Вы находитесь на странице: 1из 13

PERBEDAAN KADAR SOLUBLE FMS LIKE TYROSIN KINASE-1 (sFlt-1) PADA

KEHAMILAN PREEKLAMSIA DAN KEHAMILAN NORMOTENSIF DI RSUD


PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
M Edo Antariksa P*1, Adi Setyawan P2, VM Wahyu Siswandari3
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Email : edoantariksa@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang. Preeklamsia merupakan sindrom obstetri yang mempengaruhi 5-10%


wanita hamil dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal
di negara berkembang. Ketidakseimbangan faktor angiogenik khususnya antiangiogenik
(sFlt-1) memiliki peranan penting terhadap kejadian preeklamsia.

Tujuan. Untuk mengetahui perbedaan kadar sFlt-1 pada pasien preeklamsia dan pasien
dengan kehamilan normotensif serta hubungannya dengan tekanan darah dan proteinuria.

Metode Penelitian. Rancangan penelitian menggunakan pendekatan cross sectional.


Subjek penelitian adalah pasien dengan preeklamsia sebanyak 18 subjek dan pasien dengan
kehamilan normotensif sebanyak 19 subjek. Analisis statistik menggunakan uji Mann
Whitney, ROC, dan Rank Spearman.

Hasil Penelitian. Subjek penelitian menunjukan rerata kadar sFlt-1 pada preeklamsia
11,56 ng/mL dan rerata kadar sFlt-1 pada kehamilan normotensif 7,21 ng/mL. Analisis
bivariat kadar sFlt-1 pada kedua kelompok menunjukan perbedaan yang signifikan
(p=0,021;Z=-2,311). Cut off point pada kehamilan preeklamsia yaitu 7,71 ng/mL. Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan tekanan darah sistolik (p=0,001;r=0,514). Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan tekanan darah diastolik (p=0,008;r=0,427). Terdapat
hubungan positif sFlt-1 dengan proteinuria (p=0,02;r=0,628).

Kesimpulan. Terdapat perbedaan bermakna kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan
normotensif . Terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 dengan tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik, dan proteinuria.

Kata kunci : Soluble FMS Like Tyrosin Kinase 1(sFlt-1), Preeklamsia, Proteinuria
DIFFERENCE OF SOLUBLE FMS LIKE TYROSIN KINASE 1(sFlt-1) BETWEEN
PREECLAMPSIA PREGNANCIES AND NORMOTENSIVE PREGNANCIES IN
RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO
M Edo Antariksa P*1, Adi Setyawan P2, VM Wahyu Siswandari3
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Email : edoantariksa@gmaill.com

ABSTRACT

Background. Preeclampsia is a syndrome that affects 5-10% of obstetric pregnant woman


and causes of morbidity and maternal and perinatal mortality in developing countries. The
imbalance of angiogenic factors in particular antiangiogenic (sFlt-1) has an important
role on the incidence of preeclampsia

Objectives. To determine differences in levels of sFlt-1 in patients with preeclampsia and


patients with normotensive pregnancies and its association with blood pressure and
proteinuria.

Methods. The study design was used cross sectional. Subjects were patients with
preeclampsia were 18 subjects and patients with normotensive pregnancies as many as 19
subjects. Statistical analysis was used Mann Whitney test, ROC, and Spearman Rank.

Result. The subject of research showed the average levels of sFlt-1 in preeclampsia 11.56
ng/mL and the average levels of sFlt-1 in normotensive pregnancies 7.21 ng/mL. Bivariate
analyzes levels of sFlt-1 in both groups showed a significant difference (p=0,021;Z=-
2,311). Cut off point of preeklamsia pregnancies was 7,71 ng/mL. There was a positive
association sFlt-1 with systolic blood pressure (p=0,001;r=0,514). There was a positive
association sFlt-1 with diastolic blood pressure (p=0,008;r=0,427). There was a positive
association sFlt-1 with proteinuria (p=0,02;r=0,628).

Coclusions. There were significant differences in the levels of sFlt-1 in preeclampsia and
normotensive pregnancies. There was a significant relationship between the levels of sFlt-
1 with systolic blood pressure, diastolic blood pressure, proteinuria.

Keyword : Soluble FMS Like Tyrosin Kinase 1(sFlt-1), Preeclampsia, Proteinuria


PENDAHULUAN

Preeklamsia merupakan sindrom obstetri yang mempengaruhi 5-10% wanita hamil

dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal di negara

berkembang. Preeklamsia dalam kehamilan merupakan penyebab kedua tersering setelah

embolisme. Preeklamsia dan eklamsia menjadi penyebab dari 30-40% kematian perinatal,

sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai

penyebab utama kematian maternal 4,10.

Etiologi dan patogenesis preeklamsia tidak sepenuhnya dipahami, namun hal ini

diduga berawal dari plasenta dengan sasaran endothelium ibu. Kegagalan pengaturan dan

ketidakseimbangan agen vasoaktif proangiogenik yaitu vascular endothelial growth factor

(VEGF) dan placental growth factor (PlGF) serta agen antiangiogenik yaitu soluble FMS

Like Tyrosin Kinase 1 (sFlt-1) memainkan peranan yang penting dalam patogenesis

preeklamsia 11.

Nagamatsu (2004) telah menjelaskan bahwa wanita dengan risiko preeklamsia sangat

rentan mengalami invasi trofoblas yang abnormal. Abnormalitas invasi trofoblas

mengakibatkan arteriola miometrium dan jaringan muskuloelastik berdiameter setengah

kali dari plasenta normal sehingga terjadi gangguan aliran plasenta dan penurunan

distribusi oksigen. Penurunan persentase oksigen dari 20% O2 menjadi 8% O2 dan 2% O2

pada sitotrofoblas primer menyebabkan pelepasan debris plasenta dan berimplikasi pada

terjadinya inflamasi sistemik. Kerusakan endotel sistemik dan penurunan kadar

prostaglandin oleh karena inflamasi sistemik mengakibatkan penurunan NO, penurunan

endothelin-1, dan ketidakseimbangan angiogenik.

Kenaikan kadar sFlt-1 dan penurunan VEGF dan PlGF merupakan bentuk dari

ketidakseimbangan angiogenik. Konsentrasi peningkatan sFlt-1 dan penurunan VEGF dan

PlGF akan memodifikasi integritas endotel pembuluh darah, menyebabkan kerusakan


blood brain barrier yang dapat menjadi edema otak, kerusakan hati, serta juga

menyebabkan hipertensi dan proteinuria 6.

Protein proangiogenik dan antiangiogenik dalam sirkulasi darah ibu preeklamsia

sudah banyak diteliti namun belum pernah diteliti di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih lanjut biomarker sFlt-1

sebagai marker awal preeklamsia. Oleh karenanya, diadakan penelitian mengenai

perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan normotensif. Penelitian ini

mengambil tempat di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS), yang merupakan pusat

rujukan dari daerah Banyumas dan sekitarnya.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross

sectional untuk mengetahui perbedaan kadar solube FMS-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1)

pada preeklamsia dan kehamilan normotensif di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo.

Penelitian ini menggunakan subjek wanita hamil dengan preeklamsia dan hamil

normotensif dengan rentang usia 20-35 tahun dan usia gestasi 34 minggu. Jumlah sampel

kelompok preeklamsia 18 orang dan kehamilan normotensif 19 orang. Pengukuran kadar

sFlt-1dilakukan di laboratorium riset Fakultas Kedokteran Unsoed dengan menggunakan

ELISA dan reagen raybiotech sFlt-1/sVEGFR-1.

Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk

mengetahui frekuensi data. Analisis bivariat digunakan untuk melihat homogenitas dengan

chi square, perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan normotensif dengan

menggunakan uji Mann Whitney, cut-off point kadar sFlt-1 dengan menggunakan ROC,

dan hubungan kadar sFlt-1 dengan tekanan darah dan kehamilan normotensif dengan Rank

Spearman. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji shapiro wilk.
HASIL

Dalam penelitian ini didapatkan sampel preeklamsia yang berusia 20-35 tahun dan

usia gestasi 34 tahun sebanyak 18 orang dan sampel kehamilan normotensif yang berusia

20-35 tahun dan usia gestasi 34 tahun sebanyak 19 orang.

Tabel 1. Karakteristik Umum

Rerata SD
Preeklamsia Kehamilan Normotensif Tab
Usia 27,74 5,44 28,545,24
el 1.
Usia Gestasi 36,671,94 38,111,969
menunjuk

an karakteristik umum pada penelitian yang terdiri atas usia, usia gestasi pada kelompok

responden dengan preeklamsia dan kehamilan normotensif. Rerata usia kelompok

preeklamsia yaitu 27,74 tahun dan rerata usia kelompok kehamilan normotensif yaitu

28,54 tahun. Rerata usia gestasi kelompok preeklamsia yaitu 36,67 minggu dan rerata

kehamilan normotensif yaitu 38,11 minggu.

Tabel 2. Homogenitas Faktor Usia, Usia Gestasi,dan Paritas dengan Preeklamsia

Kelompok Penelitian
Kehamilan Total
Karakteristik Preeklamsia p
Normotensif
F % F % F %
-Usia
20 30 10 55,55 12 63,16 21 56,76 X2 = 0,222
31 35 8 45,45 7 36,84 16 43,24 p=0,638

-Usia Getasi(Minggu)

34 36
X2 = 2.308
minggu 8 44,44 4 21,05 12 32,43
p=0,129
> 36 minggu 10 55,56 15 78,95 25 67,57
-Paritas

Primipara 4 22,22 5 26,32 9 24,32 X2 = 0,621


p=1,000
Multipara 14 77,78 14 73,68 28 75,68
Tabel 2. menunjukan homogenitas faktor usia, usia gestasi, dan paritas dengan

preeklamsia menggunakan Chi Square. Faktor usia memiliki nilai p=0,638 (p>0,05) yang

menunjukan bahwa data usia tidak memiliki perbedaan bermakna sehingga data tersebut

homogen dan layak untuk diperbandingkan.

Faktor usia gestasi memiliki nilai p=0,129 (p>0,05) yang menunjukan bahwa data

usia gestasi tidak memiliki perbedaan bermakna sehingga data tersebut homogen dan layak

untuk diperbandingkan. Faktor paritas memiliki nilai p=1,000 (p>0,05) yang menunjukan

bahwa data paritas homogen.

Tabel 3. Perbandingan Rerata Kadar sFlt-1 Antara Kelompok Preeklamsia Berat dan
Kelompok Kontrol

Kelompok Rerata (SD) Rentang Uji Normalitas p


ng/mL ng/mL
Preeklamsia 11,567,60 5,91 - 32,02 p= 0,000 Z= -2,311
p=0,021
Kehamilan 7,2174,04 2,12 - 18,14 p=0,069
Normotensif
** Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 3. menunjukan perbedaan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kehamilan

normotensif. Pada uji normalitas data menggunakan metode shapiro-wilk ddapatkan nilai

signifikansi p=0,000(p<0,05) sementara variabel kehamilan normotensif memiliki nilai

signifikansi p=0,069(p>0,05) sehingga didapatkan distribusi sampel tersebut tidak normal.

Berdasarkan uji Man Whitney didapatkan kadar sFlt-1 pada preeklamsia lebih tinggi

dengan rerata 11,56 ng/mL daripada kehamilan normotensif dengan rerata 7,21 ng/mL

dengan nilai p=0,021(p<0,05) yang secara statistik bermakna.

Tabel 4. Cut-off Point Kadar sFlt-1 dalam Memprediksi Preeklamsia

Kelompok Penelitian
Karakteristik Kehamilan
Preeklamsia Sensitifitas Spesifitas OR AUC
Normotensif

F % F %
p = 0,021
Cut off point
7,711 13 72,22 8 42,11 72,22 57,89 3,57 0,722
(0,90 - 14,15)
< 7,711 5 27,78 11 57,89

Untuk mengetahui apakah kadar sFlt-1 dapat dipakai sebagai alat prediksi

preeklamsia, maka dilakukan analisis tambahan. Analisis tambahan yang dilakukan adalah

mencari cut off-point sFlt-1 untuk digunakan sebagai prediksi kejadian preeklamsia. Cut

off-point dicari dengan menggunakan Reccurent Operating Curve (ROC), ROC untuk

menentukan cut-off point dilakukan tawar menawar sensitivitas dan spesifisitas. Cut-off

point sFlt-1 setelah dilakukan ROC adalah 7,711ng/mL dengan nilai p = 0,021 (p<0,05)

yang menunjukan hasil yang signifikan. Berdasarkan tabel 4. diperoleh besarnya

sensitivitas 72,22%, spesifisitas 57,89%,dan area under curve 0,722.

Tabel 5. Hubungan Kadar sFlt-1 dengan Tekanan Darah dan Proteinuria

sFlt-1
Tekanan darah sistol
p 0,001
r 0,514
Tekanan darah diastol
p 0,008
r 0,427
Proteinuria
p 0,002
r 0,628
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa hasil analisis hubungan antara kadar sFlt-1

serum dan tekanan darah sistolik, diastolik, dan proteinuria dengan analisis korelasi Rank

Spearman pada derajat kepercayaan 95%. Hasil analisis hubungan antara kadar sFlt-1 dan

tekanan darah sistolik memiliki nilai p=0,001(p<0,05). Hasil analisis hubungan antara

kadar sFlt-1 dan tekanan darah diastolik memiliki nilai p=0,008 (p<0,05) . Hasil analisis

hubungan antara kadar sFlt-1 serum dan proteinuria memiliki nilai p=0,002 (p<0,05).
Sehingga terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 dengan tekanan darah sistolik,

diastolik, dan proteinuria.

PEMBAHASAN

Responden penelitian ini adalah pasien hamil dengan preeklamsia dan hamil dengan

tekanan darah normal di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. Rerata usia

seluruh responden pada penelitian ini adalah 27,74 tahun untuk kelompok preeklamsia dan

28,84 tahun untuk kelompok hamil normotensif dengan rentang usia 20-35 tahun. Analisis

statistik menunjukan tidak terdapat perbedaan usia yang signifikan antara wanita hamil

dengan preeklamsia dan wanita hamil dengan kehamilan normotensif dengan usia

penderita preeklamsia terbanyak di rentang 31-35 tahun. Menurut penelitian Retno dan

Artika (2012), karakteristik responden menurut umur, diketahui bahwa pasien preeklamsia

berat yang paling banyak pada umur 20-35 tahun sebesar 28 responden (63,64%),

sedangkan untuk pasien preeklamsia pada umur 20-35 sebesar 29 responden (65,91%).

Penelitian Retno dan Artika (2012) menunjukan usia reproduktif dari seorang wanita

adalah 2035 tahun. Usia reproduktif ini merupakan periode yang paling aman untuk hamil

dan melahirkan karena pada usia tersebut risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan

lebih rendah. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun disebut juga sebagai usia risiko

tinggi untuk mengalami komplikasi selama kehamilan. Pada usia<20 tahun, ukuran uterus

belum mencapai ukuran yang normal untuk kehamilan, sehingga kemungkinan terjadinya

gangguan dalam kehamilan seperti preeklamsia menjadi lebih besar. Pada usia >35 tahun

terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan sruktural dan fungsional yang

terjadi pada pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan

darah, sehingga lebih rentan mengalami preeklamsia. Akibat dari faktor-faktor perancu
dari usia <20 tahun dan > 35 tahun, peneliti memilih sampel dengan rentang usia 20-35

tahun untuk mencegah terjadinya bias penilitian.

Rerata usia gestasi preeklamsia adalah 36,67 minggu dan usia gestasi kehamilan

normotensif adalah 38,11 dengan rentang 34-40 minggu. Uji beda usia gestasi menunjukan

nilai p>0,05 yang berarti bahwa data tidak mempunyai perbedaan bermakna sehingga data

usia gestasi homogen dan layak dibandingkan.

Penelitian ini sejalan dengan Utama (2008) yang menyatakan ada hubungan antara

usia kehamilan lebih dari 28 minggu dengan kejadian preeklamsia dibandingkan usia

kehamilan kurang dari sama dengan 28 minggu. Hal ini sesuai dengan teori iskemia

implantasi plasenta (Manuaba, 2010), yaitu bahwa kejadian preeklamsia semakin

meningkat pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, karena pada usia kehamilan lebih

dari 28 minggu kadar fibrinogen meningkat dan lebih meningkat lagi pada ibu yang

terkena preklampsia.

Paritas pada variabel preeklamsia memiliki rerata 1,95 dan paritas pada variabel

kehamilan normotensif memeiliki rerata 2,35 dengan rentang 1-4 kali. Analisis statisik

paritas memiliki nilai p>0,05 yang menunjukan bahwa data paritas tidak memiliki

perbedaan bermakna dan homogen.

Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk mengalami preeklamsia daripada

multigravida karena preeklamsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar

vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik

pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G)

terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi

trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu. Primigravida juga rentan mengalami

stres dalam menghadapi persalinan yang akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan
kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan

tekanan darah juga akan meningkat 3.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata kadar sFlt-1 pada kelompok preeklamsia

lebih tinggi dibandingkan kelompok kehamilan normotensif dengan rerata kadar sFlt-1

pada pereeklamsia yaitu 11,56 ng/mL dan rerata kadar sFlt-1 pada kehamilan normotensif

yaitu 7,21 ng/mL. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reddy et al. (2009) menemukan

bahwa kadar sFlt-1 dan sEng secara signifikan ditemukan lebih tinggi pada penderita

preeklamsia dibandingkan dengan ibu hamil normal. Kadar sFlt-1 meningkat secara

signifikan saat dilatasi maksimal pada penderita preeklamsia pada saat persalinan, sebelum

menurun pada 24 jam pertama post partum 12.

Chelli et al. (2017) menemukan sFlt-1 tingkat secara signifikan lebih tinggi pada

kasus preeklamsia dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata kadar sFtl-1 dalam kasus itu

5780,72 pg / mL vs 1.886,05 pg / mL di kontrol; p = 0,0008 2.

Govender et al. (2012) menemukan konsentrasi sFlt-1 serum pada kelompok tekanan

darah normal (9.6031.797 pg/mL) secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan

kelompok early onset preeklamsia (26.6825.482 pg/mL) (p<0,05). Dan konsentrasi sFlt-1

serum pada kelompok early onset dan late onset preeklamsia (16.0694.305 pg/mL) lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok hipertensi kronis (8.8112.008 pg/mL), namun

perbedaan ini ditemukan tidak berbeda secara signifikan. Dua hal yang menjadi

keterbatasan dalam penelitian ini adalah kecilnya ukuran sampel yang dapat

mempengaruhi hasil secara statistik, dan tidak mengukur/ menilai tingkat serum

angiotensin II dan autoantibodi AT1 5.

Berdasarkan uji ROC diperoleh cut-off point utuk sFlt-1 adalah 7,711. Pemilihan cut

off point 7,711 ng/ml berdasarkan sensitivitas 72,22%, spesifisitas 57,89%,dan area under

curve 0,722. Menurut penelitian Park et al, (2014) ditemukan cut off kadar sFlt-1 pada
trimeter ketiga yaitu 4680 pg/mL pada FRP 10% dan 6040 pg/mL pada FPR 5% pada 262

wanita hamil dengan standart error 0,020 dan nilai p<0,001.

Penelitian ini menunjukan terdapat hubungan bermakna antara kadar sFlt-1 serum

dan tekanan darah sistolik, diastolik, dan proteinuria. Penelitian Amroui (2014) pada tikus

betina Balb/c yang diinduksi Adenoviral (Adv) menunjukan adanya peningkatan ekspresi

sFlt-1. Peningkatan sFlt-1 pada tikus betina Balb/c menyebabkan kerusakan glomerulus

dan peningkatan tekanan darah. Sirkulasi kadar sFlt-1 di atas 50 ng/ml menginduksi

kerusakan vaskular dan endotheliosis glomerulus. Konsentrasi albumin dalam urin

meningkat hingga 30 kali lipat, dibandingkan dengan hewan kontrol 1.

Keterbatasan penelitian ini yaitu jumlah sampel pada penelitian ini kurang

representatif untuk dijadikan acuan diagnosis sehingga cut off point kadar sFlt-1 pada

preeklamsia.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, selama kehamilan terdapat

kenaikan kadar sFlt-1 pada preeklamsia dan kenaikan tersebut berkorelasi terhadap tekanan

darah dan proteinuria.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dilaksanakan atas dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Pembimbing serta Penelaah dan

Wakil Komisi, Komisi Etik Penelitian FK Unsoed, Departemen Obstetri Ginekologi RSUD

Prof Dr Margono Soekarjo, dan pihak lain yang tidak dapat dituliskan. Kepada semua

pihak yang terlibat dan mendukung pelaksanaan penelitian ini, penulis menyampaikan

terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amraoui, F, Spijkers, L. Lahsinoui. 2014. SFlt-1 elevates blood pressure by


augmenting endothelin-1-mediated vasoconstriction in mice : PLoS One. 9(3):
e91897.
2. Chelli, D.,A Hamdi,., S Saoudi ., Jenayah, A.Zagre,E Sfar,. 2017. Clinical
Assessment of Soluble FMS-Like Tyrosine Kinase-1/Placental Growth Factor
Ratio for the Diagnostic and the Prognosis of Preeclampsia in the Second
Trimester: Clinical laboratory. 62(10): p.1927.
3. Cunningham FG,KJ Leveno,JC Hauth,SL Bloom,DJ Rouse,CY Spong. 2012.
Williams obstetric 23rd Edition. New York : McGraw-hill Companies..
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012. Profil kesehatan profinsi jawa
tengah tahun 2012.
5. Govender L, Mackraj I, Gathiram P, Moodley J. 2012. The role of angiogenic, anti-
angiogenic and vasoactive factors in pre-eclamptic african women: early- versus
late-onset pre-eclampsia. Cardiovascular Journal of Africa. 23(3):153-9.
6. Levine RJ,C Lam,C Qian,KF Yu,SE Maynard,BP Sachs. 2006. Soluble endoglin
and other circulating antiangiogenic factors in preeclampsia: The New England
Journal of Medicine. 355(14):992-1005.
7. Manuaba, I., B, G. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga
berencana untuk pendidikan bidan.
8. Nagamatsu, T. T Fujii., Kusumi, M., Zou, L., Yamashita, T., Osuga, Y., Momoeda,
M., Kozuma, S. and Taketani, Y. 2004. Cytotrophoblasts up-regulate soluble fms-
like tyrosine kinase-1 expression under reduced oxygen: an implication for the
placental vascular development and the pathophysiology of preeclampsia:
Endocrinology. 145(11), pp.4838-4845.
9. Norwitz and Schorge, 2007.Obstetri dan Ginekologi,Erlangga, Jakarta.
10. Rahmi, L. and Herman, R.B. 2016. Perbedaan Rerata Kadar Soluble Fms-Like
Tyrosine Kinase-1 (Sflt-1) Serum pada Penderita Early Onset, Late Onset
Preeklamsia Berat/Eklampsia dan Kehamilan Normal: Jurnal Kesehatan Andalas.
5(1).
11. Reddy, A, Suri, S, Sargent, IL, Redman CW, Muttukhrisna S. 2009. Maternal
circulating levels of activin A, inhibin A, sflt-1 and endoglin at parturition in
normal pregnancy and pre-eclampsia: PLoS ONE. February. 4(2): e4453.
12. Retno, W. and Artika.F., 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklamsia Berat Pada
Ibu Hamil Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta.
13. Utama. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Jakarta..

Вам также может понравиться