Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan kadar sFlt-1 pada pasien preeklamsia dan pasien
dengan kehamilan normotensif serta hubungannya dengan tekanan darah dan proteinuria.
Hasil Penelitian. Subjek penelitian menunjukan rerata kadar sFlt-1 pada preeklamsia
11,56 ng/mL dan rerata kadar sFlt-1 pada kehamilan normotensif 7,21 ng/mL. Analisis
bivariat kadar sFlt-1 pada kedua kelompok menunjukan perbedaan yang signifikan
(p=0,021;Z=-2,311). Cut off point pada kehamilan preeklamsia yaitu 7,71 ng/mL. Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan tekanan darah sistolik (p=0,001;r=0,514). Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan tekanan darah diastolik (p=0,008;r=0,427). Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan proteinuria (p=0,02;r=0,628).
Kesimpulan. Terdapat perbedaan bermakna kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan
normotensif . Terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 dengan tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik, dan proteinuria.
Kata kunci : Soluble FMS Like Tyrosin Kinase 1(sFlt-1), Preeklamsia, Proteinuria
DIFFERENCE OF SOLUBLE FMS LIKE TYROSIN KINASE 1(sFlt-1) BETWEEN
PREECLAMPSIA PREGNANCIES AND NORMOTENSIVE PREGNANCIES IN
RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO
M Edo Antariksa P*1, Adi Setyawan P2, VM Wahyu Siswandari3
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Email : edoantariksa@gmaill.com
ABSTRACT
Methods. The study design was used cross sectional. Subjects were patients with
preeclampsia were 18 subjects and patients with normotensive pregnancies as many as 19
subjects. Statistical analysis was used Mann Whitney test, ROC, and Spearman Rank.
Result. The subject of research showed the average levels of sFlt-1 in preeclampsia 11.56
ng/mL and the average levels of sFlt-1 in normotensive pregnancies 7.21 ng/mL. Bivariate
analyzes levels of sFlt-1 in both groups showed a significant difference (p=0,021;Z=-
2,311). Cut off point of preeklamsia pregnancies was 7,71 ng/mL. There was a positive
association sFlt-1 with systolic blood pressure (p=0,001;r=0,514). There was a positive
association sFlt-1 with diastolic blood pressure (p=0,008;r=0,427). There was a positive
association sFlt-1 with proteinuria (p=0,02;r=0,628).
Coclusions. There were significant differences in the levels of sFlt-1 in preeclampsia and
normotensive pregnancies. There was a significant relationship between the levels of sFlt-
1 with systolic blood pressure, diastolic blood pressure, proteinuria.
dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal di negara
embolisme. Preeklamsia dan eklamsia menjadi penyebab dari 30-40% kematian perinatal,
Etiologi dan patogenesis preeklamsia tidak sepenuhnya dipahami, namun hal ini
diduga berawal dari plasenta dengan sasaran endothelium ibu. Kegagalan pengaturan dan
(VEGF) dan placental growth factor (PlGF) serta agen antiangiogenik yaitu soluble FMS
Like Tyrosin Kinase 1 (sFlt-1) memainkan peranan yang penting dalam patogenesis
preeklamsia 11.
Nagamatsu (2004) telah menjelaskan bahwa wanita dengan risiko preeklamsia sangat
kali dari plasenta normal sehingga terjadi gangguan aliran plasenta dan penurunan
pada sitotrofoblas primer menyebabkan pelepasan debris plasenta dan berimplikasi pada
Kenaikan kadar sFlt-1 dan penurunan VEGF dan PlGF merupakan bentuk dari
sudah banyak diteliti namun belum pernah diteliti di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih lanjut biomarker sFlt-1
perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan normotensif. Penelitian ini
mengambil tempat di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS), yang merupakan pusat
METODE
sectional untuk mengetahui perbedaan kadar solube FMS-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1)
pada preeklamsia dan kehamilan normotensif di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Penelitian ini menggunakan subjek wanita hamil dengan preeklamsia dan hamil
normotensif dengan rentang usia 20-35 tahun dan usia gestasi 34 minggu. Jumlah sampel
Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk
mengetahui frekuensi data. Analisis bivariat digunakan untuk melihat homogenitas dengan
chi square, perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan normotensif dengan
menggunakan uji Mann Whitney, cut-off point kadar sFlt-1 dengan menggunakan ROC,
dan hubungan kadar sFlt-1 dengan tekanan darah dan kehamilan normotensif dengan Rank
Spearman. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji shapiro wilk.
HASIL
Dalam penelitian ini didapatkan sampel preeklamsia yang berusia 20-35 tahun dan
usia gestasi 34 tahun sebanyak 18 orang dan sampel kehamilan normotensif yang berusia
Rerata SD
Preeklamsia Kehamilan Normotensif Tab
Usia 27,74 5,44 28,545,24
el 1.
Usia Gestasi 36,671,94 38,111,969
menunjuk
an karakteristik umum pada penelitian yang terdiri atas usia, usia gestasi pada kelompok
preeklamsia yaitu 27,74 tahun dan rerata usia kelompok kehamilan normotensif yaitu
28,54 tahun. Rerata usia gestasi kelompok preeklamsia yaitu 36,67 minggu dan rerata
Kelompok Penelitian
Kehamilan Total
Karakteristik Preeklamsia p
Normotensif
F % F % F %
-Usia
20 30 10 55,55 12 63,16 21 56,76 X2 = 0,222
31 35 8 45,45 7 36,84 16 43,24 p=0,638
-Usia Getasi(Minggu)
34 36
X2 = 2.308
minggu 8 44,44 4 21,05 12 32,43
p=0,129
> 36 minggu 10 55,56 15 78,95 25 67,57
-Paritas
preeklamsia menggunakan Chi Square. Faktor usia memiliki nilai p=0,638 (p>0,05) yang
menunjukan bahwa data usia tidak memiliki perbedaan bermakna sehingga data tersebut
Faktor usia gestasi memiliki nilai p=0,129 (p>0,05) yang menunjukan bahwa data
usia gestasi tidak memiliki perbedaan bermakna sehingga data tersebut homogen dan layak
untuk diperbandingkan. Faktor paritas memiliki nilai p=1,000 (p>0,05) yang menunjukan
Tabel 3. Perbandingan Rerata Kadar sFlt-1 Antara Kelompok Preeklamsia Berat dan
Kelompok Kontrol
normotensif. Pada uji normalitas data menggunakan metode shapiro-wilk ddapatkan nilai
Berdasarkan uji Man Whitney didapatkan kadar sFlt-1 pada preeklamsia lebih tinggi
dengan rerata 11,56 ng/mL daripada kehamilan normotensif dengan rerata 7,21 ng/mL
Kelompok Penelitian
Karakteristik Kehamilan
Preeklamsia Sensitifitas Spesifitas OR AUC
Normotensif
F % F %
p = 0,021
Cut off point
7,711 13 72,22 8 42,11 72,22 57,89 3,57 0,722
(0,90 - 14,15)
< 7,711 5 27,78 11 57,89
Untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 dapat dipakai sebagai alat prediksi
preeklamsia, maka dilakukan analisis tambahan. Analisis tambahan yang dilakukan adalah
mencari cut off-point sFlt-1 untuk digunakan sebagai prediksi kejadian preeklamsia. Cut
off-point dicari dengan menggunakan Reccurent Operating Curve (ROC), ROC untuk
menentukan cut-off point dilakukan tawar menawar sensitivitas dan spesifisitas. Cut-off
point sFlt-1 setelah dilakukan ROC adalah 7,711ng/mL dengan nilai p = 0,021 (p<0,05)
sFlt-1
Tekanan darah sistol
p 0,001
r 0,514
Tekanan darah diastol
p 0,008
r 0,427
Proteinuria
p 0,002
r 0,628
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa hasil analisis hubungan antara kadar sFlt-1
serum dan tekanan darah sistolik, diastolik, dan proteinuria dengan analisis korelasi Rank
Spearman pada derajat kepercayaan 95%. Hasil analisis hubungan antara kadar sFlt-1 dan
tekanan darah sistolik memiliki nilai p=0,001(p<0,05). Hasil analisis hubungan antara
kadar sFlt-1 dan tekanan darah diastolik memiliki nilai p=0,008 (p<0,05) . Hasil analisis
hubungan antara kadar sFlt-1 serum dan proteinuria memiliki nilai p=0,002 (p<0,05).
Sehingga terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 dengan tekanan darah sistolik,
PEMBAHASAN
Responden penelitian ini adalah pasien hamil dengan preeklamsia dan hamil dengan
tekanan darah normal di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. Rerata usia
seluruh responden pada penelitian ini adalah 27,74 tahun untuk kelompok preeklamsia dan
28,84 tahun untuk kelompok hamil normotensif dengan rentang usia 20-35 tahun. Analisis
statistik menunjukan tidak terdapat perbedaan usia yang signifikan antara wanita hamil
dengan preeklamsia dan wanita hamil dengan kehamilan normotensif dengan usia
penderita preeklamsia terbanyak di rentang 31-35 tahun. Menurut penelitian Retno dan
Artika (2012), karakteristik responden menurut umur, diketahui bahwa pasien preeklamsia
berat yang paling banyak pada umur 20-35 tahun sebesar 28 responden (63,64%),
sedangkan untuk pasien preeklamsia pada umur 20-35 sebesar 29 responden (65,91%).
Penelitian Retno dan Artika (2012) menunjukan usia reproduktif dari seorang wanita
adalah 2035 tahun. Usia reproduktif ini merupakan periode yang paling aman untuk hamil
dan melahirkan karena pada usia tersebut risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan
lebih rendah. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun disebut juga sebagai usia risiko
tinggi untuk mengalami komplikasi selama kehamilan. Pada usia<20 tahun, ukuran uterus
belum mencapai ukuran yang normal untuk kehamilan, sehingga kemungkinan terjadinya
gangguan dalam kehamilan seperti preeklamsia menjadi lebih besar. Pada usia >35 tahun
terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan sruktural dan fungsional yang
terjadi pada pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan
darah, sehingga lebih rentan mengalami preeklamsia. Akibat dari faktor-faktor perancu
dari usia <20 tahun dan > 35 tahun, peneliti memilih sampel dengan rentang usia 20-35
Rerata usia gestasi preeklamsia adalah 36,67 minggu dan usia gestasi kehamilan
normotensif adalah 38,11 dengan rentang 34-40 minggu. Uji beda usia gestasi menunjukan
nilai p>0,05 yang berarti bahwa data tidak mempunyai perbedaan bermakna sehingga data
Penelitian ini sejalan dengan Utama (2008) yang menyatakan ada hubungan antara
usia kehamilan lebih dari 28 minggu dengan kejadian preeklamsia dibandingkan usia
kehamilan kurang dari sama dengan 28 minggu. Hal ini sesuai dengan teori iskemia
meningkat pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, karena pada usia kehamilan lebih
dari 28 minggu kadar fibrinogen meningkat dan lebih meningkat lagi pada ibu yang
terkena preklampsia.
Paritas pada variabel preeklamsia memiliki rerata 1,95 dan paritas pada variabel
kehamilan normotensif memeiliki rerata 2,35 dengan rentang 1-4 kali. Analisis statisik
paritas memiliki nilai p>0,05 yang menunjukan bahwa data paritas tidak memiliki
multigravida karena preeklamsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar
vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik
pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G)
terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi
trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu. Primigravida juga rentan mengalami
stres dalam menghadapi persalinan yang akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan
kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan
Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata kadar sFlt-1 pada kelompok preeklamsia
lebih tinggi dibandingkan kelompok kehamilan normotensif dengan rerata kadar sFlt-1
pada pereeklamsia yaitu 11,56 ng/mL dan rerata kadar sFlt-1 pada kehamilan normotensif
yaitu 7,21 ng/mL. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reddy et al. (2009) menemukan
bahwa kadar sFlt-1 dan sEng secara signifikan ditemukan lebih tinggi pada penderita
preeklamsia dibandingkan dengan ibu hamil normal. Kadar sFlt-1 meningkat secara
signifikan saat dilatasi maksimal pada penderita preeklamsia pada saat persalinan, sebelum
Chelli et al. (2017) menemukan sFlt-1 tingkat secara signifikan lebih tinggi pada
kasus preeklamsia dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata kadar sFtl-1 dalam kasus itu
Govender et al. (2012) menemukan konsentrasi sFlt-1 serum pada kelompok tekanan
darah normal (9.6031.797 pg/mL) secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan
kelompok early onset preeklamsia (26.6825.482 pg/mL) (p<0,05). Dan konsentrasi sFlt-1
serum pada kelompok early onset dan late onset preeklamsia (16.0694.305 pg/mL) lebih
perbedaan ini ditemukan tidak berbeda secara signifikan. Dua hal yang menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini adalah kecilnya ukuran sampel yang dapat
mempengaruhi hasil secara statistik, dan tidak mengukur/ menilai tingkat serum
Berdasarkan uji ROC diperoleh cut-off point utuk sFlt-1 adalah 7,711. Pemilihan cut
off point 7,711 ng/ml berdasarkan sensitivitas 72,22%, spesifisitas 57,89%,dan area under
curve 0,722. Menurut penelitian Park et al, (2014) ditemukan cut off kadar sFlt-1 pada
trimeter ketiga yaitu 4680 pg/mL pada FRP 10% dan 6040 pg/mL pada FPR 5% pada 262
Penelitian ini menunjukan terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 serum
dan tekanan darah sistolik, diastolik, dan proteinuria. Penelitian Amroui (2014) pada tikus
betina Balb/c yang diinduksi Adenoviral (Adv) menunjukan adanya peningkatan ekspresi
sFlt-1. Peningkatan sFlt-1 pada tikus betina Balb/c menyebabkan kerusakan glomerulus
dan peningkatan tekanan darah. Sirkulasi kadar sFlt-1 di atas 50 ng/ml menginduksi
Keterbatasan penelitian ini yaitu jumlah sampel pada penelitian ini kurang
representatif untuk dijadikan acuan diagnosis sehingga cut off point kadar sFlt-1 pada
preeklamsia.
KESIMPULAN
kenaikan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kenaikan tersebut berkorelasi terhadap tekanan
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini dilaksanakan atas dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Dekan
Wakil Komisi, Komisi Etik Penelitian FK Unsoed, Departemen Obstetri Ginekologi RSUD
Prof Dr Margono Soekarjo, dan pihak lain yang tidak dapat dituliskan. Kepada semua
pihak yang terlibat dan mendukung pelaksanaan penelitian ini, penulis menyampaikan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA