Вы находитесь на странице: 1из 2

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien, R, 8 tahun, laki-laki, datang ke ruang operasi untuk menjalani


operasi appendectomy pada tanggal 9 Agustus 2017 dengan diagnosis appendicitis
perforasi.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri perut kanan bawah sejak 12
jam SMRS. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun alergi makanan,
riwayat asma dan riwayat operasi sebelumnya,
Pemeriksaan fisik tanda vital didapatkan, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
129x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 37,8oC. Pada pemeriksaan mulut didapatkan
mukosa bibir pucat (-), sianosis (-), atrofi papil lidah (-), buka mulut 3 jari, gigi
goyang (-), ompong (-), gigi palsu (-), Malapati I. Pemeriksaan faring/tonsil:
Arkus faring simetris, uvula ditengah, palatum mole (+), tonsil T1 T1, hiperemis
(-), detritus (-), kripta tidak melebar, tidak mudah berdarah. Pemeriksaan jantung,
paru, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
Dari pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 8
Agustus 2017, Hb : 10,3 g/dL, Leukosit : 25.460 /mm3, Eritrosit 4,38 juta/mm3,
Trombosit : 597.000 /mm3, Ht 30,8%, DC 0,1/0,4/72,9/13,9/12,7.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien ini dengan ASA 1.

Persiapan operasi:
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan
puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau
muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-
obat anastesi.

Tindakan Anestesi
Operasi appendectomy pada tanggal 9 Agustus 2017. Pasien dikirim dari
bangsal ke ruang IBS. Pasien masuk ke ruang OK 3 pada pukul 15.30 WIB

35
dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 111/73 mmHg; Nadi
113x/menit, dan SpO2 99%.
Dilakukan pemberian premedikasi dengan ondansentron 2 mg yang
merupakan golongan obat antagonis serotonin, bekerja dengan menghambat
neurotransmiter serotonin di gastrointestinal dan sistem saraf pusat yang
menyebabkan mual muntah pasca operasi. Dilakukan pemberian analgetik
fentanyl 50 mcg dengan tujuan mengurangi nyeri pada saat intraoperatif.
Selanjutnya pasien ini diberikan propofol dengan dosis 2-2,5 mg/kgBB, diberikan
100 mg untuk memberikan efek induksi dengan mekanisme kerja menghambat
neurotransmiter GABA. Diberikan atracurium 25 mg sebagai pelumpuh otot dan
setelah 3 menit dilakukan intubasi menggunakan ETT ukuran 6,5.
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada
mesin anestesi yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 2 vol%
dengan oksigen dari mesin ke jalan napas pasien menggunakan sungkup untuk
anestesi pemeliharaan. Penggunaan sevofluran dipilih karena sevofluran
mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas
lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga
digemari untuk induksi anestesi dibanding gas lain seperti isoflurane atau halotan.
Efek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan aritmia.
Menjelang selesai operasi, pasien mulai bernapas spontan, kemudian
diberikan sulfas atropin dan neostigmin 1:1 yang bertujuan sebagai penawar
pelumpuh otot yang bekerja pada sambungan saraf otot mencegah asetilkolin
esterase bekerja sehingga asetilkolin dapat bekerja yang menyebabkan respon
saraf simpatis.
Post operatif dilakukan observasi tanda-tanda vital 1 jam di ruang
pemulihan dan 24 jam di ruangan, evaluasi nyeri secara berkala dengan skala NRS
target = 0, diberikan analgetik berupa tramadol 200 mg dan ketorolac 30 mg, jika
mual muntah diberikan ondansentron 8 mg intravena jika perlu 2 ampul,
mobilisasi bertahap, makan minum langsung di ruangan, jika sakit kepala saat
duduk atau berdiri dan hilang saat berbaring tatalaksana tirah baring.

36

Вам также может понравиться