Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

LaOperasi sesar elekif adalah pembedahan untuk mengeluarkan janin


melalui insisi pada dinding perut dan dinding uterus yang telah di
rencanakan berdasarkan indikasi medis . (Hacker.2001)

Infeksi luka operasi sesar elektif adalah infeksi yang terjadi pada
daerah luka operasi yang superficial, yang hanya melibatkan kulit dan
jaringan subkutan pada tempat insisi, yang terjadi minimal > 72 jam
setelah dilakukan prosedur operasi sesar elektif. (Brunicardi FC, et all,
2007 dan Mulholland MW, et all, 2008).
Komplikasi yang dapat terjadi karena infeksi luka operasi sesar elektif
bagi pasien adalah sepsis, shock, dan dysfungsi multi organ. Komplikasi
ini menyebabkan outcome luka pasien menjadi jelek, lama hari perawatan
bertambah panjang sehingga biaya perawatan menjadi lebih tinggi
(Mulholland MW,2006).
Akibat bagi Rumah sakit dapat mengakibatkan tuntutan hukum kepada
rumah sakit dan meyebabkan nama rumah sakit menjadi jelek,
outcomenya juga jelek (Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N, 2004).
Dari data di atas dapat dilihat betapa besarnya dampak yang
ditimbulkan dari luka operasi sesar elektif. Oleh karena itu, saya ingin
melakukan penelitian mengenai infeksi luka operasi sesar elektif agar
dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang ikut berperan dalam terjadinya
infeksi luka operasi sesar elektif di RSUD Undata Palu. Karena selama ini
penelitian tentang infeksi luka operasi sesar elektif belum pernah
dilakukan di RSUD Undata Palu kita ketahui bahwa Infeksi luka operasi
sesar elektif sangat merugikan pasien dan rumah sakit itu sendiri.
Angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur
mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional suatu rumah sakit dapat
dicabut jika tingginya kejadian infeksi nosokomial. Dan hasil penelitian ini
juga dapat dijadikan acuan untuk mengurangi kejadian SSI dan dapat
digunakan untuk kepentingan akreditasi RSUD Undata Palu.

2. Perumusan Masalah

Infeksi luka operasi merupakan suatu masalah yang memberikan


dampak sangat besar bagi pasien seperti terjadinya sepsis, syok,
disfungsi multi organ, outcome luka menjadi jelek sehingga menyebabkan
lama perawatan dan meningkatkan harga perawatan. Bagi rumah sakit
dapat menyebabkan pasien mengajukan tuntutan hukum dan nama rumah
sakit menjadi jelek.
Di RSUD Undata Palu belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
Jadi tidak dapat diketahui berapa besar kejadian infeksi luka operasi
caesar yang terjadi. Dan hal ini dapat merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk dilakukan penelitian untuk kepentingan pasien dan rumah
sakit itu sendiri. Sehingga permasalahan yang dapat diteliti pada
penelitian ini adalah analisis faktor-faktor di kamar bedah yang
mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi sesar di RSUD Undata Palu
3. Pertanyaan Penelitian

a. Berapakah angka kejadian infeksi luka operasi sesar elektif yang terjadi

di ruang perawatan bedah RSUD Undata selama masa penelitian ?


b. Apakah ada hubungan antara sterilitas peralatan medis yang digunakan

pada saat operasi dengan infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah

sesar elektif di RSUD Undata tahun 2015 ?


c. Apakah ada hubungan antara lama operasi dengan infeksi luka pasca

operasi pada kasus bedah sesar elektif di RSUD Undata tahun 2015 ?
d. Apakah ada hubungan antara lamanya menginap di ruang perawatan

bedah preoperasi dengan infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah

sesar elektif di RSUD Undata tahun 2015 ?


e. Apakah ada hubungan antara luas insisi pada saat operasi dengan

infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah sesar elektif di RSUD

Undata tahun 2015 ?

4. Hipotesis

a. Ada hubungan antara sterilitas peralatan medis yang digunakan pada

saat operasi dengan infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah

elektif yang dirawat diruang perawatan bedah di RSUD Undata tahun

2015
b. Ada hubungan antara Lama operasi pada kasus bedah sesar elektif di

RSUD Undata tahun 2015.


c. Ada hubungan antara lamanya menginap di ruang perawatan bedah

dengan infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah sesar elektif di

RSUD Undata tahun 2015.


d. Ada hubungan antara Luas insisi yang dilakukan pada saat operasi

dengan infeksi luka pasca operasi pada kasus bedah sesar elektif di

RSUD Undata tahun 2015

5. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor faktor di kamar bedah yang mempengaruhi


kejadian infeksi luka operasi sesar elektif di RSUD Undata Palu.

b. Tujuan khusus

1) Untuk menganalisa hubungan antara lama operasi dengan kejadian


infeksi luka operasi bedah sesar elektif.
2) Untuk menganalisa hubungan luas insisi luka operasi dengan kejadian
luka operasi bedah sesar elektif.
3) Untuk menganalisa adanya hubungan lama menginap di RS dengan
kejadian infeksi luka operasi bedah sesar elektif
4) Untuk menganalisa hubungan sterilisasi alat - alat medis dengan
kejadian luka operasi bedah sesar elektif.

6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan


bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain:
a. Pengembangan ilmu :

b. untuk diri sendiri

c. untuk peneliti lain

d. untuk institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan

1) Sebagai sumber informasi dan bahan jika suatu saat bekerja atau
bertugas di suatu rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.
2) Pengalaman penelitian yang sangat bermanfaat dan berharga

e. Kegunaan
Hasil penelitian ini akan menjadi masukan sebagai bahan untuk
promosi kesehatan khususnya untuk pencegahan luka operasi misalnya
dengan tidak membuka balutan sendiri.

A. Operasi sesar elektif


a. Definisi
Operasi sesar elektif merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan
janin melalui insisi pada dinding perut dan dinding uterus yang telah di
rencanakan berdasarkan indikasi medis dari klien (Hacker.2001)

b. Indikasi
Indikasi dilakukannya operasi sesar elektif adalah:

a. Usia tidak produktif


pada kasus tertentu, usia tidak produktif meningkatkan peluang untuk
dilakukan sesar. Peluang dilakukan sesar pada wanita usia lanjut (>40
tahun) meningkat antara 21% hingga 43%. Hal ini terjadi karena pada
usia lanjut sering timbul komplikasi penyerta dalam kehamilan, seperti
darah tinggi, kencing manis, gangguan plasenta.

b. Plasenta previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu


pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir, lokasi plasenta yang menutupi
jalan lahir, sangat rawan dengan terjadinya pendarahan. Apabila
terjadi kontraksi pada rahim, maka sebagian plasenta yang kaya
pembuluh darah ini akan terlepas dan menimbulkan pendarahan
hebat yang dapat mengancam nyawa janin dan ibu.

c . Kelainan panggul

Panggul merupakan jalan lahir yang harus dilalui oleh bayi selama

persalinan normal. Pada kasus panggul yang sempit, maka persalinan

normal merupakan kontra indikasi karena bayi tidak bisa melewati

panggul.

d . Riwayat Sesar Sebelumnya


meningkatkan resiko untuk terjadinya sesar berulang sebesar
71%. Semakin dekat jarak sesar anak sebelumnya dengan
kehamilan sekarang, maka semakin besar resiko untuk terjadinya
resiko sesar ulangan.

e . Kondisi medis ibu

hipertensi, kencing manis (diabetes militus), herpes, penderita


HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, atau tumor rahim
(mioma) yang ukurannya besar atau menutupi jalan lahir, kista yang
menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-
hal yang menyebabkan operasi caesar lebih diutamakan.

c. Klasifikasi

b). Klasifikasi berdasarkan jenis Insisi

Pada operasi sesar , ada beberapa variasi insisi pada abdomen yang
digunakan yaitu insisi vertical ( mid line ) dan insisi transversa (
Pfannenstiel, Maylard, Cherney, Joel-Cohen) hal ini tergantung pada
beberapa faktor termasuk dari keadaan klinis ibu dan juga keahlian dari
penderita (Mathai M, Hofmeyr GJ)

Insisi Vertikal (mid line)


1. Insisi dilakukan antara umbilicus sampai suprapubis.
2. Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau kauterisasi.
3. Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding
abdomen
4. Otot dindng abdomen dipisahkan ke samping sehingga peritoneum
terlihat.
5. Peritoneum dibuka, dipegag dengan mukuliez.
6. Insisi peritoneum diperlebar ke atas sehingga seluruh uterus terlihat.

Keuntungan dari insisi lungitudinal adalah perdarahan yang lebih


sedikit dan waktu operasi lebih cepat, namun kekurangan dari tehnik ini
adalah lamanya penyembuhan luka setelah operasi dan terdapatnya
faktor resiko terjadinya insisional hernia.

Insisi menurut Pfannenstiel

1. Insisi dilakukan disuprapubis, pada perbatasan rambut pubis sampai


mencapai fasia abdomen.

2. Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau termokauter.


3. Fasia dipotong melintang dengan memisahkannya dari muskulus
abdominalis dan muskulus piramidalis
4. Perdarahan arteri atau vena epigastrika inferior
5. Tepi atas dan bawah fasia dapat diikatkan pada kulit abdomen
6. Muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya
sehingga peritoneum terlihat.
7. Peritoneum dibuka dengan cara mengangkatnya menggunakan pinset
dan dipotong dengan pisau atau gunting. Insisi peritoneum diperlebar
sehingga uterus terlihat.

Kelebihan dari tehnik insisi ini adalah luka operasi menjadi cepat
sembuh dan resiko untuk terjadinya insisional hernia lebih kecil daripada
tehnik insisi vertikal, namun tehnik ini lebih rumit dari tehnik vertikal
sehingga diperlukan keahlian khusus dari operator terutama dalam
mengatasi resiko perdarahan yang lebih banyak daripada tehnik vertikal.

D. Komplikasi operasi sesar Elektif


menurut The Coalition for Improving Maternity Services (CIMS) ,
terdapat resiko bahaya yang lebih besar bagi ibu yang di lakukan tindakan
operasi sesar daripada ibu yang melakukan persalinan pervaginam , oleh
karena itu CIMS menyarankan bahwa operasi sesar dilakukan dengan
pertimbangan medis yang tepat , sehingga terhindar dari beberapa
komplikasi yang terjadi

komplikasi yang terjadi pada ibu dapat berupa :


1. Terpotongnya organ dalam akibat kecelakaan operasi
2. Infeksi major
3. Emergency hysterectomy (dikarenakan perdarahan yang tidak
terkontrol).
4. Terbentuknya bekuan darah yang menyebabkan terjadinya emboli
paru dan stroke
5. Nyeri yang lebih lama dari persalinan pervaginam
6. Endometriosis
7. Pengaruh psikologis
8. Waktu perawatan bertambah panjang
9. kematian

Pada bayi dapat berupa

1. pada sistem respirasi, dapat terjadi takipneu, hipertensi pulmonal


persisten pada bayi, kebocoran udara yang ada di dalam paru
paru, dan hipoxemia hal ini dihubungkan dengan adanya
suboptimal perkebangan paru paru, terutama bayi yang dilahirkan
dengan operasi sesar elective pada umur kandungan antara 37
39 minggu
2. bayi yang lahir sesar secara prematur meiliki potensi masalah
psikologis dan gangguan belajar disebabkan oleh pertumbuhan
otak yang tidak sempurna
3. sangat rentan terkena alergi
4. diabetes tipe 1
5. keganasan, dapat berupa limfoblastik akut , mieloid , dan leukimia.

B. INFEKSI LUKA OPERASI SESAR ELEKTIF

a. Definisi

Infeksi luka operasi sesar Elektif adalah infeksi yang terjadi pada
daerah luka, jaringan, atau organ tempat dilakukan prosedur operasi
invasif yang terjadi minimal > 72 jam setelah dilakukan prosedur operasi
dan melibatkan kulit dan jari ngan subkutan pada tempat insisi (Brunicardi
FC, et all, 2007 dan Mulholland MW, et all, 2008).
Gambar 1. Klasifikasi SSI

(CDC,2006)
b. etiologi

Etiologi dari infeksi luka operasi sesar elektif adalah mikroorganisme


yang berada dilingkungan RS yang pada umumnya sudah resisten
terhadap RS. Mikroorganisme tersebut dapat berasal dari pasien, yaitu
flora normal tubuh, Petugas pelayanan kesehatan (pada saat melakukan
perawatan luka), yaitu bakteri aerobik komersal kulit, terdiri dari:
Staphylococcus (S. aureus, S. epidermidis) dan Streptococcus
(Streptococcus pyogenes, Streptococcus -hemolytic), itu berasal dari
udara, air, dan alat medis. (Brunicardi FC, et all, 2007, Pear SM, 2007,
dan Welsh A, 2008).
TAMBAH DENGAN SIFAT SIFAT BAKTERI PENYEBAB

c. Epidemiologi

Menurut index National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) dari


semua infeksi luka operasi yang terjadi, 47% adalah infeksi luka operasi
superficial, 23% adalah infeksi luka operasi profunda, dan 30% adalah
infeksi luka operasi organ dalam. Hanya 46% yang dapat di diagnosis
sejak di rumah sakit, 16% setelah keluar rumah sakit, dan 38% pada saat
masuk kembali ke rumah sakit (Gaynes RP, et all, 2001). Dari sejumlah
penelitian juga menyebutkan, bahwa infeksi luka operasi terjadi + 25%
dari semua infeksi nosokomial yang terjadi.

d. Penularan
Penularan surgical site infection terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Penularan Endogen
Sumber infeksi penularan endogen berasal dari tubuh pasien sendiri.
Penularan dengan cara endogen terbagi menjadi dua, yaitu (Boon NA, et
all, 2007):

(a) Secara langsung


Secara langsung, yaitu darikulit ke luka operasi. Mikroba penyebab
adalah mikroba normal kulit, contohnya Staphylococcus epidermidis. Pada
saat dilakukan insisi pada kulit secara tidak langsung telah merusak
pertahanan fisik tubuh (kulit). Sehinggaflora normal kulit dapat masuk ke
jaringan dan menyebabkan infeksi (Brunicardi FC, et all, 2007).

(b) Tidak langsung


Penularan secara tidak langsung adalah melalui darah (hematogen)
dan limfogen (Boon NA, et all, 2007). Pada elektif hanya terjadi penularan
secara langsung

b. Penularan eksogen

Sumber infeksi penularan eksogen berasal dari luar tubuh pasien.


Penularan dengan cara eksogen terbagi menjadi dua, yaitu (Boon NA, et
all, 2007):

(a) Penularan langsung


Secara langsung, penularandengan sentuhan atau droplet penolong.
Sentuhan atau droplet ini biasanya ditularkan oleh petugas pelayanan
kesehatan, terjadi pada saat melakukan tindakan medik. Hal ini dapat
terjadi, jika petugas kesehatan tidak melakukan prosedur cuci tangan
sebelum melakukan tindakan medik (penggantian pembalut) pada pasien
dan juga tidak menggunakan masker, sehingga pada saat bicara droplet
bisa terkena pada luka operasi.

(b) Tidak langsung


Penularan secara tidak langsung adalah melalui alat-alat medis atau
dari lingkungan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena alat-alat
medis yang tidak steril dan lingkungan yang kotor banyak mengandung
bakteri.

TEMPAT KAIN KASANYA DIMANA?? PERPAKT ATAU TIDAK??


KAIN KASA

d. Patomekanisme
Infeksi luka operasi sesar elektif terjadi karena kontaminasi dari
mikroorganisme pada daerah luka operasi, yang terjadi minimal > 72 jam
setelah operasi.
Kontaminasi mikroorgansime pada tempat operasi adalah pembuka jalan
terjadinya infeksi luka operasi sesar , resiko dari ssi dapat di konsepkan
menurut hubungan :

banyaknya kontaminasi bakteri x virulensi


= resiko infeksi luka operasi
resistensi pasie h
sesar

Mikroorganisme untuk menginfeksi host melalui tahap-tahap berikut ini


(Kayser FH, 2005 dan Welsh A, 2008).
1. Mikroorganisme mengkontaminasi luka operasi.
2. Melawan sel pertahanan tubuh spesifik (antibodi dan sel T).
3. Bakteri melepaskan cytotoksin, exotoxin, dan exoenzym untuk merusak
jaringan host.
4. Kerusakan tersebut menyebabkan reaksi inflamasi dari
mikroorganisme, yang menyebabkan aktivasi komplemen dan
fagositosis yang menginduksi produksi cytokin.
2. LIAT LAGI MEN

f. Gambaran klinik
SIYMPTON DAN SIGN

1. Inspeksi: Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang di atas

facia, warna kemerahan (rubor) dan bengkak (tumor) pada daerah insisi

luka operasi.

2. Palpasi: hangat/panas (kalor) dan nyeri (dolor) pada daerah insisi luka

operasi.

Gambar 2. Gambaran Klinik SSI superficial

(Ao Foundation, 2008)

f. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis SSI sebagai berikut.

1) Pemeriksaan tanda vital

Pemeriksaan tanda vital yang dapat dilakukan adalah (Khie dan

Pohan, 2009):

a) Suhu > 38oC

b) Frekuensi jantung > 90 kali/menit


c) Tekanan darah: tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan

darah sistolik > 40 mmHg

d) Frekuensi napas > 20 kali/menit

2) Pemeriksaan fisik

a) Inspeksi: pus keluar dari luka operasi atau drain yang terpasang, warna

kemerahan (rubor), bengkak (tumor) dan eritema pada daerah sekitar

insisi luka operasi (Welsh, 2008, Cuschieri et al, 2003, Bearman, 2006,

Mulholland et al, 2006, Dellinger, 2001, Garner, 1996, Mangram et al,

1999).

b) Palpasi: hangat/panas (kalor) dan nyeri (dolor) pada daerah insisi luka

operasi (Welsh, 2008, Cuschieri et al, 2003, Garner, 1996, Mangram et

al, 1999).

3) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah

yang akan didapatkan hasil leukositosis jika terjadi infeksi (Mulholland et

al, 2006, Dellinger, 2001).

b) Pemeriksaan mikrobiologi

1) Biakan bakteri/jamur yang diambil dari cairan yang keluar dari luka

operasi dan jaringan atau organ yang pernah dilakukan prosedur

operasi. Bahan tersebut dibiakkan di medium yang kemudian di

inkubasi. Jika pada medium terdapat bakteri/jamur yang tumbuh artinya

bahan tersebut mengalami infeksi (Madjid, Massi, 2010).


2) Pewarnaan gram dilakukan dengan memberikan zat warna pada

preparat kemudian diamati di bawah mikroskop. Bakteri gram positif

akan berwarna ungu dan bakteri gram negatif berwarna pink (Madjid,

2011).

g. Managemen

Penatalaksanaan Infeksi Luka operasi meliputi prosedural dan

penggunaan antibiotik. Istilah yang digunakan untuk prosedural untuk

mengobati infeksi luka operasi secara langsung adalah kontrol sumber.

Mengontrol sumber dapat dilakukan dengan cara mekanik atau anatomi,

yaitu dengan menggunakan drainase jika ada abses, memperbaiki

obstruksi, dan melakukan operasi untuk memperbaiki infeksi luka operasi.

Pada gambar 3 memperlihatkan algoritma penatalaksaan SSI yang

dimulai dengan observasi pada pasien postoperasi. Jika pasien demam

dalam 48 jam pertama setelah operasi, maka hal ini belum tentu karena

infeksi pada luka operasi. Demamnya bisa karena penyakit sistemik atau

bukan penyakit sistemik. Jika Penyakit sistemik harus dilihat drainase

pada luka, kemudian dilakukan pemeriksaan gram. Jika ditemukan

bakteri, luka harus dibuka dan mulai pengobatan dengan antibiotik tetapi

jika tidak ditemukan bakteri harus di cari penyebab lainnya. Jika bukan

karena penyakit sistemik berarti bukan infeksi pada luka operasi dan
harus dilakukan observasi lebih lanjut. Jika, pasien demam > 4 hari

setelah operasi dan pemeriksaan pada luka normal harus dicari sumber

penyebab lainnya, tetapi jika ditemukan eritema atau indurasi pada luka

operasi, maka luka harus di buka. Jika hasil pemeriksaan temperatur

tubuh: < 380C, leukosit < 12.000 dan eritema < 5 cm harus dilakukan

perbaikan pada drainase dan tidak perlu menggunakan antibiotik. Tetapi

jika hasil pemeriksaan temperatur tubuh > 38 0C, leukosit > 12.000,,

eritema > 5 cm dari insisi dengan indurasi atau sedikit nekrosis, harus

mulai dengn pemberian antibiotik dan perbaiki drainase .

Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan SSI (Mulholland et al,


2006, Dellinger, 2001)
h. Komplikasi (Barie, 2006, Mulholland et al, 2006)

1. Kerusakan jaringan

Kerusakan jaringan terjadi karena mikroba yang menginvasi jaringan

menghasilkan cytotoksin, eksotoksin dan exoenzym untuk merusak

jaringan host (Kayser, 2005, Welsh, 2008, Baratawidjaja, Rengganis,

2010).

2. Proses penyembuhan luka menjadi lama

Infeksi menyebabkan proses penyembuhan luka menjadi terganggu

karena infeksi menyebabkan jaringan rusak (nekrotik) dan menghasilkan

abses sehingga mengganggu proliferasi sel, fungsi leukosit dan respon

peradangan yang normal untuk proses penyembuhan luka (Wilson, 2006).

3. Nyeri yang berulang pada luka

Infeksi mengganggu proses penyembuhan luka sehingga luka akan

mengalami nyeri recurren (Wilson, 2006).

4. Sepsis
Sepsis terjadi karena mikroba yang menginvasi luka operasi

menghasilkan toksin. Toksin tersebut masuk ke sirkulasi darah sehingga

terjadi aktivasi proses inflamasi.

5. Syok

Syok terjadi karena sepsis yang disebabkan oleh toksin mikroba yang

masuk ke sirkulasi dan menyebabkan proses inflamasi yang mengaktifkan

mediator-mediator inflamasi, yaitu: sitokin, neutrofil, komplemen, NO dan

mediator lain. Mediator NO mengganggu fungsi endotel pembuluh darah

dan terjadi vasodilatasi sehingga terjadi hipotensi. Disfungsi miokard juga

terjadi karena pengaruh mediator inflamasi sehingga menyebabkan curah

jantung berkurang sehingga terjadi hipotensi (Khie dan Pohan, 2009).

6. Disfungsi multi organ

Infeksi luka operasi dapat menyebabkan disfungsi multi organ. Hal ini

dapat terjadi jika toksin mikroba menyebabkan syok septik. Pada syok

septik terjadi gangguan endotel dan vasodilatasi pembuluh darah dan

disfungsi miokard yang menyebabkan hipoperfusi ke jaringan dan organ

(Khie dan Pohan, 2009).

7. Outcome luka pasien menjadi jelek


Infeksi menyebabkan proses penyembuhan luka menjadi terganggu

sehingga akan terbentuk jaringan parut yang menonjol dan luas dari

seharusnya (Wilson, 2006).

i. Prognosis infeksi luka operasi

Prognosis akan baik, jika diterapi dengan cepat dan tepat. Tetapi jika

terapinya lambat, maka prognosis akan buruk karena dapat terjadi sepsis,

shock, dan dysfungsi organ (Mulholland et al, 2006).

C. Faktor-faktor yang Ada Hubungannya dengan Kejadian Infeksi


Luka Operasi Sesar elektif ( Depkes, Pedoman pelaksanaan
pelayanan di rumah sakit, 2010 )

a) . Faktor demografi

1. Usia

Hubungan antara usia dengan terjadinya infeksi luka operasi sesar


masih belum jelas, hal ini dikarenakan banyak faktor yang menyertai
seperti penyakit yang dialami ibu, kegemukan, dll

Infeksi luka operasi sesar yang dihubungkan dengan usia (Wales in


2007).

2. Tempat tinggal
Hubungan antara tempat tinggal dengan terjadinya infeksi luka
operasi sesar masih belum jelas, namun beberapa penelitian
menghubungkan tempat tinggal dengan status sosioekonomi,
dimana semakin rendah status sosioekonomi massyarakat maka
resiko terjadinya infeksi luka operasi sesar semakin tinggi

b) Faktor gizi ibu

Faktor gizi berperan terhadap terjadinya infeksi luka operasi sesar,


karena ketika seseorang kekurangan zat gizi terutama protein dapat
menyebabkan luka menjadi lebih lama untuk sembuh, namun jika
teerlalu gemuk maka dapat Meningkatkan resiko pada lapisan lemak
abdomen subkutan yang lebih dari 3 cm (1,5 inch). Resiko meningkat
dikarenakan dibutuhkan incisi yang lebih luas, sirkulasi yang berkurang
pada jaringan lemak atau kesulitan teknik operasi saat melewati
lapisan lemak.

c) Faktor Pasien

a. Kondisi medis

Kondisi medis seperti pasien yang menderita DM, penyakit Infeksi


paru paru seperti TB, dan infeksi pada kelamin dapat meningkatkan
terjadinya Infeksi luka operasi sesar elektif.

b. Pengetahuan Pasien

Pengetahuan pasien akan pentingnya menjaga luka dan pembalut


agar bersih dari kontaminasi kontaminasi bakteri yang berasal dari
endogen dan eksogen juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya
infeksi luka pasca operasi sesar
d) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Luka Operasi ( Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Dirumah Sakit)
Dengan memperhatikan semua peluang terjadinya infeksi
nosokomial, maka persiapan pelaksanaan pembedahan harus
diperhitungkan dengan cermat dan memerhatikan hal-hal berikut.

a. Persiapan pasien

a) Bantu dan usahakan pasien dan keluarganya siap secara mental


b) Cek kemungkinan alergi dan riwayat medik lain yang diperlukan
c) Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis awal yang baik
merupakan langkah esensial setiap pembedahan
d) Siapkan contoh darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan
golongan darah jika diperkirakan dibutuhkan , minta darah terlebih
dahulu
e) Kapanpun jika memungkinkan, identifikasi dan obati semua infeksi
yang terlokalisir di daerah operasi sebelum operasi elektif dan
operasi elektif yang tertunda pada pasien dengan dearah infeksi
pada luka sampai infeksi terobati.
f) Jangan mencukur rambut sebelum operasi kecuali jika rambut
tersebut atau sekitar daerah insisi akan mengganggu operasi dan
dapat menambah resiko infeksi luka
g) Jika rambut dicukur, cukur secepatnya sebelum operasi, lebih baik
dengan pemotong elektrik.
h) Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat pada semua
pasien diabetes dan selalu hindari hiperglikemi sebelum operasi.
i) Sarankan penghentian merokok. Minimal instruksikan pasien untuk
tidak merokok kretek, tembakau, atau bentuk konsumsi tembakau
lain selama paling tidak 30 hari sebelum operasi elektif.
j) Jangan menahan darah pasien yang di operasi untuk mencegah
infeksi luka operasi.
k) Minta pasien untuk mandi dengan cairan antiseptik pada paling
tidak malam sebelum operasi dilaksanakan.
l) Cuci dan bersihkan dengan benar sekitar daerah insisi untuk
membuang kontaminasi sebelum menyiapkan antiseptik kulit.
m) Gunakan antiseptik yang tepat.
n) Oleskan antiseptik secara lingkaran yang dimulai dari tengah
bergerak menuju pinggir. Daerah yang dipersiapkan harus cukup
besar untuk memperpanjang sayatan atau membuat sayatan baru
jika diperlukan.
o) Usahakan pre operasi pasien di rumah sakit sesingkat mungkin.
p) Berikan antasid untuk mengurangi keasaman lambung ( sodium
sitrat 0,3%, atau mg trisiklat 300 mg ) sebaiknya pasien harus
puasa 4 jam sebelumnya
q) Tidak direkomendasikan untuk menurunkan atau menghentikan
penggunaan steroid sistemik sebelum operasi selektif.
r) Tidak direkomendasikan untuk hanya meningkatkan support nutrisi
untuk pasien operasi yang dimaksudkan untuk mencegah infeksi
luka operasi.

b ) Prinsip perawatan intraoperatif

1. Posisi pasien
Atur pasien pada posis yang tepat untuk sesuai prosedur tindakan
sehingga memungkinkan:
a. Pandangan yang optimum pada lapangan bedah
b. Mudah bagi pemberi anastesia
c. Mudah bagi paramedis yang melakukan monitor tanda vital
dan pemberian infus
d. Aman untuk mencegah terjadinya suatu perlukaan dan
menjaga sirkulasi
Catatan : pada saat ibu tersebut belum melahirkan upayakan meja
bedah atau bantal dipasangkan agar ibu agak miring kekiri untuk
mencegah supine hypotensive syndrome

2. Cuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan
b. Angkat tangan lebih tinggi dari siku , basahi tangan merata
dan pakai klorheksidin , hibiskum , atau sabun
c. Mulai dari ujung jari dengan gerakan sirkular kenakan
seluruh busanya dan cuci antara semua jari , sela sela
jari , dan telapak tangan kemudian dari ujung ujung jari
yang satu selesaikan sampai siku lalu pindah ketangan yang
lain
d. Basuh tangan satu persatu secara terpisah , mulai ujung jari
dan pertahankan tangan diatas siku secara terus menerus
e. Cuci tangan selama 3 5 menit
f. Pergunakan handuk kering steril setiap tangan, usap dari
ujung jari ke siku
g. Pastikan setelah cuci tangan tidak kena kontak dengan
objek yang tidak steril /DTT. Jika kontak ulang cuci tangan
dari awal

3. Kateterisasi
a. Kateter foley dipasang sebelum operasi ( kateter 16 18 ),
bilaslah muara uretra dan juga ujung kateter dengan betadin
sebelum insersi. kembungkan balon kateter sebanyak 10 -30
ml
b. Sambungkan kateter dengan kantung urin. perhatikan urin
harus keluar gantung kantung urin disamping tempat tidur
4. Rencana pembedahan
a. Insisi abdomen harus direncanakan. insisi pfanenstiel atau
inisisi mediana dipertimbangkan untung ruginya menurut
keadaan pasien saat itu. insisi uterus ialah transperitonealis
dan plasenta previa yang berimplantasi di depan dapat
dipertimbangkan inisisi vertikal rendah.
b. Pembedah harus merencanakan tehnik melahirkan bayi
c. Persiapan resusitasi bayi terutama bila ada gawat janin dan
mekonium dalam cairan ketuban.

5. Menyiapkan tempat insisi


a. Usap kulit dengan antiseptik (iodofor, klorheksidin ) :
b. Usapkan larutan antiseptik sebanyak 3 kali memakai ring forceps
foerster ( pemegang kasa ) dan kasa yang steril / DDT . Jika
sudah memakai sarung tangan jangan sampai sarung tangan
menyentuh daerah kulit yang belum diusap
c. Mulai dari tempat insisi dan melebar keluar dalam gerakan
melingkar
d. Singkirkan kasa dan ring forceps foerster yang telah dipakai
e. Jauhkan tangan dan siku serta pakaian steril dari lapangan
bedah
f. Pasang kain steril sesudah dilakukan usapan larutan antiseptik
untuk mencegah kontaminasi . Jika kain berlubang langsung
pertama kali lubang dipasang pada daerah insisi .

6. Mengatasi rasa nyeri


Jagalah kontrol nyeri secara baik selama tindakan berlangsung.
ibu yang merasa nyaman saat tindakan berlangsung akan lebih
sedikit bergerak dan tidak akan melukai diri sendiri
Mengatasi rasa nyeri selama tindakan termasuk :
- Dukungan emosional
- Pemberian anastesia lokal
- Anastesia regional
- Anastesia umum

7. Antibiotika
Berikan antibiotika profilaksis sebelum melakukan tindakan . jika
seorang ibu akan menjalani bedah seksio sesaria, berikan antibiotik
profilaksis perioperatif. bila terdapat infeksi pemberian antibiotik
secara terapeutik .

8. Melakukan insisi
a. Buatlah insisi hanya sepanjang yang dibutuhkan dalam
prosedur .
b. Lakukan secara tepat dalam satu kali gerakan

9. Manipulasi jaringan
a. Pegang jaringan secara hati hati
b. Jika memakai klem hanya satu kali klik saja , sehingga tidak
menimbulkan rasa tidak enak dan kerusakan jaringan yang
dapat menimbulkan resiko infeksi.
10. Homeostatis
a. Lakukan homeostatis selama tindakan
b. Karena komplikasi persalinan menimbulkan anemia
usahakan sedikit mungkin kehilangan darah.

11. Peralatan dan instrumen tajam


a. Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrumen, alat
alat tajam, dan kasa
b. Memakai alat alat tajam harus memperhatikan zona aman
juga pada waktu saling memindahkan atau memberikan.

12. Drainase
a. Selalu memakai drain jika :
a) Perdarahan masih ada setelah histerektomi
b) Ada gangguan pembekuan darah
c) Jika ada infeksi atau diperkirakan akan terjadi.
b. Sebaiknya memakai sistem tertutup
c. Lepas drain jika infeksi telah selesai atau pus atau cairan
campur darah sudah 48 jam.

13. Jahitan
a. Pilih jenis dan ukuran benang yang sesuai untuk jaringan .
ukuran ditulis dengan 0 .
a) Benang yang lebih kecil mempunyai ukuran 0 yang
lebih banyak ( sebagai contoh 000 ( 3 0 ) lebih kecil
dibanding 00 ( 2 0 ) ; benang berlabel 1 lebih
besar diameternya dibanding 0 ;
b) Benang yang terlalu kecil akan lemah dan mudah
putus , benang yang terlalu besar akan memutuskan
jaringan .
b. Lihat bagian yang sesuai untuk jenis dan ukuran benang
yang direkomendasikan untuk sesuai prosedur.

14. Pembalut atau penutup luka bedah


Apabila bedah selesai, luka bedah ditutup dengan kasa
steril.

c) Persiapan kamar bedah


a) Kamar bedah harus bersih dan steril sebelum ada tindakan
pembedahan
b) Kebutuhan bedah dan peralatan tersedia, termasuk oksigen dan
obat obatan
c) Menyiapkan ruangan, yaitu membagi ruangan menjadi 3 daerah,
yaitu: daerah bebas, daerah semi terbatas, dan daerah terbatas.
d) Melakukan uji/tes jumlah mikroba di udara secara berkala
e) Mengatur jadwal kegiatan pembedahan

d) Persiapan alat operasi


Semua alat operasi dalam kondisi steril dan terbungkus

e) Persiapan operator dan tim bedah


1) Menggunakan gaun bedah
2) Memakai penutup kepala
3) Memakai masker
4) Menggunakan sepatu (pelindung kaki)
5) Mencuci tangan sesuai prosedur cuci tangan
6) Menggunakan sarung tangan

f) Saat operasi
1) Melakukan operasi dengan teknis operasi yang baik
2) Kecermatan dalam bekerja, dimulai saat sebelum tindakan
pembedahan (preoperatif), saat pembedahan berlangsung
(perioperatif), dan setelah pembedahan berakhir (postoperatif)
3) Pembatasan jumlah personel yang ada dalam ruang perawatan
bedah

g) Postoperasi
1) Semua alat yang telah digunakan didekontaminasi pada larutan
klorin0,5%, dicuci sesuai prosedur, dan disterilkan dengan
menggunakan oven (panas kering) atau autoclane (panas
basah).
2) Perawatan luka yang baik
3) Ganti pembalut harus di ruangan khusus
4) Alat yang digunakan harus dalam keadaan steril
5) Sebelum melakukan perawatan, perawat harus menggunakan
masker
6) Sebelum melakukan perawatan, perawat harus melaksanakan
prosedur cuci tangan
7) Sebelum melakukan perawatan, perawat harus menggunakan
sarung tangan
8) tutup drainase, jika menggunakan drainase
9) Setelah alat digunakan harus didekontaminasi pada larutan
klorin0,5%, dicuci sesuai prosedur, dan disterilkan dengan
menggunakan oven (panas kering) atau autoclane (panas
basah).
10)Berikan antibiotik profilaksis jika ada indikasi. Pada umunya,
antibiotik profilaksis dianjurkan hanya untuk tindakan dengan
kejadian infeksi yang resiko tinggi dan tindakan dengan
konsekuensi infeksinya sangat serius (Mulholland MW, 2006 dan
Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N, 2004). Tetapi harus
dipertimbangkan efek yang dapat ditimbulkan, seperti reaksi
alergi dan toksin. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah
munculnya bakteri resisten, interaksi obat, dan biaya (Mulholland
MW, 2006 dan Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N, 2004)
h) Standarisasi Kamar Operasi
Pelayanan, tenaga, sarana prasarana dan peralatan untuk
pelayanan kamar operasi terkait dengan pelayanan anestesiologi
dan reanimasi serta perawatan intesif sesuai klasifikasi rumah sakit.
Rumah sakit menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman
untuk melakukan operasi. Kamar operasi harus mempunyai
persyaratan sebagai berikut :

1. Zona pembagian ruang operasi

Gambar Pembagian zona pada bangunan (sarana) Ruang


Operasi Rumah Sakit

Keterangan :
1 = Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2 = Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3 = Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter
dan hepa filter, Tekanan Positif)
5 = Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
Penjelasan
Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal)
Zona ini terdiri dari area resepsionis(ruang administrasi dan
pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitordanruang utilitas
kotor. Zone ini mempunyai jumlah partikel debu per m 3> 3.520.000
partikel dengan diameter0,5 m (ISO 8 -ISO 14644-1 cleanroom
standardsTahun 1999).

Zona 2 Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)


Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang
plester, pantri petugas,ruang tunggu pasien (holding), ruang
transfer dan ruang loker(ruang ganti pakaian dokter dan
perawat)merupakan area transisi antara zona 1 dengan zone
2.Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3
3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 -ISO 14644-1
cleanroom standards Tahun 1999).

Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)


Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang
persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi,
area scrub up, ruang pemulihan (recovery),ruang linen, ruang
pelaporan bedah, ruangpenyimpananperlengkapan bedah, ruang
penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi
sertakoridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi. Zone ini
mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m 3 adalah 352.000
partikel dengan dia. 0,5 m (ISO 8 -ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999)

Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter,


Medium Filter, Hepa Filter)
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone
ini mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah
35.200 partikel dengan dia. 0,5 m (ISO7 -ISO 14644-1 cleanroom
standards Tahun 1999).

Area Nuklei Steril


Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air
flow) dimana bedah dilakukan. Area ini mempunyai jumlah
maksimal partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel dengan dia.
0,5 m (ISO 5 s/d ISO 6 -ISO 14644- 1 cleanroom standards Tahun
1999).

A. Kerangka Teori

LINGKUNGAN HOST AGENT


Petugas kesehatan, penderita lain, pengunjung,
Usia, Penyakit
peralatan medis, perawatan luka, dan sterilisasi alat
kronis Mikroba komensal
medis
EKSOGEN ENDOGEN

ILO sesar
elektif

Gambar 4. Kerangka Teori

Gambar 4 menjelaskan terjadinyaInfeksi luka operasi sesar elektif I


terjadi karena adanya ketidakseimbangan host dengan agent sehingga
akan menyebabkan terjadinya infeksi endogen dan ketidakseimbangan
environment dengan host terganggu sehingga menyebabkan infeksi
eksogen. Pada penelitian ini yang akan diteliti adalah faktor environment,
yaitu: faktor perawatan (lama menginap preoperasi) dan tekhnik operasi
(waktu operasi dan panjang insisi luka operasi.
A. Kerangka Konsep

Lama operasi

Luas insisi operasi


Lama menginap
Kejadian Infeksi
luka operasi sesar
Sterilitas alat
elektif
Gambar 3. Kerangka konsep

Pada gambar 3 memperlihatkan variabel yang diteliti untuk mengetahui


Variabel
faktor BebasSSI di RSUD Undata Palu.
terjadinya Variabel Terikat
Variabel yang diteliti dibagi
menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari
lama operasi, luas insisi operasi, lokasi luka operasi, jenis operasi, alat
alat medis. Variabel terikat terdiri dari infeksi luka operasi.

A. Definisi Operasional

1. Yang dimaksud dengan penderita infeksi luka operasi sesar di ruang


operasi adalah ditemukantanda - tanda infeksi luka operasi selama 72
jam / 3 hari sampai pada saat pergantian pembalut pertama
2. Yang dimaksud lamaoperasi pada penelitian ini adalah waktu yang
dikelompokkan menjadi :
(a) operasi sebentar ( < 2,5 jam)
(b) operasi lama ( > 2,5 jam)
3. Yang dimaksud Luas insisi luka operasi pada penelitian ini adalah luas
insisi luka operasi akan dikelompokkan :
(a) luka operasi panjang (> 10 cm)
(b) luka operasi sedang (5- < 10 cm)
(c) luka operasi pendek (1- < 5 cm)
4. Yang dimaksud lokasi luka operasi pada penelitian ini adalah luka
operasi yang terletak pada daerah lipatan/persendian tubuh dan yang
terletak bukan pada daerah lipatan/persedian tubuh.
5. Yang dimaksud alat alat medis dalam penelitian ini adalah alat yang
dipakai dalam melakukan tindakan operasi sesar dan telah melalui
proses sterilisasi terlebih dahulu
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Design Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk membahas objek penelitian


adalah desain nested case-control study. nested case-control study adalah
yang mengikuti subyek sampai timbulnya atau tidak timbul efek (infeksi).

Observasi
Infeksi + FR +-
FR
operasi Ganti pembalut pertamaInfeksi - FR +
FR -
Informedconsent

Gambar 4. Design Penelitian

Pada gambar 4 menunujukkan informed consent dilakukan pada


pasien operasi sesar. Observasi dilakukan dari postoperasi sampai ganti
pembalut pertama. Setelah dilakukan observasi akan didapatkan hasil
infeksi positif dengan FR positif atau dengan FR negatif dan infeksi negatif
dengan FR positif atau dengan FR negatif.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian

1) Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 sampai jumlah sampel
terpenuhi.
2) Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bedah Rumah Sakit Umum
Undata Palu.

3. Populasi dan Subyek Penelitian

a) Populasi penelitian ini adalah Penderita kejadian infeksi luka operasi


caesar di kamar bedah di RSUD Undata Palu
b) Subyek penelitian: Penderita yang memenuhi kriteriainfeksi luka
operasi caesar di kamar bedah di RSUD Undata Palu

4. Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Drop Out

a) Kriteria inklusi
1. Semua wanita yang mengalami operasi sesar di RSUD Undata Palu
2. Setuju mengikuti penelitian tanpa paksaan

b) Kriteria eksklusi
1. Mempunyai penyakit infeksi dari organ lain
2. Menderita diabetes melitus
3. Mendapat pengobatan kortikosteroid

c) Kriteria drop out

1. Subyek meminta berhenti daripenelitian yang kita lakukan


2. Subyek meninggal pada masa pengamatan

5. Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan pada penelitian ini sesuai dengan rumus
sebagai berikut: analitik komparatif kategorik tidak berpasangan

Analitik Kategorik tidak Berpasangan

2
Keterangan :

Keterangan :

Z = 1,96
Z = 20% (0,84)
P1 = 20% =0,20
P2 = 0,1
qqQ1 = 1- P1 = 1 - 0,20 = 0,8
Q2 = 1 P2 = 1 0,1 = 0,9
OR= P1 + P2
2

= 0,20 + 0,1 = 0,25


2
Q= 1 P = 1 0,25 = 0,75

Dengan memasukkan nilai nilai diatas pada rumus, diperoleh:

(1,96 2 x 0,25 x 0,75 + 0,84 0,20 x0,8 +0,9)


Q =
( 0,20 0,1 )

2
=(1,96 + 0,84

( 0,20- 0,1)2

= (1,96 x 0,60 + 0,84 x 0,5)


(0,01)
= 43

6. Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel berdasarkan tehnik consecutive sampling
(semua subyek penelitian diambil sampai jumlah sampel terpenuhi).

7. Alur Penelitian

Semua pasien yang akan di bedah


sesar di RSU Anutapura Palu
Pemeriksaan tanda vital
o Denyut nadi
o Suhu badan
Informed consent
o Pernapasan
o Tekanan darah
Memenuhi
Subyek Pengisian case report
kriteria inklusi
observasi
penelitian Pengisian cek list
Pengumpulan data

Analisis data

8. Cara Kerja Penelitian


Penulisan hasil

1) Semua pasien yang akan operasi sesar secara elektif


Seminar hasil
Semua pasien yang akan di operasi sesar merupakan calon subyek
penelitian.

2) Pemberian informasi dan meminta persetujuan

Pada semua pasien yang akan di operasi sesar diberi penjelasan tentang
latar belakang, tujuan, cara meneliti, dan manfaat penelitian, hak dan
kewajiban subyek penelitian, terutama hak untuk menolak ikut tanpa
konsekuensi. Setelah penderita mengerti segala sesuatu tentang
penelitian ini, dimintakan persetujuan untuk ikut dengan memberikan
lembar persetujuan menjadi responden.

3) Subyek penelitian
Setelah pasien bersedia, maka pasien dimasukkan sebagai subyek
penelititan. Masukan umur dan penyakit2 gangguan kekebalan tubuh dgn
status gizi normal

4) Dilakukan pengisian case report


Pengisian case reportdilakukan oleh peneliti atau pembantu peneliti pada
saat penggantian pembalut kedua.
5) Pengumpulan data
Catat hasil sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada subyek
penelitian Dimasukan data ke komputer

6) Analisa data

Untuk menganalisis data hasil penelitian menggunakan analitik komparatif


kategorik tidak berpasangan, yaitu Chi square. Analisa data ini
menggunakan perangkat lunak komputer dengan pengolahan data
statistik program SPSS.

7) Penulisan hasil

Setelah semua data diolah dilakukan penulisan laporan dalam bentuk


skripsi.

8) Seminar hasil
Menyajikan hasil dalam seminar atau ujian skripsi

9. Rencana Analisa Statistik

Untuk menganalisis data hasil penelitian menggunakan analitik


komparatif kategorik tidak berpasangan, yaitu Chi square.

perbandingan proporsi (Odss Rasio)


OR= odds kasus
odds kontrol
= a/(a+c):c/(a+c)
b/(b+d) : d/(b+d)
= a:c
b:d
= ad/bc
Interpretasi :
RO = > 1 = faktor resiko
RO = 1 = netral
RO = < 1 = faktor pencegah

Penyajian hasil akan menggunakan:


Dummy table 2 x 2

Infeksi + Infeksi -
FR + A B
FR - C D
Total A+C B+D

10. Aspek Etika Penelitian

Penelitian ini tidak memberi dampak etika karena:


1) Tidak ada bahaya yang timbul pada semua subyek karena hanya
melakukan wawancara dan observasi
2) Semua subyek berhak untuk tidak ikut atau menjawab pertanyaan
tanpa hilang haknya untuk menerima pelayanan kesehatan
3) Semua data disimpan dengan aman dan disajikan secara lisan maupun
tulisan secara anonim
4) Semua subyek tidak diwajibkan membayar apapun yang sehubungan
dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alexander A. Hospitalacquired methicilin-resistant staphylococcus


aureus. Microwiki. Kenyon college; 2008.

2. Cruse PJE, Foord R. The epidemiology of wound infection: a ten year


prospective study of 62.939 wound. Surg Clin North am. 2000. P: 27-
40.

3. Darmadi. Infeksi nosokomial: problematika dan pengendaliannya.


Jakarta: Salemba medika; 2008.

4. Davis FA. Lab notes guide to lab & diagnostic tests. Philadhepia; 2005.

5. Dellinger EP. Post-operative wound infections. In: Schlossberg D, ed.


Current therapy of infectious diseases, 2nd ed. Philadelphia: Mosby
Year Book; 2001:409-412.

6. Dorland N. Kamus kedokteran dorland. Ed 29. Jakarta: EGC; 2002.

7. Dunn DL. Surgical site infection in: essential practice of surgery: basic
science and clinical evidence. Norton JA, Bollinger RR, editors.
Springer-verlag. New york. 2003. P: 69-70..

8. Mangram AJ, et all. Guideline for prevention of surgical site infection,


2000Availablefrom:URL:http://www.tmit1.org/SafePracticeArticles/guidel
ine_for_prevention_of_surgical_site_infection.pdf

9. Mulholland MW, et all. Greenfields Surgery: scientific principles and


practice. 4th edition. Lippincott williams and wilkins. 2006.

10. Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi


untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas.
Ed 1. Jakarta: Bina pustaka sarwono prawirohardjo; 2004. P: 23-5, 23-
6, 23-7, 23-10.

11. Direktorat jendral bina pelayanan medik. Pedoman Penyelenggaraan


Pelayanan Dirumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;2008

12. Pedoman teknis bangunan ruang operasi , Departemen kesehatan


RI;2012

13.WHAIP. Caesarean Section Site Infection Report, January December


2007. National Health Services for Wiles. 2007. Diakses Tgl 7-12-2014
dari: www.wales.nhs.uk/sites3/doclaunch.cfm?orgid=379&id=168847

Вам также может понравиться