Вы находитесь на странице: 1из 40

Daftar Isi

BAB I. PENDAHALUAN................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................9
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Studi........................................................................28
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................10
2.1 Ketahanan Pangan................................................................................................10
2.2 Teori Permintaan...................................................................................................11
2.3 Utilitas..................................................................................................................12
2.4 Fungsi Permintaan................................................................................................13
2.5 Elastisitas permintaan...........................................................................................16
2.6 Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand)....................................................16
2.7 Elastisitas Silang (Cross Elasticity of Demand)...................................................17
2.8 Elastisitas Pendapatan (Income Elasticity of Demand)........................................18
2.9 Model Fungsi Permintaan AIDS..........................................................................19
2.10 Tinjauan Penelitian Terdahulu.............................................................................22
2.11 Hipotesis Penelitian.............................................................................................27
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................................28
3.1 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................28
3.2 Sumber Data.........................................................................................................28
3.3 Model Analisis......................................................................................................29
3.4 Definisi Operasional.............................................................................................34
Daftar Pustaka.................................................................................................................39

1
BAB I

PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Ketersediaan

pangan yang cukup secara makro dan secara mikto merupakan persyaratan penting

dalam terwujudnya ketahanan pangan. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi salah

satu prioritas dalam pembangunan nasional serta identic dengan ketahanan nasional.

Alasan penting yang melandasi kesaratan semua komponen bangsa atas atas pentingnya

ketahanan pangan yaitu : (i) akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap

penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak asasi manusia ; (ii) konsumsi pangan

dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas; (iii) ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan

bagi ketahan nasional suatu negara berdaulat.

Ditinjau dari potensi sumber daya wilayah, sumber daya alam Indonesia

memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah

lainnya, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein, vitamin, dan mineral, yang

berasal dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan,

sayur dan buah, dan biji berminyak. Potensi sumber daya pangan tersebut belum

seluruhnya dimanfaatkan secara optimal sehingga pola konsumsi pangan rumah tangga

masih didominasi beras.

Begitu pentingnya pangan dalam perwujudan ketahanan pangan nasional, maka

intervensi pemerintah dalam aspek ini sangat diperlukan. Kebijakan pemerintah terkait

2
dengan pangan masih terfokus pada komoditas beras. Hal ini berkaitan dengan konsisi

pola pangan masyarakat saat ini yang sangat didominasi besar menyebabkan komoditas

ini berubah menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data susenas (2010) konsumsi beras penduduk Indonesia tahaun 2009

mencapai urutan tertinggi dunia yaitu sebesar 102,2 kilogram/kapita.tahun atau hamper

dua kali lipat rata-rata konsumsi beras penduduk dunia yang hanya 60

kilogram/kapita/tahun. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), bahwa dari

seluruh beras yang beredar di pasar dunia, 80%-nya diserap oleh Indonesia

(Louhenapessy, 2010:114).

Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia

hingga saat ini merupakan salah satu penyebab masih rendahnya kualitas konsumsi

pangan nasional, yang belum beragam dan bergizi seimbang yang diindikasikan oleh

skor pola pangan harapan. Kontribusi beras dalam konsumsi kelompok padi-padian

sebesar 996 kkal/kap/hari atau mencapai 80.6 persen terhadap total energi padi-padian

(1.236 kkal/kap/hr) pada tahun 2011.

Beras sebagai pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak

hanya telah membudaya dalam pola konsumsi pangan masyarakat namun juga dianggap

memiliki citra pangan yang lebih baik dari sisi social. Sementara komoditi sumber

karbohidrat lainnya yang biasa konsumsi sebagian masyarakat di masa lampau, saat ini

semakin tergeser sejalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi serta sebagai

ekses dari kebijkan pemerintah berupa program penyaluran besar bagi keluarga miskin

atau RASKIN.

3
Sebagaimana diamanatkan dalam peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang

kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal,

bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan harus berbasis sumber pangan

setempat atau khas daerah. Hal ini diartikan bahwa pengurangan konsumsi bertas tidak

dapat digantikan dengan konsumsi gandum/ terigu yang hamper seluerunya diimpor.

Sementara konsumsi umbi-umbian bukan hanya sebagai pangan pilihan pengganti padi-

padian namun juga sebagai pangan berpati (starchy foods) yang banyak mengandung

serat dan dibutuhkan tubuh untuk dikonsumsi setiap hari, seperti sagu, ubi kayu, talas,

pisang, labu kuning dan sukun.

Kondisi ini seolah-olah menciptakan suatu penggambaran bahwa pangan sumber

karbohidrat hanya bersumber dari besar, sehingga memaksa pemerintah untuk selalu

melakukan pengawalan ketat terhadap komoditas ini. Bahkan pemerintah tidak segan

untuk melakukan import beras hanya demi menjaga stabilitas pasokan beras. Menurut

World Trade Organization impor pangan dalam jangka pendek bisa menjadi obat

kelaparan namun, dalam jangka panjang tak hanya menguras devisa, tetapi mengabaikan

aneka sumber daya local (Suryastiri, 2008).

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasr (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang

sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan

dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Disinilah peran pemerintah

dalam melakukan invervensi dalam penyediaan pangan bagi masyarakat miskin melalui

kebijakan pangan.

4
Mengingat semakin tingginya ancaman masalah pangan, maka sumber pangan

alternative, dalam hal ini sumber pangan potensial local tampaknya menjadi salah satu

solusi. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber karbohidrat selain besar, seperti

jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu yang semakin lama telah menjadi sumber pangan pokok

di beberapa propinsi. Namun terpinggirkan oleh beras.

Menurut Nainggolan (2004), kebijakan untuk menetapkan pelaksanaan

ketahanan pangan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin pangan local merupakan

suatu langkah yang tepat, karena pangan local tersedia dalam jumlah yang cukup di

seluruh daerah dan mudah dikembangkan karena sesuai dengan agroklimat setempat.

Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia selama lima tahun terakhir (2005-2010)

umumnya didominasi oleh beras dan terigu. Jika dilihat perkembangannya pola

konsumsi pangan pokok penduduk Indonesia tahun 2005, sebagain besar (22 provinsi

dari 33 provinsi) di Indonesia memiliki pola konsumsi beras-terigu, sedangkan 11

provinsi lainnya memiliki pola konsumsi beras-terigu-ubi kayu (Prov. DI Yogyakarta

dan Maluku Utara), beras-jagung-ubi kayu (Prov. NTT), beras-jagung-terigu (Prov.

Gorontalo), beras-terigu-ubi kayu-ubi jalar-sagu (Prov. Papua).

Undang-undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan, pada pasal 1 ayat 17,

menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik, jumlah maupun mutunya,

aman, merata dan terjangkau. Maka dibutuhkan suatu kebijakan pangan yang telah

disesuaikan dengan potensi yang kita miliki. Salah satu upaya perwujudannya adalah

melalui diversifikasi konsumsi pangan yang berbasis sumberdaya local. Diperkuat

dengan Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009, tentang kebijakan Percepatan


5
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, menunjukkan bahwa

diversifikasi konsumsi pangan dipandang sebagai salah satu alternative terbaik dalam

pemecahan permasalahan pangan. Program ini bertujuan untuk mewujudkan ketahanan

pangan masyarakat dengan mendorong pemanfaatan potensi pangan lokal di masing-

masing daerah sebagai sumber pangan masyarakat.

Data susenas menyebutkan bahwa ada perbedaan komposisi konsumsi pangan

pokok penduduk Indonesia yang berdasarkan pada pendapatan penduduknya. Penduduk

berpendapatan rendah justru memiliki komposisi yang lebih bervariasi, tidak hanya

didominasi oleh beras. Sedangkan masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas

justru didominasi oleh beras yang botabene adalah jenis bahan pangan dengan subsidi

pemerintah serta bahan pangan impor tertinggi di Indonesia, yaitu terigu.

Hasil perhitungan BPS menyebutkan jumlah penduduk Provinsi Aceh pada tahun

2015 berpenduduk 2.001.953 jiwa. Letak geografis, luas wilayah dan pembangunan

yang belum merata menyebabkan penyebaran penduduk Aceh memadati pantai utara-

timur. Kawasan ini meliputi Kota Sabang hingga Kabupaten Aceh Tamiang. Dua

kabupaten dengan populasi terbesar berada di kawasan ini yaitu Kab. Aceh Utara

583.892 jiwa dan Kab. Bireuen 435.300 jiwa. Penyebaran penduduk di kawasan

perkotaan dan pedesaan masih menunjukkan kegiatan utama penduduk sebagai mata

pencaharian (perdagangan dan pertanian).

Jumlah tersebut menyebar keseluruh kabupaten/kota dengan penyebaran tidak

merata. Dimana jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Aceh Utara yaitu

sebanyak 572.961 jiwa, sedangkan yang terendah di kota sabang dengan jumlah

penduduk 32.739 jiwa. (BPS ; Statistik daerah provinsi aceh 2015; 8; 2016).
6
Tabel 1.1 Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan di Provinsi Aceh tahun 2015
Kota Desa Kota + Desa
4.291.923 2.687.058 3.159.102
Sumber : BPS Provinsi Aceh 2015

Nilai pendapatan suatu rumah tangga dapat menunjukkan tingkat kesejahtraan

rumah tangga tersebut dilihat dari sudut pandang ekonomi. Menurut golongan

pengeluaran sebulan di Provinsi Aceh, pada tahun 2015 Pengeluaran Rumah tanga di

kota sebesar 4.291.923, Pengeluaran Rumah tanga di Desa sebesar 2.687.058 dan

Pengeluaran Rumah tanga di Kota + Desa sebesar 3.3.159.102.

Tabel 1.2 Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang,
Provinsi Aceh tahun 2011-2015.
No Kelompok Barang 2011 2012 2013 2014 2015

1 Padi-padian 61.367 64.666 69.141 71269 73.883


2 Umbi-umbian - 1.959 2.010 2122 2.738
3 Ika n 51.010 56.142 56.413 58418 55.432
4 Daging 9.660 7.528 7.223 7515 9.973
5 Telur dan susu 15.581 16.099 17.010 18406 21.690
6 Sayur-sayuran 26.130 25.633 32.652 30782 28.594
7 Kacang-kacangan 3.836 3.994 4.209 4654 4.730
8 Buah-buahan 17.309 19.363 17.125 20259 15.617
9 Minyak dan lemak 12.544 13.441 13.498 14701 14.071
10 Bahan minuman 13.615 13.535 14.535 14567 14.640
11 Bumbu-bumbuan 6.543 6.933 6.951 7410 8.148
12 Konsumsi lainnya 4.338 4.493 4.620 4899 5.576
13 Makanan dan minuman jadi 60.741 67.336 71.420 83433 100.564
14 Tembakau dan sirih 45.164 51.499 53.756 58112 59.698
Sumber : BPS Provinsi Aceh 2015

Berdasarkan Tabel 1.2 pada tahun 2014 rata-rata pengeluaran masyarakat

Provinsi Aceh yang paling banyak digunakan untuk membeli makanan dan minuman

jadi sebesar Rp 83.433,00, dan rata-rata pengeluaran paling sedikit digunakan untuk

membeli ubi-ubian sebesar Rp 2.122,00, Selanjutnya pada tahun 2015 rata-rata


7
Pengeluaran Masyarakat provinsi Aceh yang paling banyak digunakan untuk membeli

makanan dan minuman jadi sebesar Rp 100.564,00 , dan rata-rata pengeluaran paling

sedikit digunakan untuk membeli ubi-ubian sebesar Rp 2.738,00.

Penulisan tesis ini dasarkan pada penelitian sebelumnya yang sudah diteliti oleh

saudari Fitria Pusposari dengan judul Analisis Pola Konsumi Pangan Masyarakat di

Provinsi Maluku. Penulis berniat meneliti kembali dengan judul yang sama tetapi

objek/lokasi diganti dari Provinsi maluku menjadi Provinsi Aceh, karena menurut

penulis memiliki perbedaaan budaya, sosial, adat, dan keaadaan ekonomi masyarakat.

Begitu juga dengan pangan lokalnya. Masyarakat Provinsi Maluku masih menjadikan

sagu sebagai bahan makanan pokok. Hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat

Provinsi Aceh yang lebih cenderung mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.

Masyarakat aceh belum bisa menggantikan beras sehingga terdegar istilah belum makan

jika belum belum makan nasi. Selain dari itu, tahun penulisan juga berbeda, dimana

saudari Fitria Pusposari menggunakan sumber tahun 2010, sedangankan penulis sendiri

menggunakan sumber tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat di

Provinsi Aceh?
2. Bagaimana perubahan pola konsumsi masyaratkat khususnya pangan bila tejadi

perubahan harga dan pendapatan di Provinsi Aceh?

8
3. Bagaimana respon perubahan pola konsumsi pangan rumah tangga miskin akibat

perubahan harga, pendapatan, dan karakteristik sosial demografi di Provinsi

Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sabagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan pangan

di Provinsi Aceh.
2. Untuk mengetahui perubahan pola permintaan pangan bila terjadi perubahan

harga dan pendapatan.


3. Untuk mengetahui respon perubahan konsumsi pangan rumah tangga miskin

akibat perubahan harga, pendapatan, dan karakteristik sosial demografi di

Provinsi Aceh.
1.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan

Pangan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi setiap saaat

dan merupakan unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia. Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, pada

pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dalam UU

ini, ketahanan pangan ditunjukkan kepada kebutuhan rumah tangga, karena asumsi

bahwa rumah tangga adalah bentuk kesatuan masyarakat terkecil di Indonesia.

Sejalan dengan pengertian food security (ketahanan pangan) yang tertera dalam

Rome Declaration and World Food Summit Plan of Action, yaitu food security exists

when all people, at all times, have access to sufficient, safe and nutritious food to meet

their dietary needs for an active and healthy life. Hal ini semakin menegaskan bahwa

ha katas pangan merupakan bagian terpenting dari hak azasi manusia yang harus

dipenuhi. Implikasinya bahwa penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan harus dapat

memenuhi kebutuhan penduduk di seluruh wilayah setiap saat. Keamanan dan mutu gizi

yang memadai harus terjamin, sesauai dengan pola makan dan keinginan masyarakat

agar hidup sehat, aktif dan produktifAkan tetapi, pada kenyataannya, sering terjadi

ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Keadaan ini disebut

dengan kerawan pangan yang merupakan situasi pangan tersedia tetapi tidak mampu

diakses rumah tangga karena keterbatasan sumber daya ekonomi yang dimiliki

10
(pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya). Kerawanan pangan ini

adalah salah satu bentuk kemiskinan. Menurut Ellis (1998) salah satu dimensi

kemiskinan adalah aspek ekonomi, yaitu kemiskinan dapat didefinisikan sebagai

kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas.

Menurut Todaro (2006), kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi


kehidupan dimana sejumlah penduduk tidak mampu mendapatkan sumber daya yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic need) minimum dan mereka hidup di
bawah tingkat kebutuhan minimum. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut
digambarkan degan faris kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita
per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan (Zulfachri,
2006).
Selain itu, menurut Kuncoro yang mengutip Sharp (2000), penyebab kemiskinan
adalah:
1. Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumblah
terbatas dan kualitas rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia,
kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah,
yang pada gilirannya upah rendah. Rendah kualitas sumber daya ini karena
rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi,
atau karena keturunan.
3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dan modal.

2.2 Teori Pola Konsumsi


2.3 Teori Permintaan

Teori permintaan konsumen ini didasarkan pada teori prilaku konsumen

(iconsumen behavior), dimana menunjukkan perilaku konsumen dalam menentukan

konsumsi barang. Sedangkan permintaan sendiri merupakan keinginann konsumen

untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu.

Oleh karena itu, jumlah barang yang diminta sangat dipengaruhi oleh harga barang

11
tersebut. Semakin tingggi harga barang maka permintaan barang tersebut akan menurun,

begitu pula sebaliknya.

Selain harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait pun ikut

berpengaruh terhadap permintaan konsumen. Hal ini yang disebut dengan hubungan

subtitusi dan komplementer. Pada hubungan subtitusi, bila terjadi kenaikan harga pada

salah satu barang akan memicu kenaikan jumlah permintaan barang lain. Sedangkan

pada hubungan komplementer, bila kenaikan salah satu barang justru akan memici

penurunan jumlah permintaan barang lain.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap permintaan adalah pendapatan.

Pendapatan menunjukkan kemampuan konsumen untuk membeli semakin tinggi,

sehingga permintaan terhadap berbagai barang pun akan meningkat.

2.4 Utilitas

Utilas merupakan tingkat kepuasan yang diterima konsumen atas kegiatan

ekonominya dalam mengkonsumsi sejumlah komoditas tertentu. Asumsi dari teori

ekonomi menyebutkan bahwa konsumen akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas

yang didapatkan dengan keterbatasan pendapatan yang dimiliki sehingga akan

melakukan pemilihan atau penyusunan prioritas terhadap komoditas yang akan

dikonsumsi berdasarkan preferensi konsumen tersebut.

Utilitas dapat diterangkan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan karnial

dengan menggunakan teori utilitas (utility function) dan pendekatan orninal dengan

menggunakan teori kurva indiferen. Menurut teori ordinal, utilitas tidak dapat dihitung,

12
hanya dapat dibagikan dengan memberikan rangking pada tingkat kepuasan yang

diterima konsumen menurut konsep preferensi. Teori ordinal dijelaskan melalui kurve

indiferen (indifference curve (IC)) yang menggambarkan berbagai kombinasi dua

macam komoditas yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi seorang

konsumen.

Asumsi dari kurva IC antara lain:

1. Adanya trade off, yaitu harus adanya sejumlah komoditas yang dikurangi

agar dapat mebambahkan komoditas yang lain dalam kombinasi yang dipilih.
2. Semakin jauh kurva indifens dari titik ordinal, semakin tinggi tingkat

kepuasan.

3. Kurva indiferen menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping),

dan cembung ke titik origin (convex to origin), artinya kepuasan individu

yang diperoleh dari kombinasi konsumsi barang-barang yang ada bersifat

diminishing (MRS=diminishing marginal rate of substitution).

4. Kurva indiferen tidak saling berpotongan. Hal ini penting untuk memenuhi
Kuantitas Y
Y*
0

asumsi transitivitas preferensi.


IC
X*

E
BL
Kuantitas X

Gambar 2.1 Kurva indeferen untuk konsumsi komoditas X dan Y

2.5 Fungsi Permintaan

13
Fungsi permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara

permintaan barang dan jasa dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Permintaan

sendiri adalah jumlah barang/jasa yang ingin diminta oleh konsumen pada berbagai

tingkat harga selama periode waktu tertentu. Umumnya, variable yang diperhitungkan

dalam fungsi permintaan adalah variable yang pengaruhnya besar dan langsung, yaitu

harga barang itu sendiri, harga barang lain dan pendapatan konsumen.

Fungsi permintaan ada dua, yaitu (1) fungsi permintaan yang diderivasi dari

fungsi kepuasan (fungsng permintaan Marshallian) yang diperoleh dari maksimisasi

kepuasan dengan kendala berupa pendapatan, dan (2) fungsi permintaan yang diderivasi

dari fungsi pengeluaran (fungsi permintaan hicksian) yang diperoleh dari minimisasi

pengeluaran dengan kendala berupa tingkat kepuasan. Dalam penelitian ini digunakan

gungsi permintaan Marshallian terdiri dari harga dan pendapatan yang dapat diobservasi,

sedangkan pada fungsi permintaan Hicksian terdapat kepuasan yang tidak dapat

diobservasi.

Bentuk matematika kedua fungsi permintaan tersebut adalah sebagai berikut:

Fungsi permintaan Marshallian : XM = f(Px, Py,I)................................................ (2.1)

Dimana:
XM = Jumlah Barang X yang diminta/fungsi permintaan Marshallian
Px = harga barang X
Py = harga barang Y
I = Pendapatan
Fungsi permintaan Hicksian : XH = f(Px, Py, U)................................................... (2.2)

14
Dimana
XH = Jumlah Barang X yang diminta/fungsi permintaan Hicksian
Px = harga barang X
Py = harga barang Y
U = Utilitas
Murda (2009) menyebutkan bahwa dalam fungsi permintaan terdapat beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :homogeneity, adding up (angregasi Engel

dan Cournot), dan Simestri Slutsky.

1. Homogeneity
menyatakan bahwa pendapatan dan harga-harga berubah dalam porsi yang

sama, maka jumlah permintaan terhadap suatu komoditas tidak akan berubah

(tetap).
2. Adding-up
(agregasi Engel dan agregasi Cournot). Agregasi engel menggambarkan

dampak perubahan pendapatan terhadap permintaan. Agregasi engel

menunjukkan bahwa jumlah tertimbang dari elastisitas pendapatan untuk

seluruh komoditas yang dikonsumsi sama dengan satu. Hal ini berarti seluruh

anggaran yang tersedia habis dibelanjakan dan apabila terjadi kenaikan

pendapatan maka akan dialokasikan secara proporsional pada seluruh

komoditas.
Agregasi Cournot menyatakan bahwa jika terjadi perubahan harga pada salah

satu komoditas yang dikonsumsi (komoditas i) sementara harga komoditas

lainnya tetap, maka akan berdampak pada relokasi anggaran belanja sehingga

permintaan terhadap komoditas-komoditas tersebut berubah.


3. Simetri Slutsky
Apabila pendapatan riil konstan, maka efek subtitusi akibat perubahan

komoditas j terhadap permintaan komoditas i sama dengan efek subtitusi


15
akibat perubahan harga komoditas i terhadap permintaan komoditas j. Efek

subtitusi dari komoditas i dan j bersifat simetri.


2.6 Elastisitas Permintaan

Elastisitas merupakan ukuran persentase perubahan pada suatu variable yang

disebaban oleh perubahan suatu persen variable yang lain. Elastisitas permintaan

menunjukkan sensitivitas atau respon perubahan jumlah barang yang dibeli akibat

perubahan faktor yang mempengaruhi (cateris paribus). Mengingat tiga faktor penting

yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan, maka ada

tiga macam elastisitas, yaitu ; 1) elastisitas harga (price elasticitu of demand); 2)

elastistas silang (cross elasticity) ; dan 3) elastisitas pendapatan (income elasticity).

2.7 Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand)

Elastisitas harga adalah perubahan persentase jumlah permintaan barang akibat

kenaikan 1 persen pada harga barang tersebut. Elastisitas harga dapat dinyatakan sebagai

berikut:

%D Q
Ep=( ) ..................................................................................... (2.3)
%D P

Dimana
D Q : Persentase perubahan pada jumlah barang (Q)

D Q : Persentase perubahan pada harga barang tersebut (P)

Nilai elastisitas harga sendiri menunjukkan sifat dari pola permintaan terhadap

barang itu sendiri, dengan uraian sebagai berikut:

16
1. Nilai elastisitas kuantitas yang diminta atas barang. Kurva terhadap barang

tersebut bersifat inelastis sempurna, dimana perubahan harga tidak

mempengaruhi kuantitas yang diminta atas barang. Kurva permintaan

berbentuk vertical yang berarti berapapun harga yang ditawarkan, kuantitas

barang/jasa yang diminta tetap tidak berubah.


2. Nilai elastisitas harga kurang dari satu (Ep<1) menunjukkan permintaan

terhadap barang tersebut bersifat inelastis, dimana perubahan terhadap

kuantitas barang yang diminta akibat adanya perubahan harga lebih kecil

dibandingkan perubahan harga itu sendiri.


3. Nilai elastisitas harga sama dengan satu (Ep=1) menunjukkan permintaan

terhadap barang tersebut bersifat elastis unitary, dimana prosentase

perubahan kuantitas barang yang diminta = prosentase perubahan harga.


4. Nilai elastisitas harga lebih dari satu (E p>1) menunjukkan permintaan

terhadap barang tersebut bersifat elastis, dimana perubahan terhadap

kuantitas barang yang diminta akibat adanya perubahan harga lebih besar

dibandingkan perubahan harga itu sendiri.


5. Nilai elastisitas harga ridak terhingga (E p=~) menunjukkan permintaan

terhadap barang tersebut bersifat elastis sempurna, dimana kenaikan harga

akan menyebabkan permintaan turun jadi 0. Kurva permintaan elastis

sempurna ini berbentuk horizontal yang berarti kenaikan harga sekecil

apapun akan menghilangkan total permintaan.

17
2.8 Elastisitas Silang (Cross Elasticity of Demand)

Elastisitas silang menunjukkan persaentase perubahan jumlah permintaan satu

akibat setiap kenaikan sebesar satu persen pada harga barang lain. Elastisitas silang

dapat dinyatakan sebagai berikut:

DQi
Ep=
( )
Qi
Pj
Pj
= ( PjQi QiPj )= ........................................................ (2.4)

Dimana
Qi : Jumlah permintaan terhadap barang i
Qi : Perubahan jumlah permintaan terhadap barang i
Pj : Harga barang j
Pj : Perubahan harga terhadap J

Nilai elastisitas silang ini menunjukkan hubungan karakteristik antara kedua

komoditas yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Nilai elastisitas silang kurang dari nol (Eij < 0) atau bernilai negative

menunjukkan kedua barang tersebut bersifat komplementer, dimana apabila

terjadi kenaikan harga pada suatu barang maka menyebabkan penurunan

permintaan terhadap barang lain begitu pula sebaliknya.


2. Nilai elastisitas silang lebih dari nol ((E ij > 0) atau bernilai positif

menunjukkan kedua barang tersebut bersifat subtitusi, dimana apabila terjadi

kenaikan harga pada suatu barang maka menyebabkan kenaikan perminttan

terhadap barang lain begitu pula sebaliknya.

2.9 Elastisitas Pendapatan (Income Elasticity of Demand)


18
Elastisitas pendapatan menunjukkan persentase perubahan jumlah permintaan

akibat setiap satu persen kenaikan pada pendapatan. Elastisitas pendapatan dapat

dinyatakan sebagai berikut:

p= ( Q/Q
I/I )= ( I Q
QI )
= ............................................................. (2.5)

Dimana
Q : Jumlah permintaan barang
Q : Perubahan jumlah permintaan barang
I : pemdatam konsumen
I : Perubahan pendapatan konsumen
Nilai elastisitas pendapatan ini digunakan untuk menunjukkan jenis barang

sebagai berikut:

1. Nilai elastis pendapatan kurang dari nol (Ei<0), maka barang tersebut termasuk

inferior.
2. Nilai elastisitas pendapatan lebih dari sama dengan nol dan kurang dari sama

dengan satu (0 Ei1), maka barang tersebut termasuk barang normal pokok

(necessities).
3. Nilai elastisitas pendapatan lebih dari satu (Ei>0), maka barang tersebut termasuk

barang normal mewah (luxurious).


2.10 Model Fungsi Permintaan AIDS
Model Almost Idela Demand System (AIDS) yang pertama kali diperkenalkan

oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Model AIDS merupakan pengembangan

dari kurva engel dan persamaan Marshall yang diturunkan dari teori maksimisasi

kepuasan. Model AIDS merupakan model fungsi permintaaan Marshallian dalam bentuk

proporsi pengeluaran.
Model persamaan lain yang dapat digunakan dalam analisa permintaan selain

menggunakan model AIDS, antara lain Linear Expenditure System (LES) dan model

translog. Namun kelemahan dari LES adalah tidak dapat digunakan untuk mengestimasi
19
permintaan barang yang bersifat inferior. Sedangkan model translog membutuhkan data

kuantitas dalam mengestimasi system permintaan.


Model AIDS dapat bersifat restricted atau unrestricted, dimana model yang

restricted mengharapkan terpenuhinya beberapa asumsi dari fungsi permintaan, antara

lain Adding Up, Homogeneity, dan Symmetry.beberapa kelebihan dari model ini adalah

sebagai berikut:
1. Dapat digunakan untuk mengestimasi system persamaan yang terdiri atas

beberapa kelompok komoditi yang saling berkaitan. Model ini

mempertimbangkan kepuasan konsumen dalam menentukan seperangkat

komoditas secara berasama-sama sehingga hubungan silang dua arah atau lebih

dari komoditas-komoditas tersebut dapat ditentukan. Hal ini sesuai dengan

fenomema actual yang terjadi bahwa pemilihan suatu komoditas dilakukan oleh

konsumen secara bersama-sama.


2. Model lebih konsisten dengan data pengeluaran konsumsi yang telah tersedia,

sehingga estimasi permintaan dapat dilakukan tanpa data kuantitas.


3. Karena model merupakan semilog. Maka secara ekonometrik model akan

menghasilkan parameter yang lebih efiseien artinya dapat digunakan sebagai

penduga yang baik, karena selalu tidak langsung dapat menguasai masalah

penyimpangan asumsi dasar dalam Ordinary Least Square (OLS) seperti masalah

Heteroskedastisitas.
4. Secara umum konsisten dengan teori permintaan karena adanya restriksi yang

dapat dimasukkan dalam model dan dapat digunakan untuk mengujinya.

Model AIDS merupakan model fungsi permintaan Marshallian dalam bentuk

proporsi pengeluaran. Sedangkan fungsi permintaan pada umumnya dalam bentuk

kuantitas barang yang diminta. Bentuk umum model AIDS adalah sebagai berikut:

20
Wi= i+ j ji log P j + i log( y / P ) ...................................................... (2.6)

Dimana Wi adalah proporsi pengeluaran komoditas I, Pj adalah harga komoditas j, y

adalah total pengeluaran, dan P adalah indeks harga yang didefenisikan sebagai:

log p= 0 + i log pi +1/2 i j ji log pi log p j ........................................ (2.7)

Penggunaan indeks harga seperti pada persamaan (2.7) membuat model AIDS berbentuk

non-linear dan sulit untuk diestimasi. Oleh sebab itu dalam penelitian-penelitian empiris,

yang sering digunakan adalah aproksimasi linear dari indeks harga tersebut, yaitu

log p= wi log pi ................................................................................... (2.8)

Indeks harga pada persamaan (2.8) diatas dikenal sebagai indeks harga stone. Dengan

menggunakan indeks harga stone maka persamaan (2.6) menjadi linear dalam harga dan

pengeluaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai aproksimasi linear atau pendekatan bentuk

linier dari AIDS yang disebut LA/AIDS (Linear Approximation/ Almost Ideal Demand

System) sehingga persamaan AIDS menjadi linier dan mudah untuk diestimasi.

Model AIDS semula digunakan dalam estimasi elastisitas harga dan pendapatan. Akan

tetapi terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak menjelaskan prilaku konsumen

sesuai kondisi yang sesungguhnya. Oleh karena itu model ini diperluas dengan

menambahkan faktor-faktor lain seperti faktor social ekonomi, demografi, geografi dan

sebagainuya. Dengan mengikuti Heeien dan Pompelli dalam Nurkhyani (2009). Pada

penelitian ini model AIDS yang digunakan diperluas dengan penambahan faktor social

demografi.

2.10 Penelitian Sebelumnya


21
Penelitian terdahulu yang menggunakan model Almost Ideal Demand System

telah banyak dilakukan, diantaranya

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya


N
Penulis Tahun Data Model dan Variabel Kesimpulan Hasil Studi
o
1 Ariani et. al 1999 Data Survai Sosial Model : 1. Rata-rata tingkat konsumsi
Ekonomi Nasional model log linier energi mengalami
(SUSENAS) tahun penurunan untuk kota dan
1993 dan 1996 Variabel : didesa tidak terjadi
Pengeluaran Per perubahan.
Komoditas: kapital 2. Konsumsi hewani sangat
1. Padi-padian. Variabel sosial rendah jika dibandingkan
2.Umbi-umbian. demografi: dengan konsumsi lainnya
3.Pangan hewani. 4. Umur, Jumlah 3. Prioritas kebijakan
Minyak dan lemak. 5. Anggota Rumah disarartkan Iebih
Buah/biji berminyak. Tangga, Tingkat diutamakan di daerah
6. Kacang-kacangan pendidikan pedesaan (dan masyarakat
7. Gula 8. Sayur dan miskin) karena agregat
buah 9. Lain-lain tingkat konsumsi pangandi
desa lebih rendah daripada
di perkotaan
2 Ellen Dewi 2013 Data : Model: 1. Pendapatan rumah tangga,
Fransiska Sekunder dan Primer analisis regresi linear dan jumlah anggota rumah
et.al. berganda dan matriks tangga secara parsial
Komoditas: SWOT memiliki pengaruh yang
konsumsi pangan nyata dan positif terhadap
beras, non-beras Variabel : konsumsi pangan rumah
Pendapatan tangga
Variabel sosial 2. Faktor pendidikan secara
demografi: parsial tidak memiliki
Jumlah anggota pengaruh yang
rumah tangga, nyata/signifikan terhadap
Tingkat pendidikan konsumsi pangan rumah
tangga

22
3 Faharuddin 2013 Data : Model : QUAIDS 1. Semua kelompok pangan
et.al. Susenas tahun 2013 memiliki elastisitas
Variabel: 2. pendapatan yang positif dan
Komoditas: Harga, Pengeluaran elastistas harga yang negatif
Beras, Padi-padian rumah tangga 3. Beras memiliki elastisitas
non beras, Umbi- Variabel sosial pengeluaran dan elastisitas
umbian, Ikan, demografi: harga yang rendah
Daging, Telur, Susu, Klasifikasi daerah, 4. Kenaikan pendapatan dan
Sayuran, Kacang- Jumlah anggota kenaikan harga tidak
kacangan, Buah- rumah tangga, banyak memengaruhi
buahan, Minyak dan pendidikan kepala konsumsi beras
lemak, Bahan rumah tangga,
minuman, bumbu- Lapangan pekerjaan
bumbuan, pangan RT, dan Pendapatan
lainnya RT

4 Hasibuan et.al. 2014 Data: Model : 1. padi-padian dan umbi-


data primer dan analisis regresi linier umbian masih berada di
sekunder berganda bawah PPH (Pola Pangan
Harapan)
Komoditas: variabel : 2. Secara serempak variabel
Padi-padian dan ubi- Pendapatan, Jumlah pendapatan, jumlah
ubian Tanggungan, Umur tanggungan, umur, dan
dan Tingkat tingkat pendidikan
pendidikan berpengaruh nyata terhadap
pola konsumsi pangan non
beras.
3. Secara parsial variabel
pendapatan dan jumlah
tanggungan berpengaruh
berpengaruh nyata terhadap
pola konsumsi pangan non
beras
4. variabel umur dan tingkat
pendidikan berpengaruh
tidak nyata terhadap pola
konsumsi pangan non beras
sumber karbohidrat

23
5 Kim 2011 Data : Model : AIDS 1. Tingkat kesejahteraan
Budiwinarto data primer Variabel : Harga dan rumah tangga nelayan
Pendapatan masih belum membaik
Komoditas 2. Proporsi konsumsi
1. Komoditi daging, Variabel sosial
pangan yang dominan
2. Komoditi ikan demografi:
laut, 3. Komoditi jumlah anggota
adalah komoditas ikan
ayam broiler dan keluarga, pendapatan laut
ayam kampung, 4. nominal
Komoditi telur, per minggu,
seperti telur ayam pengeluaran untuk
ras, ayam kampung, konsumsi pangan per
dan itik, 5. Komoditi minggu, konsumsi
makanan lainnya rumah tangga

6 Lisa Lestari 2013 Data : data sekunder Model : 1. Ketersediaan beras


(Badan Ketahanan regresi linear dipengaruhi oleh stok beras,
Pangan, Biro Pusat berganda produksi beras, impor beras
Statistik) periode dan ekspor beras sedangkan
2001-2010 Variabel: cabai dipengaruhi oleh stok
Jumlah Penduduk, cabai
Komoditas : Harga, dan PDRB 2. Konsumsi beras dipengaruhi
Padi dan Cabai oleh jumlah penduduk,
harga beras dan PDRB di
Sumatera Utara
3. Konsumsi cabai dipengaruhi
oleh jumlah penduduk,
harga cabai dan PDRB di
Sumatera Utara

7 Rachmat 2013 Data: SUSENAS Model : AIDS 1. Besar pangsa anggaran


Muchjidin 1990 dari Biro Pusat beras lebih dari 80 persen
dan Erwidodo Statistik Variabel : dari total belanja anggaran
Harga dan untuk makanan.
Komoditas : Pengeluaran 2. Elastisitas permintaan
beras, jagung, kacang dengan kelompok
tanah, gula dan pendapatan.
komoditi kacang- 3. Elastisitas pendapatan dari
kacangan lain permintaan untuk makanan
cukup elastis

24
8 Resti 2008 Data : Susesan 2005 Model : Model 1. Kenaikan harga pangan
Mauludyani ekonometrika pokok akan menurunkan
et.al. Komoditas : regresi Log-Ganda konsumsi
Beras, Jagung, Ubi 2. Konsumsi pangan rumah
kayu, Ubi jalar, Model Varibael :
tangga berpendapatan
Terigu dan harga dan pendapatan
turunannya, Mi
rendah masih belum
instan dan Mi basah sesuai dengan AKE.
3. Penurunan konsumsi
beras masih belum
tercapai sehingga
program diversifikasi
pangan pokok selain
beras perlu terus
ditingkatkan.
4. Untuk meningkatkan
konsumsi pangan lokal,
seperti jagung, ubi kayu,
dan ubi jalar, perlu
dilakukan peningkatan
pengembangan agro
industri berbasis pangan
lokal dan Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE)
9 Ryafal Akbar 2014 Padi-padian, 2. Ubi- Food recall 1. Tingkat keanekaragaman
et.al. ubian, 3. pangan Pola Pangan Harapan
hewani, 4. pangan Variabel : (PPH) di Kota Pontianak
minyak dan lemak, 5. PPH, TKE dan TKP adalah sebesar 83,5 belum
pangan buah mencapai ideal yaitu
biji/berminyak, 6. sebesar 100
pangan kacang- 2. Tingkat kecukupan energi
kacangan, 7. pangan dan dan tingkat kecukupan
gula, 8. pangan sayur protein di Kota Pontianak
dan buah, 9. pangan secara umum sudah baik
lain-lain yaitu sebesar 1.874
kkal/kap/hari atau dan 52
gram/kap/hari
3. Wilayah perikanan tingkat
kecukupan energi dan
protein sudah baik 2013
kkal/kap/hari dan 52
gram/kap/hari sedangkan
pada wilayah pertanian
tingkat kecukupan energi
sudah baik 1773
kkal/kap/hari tetapi belum
memenuhi standar

25
Pola konsumsi rumah tangga dianalisis dengan mengunakan analisis desktiptif berupa

tabel atau grafik sedangkan pengaruh variabel-variabel harga, tingkat pendapatan,

tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jumlah pola konsumsi anggota rumah tanga

dan lokasi/wilayah tempat tinggal dengan menggunakan model AIDS seperti gambar

berikut.

Harga Komoditas

Pola konsumsi
Rumah Tangga Harga Komoditas
lain

Fungsi Permintaan
Analis Deskriptif Pendapatan
(AIDS)

Jenis Kelamin

Implikasi Kebijakan Status Perkawinan

Jumlah Anggota
Rumah Tangga

Desa + Kota

Gambar 1. Alur kerangka

26
2.11 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah diuraikan diatas, Penulis

mempunyai hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Harga dan pendapatan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga di Provinsi

Aceh.
2. Terdapat perbedaan pola konsumsi antara rumah tangga yang tinggal di daerah

perdesaan dengan perkotaan di Provinsi Aceh.


3. Jenis kelamin rumah tangga mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga di

Provinsi Aceh.
4. Status perkawinan rumah tangga mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga di

Provinsi Aceh.
5. Jumlah anggota rumah tangga mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga di

Provinsi Aceh.

27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

1. Data pada penelitian ini menggunakan modul pengeluaran konsumsi dan data kor

rumah tangga hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel tahun 2015

yang dilakukan oleh BPS untuk Provinsi Aceh. Dalam analisa pola permintaan,

komoditas yang digunakan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) kelompok komoditas,

yaitu (1) kelompok komoditas beras, (2) kelompok komoditas singkong, (3)

kelompok komoditas sagu, (4) kelompok komoditas pangan lokal lain, (5)

kelompok komoditas terigu, (6) kelompok komoditas lainnya, dan (7) kelompok

komoditas non pangan.


2. Analisis permintaan pangan ini dilakukan terhadap rumah tangga secara

keseluruhan, dengan karakteristik rumah tangga yang digunakan adalah jumlah

anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, lokasi tempat tinggal,

sumber penghasilan utama rumah tangga dan status miskin.

Respon terhadap perubahan harga dan pendapatan dicerminkan oleh nilai elastisitas harga

sendiri dan elastisitas harga silang dari komiditi pada kelompok pangan, serta elastistas

pendapatan.

3.2 Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan

oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, yaitu data modul konsumsi dan data kor

28
dalam Survei Sosial Nasional (Susenas) Panel tahun 2015 untuk Provinsi Aceh yang

merupakan data cross section dengan sampling unit rumah tangga. Data yang dianalisis

dalam penelitian ini meliputi data konsumsi rumah tangga untuk berbagai jenis komoditi

makananan yang terdiri dari pembelian maupun dari produksi sendiri, pemberian dan

sebagainya.

Disamping data modul konsumsi, digunakan pula data kor yang menggambarkan

kondisi social demografi rumah tangga yang mencakup keterangan umum anggota rumah

tangga (ART). Data kor ini digunakan untuk memperoleh data social ekonomi yang diduga

mempunyai pengaruh terhadap permintaan pangan, seperti jumlah anggota rumah tangga,

pendidikan kepala rumah tangga, sumber penghasilan utama rumah tangga, tipe wilayah

(perkotaan dan pedesaan) serta status miskin rumah tangga.

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Rumah Tangga Tahun 2015 di Provinsi Aceh
N
Tahun Kota Desa Kota + Desa
o
1 2015 3.284 7.881 11.165
Sumber : Susenas 2015 (BPS)

3.3. Model Analisis

3.3.1. Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi model yang digunakan

oleh Chenny (2015) sebagai pengembangan model Almost Ideal Demand System (AIDS)

yang diperkenalkan oleh Deaton dan Meullbauer (1980). Dalam penelitian ini dimana

melibatkan beberapa karekteristik sosial demografi yaitu jenis kelamin, status perkawinan

dan anggota rumah tangga. Bentuk fungsi permintaaan model AIDS adalah sebagai berikut:

29
x
p
.................................................................................3.1
untuk semua i , j
w i= i+ j y ij log P j + i log

Dengan p adalah indeks harga yang ditentukan oleh

1
log P= o + i i log Pi + i jYij + log Pi P j ...........................................................3.2
2

Terdapat tiga kendala yang dimasukkan ke dalam model, yaitu aditivitas (adding-up),

homogenitas, dan simetris. Ketiga kendala tersebut menjamin agar asumsi maksimum

kepuasan tidak dilanggar. Kendala tersebut adalah sebagai berikut.

i=1 : i=0: y ij =0 ......................................................................................3.3

y ij =0 .................................................................................................................3.4

y ij = y ji ..................................................................................................................3.5

Karena persamaan (3.2) berbentuk non-linear dan sulit diestimasi, maka digunakan

aproksimasi linear indeks harga tersebut yang disebut indeks stone, yaitu

log p = wi log pi .................................................................................................3.7

Dengan menggunakan indeks Stone maka persamaan (3.1) menjadi linier dan mudah untuk

diestimasi. Berikut model AIDS yang dipakai dalam penelitian ini:

1
w i=i + j Y ij log P j+ i log ( x p )+ i+ i 1 Se x KRT + i 2 MS KRT + i 3 JML ART .........3.8

Dimana:
wi = share pengeluaran komoditi I terhadapat total pengeluaran komidi j

30
i=j = 1,2,37 (komoditas pangan)
log P j = harga komoditas j
log (x 1 p ) = log total pengeluaran yang
i = error term
i = Konstanta
Y ij , i = Koefisien regresi
i1 Se x KRT = Jenis Kelamin
i2 MS KRT = Status Perkawinan
i3 JML ART = Jumlah Anggota Rumah Tangga

Estimasi persamaan (3.7) menggunakan pembatasan (restriksi) simestris Slutsky dan

pembatasan lainnya. Model yang tepat digunakan dalam persamaan dengan restriksi antara

lain adalah model Interative Seemingly Unrelated Regression (SUR). Maka SUR terdiri

dari satu kumpulan atau kelompok variabel-variabel endogen yang memiliki hubungan erat

satu sama lain, sehingga SUR diartikan sebagai regresi yang seolah-olah tidak berkaitan

satu sama lain disebabkan oleh kedekatan secara teoritis antar persamaan tersebut

(Kahar,2010). Hasil regresi persamaan (3.7) akan digunakan untuk menghitung nilai

elastisitas masing-masing komoditas.

3.3.2. Model Two Step Heckman

Masalah selectivity bias terjadi karena ada rumah tangga sampel yang tiak mengonsumsi

salah satu komoditas tertentu yang diteliti. Apabila dalam estimasi tidak menyertakan

rumah tangga yang tidak mengkonsumsi tersebut, dugaan estimasi yang dihasilkan akan

menjadi bias. Model untuk mengatasi masalah tersebut adalah model two step estimation

dari heckman, yaitu menambahkan variable bebas (inverse Mills Ration) pada model

utama. Nilai IMR diperoleh dengan melakukan regresi logistic untuk mengestimasi peluang

rumat tangga dalam mengkonsumsi masing-masing (Pusposari, 2012)

31
1 e zi
Model logistic yang digunakan : P_konsi= = ..................................3.9
1+ ezi 1+e zi

Dimana :

P_konsi = peluang konsumsi

Dimana konsi=1 jika wi > 0 dan konsi=0 jika lainnya.

Model logistik kemudian dirumuskan dalam formula sebagai berikut:

z i=i + Y ji logP j + i log ( x p ) + i ....................................................................3.10

Dimana:
Zi :Peluang konsumsi, 0=tidak mengkonsumsi, dan l=mengkonsumsi
I=j :1,2,3..8 (
log Pj : harga komoditas j (dimana j=1,2,38)
log (x/p*) : log total pengeluaran dengan indeks stone
i : error term.

Dari hasil regresi logistic di atas kemudian didapat nilai Inverse Mill Ratio (IMR) yang

merupakan variable harga estimasi mewakili variabel yang memiliki masalah zero

consumtion atau selection bias. Variabel IMR kemudian dimasukan ke dalam persamaan

3.7 khusus pada permintaan komoditas yang memiliki masalah zero consumtion sehingga

model estimasi menjadi:

x
/p*) i 1 IMR + i ...............................................3.11
w i=i 0 + j Y ij logP j + i log

Jika variable IMR signifikan, maka dapat diartikan bahwa variabel yang memiliki

masalah zero consumtion kemungkinan berpengaruh signifikan terhadap permintaan.

32
33
3.3.3 Perhitungan Elastisitas

Perhitungan elastis mencoba menjawab seluruh hipotesis dalam penelitian ini. Dari

hasil model permintaan AIDS selanjutnya akan digunakan untuk menghitung elastisitas

harga (elastisitas harga dan elastisitas silang) dan elastisitas pendapatan (income elasticity).

Rumus perhitungan elastisitas berdasarkan hasil estimasi model AIDS (aliasuddin,2003):

i
Pendapatan i=1+ ...................................................................................3.12
wi

yu
Harga (Marshallian) u =1+ i ...........................................................3.13
Wi


Harga (Hicksian) ii=1+
yi
wi
+Wi ..........................................................................3.14

y ij w
Silang (Marshallian) ij = i ( j ) ............................................................3.15
wi wi

y ij
Silang (Hicksian) ij = +W i ........................................................................3.16
wi

Untuk menguji signifikan pada masing-masing elastisitas maka dilakukan penghitungan

varians dan standar error masing-masing elastisitas tersebut, yaitu:

var ( i)
Var ( i )=
w2

Var ( y j)
Var ( u ) =
w2

34
Var ( y ij )
Var ( ij )= +Vari
w2

Vur( y ij )
Var ( ii )=
w2

Var ( y j)
Var ( u ) = ...............................................................................................3.17
w2

3.4 Definisi Operasional Variabel

1. Rumah tangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau

seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya tinngal bersama serta makan dari

satu dapur. Rumah tangga umumnya terdiri dari ibu, bapak, anak, orang tua/mertua,

family, pembantu dan lainnya. Keluarga yang tinggal terpisah di dua bangunan

sensus, tetapi makanya dari satu dapur, asal kedua bangunan tersebut masih dalam

satu satuan lingkungan setempat (SLS) yang sama, dianggap satu rumah tangga.
2. Anggota rumah tangga adalah semua yang tercakup dalam suatu rumah tangga.

Orang yang telah tinggal dalam rumah tangga selama 6 bulan atau lebih, atau yang

telah tinggal selama 6 bulan atau lebih dianggap sebagai anggota rumah tangga.

Sebaliknya anggota rumah tangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan

anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan

pindah/akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai

anggota rumah tangga.


3. Pengeluaran total rumah tangga miskin adalah seluruh nilai pengeluaran rumah

tangga miskin perbulan, mencakup pengeluaran makanan dan bukan makanan

dinyatakan dalam rupiah.

35
4. Pengelaran perkapita adalah total pengeluaran rumah tangga miskin perbulan dibagi

dengan jumlah anggota rumah tangga dinyatakan dalam rupiah.


5. Pengeluaran makanan rumah tangga adalah pengeluaran konsumsi makanan rumah

tangga perbulan dinyatakan dalam rupiah.


6. Pengeluaran makanan perkapita adalah pengeluaran konsumsi makanan rumah

tangga perbulan dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga dalam rumah tangga

tersebut dinyatakan dalam rupiah.

36
Daftar Pustaka

Arifin, Bustanul. 2009. Tantangan Baru Ekonomi Pangan. Economic Review Bulan Juni
No. 216.
Ariani Mewa dan Saliem Handewi P. Analisis Diversifikasi Konsumsi Energi Menurut Pola
Pangan Harapan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Agro
Ekonomi Vol 18, No 2 (1999).
http://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=453832

Badan Ketahan Pangan. 2009. Direktori Pengembagnan Konsumsi Pangan. Badan


Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Budiwinarto, kim. Penerapan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) Pada Pola
Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas. Smooting Vol.6 Nomor 1 (2011).
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=110559

Badan Ketahan Pangan. 2011. Direktori Pengembangan Konsumsi Pangan. Badan Ketahan
Pangan, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Bustaman, S. dan Susanto, N.A., Prospek dan Strategi Pengembangan Sagu Untuk
Mendukung Ketahan Pangan Lokal di Provinsi Maluku. Jurnal Ekonomi
Pembangungan, Vol.XV (2). 2007.
Ellen Dewi Fransiska, dkk. Analisis Konsumsi Pangan Beras dan Pangan Non Beras (Studi
Kasus: Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang). Journal on social economic of agriculture and agribusiness vol 2,
no 12 (2013)
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/view/8068/3460

Ellis, Frank. (1998).Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. The


Journal Of Development Studies, Vol. 35. No.1.
Engel, J.F., R.D. Blackwell, dan P.W.Miniard. 1994. Prilaku Konsumen. Binarupa Aksara,
Jakarta
Faharuddin, Faharuddin, dan Mulyana, a. Yunita, Yunita. Analisis Pola Konsumsi Pangan di
Sumatera Selatan 2013: Pendekatan Quadratic Almost Ideal Demand
System. Jurnal Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015).
(http://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=453779)

37
Hasibuan Monalisa dkk. Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat di
Kecamatan Medan Tuntungan. Journal On Social Economic Of Agriculture
And Agribusiness Vol 3, no 10 (2014).
(http://id.portalgaruda.org/index.php?
ref=browse&mod=viewarticle&article=294161)

Kim Budiwinarto . Penerapan model almost ideal demand system ( aids ) pada pola
konsumsi pangan rumah tangga nelayan di kecamatan tambak kabupaten
banyumas. Mooting vol 6, no 1 (2011): smooting.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110559&val=4871

Kuncoro, Mudrajad. (2000). Ekonomi Pembangunan, Teori Masalah dan Kebijakan.


Yokyakarta:Penerbit UPP AMP YKPN.
Laraki, K, 1989. Food Subsidies: A Case Study of Prince Reform in Morocco. LSMS
working papers, ISSN 0253-4517; no. 50
Lestari, Lisa. Faktor yang Mempengaruhi Ketersedian dan Konsumsi Pangan di Sumatera
Utara . Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness Vol 2,
No 3 (2013): Vol 2 No. 3 Maret 2013.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=184290&val=4143&title=faktor
%20%c3%a2%c2%80%c2%93%20faktor%20yang%20mempengaruhi
%20%20ketersediaan%20dan%20konsumsi%20pangan%20strategis%20di
%20sumatera%20utara

Louhenapessy, J.E. dkk. 2010. Sagu: Harapan Dan Tantangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Murda, Handani. 2009. :Dampak Kenaikan Harga Raskin Terhadap Kesejahteraan dan
Konsumsi Gizi Rumah Tangga Miskin di Indonesia. Tesis Pascasarjana
Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.
Nainggolan, K. 2004. Strategi dan Kebikakan Pangan Tradisional dalam Rangka Ketaganan
Pangan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing
Pangan Tradisional. Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor.
Nurkhayani, Eni. 2009. Analisis Permintaan Pangan dan Gizi di Indonesia. Tesis
Pascasarjana Ilmu Ilmu Ekonomi. Univetsitas Indonesia, Depok.
Puposari, Fitria. 2012. Analisis Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Di Provinsi Maluku.
Tesis. Program Magigster Perencaaan dan Kebijakan Publik Fakultas
Ekononi Universitas Indonesia.

38
Rachmat, Muchjidin dan Erwidodo. Pendugaan Permintaan Pangan Utama di Indonesia:
Penerapan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) Dengan Data
Susenas 1990. Jurnal Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1993).
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=453869

Resti Mauludyani, dkk. Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan Pokok Berdasarkan
Analisis Data Susenas 2005. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2008 3(2): 101
117.
Http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=5383&val=199&title=pola%20konsumsi%20dan%20permintaan
%20pangan%20pokok%20%20berdasarkan%20analisis%20data%20susenas
%202005

Ryafal Akbar , dkk. Analisis Konsumsi Pangan Kota Pontianak. Jurnal Social Economic of
Agriculture, Volume 3, Nomor 1, April 2014.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=265344&val=5163&title=analisis%20konsumsi%20pangan%20kota
%20pontianak

Sastrapradja. S.D & Widjaja, E.A. 2010. Keanekaragaman Hayati Pertanian Menjamin
Kedaulatan Pangan. LIPI Press. Jakarta
Sefrita, Chenny. 2015. Identifikasi Komoditas Penyumbang Inflasi dan Pengaruhnya
Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Aceh. Desertasi. Program
Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
Suci Apriani dan Yayuk F. Baliwati. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan. Journal of nutrition
and food, 2011, 6(3): 200207.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=5310&val=199&title=faktorfaktor%20yang%20berpengaruh
%20terhadap%20konsumsi%20pangan%20sumber%20karbohidrat%20di
%20perdesaan%20dan%20perkotaan

Suyastiri Y.P, N.M. 2008. Diversifikasi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam
Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di kecamatan
Semin, Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13, 51-60.
Todaro et al., 2006. Pembangunan Ekonomi : Edisi Sembilan, Jilid 1. Erlangga. Jakarta
Yuliana, Rita. 2008. Evaluasi Perubahan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Sebagai
Dampak Kenaikan Harga BBM di Indonesia, Periode Pebruari 2005-Maret
2016. Tesis Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk EKonomi dan Bisnis.
Penerbit Ekonosia. Yokyakarta.

39
Widianis, Dwi. 2014. Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Tesis. Sekolah Pasca Institut Pertanian Bogor.
World Bank. 2010. Food Price Wach.
http://siteresources.worldbank.org/INTPOVERTY/Resources/335642-
1210859591030/Food_Price_Watch_September2010.pdf

40

Вам также может понравиться