Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MIGRAIN
DISUSUN OLEH:
Rahmawati S.
PEMBIMBING:
dr. Sri Wahyuni SG, Sp.S
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
A. DEFINISI............................................................................................................1
B. EPIDEMIOLOGI................................................................................................1
C. KLASIFIKASI....................................................................................................2
D. ETIOLOGI..........................................................................................................3
E. KAJIAN ANATOMI............................................................................................5
F. PATOMEKANISME............................................................................................8
G. MANIFESTASI KLINIS...................................................................................13
I. DIAGNOSIS BANDING...................................................................................16
J. PENATALAKSANAAN....................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20
MIGRAIN
A. DEFINISI
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)
merupakan perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang
berpotensi terjadi. Salah satu alasan tersering pasien mengunjungi ahli neurologi
adalah nyeri kepala atau cephalgia.(1)
The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi
nyeri kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang
jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-
type headache, dan trigeminal autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri
kepala sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma,
tumor, trauma, gangguan homoeostasis, dan penyakit sistemik lain.(2)
Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai
dengan sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan
dengan adanya aura yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.(3)
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe
nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton,
Steward, dan Korff (1997) menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta
orang di Amerika Serikat dan menyebabkan kerugian langsung dan tidak
langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun. Diperkirakan 14% dari populasi
dunia menderita migren dan pada tahun 2010-2011 diperkirakan sekitar 8,3% dari
2,7 juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis dengan migren.(4)
1
Prevalensi migren di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada
wanita dan 7,8 hingga 10% pada pria.6 Rasio prevalensi perempuan terhadap pria
dengan migren sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun,
migren lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan. Setelah pubertas, migren semakin sering dijumpai pada perempuan
dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah
sekitar 2:1.(1, 4)
Migren diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari
40 tahun, cenderung dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki
dasar genetik. Sekitar 70% hingga 80% penderita migren memiliki anggota
keluarga dekat yang menderita nyeri kepala.(1) Di Indonesia maupun negara
berkembang lainnya, prevalensi penderita migren cukup sulit diketahui secara
pasti karena sebagian besar penderita tidak terdiagnosis dan terobati dengan baik.
C. KLASIFIKASI(3)
Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache
Society tahun 2013 :
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor
migraine
Cyclical vomiting
Migren Abdominal
Vertigo paroksismal Benigna pada Anak
Migren retinal
Komplikasi migren
2
Migren Kronik
Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)
Aura persisten tanpa infark
Migrenous infark
Migrene-Triggered Seizure
Probable Migrain
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama
migrain Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi
migren adalah sebagai berikut:
1.Migren tanpa aura
2.Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang tipikal
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren hemiplegia familial
d. Migren basilaris
e. Migren dengan aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3.Migren oftalmoplegik
4.Migren retinal
5.Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6.Migren dengan komplikasi
a. Status migren
Tanpa kelebihan penggunaan obat
Kelebihan penggunaan obat untuk migren
b. Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tak terklasifikasi
3
D. ETIOLOGI
4
kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih
superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak. (1)
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri
dan ada yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi
menjadi struktur peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri
ekstrakranial antara lain kulit kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri
ekstrakranial, periosteum, sinus paranasalis, rongga hidung, rongga orbita, dan
nervus cervicalis (C2 dan C3). Sedangkan struktur peka nyeri intracranial antara
lain sinus venosus (sinus sagitalis), duramater, arteri meningea media, nervus
cranialis (trigeminus, facialis, glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus
Willisi. Sedangkan struktur kranial yang tidak peka nyeri antara lain tulang
kepala, parenkim otak, ventrikel, dan plexus choroideus.(1, 7)
6
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti
aferendari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain
itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala
dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris
dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya
sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari
trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.(1, 7)
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial
dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian
duramater ini.(8)
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas,
dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi
daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga,
sendi temporomandibular dan otot menguyah.(8)
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan
laring.(8)
7
Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3.
Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus
superior, obliquus inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus
dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial
posterior, longis simus capitisda n splenius sedangkan cabang besarnya bagian
medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian
bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang
melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit
kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the
aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan
mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid.
Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitisda n
splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial
adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-
3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. (1, 7)
F. PATOMEKANISME
Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai
saat ini masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik
dan lingkungan serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut
8
memberikan kontribusi terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat
dipahami disini bahwa, adanya perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial
(seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis,
kimia, dan gangguan autoregulasi neurovaskular menyebabkan terstimulasinya
nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri. Asal nosiseptor tersebut terbagi dua
bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari nervus trigeminus pars
ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis C1-C3. Belum
jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan
penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang
menjelaskan terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.
1. Teori Vaskular
9
pencetus oleh mekanisme yang belum diketahui, menyebabkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah serebral. Hal ini menjelaskan timbulnya aura
pada sebagian kasus di mana ambang untuk terjadinya aura rendah. Setelah
vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah yang menekan dan
mengaktifkan nosiseptor perivaskular di intracranial, yang mencetuskan
terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi bersifat unilateral dengan
kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf nyeri di dinding
pembuluh darah.(7, 9, 10)
Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan
gejala lain yang terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang
dapat meredakan nyeri kepala, tidak semuanya bekerja melalui vasokonstriksi
pembuluh darah, dan belakangan diketahui dengan penelitian menggunakan
teknik pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak, ditemukan bahwa
kejadian migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada
sebagian besar pasien.(7, 9, 10)
Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa
vasodilatasi pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain,
kemudian oleh Elkind dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat
ditentukan oleh diameter dinding pembuluh darah ekstrakranial. Dalam
penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal meningkat
pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P<0,005), dan
nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan
penurunan alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri
karotis eksterna.(7, 9, 10)
2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem
10
Gambar 4. Teori Neurovaskular
11
darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura.
Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri
kepala pada migren.(9,11)
3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)(7,12,11)
Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme migrain dengan
aura. CSD adalah gelombang neuron eksitatorik pada substansia grisea
korteks dari daerah cetusan asal (biasanya dimulai di regio occipital) dengan
kecepatan rambat 2-6 mm/ menit, yang kemudian menyebabkan periode
refrakter pada area yang telah dilewari arus. Depolarisasi yang terjadi ini
menyebabkan terjadinya fase aura, yang kemudian mengaktifkan nervus
trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala. Mekanisme neurokimia
yang terjadi selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke ekstrasel,
atau pengeluaran glutamat (asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf. Hal
ini menyebabkan terjadinya depolarisasi yang merambat dan merangsang
jaringan sekitarnya untuk mengeluarkan neurotrasnmitter eksitatorik juga,
sehingga terjadilah CSD. Pada pemeriksaan Positron Emission Tomography
(PET) terlihat bahwa aliran darah cenderung berkurang selama fase aura/CSD.
Fase ini juga menurunkan laju metabolisme sel. Walaupun selama CSD terjadi
perambatan impuls saraf disertai penurunan laju metabolisme yang
menyebabkan terjadinya aura, adakalanya oligemia yang terjadi tidak
mencapai ambang dalam mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migrain
tanpa aura.
12
Gambar 5. Cortical Spreading Depression
G. MANIFESTASI KLINIS
13
Gambar 6. Perjalanan Penyakit Migrain
14
sensorik, dan berbahasa, baik itu bersifat positif atau negatif, dan cenderung
reversibel. Contoh gejalanya yaitu terdapat skotoma multipel atau soliter, defek
lapang pandang homonim hemianopia, gangguan penglihatan total, gejala
sensorik seperti parestesia mulai dari tangan hingga kewajah yang dapat diikuti
oleh rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa. Fase ini dapat tidak ada pada
pasien dengan migrain tanpa aura.(2,3,12)
Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat,
berdenyut, bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-
temporal, serta cenderung bertambah ketika aktivitas fisik meningkat.(12)
Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat
berlangsung hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak
stabil, nyeri otot, dan kurang nafsu makan.(2,12)
15
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat oleh kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di
bawah ini :
Mual atau dengan muntah
Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut yang di bawah ini :
1. Riwayat, pemeriksaan fisik, dan neurologik tidak menunjukkan
adanya kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga ada kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuro-imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.
16
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang menunjukkan
disfungsi hemisfer dan/atau batang otak.
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4
menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama.
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit;
bila lebih dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama.
4. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri
kurang dari 60 menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi
sebelum aura.
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut di bawah
ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik, dan
neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan
neurologik diduga menunjukkan kelainan organik, tetapi
dengan pemeriksaan neuro-imaging dan pemeriksaan
tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.
4. Migren basilaris 13
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua
lobi oksipitalis. Kriteria klinik sama dengan yang diatas, dengan tambahan dua
atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini :
17
1. Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
2. Disartria
3. Vertigo
4. Tinitus
5. Pengurangan pendengaran
6. Diplopia
7. Ataksia
8. Parestesia bilateral
9. Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
Migren jenis ini mempunyai gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti
nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu berumur lebih dari 40 tahun.
7. Migren Oftalmoplegik 13
18
disertai paresis saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan cairan
serebrospinal.
8. Migren Retinal 13
19
Kriteria diagnosis migren dengan gangguan intrakranial :
A. Sekurang-kurangnya terjadi satu jenis migren
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan
neuro-imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari:
1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial.
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial.
D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan
hilang dengan sendirinya.
A. Status migren
1. Tanpa kelebihan penggunaan obat
2. Kelebihan penggunaan obat untuk migren
B. Infark migren
Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan
yang terjadi sama tetapi defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan
pemeriksaan CT Scan menunjukkan hipodensitas yang nyata pada waktu
itu. Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.
I. DIAGNOSIS BANDING
Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup
dengan gejala klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga,
butuh pengenalan lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar
20
dapat membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel
perbandingan masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding migrain.
Tabel 1. Diagnosis Banding Migrain12
21
tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 Nyeri Tidak ada
Arteritis bilateral di tahun berdenyut,
(Giant-Cell regio kemudian
Arteritis temporalis persisten dan
terasa
terbakar,
nyeri tekan
arteri
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti umumnya tertusuk, berbicara, menyikat
persarafan 60-70 tahun berat, dan gigi, menyentuh
sensorik muncul area/lokasi nyeri
n.trigeminus mendadak
pada kepala
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan
non-farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan
menghindari faktor pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/
tidur berlebih), makanan yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan,
perubahan cuaca, dsb.(3)
Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan
terapi profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut.
Terapi lini pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan
sampai sedang atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama,
dapat dipakai golongan analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1
yang dapat diberikan yaitu(3) :
Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam
22
Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari
Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari
Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh
lebih dari 5 hari
Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal
Sodium naproksen 275 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari
Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi
pilihan pada pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72
jam)
Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif
terhadap analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan
dan dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang
sampai sedang atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap
analgesik atau NSAID. Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid
ergot (ergotamin tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun
golongan tersebut memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa pasien.
Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat
pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari
per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuer
dan cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi. Obat
golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HT IB/ID seperti
sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot seperti
ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal.(14)
Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi
nausea dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi
analgesik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja
sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-anak.(14)
23
Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih
dari dua kali serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya
terganggu akibat nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin,
propranolol, dan nadolol sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan
topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan
riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium
divalproat. Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan
profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler,
gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah
terhadap efek samping medikasi.(14)
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.
24
2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society.
2013;33(9):629-808.
3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.
4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household
population. . Canada: Stat Can. 2014.
5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine
headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.
6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.
7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.
8. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.
9. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The
Journal of Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.
10. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine.
HeadacheMedscape. 2011;51(3):409-17.
11. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol.
2012 Aug; 15(Suppl 1): S15S22.
12. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victors Principles of Neurology ed
8th. USA : McgrawHill; 2005
13. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 2005. hal 289-300.
14. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah
Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 2012.
25