan NBSS adalah pada
dosisnya. Dosis NBDS adalah dua kali lipat dari dosis biasa.

Praktikum kali ini, digunakan 4 sampel, yaitu Mr. Juice, Teh Kita, Jus ABC Jambu, dan Teh
Gelas. Sebelum memasukkan sampel kedalam tabung reaksi, pastikan untuk setiap
pengerjaannya harus dengan kondisi yang steril, baik lingkungan, tempat kerja, maupun
peralatannya. Pastikan juga untuk bekerja didekat api bunsen untuk mencegah adanya
kontaminasi mikroorganisme lain. Setelah itu sedot sampel dengan bulb pipet sebanyak 10 ml
ke Seri A melalui perantara pipet ukur dan masukkan kedalam tiga tabung reaksi yang telah
berisi tabung durham. Setelah itu, pipet lagi sampel sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam
tabung reaksi Seri B yang berjumlah tiga buah tabung reaksi yang berisi tabung durham.
Kemudian yang terakhir pipet lagi sampel sebanyak 0,1 ml dan masukkan kedalam tiga
tabung reaksi Seri C yang telah berisi tabung durham. Setelah itu inkubasi semua tabung pada
suhu 30-320C selama 2 hari. Pastikan lagi jangan sampai terdapat gelembung pada tabung
durham sebelum inkubasi. Setelah di inkubasi selama 2 hari, amati kekeruhan, perubahan
warna, endapan, dan gas atau gelembung dalam setiap tabung durham. Kemudian catat
tabung positif dari masing-masing pengenceran. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat
dengan mengamati timbulnya kekeruhan dan terbentuknya gas di dalam tabung durham.
Tetapi jika kekeruhan timbul pada tabung reaksi, sedangkan di dalam tabung durhamnya
tidak ada gas, tabung tersebut termasuk tabung negatif. Kemudian cocokkan dengan tabel
yang menunjukkan nilai MPN.

Hasil pengamatan perhitungan mikroorganisme dengan menggunakan metode MPN dapat


dilihat pada Tabel 1.

Kelompok 3 menggunakan sampel Jus ABC Jambu. Setelah dilakukan pengamatan, pada
pengenceran Seri A 10-1 terdapat satu buah tabung positif, pada pengenceran Seri B 10-2 tidak
terdapat tabung positif, semua tabung adalah negatif karena tidak terbentuk gelembung pada
tabung durham, dan pada pengenceran Seri C 10-3 terdapat satu buah tabung positif.
Kombinasinya menjadi 1, 0, 1. Setelah di cocokkan pada tabel yang menunjukkan nilai MPN,
nilai MPN sampel air jambu adalah 7.

Kelompok 4 menggunakan sampel Teh Gelas. Setelah dilakukan pengamatan, pada


pengenceran Seri A 10-1 terdapat satu buah tabung positif, pada pengenceran Seri B 10-2
semua tabung adalah tabung positif, dan pada pengenceran Seri C 10-3 semua tabung adalah
tabung positif. Kombinasinya menjadi 1, 3, 3. Setelah di cocokkan pada tabel yang
menunjukkan nilai MPN, nilai MPN sampel air jambu adalah 29.

Kelompok 1 menggunakan sampel Mr. Juice. Setelah dilakukan pengamatan, pada


pengenceran Seri A 10-1 semua tabung adalah tabung positif, pada pengenceran Seri B 10-2
semua tabung adalah tabung positif, dan pada pengenceran Seri C 10-3 semua tabung adalah
tabung positif. Kombinasinya menjadi 3, 3, 3. Setelah di cocokkan pada tabel yang
menunjukkan nilai MPN, nilai MPN sampel air jambu adalah 24 x 102.

Kelompok 2 menggunakan sampel Teh Kita. Setelah dilakukan pengamatan, pada


pengenceran Seri A 10-1 semua tabung adalah tabung positif, pada pengenceran Seri B 10-2
semua tabung adalah tabung positif, dan pada pengenceran Seri C 10-3 semua tabung adalah
tabung positif. Kombinasinya menjadi 3, 3, 3. Setelah di cocokkan pada tabel yang
menunjukkan nilai MPN, nilai MPN sampel air jambu adalah 24 x 102.
VII. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

Analisis kuantitatif sangat penting untuk standar keamanan suatu bahan pangan.
Mutu mikrobiologis dari suatu bahan makanan dapat ditentukan oleh jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan.
Perhitungan mikroorganisme dapat dilakukan dengan metode langsung yaitu dengan
menggunakan metode Petroff Hauser dan metode tidak langsung yaitu dengan
menggunakan metode Most Probable Number (MPN).
Salah satu kekurangan menggunakan metode Ptroff Hauser pada perhitungan
mikroorganisme adalah sel mati tidak dapat dibedakan dengan sel hidup (terhitung
semuanya).
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan dan
terbentuknya gas di dalam tabung durham.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. UI Press : Jakarta

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anonim. 2011. Perhitungan Koloni Mikroba pada TPC dan MPN.


http://abangtamiang.blogspot.com/2011/01/perhitungan-koloni-mikroba-pada-tpc-
dan_26.html (diakses pada tanggal 20 Maret 2011)
http://hartoko.wordpress.com/keamanan-pangan/analisis-bahaya-pada-pangan/

Analisis Bahaya Pada Pangan

Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia.
Tetapi pangan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, yang
berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan, maupun masuk ke dalam
pangan dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari pangan sering disebut
sebagai keracunan pangan. Timbulnya bahaya dapat terjadi melalui unsur mikroorganisme,
kimia atau alami. Penyakit yang ditimbulkan oleh ketiga unsur di atas diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan dan masuk
ke dalam tubuh, kemudian hidup dan berkembang biak, dan mengakibatkan infeksi pada
saluran pencernaan (food infection).

2. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh racun/toksin yang dihasilkan oleh mikroba
pada pangan (food poisoning). Kejadian intoksikasi tidak selalu diserta masuknya mikroba ke
dalam tubuh.

3. Penyakit akibat pangan yang penyebabnya bukan mikroba, tetapi bahan kimia dan unsur
alami.

Bahaya Mikrobiologis

Mikroba terdapat dimana-mana, baik di tanah, debu, air ataupun udara. Sebagian besar dari
mikroba tersebut tidak berbahaya, tetapi banyak juga yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia dan hewan. Dalam keadaan tertentu mikroba dapat berkembangbiak dan
menginfeksi jaringan tubuh dan dapat menular baik antara manusia dengan manusia, hewan
dengan hewan ataupun menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya, secara langsung atau
melalui pangan. Pangan menjadi beracun karena telah tercemar oleh mikroba tertentu, dan
mikroba tersebut menghasilkan racun yang cukup banyak yang dapat membahayakan
konsumen

Infeksi Bakteri

Pangan yang umumnya sumber infeksi dan keracunan oleh bakteri adalah pangan yang
tergolong berkeasaman rendah seperti daging, telur, susu dan hasil produksinya. Yang
termasuk bakteri penyebab infeksi pangan antara lain adalah Salmonella, Clostridium
perfringens, Vibrio parahaemolyticus, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Vibrio cholerae.

Salmonella

Salmonella dapat ditemui dalam pangan karena adanya kontaminasi. Beberapa sumber
kontaminasi antara lain kotoran hewan pada saat dipotong, kotoran manusia, atau dari air
yang terkena polusi air buangan yang mengandung Salmonella. Kontaminasi dapat juga
terjadi secara tidak langsung, misalnya kontaminasi pangan oleh Salmonella melalui tangan
manusia atau alat-alat yang digunakan.
Salmonella terdapat pada unggas dan telurnya, lalat, tikus dan kecoa. Ayam kalkun, bebek
dan angsa dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella yang kemudian dapat ditemukan
dalam kotoran, telur dan sebagainya. Produk seperti telur utuh, telur bubuk dan telur cair,
perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi sebagai sumber Salmonella. Pangan
lainnya yang sering tercemar oleh Salmonella adalah daging ikan dan susu serta hasil
olahannya seperti sosis, ham, ikan asap, susu segar, es krim, coklat susu.

Gejala keracunan Salmonella adalah demam, sakit kepala, diare, dan muntah. Masa inkubasi
5 72 jam, biasanya 12 36 jam setelah memakan pangan yang mengandung Salmonella.

Clostridium perfringens

Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini adalah gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan),
dengan gejala seperti sakit perut, diare dan terbentuknya gas racun yang dikeluarkan dari
saluran pencernaan. Bakteri tersebut relatif peka terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada
suhu 60C selama 10 menit. Gejalanya timbul dalam waktu 8 24 jam setelah memakan
makanan yang mengandung mikroba tersebut.

Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging sapi masak. Pangan
lain yang mungkin terkontaminasi adalah ikan, unggas, produk susu, makanan kering, sup,
gravies, rempah-rempah, gelatin, spagheti, pasta, tepung dan protein kedelai.

Vibrio parahaemolyticus

Wabah gastroenteritis oleh Vibrio parahaemolyticus banyak terjadi di Jepang karena


kebiasaan penduduknya yang mengkonsumsi ikan terkontaminasi dan hasil laut lain secara
mentah. Hasil laut seperti ikan laut, kerang, kepiting, dan udang adalah bahan pangan yang
sering terinfeksi Vibrio parahaemolyticus.

Masa inkubasi 2 48 jam, biasanya 12 jam. Gejala yang timbul adalah sakit perut, diare
(kotoran berair dan mengandung darah), mual dan muntah, demam ringan, dan sakit kepala.
Penderita akan sembuh setelah 2 5 hari.

Escherichia coli

Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan
orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai
mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu nonpatogenik dan
patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare, yaitu EPEC (Enteropatogenik
Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif
Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin).

Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah
dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tapi EPEC dapat menyebabkan enteritis
kronis yang berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan
dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun.

Penyakit yang disebabkan oleh ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam,
malaise dan muntah. Dalam bentuk sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat
menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh V. cholerae,
yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare untuk bayi di negara
berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah
beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene
yang lebih rendah.

Grup EIEC menyebabkan diare yang klinis sering menyerupai diare basiler,yang disebabkan
oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut,
berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak
semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam
tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel
yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.

VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala
HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah
umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS
terjadi pada semua kelompok umur tapi paling umum pada anak-anak. VTEC terdapat pada
alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.

Kontaminasi pangan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air
yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling
sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar.

Bacillus cereus

Bacillus cereus menyebabkan terjadinya gastroenteritis pada manusia. Gejalanya mual,


kejang perut, diare berair, dan muntah-muntah selama satu hari atau kurang. Pangan yang
sering terkontaminasi adalah serelia, tepung, bumbu, pati, puding, saus, dan nasi goreng.

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae menjadi penyebab terjadinya wabah kolera, sedangkan Vibrio cholerae van
Eltor penyebab dari penyakit kolera eltor. Cara kerjanya adalah dengan menyerang dinding
saluran usus dan menyebabkan diare dan muntah. Penularan bakteri ini melalui air, ikan dan
makanan hasil laut.

Intoksikasi Pangan karena Bakteri

Jenis bakteri penyebab intoksikasi pangan adalah Clostridium botulinum, Staphylococcus


aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Racun yang dihasilkan bakteri lebih tahan panas
daripada bakteri itu sendiri.

Clostridium botulinum

Keracunan yang disebabkan bakteri ini disebut botulism. Racun yang dihasilkan dapat
menyebabkan kematian. Gejalanya dimulai dengan gangguan pencernaan yang akut, mual,
muntah, diare, lemah fisik dan mental, pusing dan sakit kepala, pandangan berubah menjadi
dua, sulit menelan dan berbicara, otot-otot menjadi lumpuh dan kematian biasanya karena
kesulitan bernafas. Pada kasus yang fatal, kematian dapat terjadi 3 6 hari.
Pada umumnya intoksikasi terjadi pada pangan kaleng berasam rendah. Makanan kaleng
yang sering menyebabkan botulism adalah jagung manis, bit, asparagus dan bayam. Botulism
juga mungkin terjadi pada ikan asap.

Staphylococcus aureus

Gejala keracunan Staphylococcus aureus adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah,
kejang perut, diare berdarah dan berlendir, sakit kepala, kejang otot, berkeringat dingin,
lemas, nafas pendek, suhu tubuh dibawah normal. Gejala ini berlangsung 1 2 hari, jarang
terjadi kematian.

Rongga hidung manusia khususnya penderita sinusitis mengandung banyak staphylococci,


demikian halnya dengan bisul dan luka bernanah merupakan sumber potensial. Sapi perah
penderita mastitis (infeksi pada ambing) menularkan staphylococci ke dalam air susu.

Bakteri S. aureus yang telah masuk ke dalam makanan, dapat dimatikan dengan pemanasan
pada waktu dimasak, tetapi toksin yang dihasilkannya hanya dapat terurai jika dilakukan
pemanasan selama beberapa jam, atau dipanaskan pada suhu 115C selama 30 menit.
Makanan yang dipanaskan pada suhu ini tentu saja akan berubah teksturnya dan mengalami
kerusakan kandungan gizi yang relatif hebat.

Pseudomonas cocovenenans

Keracunan bongkrek adalah nama penyakit untuk jenis keracunan oleh bakteri ini.
Pseudomonas cocovenenans sering mengkontaminasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek
terbuat dari ampas kelapa dan difermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Pada tempe yang
gagal dan rapuh , disamping Rhizopus oligosporus biasanya tumbuh juga sejenis bakteri yang
disebut Pseudomonas cocovenenans. Bakteri inilah yang menyebabkan terbentuknya toksin
dalam tempe bongkrek dan berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Penderita keracunan bongkrek ditandai dengan hipoglikemia, spasma/kejang, dan tidak sadar.
Penderita hipoglikemia biasanya meninggal 4 hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek
yang beracun.

Bahaya Kimia
Intoksikasi Pangan karena Bahan Alami

Keracunan pada pangan selain disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari tanah, air,
udara, hewan dan manusia juga bisa berasal dari bahan alami yaitu dari hewan, tumbuhan dan
bahan kimia. Racun berada dalam pangan secara alamiah karena racun tersebut adalah
komponen dari pangan, contohnya jamur racun, singkong racun, ikan racun, jengkol, dan
sebagainya.

Jamur Racun

Jamur racun adakalanya sukar dibedakan dengan jamur yang dapat dimakan sehingga orang
yang tidak begitu mengetahui ciri-ciri tanaman jamur sering salah mengambil jamur beracun
sehingga menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian.
Beberapa jenis jamur beracun yang menyerupai jamur merang yaitu Amanita muscaria yang
menghasilkan racun muskarin dan jamur Amanita phalloides yang menghasilkan racun
phallin. Masa inkubasi relatif cepat antara 15 menit hingga 15 jam. Gejala keracunan jamur
adalah sakit perut, timbul rasa haus, mual, muntah, diare, badan menjadi lemah, kadang-
kadang diikuti dengan keluarnya air mata dan dapat berakhir dengan kematian.

Jengkol

Jengkol yang berasal dari tanaman asal Pithecolobium lobatum biasanya dikonsumsi dalam
bentuk emping jengkol, sebagai lauk sayur jengkol dan sebagai lalap bentuk mentah. Jengkol
dapat menimbulkan keracunan kalau dikonsumsi terlalu banyak. Jengkol mempunyai bau
khas yang tidak sedap. Penyebab keracunan adalah asam jengkolat. Hablur asam jengkolat
berbentuk jarum roset, mudah larut dalam larutan asam atau alkali, larut dalam air panas,
sukar larut dalam air, sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan pada saluran urine dan
terganggunya fungsi ginjal.

Gejala keracunan jengkol ialah perut kembung, mual, kadang-kadang disertai dengan muntah
dan tidak dapat buang air besar. Timbul rasa nyeri (kolik) didaerah pinggang atau sekitar
pusar dan kadang-kadang disertai kejang. Urine sedikit, berbau khas jengkol, adakalanya
berwarna merah bercampur putih seperti air cucian beras karena didalam urine terdapat sel
darah merah dan sel darah putih dan pada keracunan jengkol berat tidak dapat kencing sama
sekali karena saluran urine tersumbat oleh hablur asam jengkolat.

Singkong Racun

Penyebab keracunan pada singkong adalah asam sianida yang terdapat baik pada daun
maupun umbi singkong. Asam sianida akan menghambat pengangkutan oksigen oleh sel
darah merah. Gejala keracunan singkong seperti keracunan asam sianida pada umumnya
yaitu mual, muntah, pusing, sukar bernafas sehingga harus menarik nafas dalam-dalam,
denyut jantung cepat, kemudian pingsan dan dapat berakhir dengan kematian.

Ikan Beracun

Beberapa jenis ikan laut dan air tawar ternyata di dalam organ tubuhnya mengandung racun
yang dapat menimbulkan kematian pada korban keracunan. Jenis ikan beracun yang terkenal
adalah ikan buntel. Tubuh ikan buntel perutnya agak membulat tidak pipih, gigi rahangnya
yang tumbuh berendeng menyatu dan hanya dipisahkan oleh celah kecil di tengah, sehingga
tampak seperti bergigi empat. Penyebab keracunan pada ikan buntel adalah racun tetrodoksin
dari golongan neurotoksin (menyerang syaraf) yang sangat beracun dan terdapat di dalam
indung telur dan hati. Gejala keracunan timbul 30 menit hingga beberapa jam setelah makan
ikan beracun berupa kesemutan di sekitar mulut, ibu jari, jari tangan dan jari kaki, dan sering
diikuti dengan rasa kebal pada tungkai, nyeri pada sendi, rasa gatal, berkeringat, mual,
muntah, otot lumpuh, pernafasan terganggu dan dapat berakhir dengan kematian.

Kerang, Udang Beracun

Kerang jenis tertentu diketahui mengandung racun yang menyerang syaraf (neurotoksin) dan
racun ini tidak rusak oleh panas. Gejala keracunan yang akut timbul 5 hingga 30 menit
setelah makan kerang atau dapat juga terjadi 24 48 jam setelah makan kerang atau udang
yang diduga beracun. Keracunan kerang dapat dilihat dengan gejala kesemutan di sekitar
mulut, mual, muntah, perut melilit, otot melemah, tubuh lumpuh dan dapat berakhir dengan
kematian karena pernafasan terganggu.

Intoksikasi Pangan karena Logam Berat

Logam berat masuk ke dalam pangan karena proses pencemaran pada waktu penanaman,
pemeliharaan, penyimpanan pasca panen dan pengolahan. Selain itu kontaminasi dapat juga
terjadi melalui alat masak yang mengandung logam berbahaya dan mengalami pengikisan
permukaan.

Keracunan Senyawa Merkuri (Hg)

Keracunan merkuri dapat terjadi karena pembuangan limbah industri yang mengandung
merkuri ke laut atau sungai kemudian mencemari ikan dan sejenisnya yang hidup di air laut.
Jika air sungai tersebut dijadikan sumber air minum tanpa pengolahan yang menghilangkan
merkuri maka air tersebut dapat menimbulkan keracunan merkuri kronik. Keracunan merkuri
dapat juga terjadi melalui penggunaan fungisida yang tidak sesuai dengan petunjuk
penggunaan, sehingga mencemari bahan pangan seperti beras, daging, atau karena kekeliruan
pemakaian fungisida, karena label tidak jelas.

Gejala keracunan merkuri adalah rasa terbakar pada mulut, rasa logam, banyak mengeluarkan
air liur dan haus, sakit perut, muntah, cairan tinja mengandung darah, denyut nadi cepat tapi
lemah, pucat, kelemahan kaki, penglihatan menurun, koma dan berakhir denga kematian.

Keracunan Tembaga

Logam tembaga dan kuningan dahulu banyak digunakan dalam wadah atau alat masak
misalnya wajan, ketel, dan tangki minum. Apabila pangan yang mengandung asam atau
berkarbonat diolah dalam wadah tembaga, sebagian logam tembaga akan terkikis dan larut
dalam pangan sehingga dapat menimbulkan keracunan. Tembaga sebagai persenyawaan
kimia dipakai pula dalam fungisida atau insektisida seperti tembaga oksiklorida dan tembaga
sulfat, persenyawaan tersebut dapat menyebabkan keracunan apabila tercampur ke dalam
pangan, karena penyemprotan yang tidak sesuai petunjuk sehingga meninggalkan residu yang
banyak dalam pangan.

Masa inkubasi relatif cepat yaitu satu jam atau kurang. Gejala keracunan tembaga adalah
sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, rasa manis dan bau logam pada mulut, muntah,
sakit perut, diare, kejang-kejang dan koma.

Keracunan Arsen

Arsen banyak digunakan sebagai bahan campuran insektisida, yaitu arsen pentoksida
dicampur dengan kromium trioksida dan tembaga oksida. Arsen dapat menyebabkan
keracunan karena penyimpanan atau penyemprotan insektisida yang tidak sesuai dengan
petunjuk. Gejala keracunan arsen umumnya timbul 1 jam setelah keracunan arsen.
Tetapi dapat pula terjadi dalam beberapa jam, terutama apabila keracunan melalui pangan.
Gejala keracunan arsen adalah muntah, diare dan dapat berakhir dengan kematian.
Keracunan Seng

Alat masak yang terbuat dari seng atau besi yang dilapisi seng dapat menimbulkan keracunan
karena logam seng terkikis dan larut dalam pangan. Masa inkubasi keracunan seng sekitar 1
jam. Gejala keracunan seng adalah sakit kepala, mengeluarkan air liur, haus, muntah dan
diare.

Keracunan Antimon (Stibium)

Keracunan antimon dapat terjadi karena alat masak yang terbuat dari campuran logam yang
mengandung logam antimon. Makanan yang mengandung asam dapat mengikis dan
melarutkan antimon sehingga mengkontaminasi makanan. Masa inkubasinya beberapa menit
sampai beberapa jam. Gejala yang timbul akibat keracunan antimon adalah sakit kepala,
muntah, kejang dan pingsan.

Keracunan Kadmium

Keracunan pangan dan minuman oleh senyawa kadmium terjadi karena wadah makanan yang
permukaannya dilapisi kadmium terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya 1 jam
kurang. Gejala yang timbul akibat keracunan kadmium adalah pucat, muntah, kejang, pingsan
dan dapat diakhiri dengan kematian.

Keracunan Fluorida

Keracunan fluorida dapat terjadi karena residu insektisida dalam bahan pangan akibat
penyemprotan insektisida. Salah satu insektisia yang mengandung Na fluorida merupakan
campuran asam borat, arsen pentoksida dihidrat, natrium dikromat dan natrium tetra borat
pentahidrat. Masa inkubasi sekitar 1 jam atau kurang. Keracunan fluorida menimbulkan
gejala pucat, muntah, kejang, pingsan dan berakhir dengan kematian.

Keracunan Sianida

Keracunan sianida dapat terjadi karena bahan pengkilap peralatan perak yang mengandung
senyawa sianida dan menempel pada tangan yang dapat mencemari pangan sehingga
menyebabkan keracunan. Masa inkubasi antara 35 menit sampai 6 jam. Gejala yang
ditimbulkan akibat keracunan sianida adalah letih, keringat dingin, mual, muntah, diare,
kemungkinan diakhiri dengan kematian.

Keracunan Timbal

Logam timbal digunakan dalam logam campuran seperti pada timah, solder sedangkan
persenyawaannya banyak digunakan dalam insektisida untuk buah dan sayuran. Penggunaan
alat masak yang mengandung timbal dapat menimbulkan keracunan, karena logam terkikis
dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya selama 30 menit. Gejala yang dapat
ditimbulkan akibat keracunan timbal adalah sakit kepala, muntah dan kemungkinan kematian.
Keracunan Nitrit

Nitrit digunakan selain sebagai pengawet pada daging dan juga memberikan warna merah.
Keracunan nitrit dapat terjadi karena penggunaan yang melewati batas maksimum
penggunaan, salah pemakaian dan tercampur secara tidak sengaja karena kelalaian dan
ketidaktahuan. Keracunan nitrit dapat dilihat dengan gejala penurunan tekanan darah yang
tiba-tiba, mual, muntah, kedinginan, kejang bibir, dan ujung jari menjadi biru, kolaps, dan
kematian.

Residu Pestisida

Pestisida banyak digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil panen tetapi dapat
menimbulkan keracunan/pencemaran pada bahan pangan dan lingkungan hidup karena residu
yang ditinggalkannya. Secara langsung maupun tidak langsung pestisida dapat mencemari
karena terhisap melalui pernafasan atau tercerna bersama makanan dan air minum.
Pencemaran terhadap air dapat terjadi karena sisa pestisida atau penyemprotan rawa-rawa
atau sawah.

Gejala permulaan penderita nampak gelisah, sakit kepala, rasa lelah, kedutan otot dan kejang.
Lebih lanjut dapat mengganggu sistem kerja otak karena bersifat neurotoksik.
http://ikameilaty.wordpress.com/2011/05/20/pengujian-total-mikroba-metode-standard-plate-
count/

PENGUJIAN TOTAL MIKROBA


METODE STANDARD PLATE COUNT
Laporan Praktikum Hari / tanggal : Kamis, 19 Mei 2011

M. K. Evaluasi Nilai Gizi Tempat : Lab ENG lt. II

PENGUJIAN TOTAL MIKROBA

METODE STANDARD PLATE COUNT

Oleh :

Kelompok 3B

Ade Yuliani I14080012

Nining Tyas Tri Atmaja I14080024

Dian Rizki Eka Rizal I14080060

Trikorian Ade Sanjaya I14080093

Ika Meilaty I14080120

Asisten :

Faiz Nur Hanum

Zahra Juwita

Penanggung Jawab Praktikum :

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS

MAYOR ILMU GIZI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil
dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme dapat
berinteraksi dengan organisme lain dengan cara yang menguntungkan atau merugikan
(Akhiarif 2011). Interaksi mikroorganisme dengan bahan pangan dapat menyebabkan
perubahan yang menguntungkan. Selain itu, interaksi mikroorganisme semacam bakteri,
jamur dan cendawan dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan kerusakan atau
pembusukan (Afrianti 2004).

Kerusakan bahan pangan dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari jenis bahan
pangan atau makanan yang bersangkutan dan kondisi lingkungan dimana bahan pangan atau
makanan diletakkan (Wijayanti 2011). Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan
bermetabolisme sehingga bahan makanan mengalami perubahan. Secara rinci menurut
Buckle et al. (1987) kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi
akibat struktur seluler bahan pangan rusak sehingga mudah diserang mikroorganisme.
Mikroorganisme akan memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana agar
disintesa yang pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan tekstur, warna, bau, dan rasa.

Menurut Fardiaz (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme


antara lain meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit.
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-
reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan
makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu
penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.

Selain faktor intrinsik dan ekstrinsik menurut Yudhabuntara (2010) terdapat juga faktor
proses dan faktor implisit. Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan (pemanasan,
pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi,
pemakaian medan listrik dan pemberian bahan tambahan pangan) mengubah bahan makanan
tersebut yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan faktor implisit
adalah adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme di dalam bahan
makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk
memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara
mikroorganisme yang berbeda yang dapat saling mendukung maupun saling menghambat.

Salah satu indikator kerusakan produk pangan adalah bila jumlah mikroorganisme tumbuh
melebihi batas yang telah ditetapkan. Praktikum kali ini menggunakan sampel berupa teh
yang dijual di warung. Pembuatan teh di warung tersebut tidak menutup kemungkinan
terkena pencemaran mikroba yang berasal dari sanitasi dan higienitas alat-alat yang
digunakan serta cara dan lama penyimpanan produk teh. Oleh karena itu, diperlukan adanya
pengujian total mikroba pada minuman teh. Salah satu metode pengujian yang dapat
dilakukan adalah metode Standard Plate Count (SPC) yang menjelaskan cara menghitung
koloni pada cawan serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di
dalam suatu contoh.
Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui total mikroba dari beberapa bahan pangan dan
mengetahui metode yang digunakan dalam pengujian total mikroba suatu bahan pangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi dan Higienis

Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda.
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak
langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran
pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan
mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan
tersebut. Akan tetapi, apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan
berkembang lebih cepat, maka bahan pangan akan rusak karenanya (Dwidjoseputro 2005).
Menurut Fardiaz (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah zat
makanan, pH, air, oksigen, dan senyawa penghambat pertumbuhan. Adapun menurut Buckle
(1987), selain zat makanan, suhu, pH, dan aktifitas air, pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi
oleh waktu, potensial reduksi oksidiasi (redoks), struktur biologi, dan faktor pengolahan.

1. Zat Makanan

Komponen kimiawi dan bahan makanan dapat ikut menentukan jenis mikroorganisme yang
dominan di dalam bahan makanan tersebut. Komponen kimiawi tersebut sangat menentukan
jumlah zat-zat gizi yang paling penting untuk perkembangan mikroorganisme (Buckle 1987).

1. Suhu Pertumbuhan

Menurut Buckle (1987), suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dengan


dua cara yang berlawanan yaitu (1) apabila suhu mengalami kenaikan sekitar suhu
optimalnya, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat sedangkan bila suhu
turun sekitar suhu optimalnya, kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan juga
diperlambat. Selanjutnya, Winarno (2002) menyebutkan bahwa setiap penurunan suhu 8C
akan membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi setengahnya. (2) bila suhu naik hingga
diatas suhu maksimal atau turun dibawah suhu minimal, maka pertumbuhan mungkin akan
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel mengalami kematian.

1. Nilai pH

Setiap organisme memiliki kisaran pH tertentu yang masih memungkinkan bagi


pertumbuhannya dan juga mempunyai pH optimum. Pada umumnya, mikroorganisme dapat
tumbuh pada kisaran suhu 6,6-8,0 dan nilai pH luar pada kisaran 2,0-1,0 sydah bersifat
merusak (Buckle 1987). Mikroorganisme juga memerlukan pH tertentu untuk
pertumbuhannya, namun pada umumnya bakteri memiliki kisaran pH yang sempit, yaitu
sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral.

1. Aktifitas Air
Jumlah air yang terkandung didalam bahan makanan atau larutan disebut sebagai aktivitas air
(water activity). Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhnkan jumlah air yang berbeda
pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya memerlukan media yang memiliki nilai aw
tinggi (0,91), khamir membutuhkan nilai aw 0,87-0,91 sedangkan kapang membutuhkan nilai
aw yang lebih rendah lagi, yaitu 0,80-0,87 (Buckle 1987).

1. Ketersediaan Oksigen

Masing-masing organisme membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda untuk


metabolismenya. Ada organisme yang tidak membutuhkan oksigen sama sekali untuk
pertumbuhannya (anaerob), ada yang membutuhkan sedikit oksigen (mikroaerofil) dan ada
yang dapat tumbuh dan berkembang biak pada kondisi lingkungan yang cukup oksigen
maupun tidak ada oksigen sama sekali (anaerob fakultatif).

1. Senyawa penghambat

Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh senyawa-senyawa dalam bahan makanan yang
bersifat antimikroba yang secara ilmiah ada didalam bahan makanan tersebut maupun yang
sengaja ditambahkan seperti asam benzoat dan asam sorbat.

1. Waktu

Menurut Fardiaz (1992), perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organism dan mekanisme
pertumbuhannya menyebabkan perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan. Umumnya,
semakin komplek dalam sifat-sifat sel suatu organisme, maka waktu yang dibutuhkan oleh sel
untuk membelah semakin lama. Bakteri membelah lebih cepat dari pada khamir, sedangkan
khamir lebih cepat dari pada kapang. Bakteri membelah secara cepat dan tumbuh maksiimal
dalam waktu 45 menit, khamir baru membelah dengan cepat dalam waktu 90 menit,
kemudian kapang membelah dalam waktu 180 menit.

1. Potensial Reduksi Oksidiasi ( Redoks )

Potensial reduksi oksidasi menunjukkan kemampuan substrat untuk melepaskan elektron


(oksidasi) atau menerima elektron (reduksi). Potensial redoks sangat berpengaruh terhadap
kehidupan mikroba. Mikroba memerlukan potensial redoks positif (teroksidasi), sedangkan
pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif (tereduksi).

1. Struktur Biologi

Struktur biologi seperti kulit dan kulit pada telur, kulit kacangkacangan dan kulit buah
berperan mencegah masuknya mikroba ke dalam bahan pangan tersebut.

1. Faktor Pengolahan

Mikroba spesifik yang terdapat di dalam bahan pangan dapat dikurangi jumlahnya oleh
berbagai jenis metode pengolahan atau pengawetan pangan. Jenis-jenis pengolahan atau
pengawetan pangan yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba, antara lain suhu tinggi,
suhu rendah, penambahan bahan pengawet dan irradiasi.

Mikroba dalam Teh Seduh


Berdasarkan hasil penelitian, jenis mikroba yang terdapat dalam teh adalah
Saccharomyces cerevisiae, Candida krusei, Kloeckera Apiculata, dan kluyveromyces
africanus (Greenwalt et al.1998). Menurut Greenwalt et al (2000), teh yang telah diseduh
terdiri dari beberapa mikroorganisme seperti pada tabel berikut:

Tabel 1 Mikroorganisme dalam teh

Mikroorganisme Spesies
Bakteri Acetobacter xylinum, Acetobacter aceti,
Acetobacter

pasteurianus, Gluconobacter.
Khamir Brettanomyces, Bretanomyces bruxellensis,
Brettanomyces

intermedius, Candida, Candida fatama,


Mycoderma, Mycotorula,

Phichia, Pichia embrane efacius,


Saccharomyces,

Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces


cerevisiae subp. Aceti,

Schizosaccharomycees, Torula,
Torulaspora delbbrueckii,

Torulopsis, Zygosaccharomyces,
Zygosaccharomyces bailii,

Zigosaccharomyces rouziz.

Menurut Frank (1991) melaporkan bahwa teh bersifat antibakteri terhadap Helicobacter
pylori, yaitu bakteri yang dapat menyebabkan gastritis.

Cara Menghitung Jumlah Mikroba dan Pengaruh Faktor Pengenceran

Analisis mikroorganisme digunakan untuk mengetahui jenis dan jumlah


mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Analisis tersebut dapat menggunakan
standar yang disebut Standar Plate Count (SPC), menjelaskan mengenai cara menghitung
koloni pada cawan serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di
dalam suatu bahan pangan yang dianalisis. Cara menghitung koloni adalah sebagai berikut:

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30
sampai 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni
yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai
satu koloni.
Adapun rumus untuk menghitung jumlah koloni per ml adalah sebagai berikut:

Jumlah koloni per ml = jumlah koloni per cawan x (1/Fp)

Keterangan: Fp = Faktor pengenceran

Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh pengenceran terhadap jumlah koloni (bakteri) pada
bahan pangan yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil percobaan pengaruh pengenceran terhadap jumlah koloni

Pengenceran
Hari -5
10 10-6
0 5 koloni 1 koloni
2 2 koloni 1 koloni
4 7 koloni 5 koloni
6 7 koloni 5 koloni
8 1 koloni 1 koloni
10 3 koloni 1 koloni

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengenceran yang lebih tinggi
menghasilkan jumlah koloni yang lebih banyak. Pada hari pertama diketahui bahwa pada
pengenceran 10-5 dengan jumlah koloni sebanyak 5 sedangkan pada pengenceran 10-6 dengan
jumlah koloni sebanyak 1. Hal tersebut sama dengan hari-hari berikutnya (Fatmarina 2000).

Penyaji Makanan

Penyaji makanan adalah seseorang yang bertanggung jawab menyajikan makanan. Penyajian
makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang
tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi. Pengertian higiene menurut Departemen
Kesehatan (Depkes) adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan
tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang
dapat menganggu atau merusak kesehatan. Hal yang harus diperhatikan dalam penyajian
makanan sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah setiap penanganan
makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan
dan bibir. Semakin baik sanitasi dan higiene makanan atau minuman maka semakin sedikit
jumlah mikroba pada makanan dan minuman tersebut (Hafizah 2010).

Penjamah Makanan

Salah satu potensi dalam penularan penyakit menular bawaan makanan di rumah makan
adalah penjamah makanan ( food handler ) yang tidak memperhatikan kebersihan diri dan
lingkungannya dalam proses pengelolaan makanan di rumah makan. Hasil pemeriksaan
tehadap 60 sampel makan minuman dari 30 rumah makan dari pelaksanaan grading di Kota
Magelang tahun 2003 didapatkan 17 sampel ( 28,3% ) mengandung bakteri E. coli. Masih
tingginya sampel makanan yang mengandung bakteri E.coli mungkin disebabkan karena
pengetahuan penjamah makanan yang masih rendah (Widodo 2004).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum pengujian total mikroba metode Standard Plate Count dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 09 Maret 2011 sampai dengan hari Kamis tanggal 12 Maret 2011. Praktikum
bertempat di Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah larutan pengencer Broth


Pepone Water (BPW), media Plate Count Agar (PCA), aquades, dan minuman teh. Alat yang
digunakan adalah neraca analitik, cawan petri, Erlenmeyer, pipet volumetrik, hotplate stirrer,
dan tabung reaksi.

Prosedur Percobaan

Dipipet sampel sebanyak 45 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer


Ditambahkan NaOH sebanyak 5 ml dan diaduk, pengenceran 1/10
Dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml NaOH, pengenceran 1/100

Dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml NaOH, pengenceran 1/1000

Dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml NaOH, pengenceran 1/10000

Dipipet 1 ml sampel dari setiap pengenceran secara aseptik

Dipupukkan ke dalam cawan petri, + media PCA sampai menutupi, dihomogenkan

Dibiarkan agar-agar mengeras, diinkubasi cawan petri pada T 370C selama t=24 jam, posisi
terbalik

Dihitung seluruh mikroba yang tumbuh di cawan

Dihitung jumlah koloni/ml dengan rumus yang telah ditentukan


Gambar 1 Penentuan total mikroba

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda.
Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak
langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu, saluran
pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Dalam batas-batas tertentu kandungan
mikroba pada bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan
tersebut.

Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar,
lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Teh bila diminum terasa sedikit pahit
yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh. Teh adalah minuman yang
mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun,
atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas.

Teh merupakan bahan pangan yang tidak terlepas dari mikroba. Berdasarkan hasil penelitian,
jenis mikroba yang terdapat dalam teh adalah Saccharomyces cerevisiae, Candida krusei,
Kloeckera Apiculata, dan kluyveromyces africanus (Greenwalt et al.1998). Menurut
Greenwalt et al (2000), teh yang telah diseduh terdiri dari beberapa mikroorganisme seperti
bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan berbagai faktor seperti iklim, lingkungan, kelembapan
dan lain sebagainya. Menurut Frank (1991), teh bersifat antibakteri terhadap Helicobacter
pylori, yaitu bakteri yang dapat menyebabkan gastritis.

Tabel 3. Mikroorganisme dalam teh

Mikroorganisme Spesies
Bakteri Acetobacter xylinum, Acetobacter aceti,
Acetobacter

pasteurianus, Gluconobacter.
Khamir Brettanomyces, Bretanomyces bruxellensis,
Brettanomyces

intermedius, Candida, Candida fatama,


Mycoderma, Mycotorula,

Phichia, Pichia embrane efacius,


Saccharomyces,

Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces


cerevisiae subp. Aceti,

Schizosaccharomycees, Torula,
Torulaspora delbbrueckii,

Torulopsis, Zygosaccharomyces,
Mikroorganisme Spesies
Zygosaccharomyces bailii,

Zigosaccharomyces rouziz.

Pengukuran jumlah mikroba yang terkandung pada bahan pangan teh menggunakan metode
pengenceran. Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh pengenceran terhadap jumlah koloni
(bakteri) pada bahan pangan yang dianalisis. Tingkat pengenceran yang lebih tinggi
menghasilkan jumlah koloni yang lebih banyak. Pada hari pertama diketahui bahwa pada
pengenceran 10-5 dengan jumlah koloni sebanyak 5 sedangkan pada pengenceran 10-6 dengan
jumlah koloni sebanyak 1. Hal tersebut sama dengan hari-hari berikutnya (Fatmarina 2000).

Praktikum ini merupakan praktikum tentang perhitungan mikroba dengan metode Standard
Plate Count (SPC). Metode tersebut menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada
cawan serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di dalam suatu
bahan pangan yang dianalisis. Praktikum ini menggunakan sampel berupa teh seduh dari
beberapa rumah makan. Sampel tersebut adalah teh dari rumah, rumah makan S, rumah
makan D, dan rumah makan MM. Sampel tersebut mengalami pengenceran sebanyak empat
kali pengenceran. Kemudian sampel diletakkan dalam medium Agar Plate Count (APC) dan
dilakukan perhitungan setelah didiamkan selama 48 jam. Berikut ini adalah tabel hasil
perhitungan jumlah mikroba pada beberapa jenis sampel.

Tabel 4. Hasil perhitungan jumlah mikroba pada beberapa sampel dengan pengenceran
berbeda.

Jumlah koloni per pengenceran


Sampel -1
10 10-2 10-3 10-4
R 268 90 52 25
S 328 TBUD 59 39
MM 80 42 64 44
D 60 68 TBUD 156

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sampel yang diencerkan dengan tingkat
pengenceran tertentu mempunyai total mikroba yang bervariasi. Tingkat pengenceran yang
lebih tinggi menghasilkan jumlah koloni yang lebih banyak (Fatmarina 2000). Hal tersebut
dapat terlihat pada sampel teh Rumah. Jumlah total mikroba terbanyak terdapat pada sampel
dengan pengenceran pertama dan semakin menurun pada pengenceran berikutnya. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh penambahan NaCl sehingga semakin tinggi tingkat pengenceran
maka sampel yang terdapat pada larutan yang telah diencerkan sedikit sehingga total mikroba
yang terhitung juga semakin sedikit. Namun hal tersebut tidak terjadi pada sampel teh S,
MM, dan D yaitu terdapat fluktuasi jumlah mikroba. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang
telitinya praktikkan dalam menghitung total mikroba dan kurang pahamnya praktikan dalam
menghitung total mikroba yang ada.

Selain itu, berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah mikroba
pada sampel yang berbeda. Sampel teh S mengandung jumlah mikroba tertinggi pada
pengenceran pertama dan kedua sedangkan sampel teh D mengandung jumlah mikroba
terendah. Adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya
adalah food handler. Food handler merupakan salah satu aspek penting dalam Manajemen
Jasa Makanan dan Gizi (MJMG). Masih tingginya sampel makanan yang mengandung
bakteri E.coli mungkin disebabkan karena pengetahuan penjamah makanan yang masih
rendah (Widodo 2004). Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan jumlah
mikroba dalam suatu sampel adalah sanitasi dan higiene makanan. Sanitasi berhubungan
dengan lingkungan serta alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan sedangkan
higiene berhubungan dengan sikap food handler dalam pengolahan dan penyajian makanan.
Semakin baik sanitasi dan higiene makanan atau minuman maka semakin sedikit jumlah
mikroba pada makanan dan minuman tersebut (Hafizah 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda.
Teh merupakan bahan pangan yang tidak terlepas dari mikroba. Pengukuran jumlah mikroba
yang terkandung pada bahan pangan teh menggunakan pengenceran dengan metode Standard
Plate Count (SPC). Tingkat pengenceran yang lebih tinggi menghasilkan jumlah koloni yang
lebih banyak. Sampel teh S mengandung jumlah mikroba tertinggi, sedangkan sampel teh D
mengandung jumlah mikroba terendah. Faktor-faktor yangmempengaruhi perkembangan
mikroorganisme dalam pangan adalah zat makanan, pH, air, oksigen, senyawa penghambat
pertumbuha, waktu, potensial reduksi oksidiasi (redoks), struktur biologi, dan faktor
pengolahan, serta penyaji dan penjamah makanan.

Saran

Praktikum ini seharusnya dilakukan dengan lebih teliti ketika penghitungan jumlah
koloni. Pengolahan makanan seharusnya disesuaikan dengan standar kebersihan dan
kesehatan pangan. Teh yang telah diseduh sebaiknya segera diminum dan tidak disimpan,
perilaku ini akan menyebabkan berkembang biaknya bakteri pada teh.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti LH. 2004. Cara mengawetkan makanan.


http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0304/25/cakrawala/lainnya02.htm. [17 Mar 2011]

Akhiarif. 2011. Definisi mikroorganisme. http://id.shvoong.com/writing-and-


speaking/2121956-definisi-mikroorganisme/#ixzz1MfMFrqJk. [17 Mar 2011]

Buckle et al. 1987. Ilmu Pangan terjemahan Purnomo H, Adiono. Jakarta: UI Press.

Buckle KA, RA Edwards, GH Fleet, M Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari
Purnomo dan Adiono. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Dirjen Pendidikan Tinggi, Dekdikbud, PAU
IPB.

Fatmarina S. 2000. Pengaruh konsentrasi sukrosa dan starter terhadap beberapa karakteristik
kombucha [skripsi]. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD.

Frank. 1991. Kombucha: Healthy beverage and natural remedy from the far east. Dalam
Gandjar dan Sjamsuridzal. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Greenwalt CJ, Steinkraus KH, Ledford RA. 2000. Kombucha, the fermented tea:
microbiology, composition, and claimed health effects. J Food Protect 63:976-81.

Hafizah S. 2010. Gambaran Pengetahuan Penyaji Makanan (Food Handler) Pada Rumah-
Rumah Makan Di Jalan Dr Mansur Tentang Amebiasis [skripsi]. Medan: Fakultas
kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Widodo Y. 2004. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penjamah Makanan Mengenai Hygiene


Dan Sanitasi Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Makanan Pada Rumah Makan Di Kota
Magelang [skripsi]: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Wijayanti R. 2011. Kerusakan bahan pangan.


http://foodsciencetech46.wordpress.com/2011/01/24/kerusakan-bahan-pangan/. [17 Mar
2011]

Winarno, 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Greenwalt CJ, RA Ledford, KH Steinkraus. 1998. Detoxification and Characterization of the


antimikrobial activity of the fermented tea Kombucha. http://www.tmb.com [16 Mei 2011].

Yudhabuntara D. 2010. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan pangan.


http://milkordie.blogspot.com/2008/05/pengendalian-mikroorganisme-dalam-bahan.html. [17
Mar 2011]

LAMPIRAN

Tabel

Tabel 1 Jumlah koloni pada teh dari berbagai rumah makan

Jumlah koloni per pengenceran


Sampel -1
10 10-2 10-3 10-4
Rumah 1 148 48 36 44
Rumah 2 120 132 120 56
Seruni 1 220 TBUD 88 72
Seruni 2 108 140 88 84
MM 1 32 40 136 124
MM 2 48 44 56 52
Dila 60 68 TBUD 156
Perhitungan

Rumah = (jumlah koloni Rumah 1 + Rumah 2 pada pengenceran 2 x

= (148 + 120) x

= 268 x

= 134 koloni
http://asriveteriner.wordpress.com/2012/07/07/menghitung-mikroba-pada-bahan-makanan/

Menghitung Mikroba pada Bahan Makanan


07 Jul

PENGAMBILAN sampel harus dilakukan secara statistik agar tidak bias, jadi secara acak
(random sampling). Selain itu, digunakan teknik aseptis selama pengambilan sampel agar
tidak terjadi pencemaran. Alat-alat yang digunakan harus steril. Bahan makanan cair diambil
dengan pipet steril, makanan padat menggunakan pisau, garpu, sendok atau penjepit yang
steril.

Penimbangan sampel harus menggunakan wadah yang steril. Analisis sampel dilakukan
dalam jangka waktu 2 3 jam setelah diambil, dan disimpan pada suhu 4 oC sebelum diuji.
Penyimpanan tidak boleh lebih dari 10 12 jam.

Suspensi sampel

Mikroba tersuspensi pada semua larutan, sebelum dilakukan perhitungan maka sampel harus
dilarutkan dalam bentuk suspensi. Cara yang paling mudah adalah dengan teknik
penghancuran sampel dalam larutan steril, misalnya larutan 0,1% peptone akan melepaskan
hampir semua mikroba ke dalam suspensi yang dapat dihitung, dan secara keseluruhan
memberikan hasil yang dapat dipercaya.

Jumlah sel total

Jumlah seluruh sel dalam sampel dapat dihitung cepat dan langsung dengan menghitung
jumlah sel yang akan terlihat di bawah mikroskop. Prosedur yang sederhana adalah dengan
menghitung secara mikroskopis dari sel dalam suspensi sampel dengan volume yang sedikit
dan diukur dengan teliti.

Perhitungan dilakukan dengan kotak penghitung yang disebut counting chamber. Terdiri dari
kotak-kotak kecil berukuran tertentu dengan luas tertentu. Volume cairan pada tiap kotak
diketahui, dan jumlah sel dalam tiap kotak dapat terlihat dan dihitung, sehingga jumlah sel/ml
larutan dapat diketahui.

Cara lain dapat dilakukan dengan menghitung jumlah sel total secara mikroskopik dengan
menggunakan lapisan suspensi sampel yang telah diwarnai.

Perhitungan sel-sel hidup

Prosedur perhitungan adalah dengan penumbuhan dalam agar. Sampel suspensi sel
diinokulasi ke dalam media agar nutrien dan diinkubasi. Lantas jumlah koloni yang terbentuk
dihitung. Satu koloni yang terbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah
sel dalam larutan asalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup.

Perhitungan lain adalah dengan cara penumbuhan dalam cawan petri yaitu dengan
penuangan, penyebaran dan penetesan dalam cawan. Dalam penuangan yaitu 1,0 ml sampel
dipindahkan ke dasar cawan dan dituangkan di atasnya media agar (15-20 ml) yang telah
didinginkan. Kemudian diinkubasi. Koloni yang tumbuh pada permukaan agar dihitung.
Penyebaran dilakukan pada permukaan cawan dengan menggunakan 1,0 ml sampel disebar
rata di permukaan media agar, diinkubasi, dan koloni yang tumbuh dihitung.

Penetesan pada cawan yaitu dengan membagi media agar dalam 3 atau 4 sektor dan setetes
larutan sampel dipindahkan ke masing-masing sektor. Tetesan tersebut dibiarkan kering, dan
diinkubasi. Suatu pipet penetes digunakan untuk memindahkan tetesan. Pengenceran sampel
diatur sehingga didapat 5 20 koloni terbentuk dari setiap tetesan pada media agar.
Perhitungan dapat dilakukan 3 4 kali dalam satu cawan, sehingga menghemat bahan untuk
uji mikrobiologi.

Teknik MPN

Teknik most probable number (MPN) dilakukan dengan pengenceran. Suatu larutan yang
mengandung mikroba diencerkan terus- menerus. Misalnya dengan larutan yang berisi 1.000
sel/ml, diencerkan 10 kali menjadi larutan yang berisi 100 sel/ml. Lalu diencerkan lagi 10
kali, sehingga jumlah sel adalah 10 sel/ml, dan diencerkan 10 kali lagi, sehingga hanya
terdapat 1 sel/ml, dan diencerkan lagi 10 kali tinggal 0,1 sel/ml.

Jika setiap 1 ml dari larutan-larutan tersebut dipindahkan ke dalam tabung nutrient broth,
akan ditemukan pertumbuhan. Akan tetapi hanya akan diperoleh kesempatan sekali dari 10
kali apabila 1 ml larutan yang berisi 0,1 sel/ml yang dipindahkan ke tabung nutrient broth.

Dalam praktiknya deretan pengenceran sampel dengan kelipatan sepuluh pertama harus
dipersiapkan yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan seterusnya. Tiga atau lima ulangan dengan
volume 1,0 ml masing-masing larutan dipindahkan ke dalam tabung-tabung terpisah yang
berisi media pertumbuhan, kemudian diinkubasi dan diperiksa pertumbuhannya.
http://owjhagreyvista.blogspot.com/2012/12/analisis-kualitatif-mikrobiologi-pada.html

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN

Judul Praktikum
Analisis kualitatif Mikrobiologi pada Bahan Pangan metode (MPN)

Topik Praktikum
Metode MPN

Praktek ke/ Gol


5/8

Hari/ Tanggal
Kamis/ 22 November 2012

Tujuan Praktikum
Mengetahui pertumbuhan mikroba pada tabung pengencer dengan melihat kekeruhan pada
tabung duham dengan menggunakan metode MPN

Prinsip
Media yang digunakan adalah media cair (LB), media ini dimasukkan ke dalam tabung
pengencer. Pertumbuhan mikroba ditandai dengan terjadinya kekeruhan pada tabung atau
terbentukknya gas.

Tinjauan Pustaka
MPN (Most Probable Number) merupakan metode enumerasi mikroorganisme yang
datanya didapat dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam
tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel/
diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga didapatkan perkiraan jumlah
mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/ satuan volume/ massa sampel.
Pemilihan media sangat berpengaruh terhadap metode MPN yang dilakukan. Umumnya
media yang digunakan mengandung bahan nutrisi khusus untuk pertumbuhan bakteri
tertentu.Contohnya seperti.
1. BLBG (Briliant Green Lactosa Broth)
Mengandung laktosa dan garam empedu (bile salt) yang hanya membolehkan coliform untuk
tumbuh.
2. Media ECB (Esherichia Coli Broth)
Untuk menghitung E Coli

Beda metode MPN dengan metode hitungan cawan:


1. MPN pengencerannya rendah, konsentrasi tinggi, 10-1, 10-2, 10-3
2. Media MPN agak cair
3. MPN memakai metode langsung
4. Waktu meode MPN singkat
5. Adanya fermentasi pada MPN

Keuntungan metode MPN


1. Metode MPN dapat dibuat sangat peka dengan penggunaan volume inokulum contoh yang
lebih besar dari 1,0 ml/tabung.
2. Metode MPN bisa dipakai di lapangan
3. Media pertumbuhan yang selektif dapat digunakan untuk menghitung jenis mikroorganisme
yang diharapkan

Kerugian MPN
Untuk mendapatkan hasil yang valid diperlukan banyak pengulangan.

Prinsip dari metode MPN ini adalah pengenceran yang dilakukan sampai tingkat
tertentu sehingga didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang sesuai. Semakin rendah
pengenceran, maka semakin positif hasilnya. Sebaliknya jika pengenceran tinggi, maka
jarang tabung yang hasilnya positif yang muncul. Semua tabung positif yang dihasilkan
sangat tergantung pada probabilitas sel yang terambil oleh pipet saat dimasukkan ke media.
Metode ini sangat dipengaruhi oleh homogenitas. Frekuensi positif dan negatif
menggambarkan konsentrasi mikroorganisme pada sampel sebelum pengenceran.

Bahan
1. Lactosa Broth
2. Asinan sayur
3. NaCl 0,85 %
Alat
1. Tabung Pengencer
2. Tabung durham
3. pipet ukur

Prosedur Praktikum

setelah inkubasiselama 24 jam lihat gelembung atau kekeruhan yang


terbentuk
hitung nilai MPN

tabungreaksi berisi tabung durham dalam posisi terbalik

9 ml

NaCl 0,85%

9 ml

NaCl 0,85%

sampel asinan sayur dilusi 10-1


Perhitungan:

Nilai MPN x

0,03 x =3

Hasil Praktikum
Pengenceran awal
10-1 10-2 10-3
sebelum inkubasi

10-1 10-2 10-3


setelah inkubasi 24 jam

10-1 10-2 10-3

Pengamatan 10-1 10-2 10-3


Kekeruhan ++ + +
Gas ___ ___ +__
Pembahasan
Dari hasil praktikum yang dilakukan menggunakan sampel asinan sayur, dan dilakukan
inkubasi selama 24 jam, ditemukan hanya sedikit pada tabung mengenceran 10-3
, sedangkan pada pengenceran 10-2 dan 10-1 mikroorganisme tidak ditemukan. Adanya
mikroorganisme ditandai dengan adanya gas pada tabung durham. tabung durham posisinya
harus terbalik agar gas yang muncul dapat ditangkap. Gas tersebut menandakan adanya
mikroorganisme yang mampy memfermentasikan laktosa. Media yang digunakan adalah
Lactosa Broth (LB). Media ini dipilih dengan tujuan untuk mendapatkan/ membolehkan
coliform untuk tumbuh.
Bakteri yang muncul diduga bakteri E Coli. E Coli biasanya tumbuh pada pangan
sayuran dan buah buahan, ini disebabkan karena pemakaian pestisida pada saat sayur tersebut
ditanam. Tapi dikarenakan tubuh kita bisa menetralisir bakteri ini dalam jumlah kecil,
sehingga asinan sayur tetap aman dikonsumsi.

Kesimpulan
Gas muncul pada dilusi 10-3 dan jumlahnya sedikit. Bakteri yang diduga adalah E coli yang
kemungkinan ada karena pemakaian pestisida pada tanaman sayuran tersebut. Namun jumlah
tersebut masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

Daftar Pustaka

Harmita; Radji, Maksum. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta
A.
PRAKTIKUM KE
: 4 (empat)
B.
JUDUL
: Uji Mikrobiologi bahan pangan.
C.
TUJUAN
: 1. Untuk mengetahui higienitas bahan pangan.

2. Untuk mengetahui ada / tidak mikroba pada bahan pangan.


D.
DASAR TEORI
:
Pencegahan Pencemaran Mikroba Patogen pada Daging Ayam
Pangan merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup, tidak
t e r k e c u a l i manusia. Kondisi pangan yang sehat akan mempengaruhi mutu dari
kualitaspangan yang dikonsumsi. Ketahanan pangan sangat perlu untuk dikaji
dand i a p l i k a s i k a n p a d a s e m u a p e n g h a s i l p r o d u k p a n g a n , b a i k d a r i
produkpeternakan, pertanian maupun pada perikanan. Oleh karena
i t u , u p a y a penyediaan pangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas terus
diusahakanoleh pemerintah, salah satunya dengan program ketahanan pangan.P e r d a g a n g a n gl o b a l
s a a t i n i m e m b a w a d a m p a k p a d a p r o d u k p a n g a n , terutama produk peternakan. Produk
peternakan terutama daging ayam memilikip o r s i b e s a r d i s a m p i n g t e l u r d a n
s u s u s e b a g a i s u m b e r p r o t e i n h e w a n i masyarakat. Dampak dari
perdagangan global, yaitu adanya isu keamanan pangan. Isu tersebut dapat menurunkan minat
masyarakat untuk mengkonsumsiproduk asal ternak. Wuryaningsih (2005) dan Rahmianna (2006)
mengemukakanbahwa isu keamanan pangan asal ternak yang meresahkan masyarakat yaitu

kasus antaks, keracunan susu, flu burung, dan cemaran mikroba pathogen padaternak.S a l a h s a t u
p e r s a ya r a t a n d a r i k u a l i t a s d a gi n g a ya m a d a l a h b e b a s d a r i mikroba patogen.
Terdapat banyak kasus penyakit yang disebabkan akibat cemaran mikroba patogen pada
daging ayam. Baumler at al. (2000) menyatakanbahwa Terdapat penyakit yang disebabkan
oleh Salmonella Enteritidis yangditularkan melalui daging ayam, telur dan produk
olahan dari ayam. Lebih lanjutRaharjo (1999) mengemukakan bahwa Salmonella dapat
menginfeksi manusiadengan dikaitkan dengan karkas ayam mentah.T i t i k d a n R a h a yu ( 2 0 0 7 )
m e l a p o r k a n b e b e r a p a h a s i l p e n e l i t i a n y a n g menyimpulkan bahwa ketidakamanan
daging unggas dan produk olahannya diIndonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
tingkat pengetahuan peternak,kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan.P e n ya k i t l a i n
ya n g d a p a t d i t i m b u l k a n d a r i a d a n ya c e m a r a n m i k r o b a patogen, yaitu penyakit
campylobacteriosis dengan gejala utama diare, demam,muntah, nafsu makan menurun dan
leukositosis. Penyakit ini disebabkan olehbakteri C. Jejuni. Menurut Poloengan et al. (2005), sekitar
20-100% daging ayamyang dipasarkan di Jabotabek tercemar bakteri C. Jejuni.Supaya daging ayam
terhindar dari pencemaran bakteri patogen maka diperlukan pencegahan yang
dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalamproses produksi dan pemasaran
daging ayam. Dalam menghasilkan daging

ayam, produsen terutama peternak harus menerapkan tatalaksana pemeliharaanyang baik sehingga
menghasilkan ayam yang sehat dan bebas dari penyakit. Disamping peternak, Rumah
Pemotongan Ayam (RPA) merupakan pemegangperanan penting dalam menentukan
kualitas daging ayam yang bebas darikontaminasi mikroba patogen.Daging ayam sampai ke
konsumen melalui tahapan seperti pengecer ataupengusaha jasa rumah makan yang menjual
daging ayam ke konsumen. Setiapindividu memegang peranan penting dalam menjaga mutu
keamanan pangan.K e a m a n a n p a n g a n h a r u s d i p e r h a t i k a n m u l a i d a r i b u d i d a ya
s a m p a i b a h a n pangan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. Keamanan pangan
merupakantanggung jawab bersama antara produsen, pengolah, distributor, konsumen, danpemerintah.
Pemerintah berperan dalam penentu kebijakan yang berkaitan dengan keamanan
pangan serta sebagai pengawas pelaksanaan aturan yangtelah ditetapkan. Hal tersebut diharapkan
dapat mengurangi adanya pencemaranmikroba patogen terhadap daging ayam.
Penggunaan bakteriosin untuk mempertahankan kesegaran daging ayamPendahuluan
http://analisismikrobiologitrainingcenter.blogspot.com/2012/04/pentingnya-analisis-mikrobiologi-
pangan.html

Pentingnya Analisis Mikrobiologi Pangan

Setiap produsen bahan pangan dan obat-obatan selalu mengusahakan untuk dapat menghasilkan
produk yang terbaik, yaitu produk yang bermanfaat, dan produk yang mutu dan kualitasnya
terjamin. Untuk itu, maka dilakukan analisis-analisis terhadap produk tersebut mulai dari bahan baku
yang digunakan, proses produksi, serta produk yang telah dihasilkan. Analisis yang umumnya
dilakukan adalah analisis kimia, analisis produk dan analisis mikrobiologi.

Uji Mikrobiologi pada produk pangan dan bahan pangan memang seharusnya dilakukan untuk
mengetahui tingkat keamanan suatu produk serta untuk dapat melihat tingkat daya tahan dan daya
simpan produk tersebut.
Selain itu , hal tersebut untuk memberikan jaminan kepada masyarakat tentang produk yang telah
dihasilkan perusahaan.

Berbagai macam analisis mikrobiologi dapat dilakukan terhadap produk atau bahan pangan. Analisis-
analisis yang dilakukan meliputi uji kuantitatif dan kualitatif bakteri patogen serta uji bakteri
indikator sanitasi. Hal itu terkait dengan tujuan utama dari analisis, yaitu memberikan jaminan
keamanan produk untuk dikonsumsi.

Tiap produk atau bahan pangan akan berbeda-beda uji yang dilakukan, dan hal ini terkait erat
dengan produk atau bahan pangan itu sendiri. Hal-hal yang mempengaruhi perbedaan uji pada
produk diantaranya asal-muasal bahan, jenis substrat bahan, metode produksi yang dijalani, siapa
konsumennya dan bagaimana cara pengkonsumsiannya, serta banyak faktor lainnya.

UJI KUANTITATIF PRODUK PANGAN

Uji kuantitatif mikroba dalam produk pangan akan berfungsi sebagai acuan batasan mutu dan daya
tahan (daya simpan) produk yang telah dihasilkan. Jika ditemukan mikroba yang telah melebihi
standar, maka dapat dipastikan produk tersebut tidak akan dapat bertahan lama. Hal tersebut
dikarenakan pertumbuhan mikroba yang akan merusak produk.

Contoh sederhananya adalah produk tempe. Dengan banyaknya kapang dan khamir dalam tempe
tersebut akan mengakibatkan tempe tidak dapat bertahan lama, mungkin hanya maksimal satu hari
setelah produksi jika tanpa ada penanganan lebih lanjut.

UJI KUALITATIF PRODUK PANGAN

Uji kualitatif pada suatu produk pangan atau bahan pangan lebih mengarah pada pengecekan untuk
melihat tingkat keamanan suatu produk untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pengecekan uji
kualitatif diarahkan untuk mengecek mikroba-mikroba yang dapat berakibat pada manusia setelah
mengkonsumsi makanan tersebut.
Pada umumnya jumlah bakteri patogen yang terdapat dalam produk tersebut jumlahnya sangat
sedikit dikarenakan tahap sterilisasi saat proses produksi . Namun yang perlu kita sadari bahwa
mikroba merupakan makhluk hidup, seperti kita sebagai manusia, bakteri pun tumbuh dan
berkembang. Sehingga adanya bakteri dalam suatu produk harus nol atau negatif atau seminimal
mungkin.

Diperlukan tahapan-tahapan khusus untuk menganalisa bakteri patogen dalam produk pangan. Yaitu
tahap enrichment, seleksi, isolasi kemudian analisis mikroba yang akan dicari/dianalisa.

Untuk tahapan-tahapan uji kualitatif dari bakteri-bakteri patogen dalam produk pangan akan kita
bahas kemudian.
http://pebrinmanurung.blogspot.com/2010/10/analisis-kuantitatif-mikroorganisme.html

Analisis Kuantitatif Mikroorganisme


Analisis kuantitatif pada bahan pangan sangat penting untuk mengetahui mutu bahan
pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan ditetapkan pada bahan pangan tersebut.
Adapun sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah minuman ale-ale, teh kotak, susu UHT
dan air mineral. Metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung mikroorganisme adalah
metode Agar cawan, metode MPN, dan metode hitungan mikroskopik yaitu Petroff-Hauser.

Metode Agar Cawan

Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitungan agar cawan digunakan
suatu standard yang disebut Standard Plate Count (SPC). Sebelum dilakukan perhitungan terlebih
dahulu dilakukan pengenceran pada masing-masing sampel. Tujuan darpada pengenceran adalah
untuk memperluas bidang hidup sampel sehingga memudahkan pada saat perhitungan
mikroorganisme. Pengenceran dilakukan dengan mensuspensikan sampel pada air destilat sampai
10-4 . Sampel hanya disuspensi pada pengenceran 10-3 dan 10-4 karena apabila dilakukan
pensuspensian pada pengenceran rendah mikroorganisme menjadi sangat banyak dan sulit untuk
dilakukan perhitungan. Sampel dengan pengenceran 10-3 dan 10-4 dituangkan ke dalam cawan petri
yang berisi medium PCA dengan menggunakan metode agar tuang dan memakai pipet ukur yang
berbeda sebanyak 1 mL. Penggunaan pipet ukur yang berbeda bertujuan supaya pengenceran tidak
saling tercampur atau terkontaminasi satu sama lain. Berikut adalah pembahasan dari masing-
masing sampel :

1. Ale-ale

Setelah diinkubasikan selema dua hari, ditemukan adanya pertumbuhan mikroorganisme pada
medium.

Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4

13 koloni 6 koloni

Karena masing-masing pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, berarti
pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang
terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurum. (Fardiaz S,
1992).

= < 30 x 103 (1,3 x 103).

2. Susu

Percobaan sampel susu dilakukan oleh dua kelompok. Pada pengenceran 10-4 masing-masing
kelompok tidak menemukan adanya pertumbuhan koloni mikroorganisme pada medium. sedangkan
pada pengenceran 10-3, masing-masing kelompok menunjukkan hasil yang berbeda yaitu 1 koloni
dan 4 koloni.

Karena jumlah koloni yang dihasilkan pada masing-masing sampel kurang dari 30 koloni per cawan
petri maka perhitungannya sama seperti perhitungan pada ale-ale.

3. Teh Kotak

Setelah diinkubasikan selama 2 hari, ditemukan pertumbuhan koloni mikroorganisme pada


medium

Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4

1 koloni 115 koloni

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa pengenceran 10-4 menghasilkan koloni yang lebih banyak
daripada pengenceran 10-3. Ini sangat tidak relevan dimana kita ketahui semakin tinggi pengenceran
suatu sampel maka koloni yang dihasilkan menjadi semakin sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh kesalahan prosedur seperti kontaminasi pada sampel ketika melakukan pengenceran 10-4. Jadi
praktikum ini dinyatakan gagal.
4. Air mineral

Setelah diinkubasikan selama dua hari tidak ditemukan adanya pertumbuhan koloni
mikroorganisme. Jadi tidak dilakukan perhitungan.

Metode MPN

Berbeda dengan metode hitung agar cawan yang menggunakan medium padat, dalam
metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, di mana perhitungan dilakukan
berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada
suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati
timbulnya kekeruhan, atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham) yang diletakkan
pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentuk gas. metode MPN menggunakan 9 tabung
reaksi yang dibagi menjadi 3 seri dimana satu seri masing-masing terdapat 3 tabung reaksi. Seri
pertama menggunakan medium LB DS 101(Double Strength), seri kedua menggunakan LB SS(Single
Strength) 100 dan seri ketiga menggunakan LB SS (Single Strength) 10-1. Setiap tabung reaksi diisi
medium cair sebanyak 10 ml. sampel yang digunakan sama seperti sampel pada metode agar cawan.
Sampel dimasukkan ke dalam seri pertama sebanyak 10 ml, seri kedua 1 ml dan seri ketiga sebanyak
0,1 ml lalu diinkubasikan selama 2 hari pada suhu 37oC.

Pada sampel teh kotak, ale-ale, dan air mineral mengalami kekeruhan pada sesi pertama
tetapi tidak ditemukan adanya gelembung-gelembung gas pada tabung durham demikian juga pada
seri kedua dan ketiga. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pada seri pertama, kedua dan ketiga
semuanya negative (-).

Pada sampel susu, seri pertama yang menggunakan LB DS 101 menunjukkan terjadinya
perubahan warna. Tetapi tidak dapat ditemukan adanya gelembung-gelembung gas yang disebabkan
medium terlalu keruh. Di permukaan medium terjadi penggumpalan casein yang menunjukkan
terjadi aktivitas mikroba di dalamnya. Demikian juga pada seri kedua dan ketiga terjadi perubahan
warna tetapi tidak dapat ditentukan adanya gelembung gas atau tidak karena medium menjadi
sangat keruh. Tetapi ditemukan penggumpalan casein di permukaan medium. Ini menandakan
bahwa di dalam medium tejadi aktivitas mikroba.
Metode Petroff-Hauser

Prinsip dari perhitungan Petroff-Hauser yaitu melakukan perhitungan dengan pertolongan


kotak-kotak skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm2 terdapat 25 buah kotak besar
dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak kecil.

alat haemocytometer digunakan di bawah mikroskop, sisinya mempunyai ukuran 0,05 mm.
Sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm. Dan tebal nya adalah 0,1 mm. Dari data
pengukuran tersebut dapat dilakukan perhitungan volume :

a. Teh kotak

Ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop ditemukan pertumbuhan mikroorganisme


sebanyak 10 koloni pada kotak sedang. Jadi jumlah mikroorganisme secara keseluruhan adalah :

b. Susu UHT

Ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop ditemukan pertumbuhan mikroorganisme


sebanyak 17 koloni pada kotak sedang. Jadi jumlah mikroorganisme secara keseluruhan adalah :

c. Minuman ale-ale

Ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop ditemukan pertumbuhan mikroorganisme


sebanyak 21 koloni pada kotak sedang. Jadi jumlah mikroorganisme secara keseluruhan adalah :

d. Air mineral

Ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop ditemukan pertumbuhan mikroorganisme


sebanyak 24 koloni pada kotak sedang. Jadi jumlah mikroorganisme secara keseluruhan adalah :

Hitungan dengan metode Petroff-Hauser cepat dan murah, tetapi mempunyai beberapa
kelemahan sebagai berikut :

1. Sel-sel yang telah mati tidak dapat dibedakan dari sel-sel hidup. Oleh karena itu, kedua sel tersebut
akan terhitung.
2. Sel-sel yang berukuran sangat kecil sukar dilihat di bawah mikroskop, sehingga kadang-kadang tidak
terhitung.

3. Untuk mempertinggi ketelitian, jumlah sel di dalam suspensi harus cukup tinggi, misalnya untuk
bakteri minimal 106sel/ml. hal ini disebabkan dalam setiap bidang pandang yang diamati harus
terdapat sejumlah sel yang dapat dihitung.

4. Tidak dapat digunakan untuk menghitung sel jasad renik di dalam bahan pangan yang banayk
mengandung debris atau ekstrak makanan, karena hal ini akan mengganggu dalam perhitungan
sel.(Fardiaz S, 1992)

KESIMPULAN

Semakin tinggi pengenceran yang dilakukan, maka jumlah mikroorganisme yang dihasilkan akan
semakin rendah.

Metode perhitungan SPC lebih mudah daripada metode MPN karena dapat dihitung dengan kasat
mata tanpa menggunakan mikroskop.

Perubahan warna mengindikasikan adanya aktivitas mikroorganisme dalam medium.

Terbentuknya gelembung gas pada medium mengindikasikan adanya bakteri yang dapat
memfermentasikan laktosa.

Metode Petroff-Hauser memiliki kelbihan dibanding metode yang lain yaitu cepat dan murah, tetapi
memiliki kelemahan juga yaitu membutuhkan bantuan mikroskop dalam perhitungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, Srikandi.1992.Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedi Pustaka Utama, Jakarta

Sukarminah Een, Deby Sumanti, dan In-In Hanidah. 2010. Mikrobiologi Pangan..Jurusan Teknologi Industri
Pangan.Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran.

Anonim. 2009. Stuktur bakteri. Avaliable at: http://id.wikipedia.org.diakses 2 April 2010.

Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme Jilid 1. Bandung : CV. Yrama Widya.
http://analisismikrobiologitrainingcenter.blogspot.com/2012/04/pentingnya-analisis-mikrobiologi-
pangan.html

Pentingnya Analisis Mikrobiologi Pangan

Setiap produsen bahan pangan dan obat-obatan selalu mengusahakan untuk dapat menghasilkan
produk yang terbaik, yaitu produk yang bermanfaat, dan produk yang mutu dan kualitasnya
terjamin. Untuk itu, maka dilakukan analisis-analisis terhadap produk tersebut mulai dari bahan baku
yang digunakan, proses produksi, serta produk yang telah dihasilkan. Analisis yang umumnya
dilakukan adalah analisis kimia, analisis produk dan analisis mikrobiologi.

Uji Mikrobiologi pada produk pangan dan bahan pangan memang seharusnya dilakukan untuk
mengetahui tingkat keamanan suatu produk serta untuk dapat melihat tingkat daya tahan dan daya
simpan produk tersebut.
Selain itu , hal tersebut untuk memberikan jaminan kepada masyarakat tentang produk yang telah
dihasilkan perusahaan.

Berbagai macam analisis mikrobiologi dapat dilakukan terhadap produk atau bahan pangan. Analisis-
analisis yang dilakukan meliputi uji kuantitatif dan kualitatif bakteri patogen serta uji bakteri
indikator sanitasi. Hal itu terkait dengan tujuan utama dari analisis, yaitu memberikan jaminan
keamanan produk untuk dikonsumsi.

Tiap produk atau bahan pangan akan berbeda-beda uji yang dilakukan, dan hal ini terkait erat
dengan produk atau bahan pangan itu sendiri. Hal-hal yang mempengaruhi perbedaan uji pada
produk diantaranya asal-muasal bahan, jenis substrat bahan, metode produksi yang dijalani, siapa
konsumennya dan bagaimana cara pengkonsumsiannya, serta banyak faktor lainnya.

UJI KUANTITATIF PRODUK PANGAN

Uji kuantitatif mikroba dalam produk pangan akan berfungsi sebagai acuan batasan mutu dan daya
tahan (daya simpan) produk yang telah dihasilkan. Jika ditemukan mikroba yang telah melebihi
standar, maka dapat dipastikan produk tersebut tidak akan dapat bertahan lama. Hal tersebut
dikarenakan pertumbuhan mikroba yang akan merusak produk.

Contoh sederhananya adalah produk tempe. Dengan banyaknya kapang dan khamir dalam tempe
tersebut akan mengakibatkan tempe tidak dapat bertahan lama, mungkin hanya maksimal satu hari
setelah produksi jika tanpa ada penanganan lebih lanjut.

UJI KUALITATIF PRODUK PANGAN

Uji kualitatif pada suatu produk pangan atau bahan pangan lebih mengarah pada pengecekan untuk
melihat tingkat keamanan suatu produk untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Pengecekan uji
kualitatif diarahkan untuk mengecek mikroba-mikroba yang dapat berakibat pada manusia setelah
mengkonsumsi makanan tersebut.
Pada umumnya jumlah bakteri patogen yang terdapat dalam produk tersebut jumlahnya sangat
sedikit dikarenakan tahap sterilisasi saat proses produksi . Namun yang perlu kita sadari bahwa
mikroba merupakan makhluk hidup, seperti kita sebagai manusia, bakteri pun tumbuh dan
berkembang. Sehingga adanya bakteri dalam suatu produk harus nol atau negatif atau seminimal
mungkin.

Diperlukan tahapan-tahapan khusus untuk menganalisa bakteri patogen dalam produk pangan. Yaitu
tahap enrichment, seleksi, isolasi kemudian analisis mikroba yang akan dicari/dianalisa.

Untuk tahapan-tahapan uji kualitatif dari bakteri-bakteri patogen dalam produk pangan akan kita
bahas kemudian.
http://analisismikrobiologitrainingcenter.blogspot.com/2012/03/tahapan-analisa-mikrobiologi.html

TAHAPAN ANALISIS MIKROBIOLOGI

Dalam suatu analisis mikrobiologi, seorang Analis harus memikirkan tahapan-tahapan analisis yang
akan dilakukan untuk menganalisa suatu sampel. Oleh karena tiap sampel mempunyai cara
penanganan yang berbeda-beda, maka kita harus jeli dalam setaip kali menganalisa.
Berikut adalah tahapan-tahapan analisis yang secara umum digunakan :

Identifikasi Sampel

Kenali sampel yang akan dianalisa.


Identifikasi yang dimaksudkan disini adalah bentuk, jenis dan bahan sampel tersebut, berupa cairan,
serbuk, padatan ataukah campuran diantaranya.
Jenis dan bahan sampel tersebut meliputi asal bahan (sari buah, jamur, susu, produk ikan/laut,
produk daging dll) dan proses produksinya (bahan baku, produk olahan rumah tangga, produksi
pabrik, dan sterilisasi yang digunakan).

Penyiapan Alat, Bahan, Metode, Media dan Pereaksi

Setelah kita mengenali sampel yang akan dianalisa, kita pun harus menyiapkan alat dan media yang
digunakan untuk analisis tersebut. Setiap metode analisa akan menggunakan peralatan dan media
yang bermacam-macam. Analis harus jeli untuk menggunakan alat dan media yang sesuai dengan
metode yang akan digunakan untuk menganalisa sampel tersebut.
Hal terpenting yang harus difahami oleh analis adalah bahwa semua peralatan dan media yang
digunakan harus steril. Hal tersebut mutlak dilakukan agar diperoleh hasil analisis yang benar (sesuai
apa adanya sampel) dan agar terhindar dari kontaminasi baik yang berasal dari alat, media ataupun
proses analisis.
Sterilisasi alat dan media dengan autoclave sehari sebelum analisis agar saat kita menganalisa dapat
berjalan dengan lancar.

Sampling

Cara pengambilan sampel harus cepat, di tempat yang steril (laminar air flow) dan analisa harus
dilakukan di dekat nyala api (bunsen). Hal tersebut untuk menurunkan dan menghilangkan resiko
kontaminasi yang akan terjadi selama analisis mikrobiologi.
Metode analisis yang digunakan akan berpengaruh pada teknik sampling untuk sampel. Misalkan jika
kita akan menganalisa Angka Lempeng Total (Total Plate Count), metode sampling dengan teknik
Agar Tuang (Pour Plate) dapat menggunakan Micro Volume Pipettor agar analisis dapat berjalan
dengan cepat dan mengurangi tingkat resiko kontaminasi.

Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri dalam sampel yang di analisa.
Misalkan untuk menganalisa ada tidaknya bakteri E.coli dalam produk ikan/makanan laut, kita dapat
menggunakan media chromocult yang akan menunjukkan penampakan biru pada media setelah
masa inkubasi.

Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri yang ada dalam suatu
sampel/produk.
Angka Lempeng Total (Total Plate Count) seringkali merupakan analisa standar yang digunakan
untuk mengetahui jumlah bakteri tersebut. Besaran jumlahnya dinyatakan dalam satuan per gram
sampel.

Kesimpulan dan Pelaporan

Hasil analisis yang telah selesai disimpulkan dan dilaporkan pada pihak yang terkait, misalkan kepada
atasan, untuk ditindak lanjuti lebih lanjut.
http://analisismikrobiologitrainingcenter.blogspot.com/2012/03/teknik-pengambilan-sample-dalam-
analisa.html

Teknik Pengambilan Sampel dalam Analisis Mikrobiologi

Dalam suatu analisis mikrobiologi, pengambilan sampel merupakan salah satu kunci utama yang
sangat mendukung keberhasilan suatu analisa, yaitu memindahkan sampel atau kultur bakterial dari
satu tempat ke tempat yang lain secara aseptis (terhindar dari kontaminasi).

Saat mengambil sampel harus benar-benar diperhatikan bahwa pengambilan tersebut harus secara
aseptis, yaitu aman dari kontaminasi mikroba selain dari sampel tersebut. Biasanya beberapa hal
yang mungkin dapat menyebabkan kontaminasi saat pengambilan sampel antara lain :
1. Peralatan yang tidak steril
2. Kontaminasi udara
3. Kesalahan analis
4. Kesalahan prosedur

Teknik pengambilan sampel terbagi menjadi dua teknik utama yaitu :


1. Teknik pipetting
2. Inokulasi dengan jarum ose

TEKNIK PIPETTING

Teknik pipetting (mentransfer dengan pipet) sering digunakan saat menganalisa sampel dengan
kondisi standar. Keunggulan teknik ini adalah kita dapat menghitung jumlah bakteri yang kita pindah
tersebut (opsianal, bila di inginkan) misalkan saat kita melakukan metode TPC (menghitung jumlah
koloni bakteri).
Teknik pipetting dapat dilakukan dengan pengenceran ataupun tanpa pengenceran. Untuk pipetting
dengan pengenceran kita dapat menggunakan pipet volume sedangkan pipetting tanpa pengenceran
kita dapat menggunakan micro volome pipettor.

Untuk lebih jelas tentang teknik pipetting , silahkan mengunjungi langkah-langkah teknik pipetting.

INOKULASI DENGAN JARUM OSE

Teknik ini digunakan untuk memindahkan kultur bakterial dari suatu media ke media lainnya.

Berbeda dengan teknik pipetting , pada teknik ini jumlah bakteri sangatlah banyak sehingga kita
tidak akan bisa menghitungnya. Namun, beberapa tujuan utama dari teknik ini antaralain :
a. Perbanyakan (Enrichment)
Memperbanyak jumlah bakteri yang dimiliki dengan cara menanam bekteri ke media-media baru
sehingga dapat memperbanyak stok jumlah bakteri yang ada. Media yang digunakan dalam teknik ini
adalah media yang sama.
b. Seleksi
Inokulasi dengan cara menanam bakteri pada media yang selektif pada bakteri tertentu, teknik ini
bertujuan agar bakteri yang tumbuh adalah bakteri tersangka (target) sehingga dapat diperoleh
bakteri yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagai contoh, misalkan kita dapat menggunakan media MCA (MacConcey Agar) untuk menyeleksi
pertunbuhan bakteri Salmonella sp. saat menyeleksi dari bakteri patogen lainnya.
c. Isolasi
Teknik inokulasi yang sering digunakan untuk metode ini adalah teknik gores, yaitu menggoreskan
biakan ke cawan petri secara terus-menerus untuk diperoleh satu koloni yang tidak tercampur
dengan koloni lainnya.
d. Pemurnian Kultur Bakterial
Metode ini adalah teknik gabungan dari teknik-teknik diatas. Cara pemurnian kultur dilakukan
dengan menyeleksi kemudian mengisolasi bakteri yang akan dimurnikan.
Metode ini harus dilakukan dengan cara menyeleksi dan mengisolasi berulang kali dan dengan
media yang berbeda-beda agar dapat diperoleh kultur yang benar-benar tidak tercampur dengan
bakteri lain.
http://analisismikrobiologitrainingcenter.blogspot.com/2012/04/mikroba-patogen-dalam-
produk-pangan.html

Mikroba Patogen dalam Produk Pangan

Suatu produk yang sudah melewati tahap sterilisasi dikatakan aman untuk dikonsumsi jika hasil
analisis mikrobiologinya menunjukkan trend positif, dalam artian jumlah bakteri yang dikandung
dalam produk tersebut sangat sedikit atau 0 (nol). Namun selain dari sisi kuantitatifnya, pun harus
kita lihat sisi kualitatif dari uji mikrobiologi yang telah dikerjakan.

Uji kualitatif produk dilakukan untuk mengecek ada tidaknya bakteri-bakteri patogen, yaitu bakteri
yang membahayakan kesehatan, dalam produk tersebut. Beberapa bakteri yang sering kali di analisa
oleh analis mikrobiologi pangan diantaranya Coliform, Salmonella sp. ,E.coli, Shigella, Yersinia, Vibrio
cholerae, Staphylococcus dan Clostridium sp. Bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan bakteri-
bakteri tersebut antara lain tifus, disentri, kolera dan bahkan keracunan yang dapat menimbulkan
kematian.

Coliform, Escherichia coli dan Salmonella merupakan bakteri indikator sanitasi yang mengindikasikan
tingkat kebersihan dari proses produksi. Sehingga hal tersebut dapat menjadi tolak ukur proses
produksi, baik dari unsur bahan, pekerja, alat ataupun ruangan tempat berlangsungnya produksi.
Salmonella merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit tyfus yang banyak menyerang saat
pergantian musim.

Mikroba-mikroba patogen yang patut diperhatikan adalah jika produk yang di analisa merupakan
substrat protein dan lemak. Yaitu produk-produk daging, telur, sosis, ikan, kerang, seafood dan
unggas.
Untuk produk-produk tersebut jenis-jenis mikroba patogen yang perlu dianalisa adalah
Staphylococcus sp, Clostridium (perfringens dan botulinum), dan Listeria monocytogenes.

Manusia dan hewan sama-sama mengandung banyak substrat protein sehingga mikroba-mikroba
diatas haruslah mendapat perhatian khusus karena dapat menyebabkan keracunan, baik secara
enteropatogenik ataupun enterotoksigenik.

Вам также может понравиться