Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB 2

TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

A. GPS DAN JENIS PERANGKAT


GPS atau Global Positioning System adalah suatu sistem navigasi yang berbasis pada
satelit yang tersusun pada suatu jaringan yang berjumlah 24 buah yang terletak pada
garis edar bumi yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Awalnya GPS digunakan untuk kebutuhan militer, tetapi kemudian pada tahun 1980-
an Pemerintah Amerika Serikat memberikan izin untuk penggunaan masyarakat
umum.
Terdapat 3 (tiga) macam jenis GPS, di antaranya:
Geodetic;
Mapping; dan
Navigasi.

Pada GPS Geodetic memiliki sistem penerima (receivers) dual frekwensi yaitu mampu
menangkap 2 signal L1 dan L2 bersamaan. GPS tersebut umumnya digunakan untuk
keperluan survey dengan tingkat akurasi sangat tinggi dan tingkat kesalahan dibawah
centi meter, misalnya kegiatan survey: konstruksi, jalan bebas hambatan, pengeboran,
dan lain sebagainya.

GPS Mapping memiliki frekwensi tunggal (single frequency) yang berfungsi menerima
dan mengumpulkan data-data spatial untuk kemudian dituangkan dalam kegiatan
GIS/SIG (sistem informasi geografis). Tingkat ketelitian GPS ini termasuk medium
(menengah) dengan kesalahan di bawah meter hingga beberapa meter (<10m).
Perangkat ini biasa digunakan untuk kegiatan pemetaan.

GPS Navigasi biasa digunakan oleh sipil. Perangkat ini memiliki kemampuan lebih
rendah dari GPS Mapping karena keterbatasan pada track log maupun penyimpanan
waypoint dan bahkan fasilitas kompas ataupun altimeter tidak ditemui.

B. AKURASI GPS
Kemampuan akurasi maupun kelengkapan fasilitas yang berbeda-beda pada jenis
GPS mengakibatkan harga yang ditempelkan pada perangkat tersebut atas atas
nilainya bisa berbeda dengan selisih yang jauh, dari 1 juta hingga ratusan juta
bahkan milyar.

Pada 2 jenis GPS terakhir (Mapping dan Navigasi), memiliki akurasi semakin baik
pada akhir-akhir ini. Dua hal utama yang mempengaruhi keakuratan GPS adalah
Selective Availability (SA) dan multipath. SA adalah upaya sengaja dari pihak
Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk mengurangi akurasi GPS dalam
rangka melindungi negaranya. Awalnya SA menyebabkan akurasi GPS sebesar 100
meter, artinya posisi obyek berada dalam radius 100 meter dari yang seharusnya.
Beruntunglah pada awal tahun 2000 Pemerintah Amerika Serikat mencabut
kebijaksanaan SA tersebut sehingga akurasi GPS pada umumnya menjadi sekitar 10
meter. Angka ini cukup memadai untuk GPS genggam. Dengan asumsi peta yang
kita tampilkan di layar memiliki skala 1:10.000, maka kesalahan 10 meter di lapangan
hanya setara dengan 0,1 milimeter di layar display GPS, artinya tidak masalah jika
diabaikan (Larry A Wagnet, Kompas, 2 April, 2004).

Keakuratan juga dipengaruhi oleh gangguan yang disebut dengan multipath.


Kesalahan ini terjadi akibat sinyal yang ditangkap oleh antena GPS terpantulkan
terlebih dahulu ke obyek di sekeliling GPS semisal gedung maupun batang pohon.
Artinya, posisi yang terekam oleh antena GPS sebenarnya adalah posisi gedung
atau pohon yang memantulkan sinyal tersebut dan bukannya posisi kita berdiri.
Untuk menghindari hal tersebut, dianjurkan pada saat mengoperasikan GPS
hendaknya memilih lokasi yang relatif terbuka.

Cara lain yang populer untuk aplikasi sipil adalah Differential GPS atau disingkat
DGPS. DGPS menggunakan satu stasiun Bumi penerima sinyal GPS. Karena
stasiun Bumi ini tahu persis lokasi sesungguhnya, ia bisa menghitung seberapa
besar kesalahan informasi GPS pada satu waktu tertentu. Informasi kesalahan ini
dikirimkan oleh stasiun DGPS ke alat penerima DGPS agar bisa membuat koreksi
yang lebih presisi. Beberapa negara memutuskan membangun sistem DGPS
nasional, misalnya, USCG DGPS (United States Coast Guard DGPS) dan WAAS
(Wide Area Augmentation System) di AS, CDGPS (Canada-wide DGPS) dan AMSA
DGPS (Australian Maritime Safety Authority DGPS). DGPS biasanya punya akurasi
sampai 1 meter, tetapi makin jelek jika semakin jauh dari stasiun Bumi DGPS.

C. TITIK KONTROL TANAH (GCP)


Ground Control Point (GCP) atau titik kontrol tanah merupakan objek di permukaan
bumi yang dapat diidentifikasi dan memiliki informasi spasial sesuai dengan sistem
referensi pemetaan. Informasi spasial dalam bentuk koordinat X, Y, Z atau Lintang
Bujur dan ketinggian dari setiap GCP diukur dengan menggunakan GPS geodetik
berketelitian sub-meter. Keperluan GCP yang paling utama adalah proses
georeferensi hasil pengolahan foto sehingga memiliki sistem referensi sesuai dengan
yang dibutuhkan pada hasil pemetaan. GCP ini juga digunakan pada saat data
processing untuk membantu proses koreksi geometri pada mosaic orthophoto,
sehingga akurasi dari peta yang dihasilkan akan tinggi. Secara khusus GCP
berfungsi pula sebagai:
Faktor penentu ketelitian geometris hasil olah foto (ortofoto, DSM, DTM),
semakin teliti GCP maka semakin baik pula ketelitian geometris output
(dengan kaidah-kaidah peletakan GCP yang dipenuhi).
Faktor yang mempermudah proses orientasi relatif antar foto sehingga
keberadaan GCP bisa meningkatkan akurasi geometrik dari peta foto.
Faktor koreksi hasil olah foto yang berupa ball effect atau kesalahan yang
mengakibatkan model 3D akan berbentuk cembung ditengah area yang
diukur.
Faktor yang mempermudah dalam proses penyatuan hasil olah data yang
terpisah, misal olah data area A dan area B dengan lebih cepat dan efektif,
daripada proses penyatuan berdasar seluruh pointcloud (jumlahnya jutaan)
yang akan memakan banyak waktu.

Pada dasarnya, penggunaan GCP bersifat opsional. GCP membantu meningkatkan


akurasi peta yang dihasilkan (hingga 10 cm), sehingga konsekuensi tidak
digunakannya GCP hanyalah akurasi peta yang dihasilkan menjadi rendah (antara
6 12 m). Penggunaan GCP pun diatur sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
yaitu jarak antar GCP maksimal 2,5 kilometer. Pemasangan GCP memakan waktu
cukup lama, dengan kapasitas 6-10 GCP/hari (sesuai kondisi lapangan), yang
dilakukan sebelum proses akuisisi data foto udara dilakukan. Untuk kasus
pembuatan peta topografi, peran GCP cukup penting. Dengan menggunakan GCP,
peta topografi yang dihasilkan dapat memiliki akurasi Z yang tinggi, sehingga kondisi
geografis pada daerah dapat dianalisis dengan tingkat kepercayaan (confidence
level) yang tinggi.

Setiap GCP harus memiliki premark atau tanda agar dapat terlihat pada foto udara.
Premark dapat berupa lingkaran atau tanda silang ( + ) yang memiliki 4 sayap dan
memotong titik kontrol. Premark yang akan dipasang sendiri merupakan marka
berbahan kain berwarna oranye dengan ukuran minimum premark di foto udara
adalah panjang 10 piksel dan lebar 3 piksel untuk masing masing sayap premark.
Ukuran premark sebenarnya di lapangan menyesuaikan nilai resolusi tanah
pemotretan udara atau sekitar 100 x 40 cm. Kain tersebut dipasang sesuai arah mata
angin.
Koordinat titik-titik kontrol akan diukur menggunakan GPS Geodetik dengan sistem
RTK. Sistem RTK (Real-Time Kinematic) adalah suatu akronim yang sudah umum
digunakan untuk sistem penentuan posisi real-time secara diferensial menggunakan
data fase. Untuk merealisasikan tuntutan real-time, stasiun referensi harus
mengirimkan data fase dan pseudorange ke pengguna secara real-time
menggunakan sistem komunikasi data tertentu. Seluruh GCP diikatkan pada satu
Benchmark milik Badan Informasi Geospasial (BIG) yang terletak di sekitar area,
sebagai base lokal. Dengan menggunakan metode ini, peta yang dihasilkan akan
sesuai dengan standar pemetaan, serta memiliki referensi koordinat global.

D. KOREKSI GEOMETRIK

Data hasil rekaman sensor pada satelit maupun pesawat terbang merupakan
representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak beraturan. Meskipun
kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang direkam sesungguhnya
mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi
dan/atau oleh sensor itu sendiri.

Rektifikasi adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid
menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra
output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang
digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling
adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem
grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya.

1. Proyeksi Peta

Sebelum melakukan koreksi geometrik, analis harus memahami terlebih dahulu


tentang sistem proyeksi peta. Pada prinsipnya sistem proyeksi berpijak pada 3
(tiga) kaidah yaitu mempertahankan jarak, sudut dan luas (equal distance, aqual
angle, aqual area). Untuk menyajikan posisi planimetris ada sejumlah sistem
proyeksi. Untuk di Indonesia, sistem

2. Registrasi

3. Georeferensi dan Rektifikasi

4. Georeferensi Citra Raster dengan Titik-titik Pojok (Corner)

5. Georeferensi Citra dengan Titif Referensi (Tie Point)

6. Georeferensi Citra dengan Citra Lain yang Telah Terkoreksi

7. Titik Kontrol Lapangan (Ground Control Point)


8. Perlunya Rektifikasi

9. Tahap-tahap Rektifikasi

Вам также может понравиться