Вы находитесь на странице: 1из 45

KATA PENGANTAR

Alhamdulilla, puji syukur dilafadzkan kehadirat Ilahi ROBBI yang telah

memberikan nimat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul Asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervix dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari

sempurna,untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun. Demi tercapainya tujuan belajar kita. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua teman S1 keperawatan universitas

gresik tahun akademik 2014

Gresik, 23 Januari 2015

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... . iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 04
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 06
1.3. Tujuan ................................................................................... 06
1.4. Manfaat .................................................................................. 07
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ca.Cervix ... 08
2.2 Etiologi Ca.Cervix 09
2.3. Patofisiologi Ca.Cervix .. 11
2.4. Tanda dan Gejala Ca.Cervix .. 12
2.5. Pemeriksaan Penunjang Ca.Cervix 13
2.6. Kriteria Diagnosa Ca.Cervix .. 16
2.7. Penatalaksanaan Ca.Cervix 17
2.8. Komplikasi . 28
2.9. Pencegahan 28
2.10.Prognosis .. 30
BAB III. Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian . 32
3.2 Analisa Data .. 34
3.3 Diagnosa Keperawatan .. 36
3.4 Rencana Tindakan ... 37
3.5 Implementasi ..... 42
3.6 Evaluasi .. 42
DAFTAR PUSTAKA.. 43

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang

abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau

mengarah pada keganasan. Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah

atau sedang berada dalam status sexually active. Biasanya kanker ini menyerang

wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35 -

55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita

penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk

terjadinya kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi

seorang wanita penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi

pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks

dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan dalam

pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini

tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita

menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa.

2005)

Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks

karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan

(khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada

sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan

bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim

menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan

seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV

(Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil). Ada

juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia,

melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus

terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.


Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain :

keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan,

hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul

(pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih

kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan bisa

menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul

gejala-gejala akibat metastasis jauh.


Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher

rahim, sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang.

Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim.

Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Kematian

pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat

sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012) Padahal, dengan

ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat

disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk

mencegah kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap
smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan

(kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak

menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka

kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun - tahun berikutnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana

asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi ca.cervik ?

2. Apa etiologi ca.cervik ?

3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?

4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?

5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?

6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?

7. Bagaimana WOC ca.cervik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi ca.cervik

2 Mengetahui etiologi ca.cervik

3 Mengetahui patofisiologi ca.cervik

4 Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik

5 Mengetahui pemeriksaan ca.cervik

6 Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik

7 Mengetahui WOC ca.cervik


8 Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

1.4 Manfaat
Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa

bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara

luas sebagai pembelajaran


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna

dalam setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan

berkembang dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara

epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang

disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa

columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita

(Kapita Selekta Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker

pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya,

terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer),

sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang.

Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim.

Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu

terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.


Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks.

Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada

wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita

meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks merupakan penyakit yang telah

diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga

sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan

vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat

diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan

tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi

dini pun masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)

2.3 Etiologi / Predisposisi

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang

diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human

Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan

skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma

serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi,

rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan

melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.

Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang

menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan

penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah

infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan

timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi

10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di

samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan

terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik

dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir

serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya

tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok

mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas

dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada

serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)


Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C

dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin

juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya

rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi

timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang

sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak

mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,

sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

2.4 Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks

(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar

junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari

portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks

kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum,

sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.

Tumor dapat tumbuh :


1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami

infeksi sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk

mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan

melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling

desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen,

porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah

menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi

karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan

akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh

penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10

tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih

memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu

dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-

97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma,

clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah

sarcoma.

2.5 Tanda dan Gejala


Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda

yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini

makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut

menjadi perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau

busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang

panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi

infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,

timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),

terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala

akibat metastasis jauh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap

smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini

mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu


suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula

kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap

smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan

dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak

sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas.

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush)

kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul

diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks.

Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan

standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium

penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan

setiap tahun mencapai 90%.

b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk

mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.

Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks,

kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah

dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan

praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan


serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih

pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa

ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram)

dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika

tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya

dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor

kamera atau flash).

Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.

Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi

servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-

masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.

Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana

tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi

sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x

dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau

pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna

putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing

84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan

pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut:

Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative

value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil

tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan

untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara

kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA

(Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar

CEA abnormal adalah > 5 L/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah >

5g/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan

mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat

dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan

yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,

hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam

sel-sel tubuh.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS


Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.

Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak

ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi

pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

Displasia

Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,

sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan

biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan

berikutnya.

Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan

mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan

harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien


kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi

menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum

berdasarkan stadium kanker serviks :

STADIU

M PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta

Kedokteran Jilid 1)

Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan

kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi

kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan

tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi

medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran

penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial

lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop


electrosurgical excision procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan

kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat

dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak

sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP

mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat

dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya

mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50%

apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan

kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL

yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan

histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya

risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi

cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi

cone positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi

cone ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB.

Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal

intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal

maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut

diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini

mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Paps smear dengan
interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2

berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga

terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi.

Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak

ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang

luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan

limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Paps smear

dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk

konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan

metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan

sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat

dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA

(< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan

operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90%

pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik

yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau

operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat

kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini.

Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-

sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik


dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk

stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy

atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah

dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila

didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka

dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar

massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi

kelenjar limfe.

Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang

bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar

limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara

klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang

diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian

karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat

ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar

limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma

serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan

menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi

dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol

terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium

dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap,


dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya

beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil,

docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai

staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS

(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid

ringan seperti kodein dan tramadol

3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat

seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa

menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat

keseluruhan tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah

kimia dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis

demi lapis.

Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan

kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun

pengobatan pra-kanker serviks


Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan

jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang

dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba

falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA)

biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak,

metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi

dengan/tanpa kemoterapi.
Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,

histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan

histerektomi

Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui

dinding abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis

histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal

histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga

lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus

tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu

diingat aturan utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui

beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan

panggul lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap

smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di

perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri.

Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air

besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa

saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan

berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa

kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi,

penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak

mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan

seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah


histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan

penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa

obat yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh

obat yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,

tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya

untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan

pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis.

Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat

sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin

hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan

adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit

dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker

menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk

memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah

digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal

belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000).

Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP

(Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan

lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:

1. Ditelan
2. Disuntikkan

3. Diinfus

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama

terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin.,

Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan

untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : Mitomycin. Paclitaxel,

Ifosfamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin

untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak

dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul

kembali / menyebar ke organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil

pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan

mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat

beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.


Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual

sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare

sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan

sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan

olahraga.

Sariawan
Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu

setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit

kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan

dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

Efek pada darah

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang

yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah

merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit).

Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan
sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali

normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :

Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang

memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang

menyebabkan peningkatkan leukosit.

Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah

trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada

kulit.

Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb

(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah

merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan

parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu

tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel

kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke

kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin

kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus,

ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I

sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi

hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama

menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa,

terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting,

tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.

Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari

dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi

lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup,

tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak

menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan

hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit

dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan

seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan

pelumas dengan bahan dasar air.

Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

2.9 Komplikasi
Pendarahan

Kematian janin

Infertil

Obstruksi ureter

Hidronefrosis

Gagal ginjal

Pembentukan fistula

Anemia

Infeksi sistemik

Trombositopenia

2.10 Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn
dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya
adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah
bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap
smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN
Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)
dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan
kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan
ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang
dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV
onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5
tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah
usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir
100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas
30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi
HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara
infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun
infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi
nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.
Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali

pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul

gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya

rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker

seviks dapat diobati dengan radioterapi.


Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker

serviks, antara lain :


Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)


Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

Status kesehatan saat ini

Status kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat

progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat

kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami

oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung

kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi

inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal


4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan

yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada

Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra

meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah

metastase ke organ tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit

kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu

etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti ganti pasangan

seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor

kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=

dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama

pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat
dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual

(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan

encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen

koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan

sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan

hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang

diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah

senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian

bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur

darah

Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2. Data obyektif

TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

Nadi : 60-100 x / menit

Nafas : 16 - 24 x / menit

Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

Suhu : 36,5 0C 37,5 0C

Membran mukosa kering

Turgor kulit buruk akibat perdarahan

Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

Ekspresi wajah pasien pucat


Pasien tampak lemas

Warna kulit kebiruan

Kulit pecah pecah, rambut rontok, kuku rapuh

Ekspresi wajah pasien meringis

Pasien tampak gelisah

Pasien mengalami kejang

Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

Terjadi hematuria

Terjadi inkontinensia urine

Terjadi inkontinensia alvi

Berat badan pasien tidak stabil

Mual ataupun muntah

Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :


1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker
serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis
jaringan, kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker
pada serabut saraf lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker
serviks, terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman
kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga
terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

3.4 RENCANA TINDAKAN


Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara

aktif akibat pendarahan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume

cairan adekuat

Kriteria Hasil :

1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90

mmHg)

Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)

2.Membran mukosa lembab

3.Turgor kulit baik (elastis)

4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam 2-3 detik

setelah ditekan)

5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Memberikan pedoman untuk

Ukur volume darah yang keluar penggantian cairan yang perlu

melalui perdarahan diberikan sehingga dapat

mempertahankan volume sirkulasi


yang adekuat untuk transport

oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara
berlebihan menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian Mengurangi potensial terjadinya
tekanan berlebihan pada daerah peningkatan pendarahan
yang mengalami pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume kemungkinan menyebabkan
darah hipovolemia atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, Menunjukkan keadekuatan volume
dan pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual Simtomatologi dapat berguna untuk
pasien terhadap pendarahan, mengukur berat / lamanya episode
misalnya kelemahan, gelisah, pendarahan. Memburuknya gejala
ansietas, pucat, berkeringat / dapat menunjukkan berlanjutnya
penurunan kesadaran pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban Merupakan indikator dari status
membran mukosa, dan perhatikan hidrasi / derajat kekurangan cairan
keluhan haus pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan
IV juga digunakan untuk
mengencerkan obat antineoplastik
pada penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) memperbaiki jumlah darah dalm
dan trombosit sesuai indikasi tubuh ibu dan mencegah
manifestasi anemia yang sering
terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme
pembekuan darah sehingga
pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk
Awasi pemeriksaan laboratorium, menentukan kebutuhan resusitasi
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah cairan dan mengawasi
keefektifan terapi

Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak
mengalami infeksi
Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsio laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas
normal (4 - 9 103/L)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada Pengenalan dini dan intervensi segera
semua sistem tubuh (misalnya : pernafasan, dapat mencegah perkembangan infeksi
pencernaan, genitourinaria) lebih lanjut
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil
dengan kanker serviks dapat terjadi
karena proses penyakitnya, infeksi, dan
efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses
infeksi memungkinkan terapi yang tepat
untuk dimulai segera
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi Deteksi dini terhadap reaksi infeksi
seperti takikardi dan penurunan keaktifan gerakan yang bisa berdampak pada janin dan
janin menghambat pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / Menurunkan risiko kontaminasi agen
batasi prosedur invasif infeksius
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan
potensial sumber infeksi dan
menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya merupakan salah satu respon tubuh
diferensial atau peningkatan WBC untuk mengatasi infeksi yang timbul
oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab
Dapatkan kultur sesuai indikasi dan terapi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat
Berikan antibiotik sesuai indikasi perkembangan agen infeksi

Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus


urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine
pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba-tiba da
mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi pa
urine tiba-tiba
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria aki
metastase sel-sel kanker pada bagian tersebut
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya Penyebaran kanker pada traktus urinarius (sa
satunya di vesika urinaria) dapat menyebabk
hematuria
jaringan di vesika urinaria mengalami nekro
sehingga urine yang keluar berwarna merah kare
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau Identifikasi tanda - tanda infeksi pada jaring
traktus urinarius
abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan menunjukk
tingkat hidrasi
kapiler, dan membran mukosa
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misaln
pemeriksaan retrograd dapat digunakan unt
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada trak
indikasi urinarius sehingga dapat menjadi dasar unt
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dap
menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal sebag
Pantau nilai BUN dan kreatinin
akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pa
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6.


Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Volume 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta :


Prima Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit,


Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta :
FKUI

Вам также может понравиться