Вы находитесь на странице: 1из 68

Sumber : P.H.

van der Kemp, Javas Landelijk Stelsel (s Gravenhage, 1916,


Martinus Nijhoff)

Bagian 2
(128) Menurut memori tanggal 14 Juni 1813, Raffles menghendaki bagi tanaman di
luar Priangan:agar semua tanaman yang tumbuh dan berbuah dirawat dengan cermat;
tetapi selain itu tanpa mendorong pembukaan kebun baru. Dari situ dia
menginginkan untuk bisa tidak melakukan pengeluaran keuangan lagi dari pihak
pemerintah di Cirebon dan distrik-distrik timur, dan tanaman kopi disewakan bersama
dengan tanah-tanah lain untuk jangka waktu tiga tahun; ekspor kopi bebas oleh orang
swasta akan diperkenankan dengan tujuan untuk mencegah pengabaian tanaman kopi;
sementara pemerintah untuk sementara akan menerima produk itu; yang harus dibawa
ke gudang-gudangnya dengan harga yang tidak boleh melebihi harga yang dibayarkan
di kabupaten, yakni tiga dollar Spanyol per pikul (pikul 125 pon; saya mengingatkan
hal ini karena dalam memori tanggal 11 Juli 1817 yang disebutkan di halaman 13-14
dari Dewan Keuangan dibicarakan tentang pembibitan kopi pada umumnya dan dengan
demikian bukan hanya di Priangan, dan dalam hal ini perlu dicatat:Tetapi apakah kita
bisa meragukan bahwa prioritas ini, demi kepentingan komoditi Eropa, akan diperoleh
sementara pemerintah dalam penyetoran wajib hanya membayar tiga real Spanyol,
dalam membayar sepikul kopi gunung dengan berat 225 pon, dan kalangan pedagang
menawarkan harga dari 9 sampai 11 real Spanyol untuk sepikul 125 pon kopi? Dengan
pertanyaan ini, perlu diperhatikan kata-kata dalam penyetoran wajib, seperti yang
dipertahankan bagi Priangan; di tempat lain Raffles menyatakan tanaman ini bebas dan
di sana disebutkan 3 dollar Spanyol per pikul 125 pon). Lihatlah di sini apa yang
kemudian dalam sebuah laporan lebih lanjut yang saya kutip tanggal 16 Desember 1818
nomor 11 dari Inspeksi LL disampaikan tentang kondisi bagaimana Komisaris Jenderal
menjumpai tanaman ini.
(129) Kebun-kebun kopi yang kita maksudkan, sebagian besar dibuka pada
tahun 1809-1810 dan 1810-1811; penanaman pertama yang dilakukan di bawah
Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1808-1809 jauh kurang berkualitas
dibandingkan tahun-tahun yang disebutkan di atas. Pada akhir tahun 1811 koloni ini
beralih ke tangan Inggris; sejak saat itu tidak ada lagi penanaman yang dilakukan.
Dalam tiga tahun pertama pemerintahan ini, orang tidak mengambil tindakan
lebih lanjut terhadap tanaman kopi kecuali melakukan pemangkasan dan penebangan
pohon kopi dan terhadap hal itu pemerintah bukan hanya tidak melawan, melainkan
juga seperti yang terjadi di Cirebon di mana jutaan pohon ditemukan dibandingkan
ratusan ribu sekarang ini, orang mendorong pembabatanya (tentang penebangan pohon
kopi di bawah pemerintahan Raffles, juga pada saat yang sama dilaporkan oleh residen
Meylan dari Tegal. Kasus pembabatan ini menjadi agenda tuduhan Gillespie terhadap
Raffles. Raffles membantahnya. Dalam tulisan Deventer diragukan tentang kenyataan
pengumuman perintah itu oleh Raffles. Kita bisa menduga bahwa kesalahan itu terletak
dalam komisi).
Dalam tiga tahun pertama sebuah kebun kopi menuntut banyak perawatan;
perawatan ini sekarang tidak dialami oleh kebun lain, setidaknya sebagian. Sejak koloni
ini jatuh ke tangan penguasa lain, sampai tahun 1814 orang mengabaikan perawatannya.
Pada tahun itu orang mulai menyewakan kebun-kebun kopi ini dan saat itu para
penyewanya harus membayar biaya perawatan ini, seperti halnya wajib untuk
menanggung denda atas pohon-pohon yang mati. Tetapi semua ini tidak bisa dipenuhi
dengan alas an penyewanya hanya menyewanya selama setahun dan dengan demikian
tidak ada keuntungan denda yang bisa ditanggung olehnya. Sementara itu sehubungan
dengan perawatan tidak ada pekerjaan lain yang dilakukan oleh penyewa kecuali
memerintahkan mereka untuk mengumpulkan buah pohon. Dengan penyemaian ini
kesulitan dimulai sehingga pohon terbaik tidak hanya kehilangan buah, tetapi dengan
pembongkaran dan pembabatan ranting dan mahkotanya, juga mengalami kehidupan
merana. Orang masih bisa menambahkan ini dan kenyataan semua ini bahwa selama
penerapan system baru itu orang hanya orang hanya menemukan pohon yang
terabaikan dan merana, sehingga orang tidak memiliki pohon kopi lain selain apa yang
terabaikan, terutama sisa-sisa pohon yang merana, yang termuda mencapai usia delapan
tahun. Jadi jika pemerintah tidak mengambil tindakan demikian, maka dalam waktu
beberapa tahun tidak ada kebun kopi yang dijumpai lagi, karena system itu sekarang
bekerja.
Tentang tindakan ini berikut ini diperhatikan. Persoalan tanaman kopi di
samping pajak tanah, menjadi agenda utama pemeriksaan Komisaris Jenderal dalam
perjalanan ke Jawa. Mereka meninjau dua cabang penghasilan ini sebagai saling terikat,
sehingga dasar harus diletakkan; kebebasan bekerja dan penguasaan atas sebagian
hasilnya sebagai sewa. Elout menulis kepada Menteri tanggal 27 September 1819,Di
daerah-daerah di mana system sewa tanah diterapkan, tanaman kopi wajib harus
dihindari; ini tidak perlu ditekankan dan dengan demikian setelah pemulihan
pemerintahan Belanda, tidak dipertimbangkan untuk menerapkannya kembali.
Komisaris Jenderal juga tetap mengikuti langkah Raffles, juga mendukung persewaan
kebun-kebun kopi. Ini merupakan suatu komedi; mungkin tidak di bawah pemerintahan
Inggris ketika tanaman itu tidak diperhatikan, tetapi seperti yang harus ditegaskan jika
pemulihan menuntutnya, agar tidak boleh main-main. Ada kemungkinan bahwa para
residen tidak melihat perbedaan ini secara jelas; juga tidak tertutup kemungkinan bahwa
mereka tidak segan mengungkapkan kebenaran (menurut laporan De Salis tanggal 12
September 1816 usulan dalam tulisan Raffles, Mac Quoid dan Crawfurd, agar orang
Jawa menentang tanaman kopi, memiliki kebenaran). Mereka sangat memahami
rencana pemerintah dan juga memiliki waktu yang panjang untuk mempertimbangkan
keseriusan perkara itu.
Karesidenan pertama yang dikunjungi oleh Komisaris Jenderal setelah Priangan
dan tempat penerapan arah baru ini adalah Cirebon. Residen telah mengajukan sebuah
laporan yang terdiri atas seratus halaman. Sebuah keputusan (131) tanggal 31 Juli 1817
nomor 12 bertolak dari pembicaraan tentang agenda yang dibahas; pasal kelima dari 11
pasal menghendaki secepatnya sebuah nasehat tentang cara paling menguntungkan
dan paling cocok untuk menyewakan kebun kopi, seperti halnya tentang sarana
perawatan kebun kopi yang ada dan bagi penanaman tanaman baru. Residen
menanggapinya dengan surat tanggal 14 Oktober 1817 nomor 31; keputusan tanggal 25
bulan itu nomor 10 sebaliknya membahas perkara tersebut. Kepala pemerintahan
Pekalongan didengar pendapatnya melalui surat tanggal 13 Agustus 1817 nomor 616,
yang mengajukan sebuah usulan tentang kondisi saat kebun kopi bisa disewakan
dengan keuntungan terbesar bagi Negara sebagai akibatnya, ditambahkan dalam daftar
kebun kopi. Juga residen Semarang dan deputi inspektur perkebunan kopi , demikian
C. von Winkelman, dalam surat tanggal 15 Agustus 1817 nomor 80 mengirimkan
sebagai berikut:konsep kondisi untuk bisa memborongkan kebun-kebun di karesidenan
itu, sebuah surat yang diikuti dengan suratnya tanggal 25 Agustus 1817 nomor 85;
memuat sebuah usul baru tentang pemborongan tersebut, ditambahkan sebuah daftar
dari semua kebun kopi yang ada di karesidenan ini.
Komisaris Jenderal mengesampingkan usul-usul itu untuk semenara waktu,
dengan pertimbangan menurut keputusan tertanggal Yogya 28 Agustus 1817 nomor 8
agar sebelum membuat keputusan tentang persewaan kebun-kebun kopi, perlu meminta
pertimbangan para residen di bagian timur Jawa, di mana dalam perjalanan ini
kesempatan ke sana terbuka, tetapi sementara itu dalam waktu singkat persewaan harus
dilakukan, yang menuntut agar juga tanpa ditunda nasehat ketua dan Dewan Keuangan
tentang hal ini perlu diminta (132). Sebagai akibatnya kepada lembaga ini berkas-berkas
dikirimkan, yakni seperti bunyi laporan yang disampaikan, rancangan untuk
menyewakan kebun-kebun kopi oleh residen Pekalongan dan Semarang serta Inspektur
Jenderal atas kebun kopi; Komisaris Jenderal meminta dewan itu dalam waktu 14 hari
agar mengajukan laporan yang ditindaklanjuti dalam berkas panjang lebar tanggal 4
September 1817 nomor 4a (berkas-berkas Pekalongan dan Semarang seperti juga surat
Dewan dalam bundle Elout nomor 48. Nasehat Dewan ditemukan orang dicetak dalam
karya Deventer. Tentang ini penulis juga mencatat bahwa dewan mempertimbangkan
empat rancangan yang berbeda
1. Penyerahan wajib kepada pemerintah dengan upah tanaman yang ditetapkan
paling rendah, yang ternyata diberlakukan sejak tahun 1832;
2. Penggarapan kebun dan penanaman dalam sewa harian bagi tanggungan
pemerintah, yang diusulkan oleh seorang anggota komisi Negara yang belum
lama ini dibubarkan; bahwa belum lama ini berkaitan dengan masa kerja penulis
3. Penyetoran kepada pemerintah terhadap harga yang adil, dengan menyerahkan
tanaman sesuai pilihan penduduk yang diusulkan oleh mayoritas anggota komisi
4. Pelepasan sebuha kebun yang ada kepada orang pribumi asalkan tunduk pada
pajak tanah dalam hasil humid an pada kewajiban tertentu tentang tanaman.
Dewan memerintahkan system terakhir ini, juga terutama diterima oleh Komisaris
Jenderal pada tahun 1817). Nasehat ini sepenuhnya diikuti oleh Komisaris Jenderal
dalam keputusan tanggal 7 November yang disebutkan di halaman 133. Selama
mempertimbangkan tentang itu, persewaan kebun yang berlangsung di bawah
pemerintahan Inggris berlangsung, seperti yang diingatkan oleh residen Pekalongan
dalam suratnya tanggal 26 September 1817 nomor 660 yang berbunyi:bahwa tahun
sewa 1816-1817 berakhir tanggal 30 September, dan biasanya persewaan dimulai sejak
1 Oktober, yang mencari dukungan tentang apakah disewakan atau tidak atas dasar yang
lama; dan selanjutnya dinyatakan bahwa semakin lama pelepasan kebun kopi bisa
ditunda dengan cara lain, semakin banyak musim baik untuk membersihkan kopi dari
belukar dan tanah untuk mengganti pohon yang mati atau penanaman pohon baru
semakin memungkinkan (keputusan tanggal 1 Oktober 1817 nomor 12 dilampirkan
pada surat ini). Sejauh mana ini menimbulkan dampak merugikan pada hasil penelitian
terhadap kebenaran tanaman kopi bebas, saya tidak bisa mengatakannya.

(166) Bagian 3
Seperti yang saya sampaikan, Karesidenan Cirebon tidak disebutkan secara khusus
dalam peraturan tahun 1817; dank arena memang diduga bahwa mereka bisa bekerja
sepenuhnya. Tetapi inspeksi tiba, masih menemukan hal khusus dari aturan-aturan yang
berasal dari pemerintahan sementara, juga sehubungan dengan penyewan kebun
maupun penjualan dan ekspor kopi (167); mereka diijinkan untuk tidak membiarkan
pemerintah menderita kerugian besar dengan impor gelap produk itu dari Priangan, di
mana lebih sedikit pembayaran yang dilakukan. Sebagai akibatnya pemerintah Inggris
melarang perdagangan bebas bagi Karesidenan Cirebon.
Betapa diperlukannya juga menurut pendapat orang, keputusan tahun 1817 juga
diberlakukan pada penduduk Cirebon tanpa terkecuali, inspeksi mengakui bahw kondisi
local setidaknya untuk sementara menutut aturan khusus agar pemerintah tidak selalu
menderita kerugian besar. Tetapi tampaknya mereka melihat untuk menyebutkan
tindakan dengan kata-kata tegas yang berasal dari daftar Kompeni di Priangan di mana
kebebasan Karesidenan Cirebon yang berbatasan secepatnya harus dikurangi. Dengan
ini kami mendapatkan catatan penting dalam surat Inspeksi kepada Komisaris Jenderal
tanggal 8 Maret 1818 nomor 1. Mereka lalai, jika orang tidak salah, menyuruh tindakan
khusus, bahwa mereka menjumpai aturan-aturan dari pemerintah Inggris yang
berlawanan langsung dengan system penghasilan tanah yang dipngut dan dengan
prinsip perdagangan dan penanaman bebas, yang diumumkan oleh pemerintah Inggris
dalam penerapan system ini. Sebaliknya setiap tindakan yang tidak menyimpang dari
prinsip dan dengan lebih sedikit tekanan bagi penduduk, pasti membawa dampak besar
bagi penduduk Cirebon dan tujuan utama untuk mendorong tanaman kopi, juga di
wilayah ini akan tercapai. Atas dasar itu, Inspeksi mengusulkan untuk melaksanakan
resolusi tanggal 7 November 1817 tanpa ditunda lagi juga di Cirebon.
Tetapi ini pasti terjadi dalam aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemerintah
Inggris, sehingga resolusi itu tidak dapat dilaksanakan (168). Keputusan tanggal 9
Maret 1818 nomor 3, Lembaran Negara nomor 15, sesuai dengan usul-usul itu, toh
menetapkan bahwa tanpa ditunda lagi dan dengan sangat cepat keputusan tanggal 7
November 1817 diberlakukan tetapi dengan batasan-batasan sementara berikut ini
(tampaknya karya van Deventer lupa bahwa keputusan itu diundangkan dalam
Lembaran Negara 1818 nomor 15 dengan pertimbangan lengkap. Dengan ini alas an
dihilangkan untuk mencantumkannya dalam lampiran LI; kemudian juga tidak perlu
dirujuk pada Lembaran Negara)
1. Para petani yang ingin menyetorkan sewa kopi dalam bentuk hasiol bumi harus
membawa produknya ke gudang-gudang kopi Negara di Cirebon, di mana
kepada mereka dibayarkan upah pengangkutan terhitung menurut jarak dari
tempat di mana kopi itu diangkut
2. Panen yang hasilnya dimiliki oleh petani dan yang akan mereka serahkan
kepada pembeli, seperti juga kopi tanam wajib tetapi mereka akan menyetorkan
uang, dengan tujuan juga untuk penguasaan produk itu bagi pembeli, tidak bisa
dijual di desa karena penyetoran hanya akan terjadi jika produk itu dibaga ke
gudang Negara di Cirebon,yang kopinya selain penguasaannya tidak ditentukan
demikian, segera bisa diangkut dari sana, harus ditimbun; tetapi jika segera
diekspor, kopi ini akan ditimbang di sana dan diserahkankepada pengangkut
atau pembelinya.
3. Dalam penyetoran kepada pemerintah, petani bukan hanya menerima
pembayaran yang dimaksud dalam keputusan kopi tahun 1817, tetapi selain itu
upah pengangkutan dihitung menurut jarak pengangkutan dari tempat kopi
berasal.
4. Selain itu, para petani bebas dan semaunya bertindak dengan produknya, asalkan
pengambilan kopi dilakukan dalam waktu empat bulan, setelah diterima di
gudang-gudang Negara, dan segera diangkut melalui keputusan. Jika orang lalai,
maka produk ini akan dimiliki pemerintah (169) tetapi dengan pembayaran yang
ditetapkan dalam pasal 3
5. Produk ini sebaliknya ditimbun di gudang-gudang Negara dengan 102 kati per
pikul, bukan 100 kati; selisih 2 kati yang muncul dari situ per pikul akan
disisihkan demi kepentingan Negara untuk kebocoran, menutup biaya
administrasi dan biaya lain di gudang.
6. Kepada inspeksi diperintahkan untuk mengambil tindakan bersama dengan
kesepakatan residen Cirebon di satu sisi, untuk memastikan pelaksanaan aturan-
aturan yang dibuat, dan di sisi lain sejauh mungkin mencegah semua hambatan,
yang bisa muncul dari aplikasinya bagi penduduk.
Dalam laporan kopi tanggal 16 Desember 1818 Inspeksi melontarkan keraguannya
tentang dipertahankannya aturan-aturan di atas. Mereka menduga bahwa sehubungan
dengan produksi, statistic tanaman bisa lebih terlengkapi; agar jumlahnya bisa
dibandingkan dengan apa yang dihasilkan pohon kopi di Cirebon, di mana harus
ditemukan apakah dengan istilah itu kopi yang ditanam di Cirebon bukan merupakan
buah kopi yang diangkut dari Priangan sebagai tempat asalnya. Dalam keputusan
tanggal 5 Januari 1819 nomor 18, sebagai akibatnya residen menerima peringatan: juga
kepala pemerintah daerah Priangan menerima dorongan dengan perintah sekaligus
untuk memberitahu bupati Sumedang bahwa Komisaris Jenderal sangat mengharapkan
kerajinan dan kesetiaannya di bidang ini.
Prinsip dasar persyaratan persewaan menurut aturan tanggal 7 November 1817,
adalah bahwa kebun dibagi menjadi kebun baik, sedang dan buruk, di mana penyewa
harus menyetorkan , 2/5 atau 1/3 dari tanaman (170), per 100 pohon seberat 40, 20
dan 9 kati; kopi pagar dan kopi lain yang ditemukan di luar kebun rutin, menurut pasal
21 penutup, sehubungan dengan ketentuan uang borongan, akan disamakan dengan
jenis pohon kedua. Dalam surat dinas tertanggal Semarang 31 Mei 1818 nomor 18, Van
Lawick menunjukkan kondisi khusus kepada Komisaris Jenderal di beberapa daerah
Pasuruan. Distrik Malang dan distrik Antang yang berada di bawahnya kini menurutnya
menyetorkan 6-8 ribu pikul kopi, di mana hanya atau 1/3 yang berasal dari kebun
teartur; lainnya adalah kopi hutan, sehingga andil pemerintah dalam hasil pohon ini
sangat sulit dihitung menurut ukuran keputusan tersebut. Oleh karenanya dia
mengusulkan untuk jangan membagi pohon itu di distrik dalam beberapa klas, tetapi
semua yang ditemukan di kebun dikelompokkan dalam jenis kedua, dan juga sesuai
pasal 21 menyisihkan 2/5 dari produk itu; selanjutnya orang tidak melakukan
pemungutan lain sesuai jumlah yang dihitung, tetapi menurut hasil yang sebenarnya.
Dengan maksud untuk memastikannya, harus ditegaskan bahwa tidak ada kopi yang
bisa diangkut dari distrik tersebut, tanpa ditimbang di gudang Negara pertama-tama
yang harus dibangun bagi tujuan itu. Selanjutnya pengangkut di sana perlu mengajukan
bukti nyata yang menyebutkan jumlah yang diangkut, serta jumlah hewan
pengangkutnya. Bukti ini tidak lebih dari dua kali perlu ditegaskan nilainya. Juga
ekspor hanya bisa dilakukan melalui dua atau tiga jalan tertentu dengan resiko disita. Di
jalan-jalan ini, di sepanjang perbatasan distrik tersebut rumah jaga dibangun yang
menunjukkan bukti dan jumlah yang diangkut jika perlu bisa ditegaskan lewat
penimbangan. Pelapor memberitakan bahwa dia dalam hal ini telah mengikuti sebagian
besar, yang ditetapkan oleh pemerintah bagi Cirebon (171). Untuk bisa membuat usulan
yang lebih tepat sehubungan dengan Malang dan Antang, dia terutama sebelumnya
harus yakin apakah penduduk distrik ini memiliki keberatan terhadapnya, dan bukan
hanya ini tidak terjadi, tetapi apakah mereka puas dengan ketentuan ini, yang saya
janjikan kepada mereka untuk disetorkan kepada Paduka. Sementara itu dia harus terus
bekerja sepanjang tahun ini.
Ajudan Van Lawick saat itu berada di Jawa Barat. Kepadanya diserahkan surat
oleh Komisaris Jenderal yang memuat nasehatnya, tertanggal Batavia 14 Juli 1818. Dia
berkat bisa menyetujui apa yang diperintahkan oleh Van Lawick, tetapi
mengikutinya:Kemudian aturan-aturan ini menurut pendapat saya memuiat
penyimpangan dari system yang diterapkan tentang persewaan kebun kopi, yang saya
anggap kurang sesuai untuk juga bisa diterima selanjutnya sebagai lembaga yang
mahal; karena menurut tindakan ini hasil tanah itu akan dibebani, sementara dalam
system pajak tanah yang diberlakukan maupun dalam system yang diterima tentang
persewaan kebun kopi, pajak atas produk tanah yang dicangkok harus ditegaskan, dan
saya dalam semua kasus ketika kebutuhan diakui untuk menyimpang dari prinsip beban
tanah ini, akan dianggap lebih sesuai untuk menyerahkan pengelolaan kebun kopi
seperti atas dasar lama, atau menetapkan tindakan khusus untuk itu, tanpa menerapkan
system baru ketika tidak bisa berjalan sepenuhnya. Penulis menutup dengan usul-usul
1. Menyetujui tindakan yang diambil
2. Menyerahkan tindakan demikian setelah penelitian local yang baru apabila
dianggap cocok untuk menerapkan keputusan tanggal 7 November 1817 nomor
17 juga di distrik-distrik Karesidenan Pekalongan yang dimaksudkan di atas
dengan cara rutin dan cermat.
Hasilnya adalah keputusan tanggal 17 Juli 1818 nomor 8. Dengan persetujuan atas apa
yang dilakukan oleh Van Lawick, inspeksi diberi kewenangan untuk menerapkan
tindakan yang diperintahkan olehnya tanpa ditunda lagi melalui kesepakatan dengan
residen Pasuruan dan dengan perintah lebih lanjut suap untuk menerima materi baru
atas pertimbangan yang ada dan setelah penelitian local lebih lanjut mengusulkan
tindakan demikian kepada Komisaris Jenderal, yang dianggapnya cocok untuk
memberlakukan keputusan tanggal 7 November 1817 nomor 17, juga di distrik-distrik
Karesidenan Pasuruan tersebut dengan cara yang teratur dan cermat.
Penelitian yang dilakukan saat itu tidak membawa hasil yang memuaskan,
seperti yang diuraikan oleh inspeksi dalam laporan kopi tanggal 16 November 1818
seperti yang disebutkan di atas. Komisaris Jenderal di sini segera mengadakan
pertemuan dengan inspeksi. Mereka mencapai keputusan seperti yang dimuat dalam
peraturan Komisaris Jenderal tanggal 3 Januari 1819 nomor 2, Lembaran Negara nomor
2, bahwa di distrik Malang dan Antang, meskipun ada tindakan yang diusulkan dan
diterapkan oleh Van Lawick, masih sebagian besar kopi yang dipetik diselundupkan dan
tanpa membayar sewa tanah yang dibebankan, dikerjakan. Satu-satunya sarana yang
cocok untuk melaksanakan system kopi sepenuhnya, adalah menuntut pembukaan hutan
di mana kopi sekarang in tumbuh liar dalam kebun-kebun teratur. Sambil
menunggunya, sebaliknya tindakan khusus diambil:untuk memastikan kepada Negara,
dinikmatinya keuntungan sah yang berasal dari sana, tetapi dengan sedikit hambatan
bagi dampak-dampak yang dimaksudkan oleh system ini bagi penduduk. Komisaris
Jenderal menyatakan tetap bertahan pada keputusan tanggal 17 Juli 1818 nomor 18,
sehubungan dengan penerapan system kopi yang ditetapkan pada tanggal 7 November
1817; tetapi pada saat yang sama mereka berkata akan menciptakan perubahan berikut
ini, yakni tanpa harus bersikeras:
a. Tidak ada pengangkutan kopi yang diijinkan di kedua distrik sepanjang jalan
raya dan jalan biasa, yang mengarah ke gudang-gudang tempat kopi ditimbang,
disertorkan dan pembayaran dipenuhi.
b. Kopi yang diperoleh di luar jalan itu, dinyatakan akan disita
c. Pembarayan upah bagi pemetiknya
d. Untuk lebih mudah mencegah penyelundupan kopi, residen diberi kewenangan
untuk membayar uang muka atas dua pertiga bagian dari nilai yang uang
sewanya ditetapkan selama tahun ini kepada para penggarap kebun kopi yang
dipilihnya, dan dengan perhatian yang dibutuhkan agar para penerima uang ini
menyetorkan kopi yang ditanggungnya kepada Negara
e. Residen harus mengumumkan keputusan di kedua distrik itu dengan cara yang
pasti, sesuai dan bisa dipahami.

(175) Bagian 5
Saya ingin mencurahkan bagian ini bagi kondisi khusus tanaman kopi di Priangan, yang
telah begitu banyak dibahas oleh dr. F. de Haan dengan beberapa lembaran penting
tentang masa lalu Kompeni. Tetapi sebelum membahas masalah ini (176), kejelasan
gambaran dikaitkan dengan perubahan penting yang dilakukan oleh Komisaris Jenderal
sehubungan dengan pembagian karesidenan yang menyangkut status Krawang.
Pada masa Kompeni, Krawang termasuk Karesidenan Priangan, tetapi oleh
Daendels dalam keputusan tanggal 2 Maret 1811 bagian yang terletak di utara, dengan
distrik Ciasem dan Pamanukan dipisahkan dari Priangan dan dijadikan sebuah wilayah
tersendiri, dengan penambahan distrik dari daerah landdrost Cirebon, yang terletak di
tepi Cimanuk. Tetapi pemerintah Inggris menganggap status ini setelah penjualan
sebagian tanah-tanah Krawang pada tahun 1813 tidak perlu, sehingga wilayah ini
kembali digabungkan dengan Priangan. Sebagian daerah Krawang sementara itu tetap
menjadi tanah pemerintah. Di Indramayu, Komisaris Jenderal dengan penerimaan
pemerintahan 9ini mengangkat sebagai asisten residen sekaligus kepala gudang kopi
dan kolektur cukai duane Tuan Martheze, yang selama kondisi sulit akibat kerusuhan
Krawang tahun 1816, bertugas di sana. Pada awal tahun 1817 dia dianugerahi promosi
menjadi residen Menado. Kira-kira pada saat yang sama, yakni dengan surat tanggal 2
Februari 1817 nomor 28, residen Priangan yang membawahi Krawang, menyerahkan
gambaran kepada Komisaris Jenderal untuk tidak lagi menempatkan fungsi kepala
gudang kopi dan kolektur duane pada jabatan asisten residen di Indramayu, di mana
asisten residen lebih siap untuk menegakkan keamanannya di tanah-tanah ini (177).
Sementara Martheze dengan segan harus berangkat ke tempat penugasannya yang baru,
Komisaris Jenderal sebagai akibat usul pemisahan ini menulis surat melalui keputusan
tanggal 7 Februari 1817 nomor 18 kepada Von Motman untuk memangku jabatan
sementara yang ditinggalkan oleh keberangkatan tuan Martheze, sampai seseorang
dianggapnya cocok menggantikannya. Residen setelah itu mengirimkan penilik kebun
kopi di Cianjur G. Vriese ke Indramayu; dengan jabatan penilik ini, di sana dia
menyerahkan kepada asisten residennya Van de Poel. Residen memberitahu pemerintah
dalam surat tanggal 10 Februari 1817 nomor 27. Tuan Vriese ini telah mengabdi di
bawah pemerintah Inggris dan menjadi seorang yang cakap. Tampaknya orang harus
memperhitungkannya, ketika saat itu dia menerima masalah tetapi yang tidak saya
ketahui (lihat keputusan tanggal 14 Februari 1817 nomor 18). Pemangkuan jabatan ini
belangsung lebih lama daripada yang diduga oleh residen. Dalam surat tanggal 10 April
1817 nomor 31 dia menunjukkan keberatannya kepada pemerintah; dia mengusulkan
untuk mengangkat Vriese menjadi asisten residen di Indramayu; seperti juga menjadi
penilik kopi di Cianjur juru tulis Fisscher, sehingga Van de Poel kembali diangkat pada
aktivitas serupa sebagai asisten residen di ibukota.
Juga komisi yang diangkat oleh pemerintah untuk menyelidiki sebab-sebab
kerusuhan tahun 1816 mengungkapkan dalam laporannya tanggal 7 Maret 1817 dalam
hal ini. Mereka mengusulkan agar di Indramayu seorang asisten residen tidak akan
diserahi dengan jabatan tambahan itu. Tetapi selain itu sesuai dengan keinginan residen
Von Motman, mereka menghendaki adanya seorang asisten residen di tanah pemerintah
di Krawang bukan hanya diperlukan bagi orang pribumi tetapi juga sangat
diperlukan; juga karena di sekitar Ciasem dan Pamanukan, maupun di Indramayu
kapal-kapal swasta membawa muatan, beberapa saat lalu seorang residen ditempatkan
di sana.
Komisaris Jenderal mengikuti nasehat ini, ketika mereka dalam perjalanannya
ke Jawa singgah di Sumedang. Dalam keputusan tanggal 28 Juli 1817 nomor 3, mereka
mempertimbangkan bahwa dari laporan komisi yang diangkat untuk menyelidiki
kerusuhan di daerah Krawang, terbukti bahwa bagi administrasi keamanan yang baik di
tanah-tanah ini, diperlukan seorang asisten residen tinggal di tempat yang dianggap
lebih cocok daripada Indramayu untuk melakukan pengawasan.
Sebagai akibatnya ditetapkan:
a. Kepada fungsi asisten residen di Indramayu tidak lagi disatukan dengan jabatan
kepala gudang kopi dan penerima pajak duane
b. Seorang asisten residen akan ditempatkan di Ciasem, di mana dengan gaji
bulanan f 330 akan diangkat Tuan Vriese
c. Kepada kepala gudang di Indramayu, H. de Groot, untuk sementara diserahi
aktivitas kepala gudang kopi dan penerima duane
d. Tentang gajinya, pemikiran residen lebih lanjut akan diminta
e. Sebagai penilik kopi di Cianjur, sebagai pengganti G. Vriese, akan diangkat
F.W.B. Fisscher
Bersama keputusan ini (179) dua keberatan diajukan, pertama karena mereka
kehilangan penghasilan tambahannya, dan kedua karena dia memperolehnya.
Vriese menganggap dirinya direndahkan; dia menyediakan jabatan residen bagi
orang yang telah memberinya suap dan menuntut kepada pemerintah terhadap
pemindahanya seperti juga terhadap kehilangan jabatannya sebagai kepala gudang kopi.
Dia meminta penjelasan kata-kata dalam keputusan tanggal 10 September 1817 nomor
15:Dalam jabatannya sebagai asisten residen-kepala gudang kopi diteruskan sampai
dia bisa mendengarnya secara lisan, menghendaki keputusan hokum karena
penghinaan yang dilakukan terhadap dirinya oleh residen yang menjabat di Priangan,
seperti bunyi keputusan tanggal 1 Oktober 1817 nomor 22. Von Motman yang
mengadukan tentang pengangkatan terlalu cepat menjadi asisten residen, toh bersyukur
merasa sangat terhormat ketika dia menerima pembahasan atas keluhan yang ditujukan
terhadap dirinya oleh pemerintah. Dia memberikan kesaksian tentang rasa herannya
mengenai permusuhan yang dilakukan oleh asisten residen, karena sejak awal dengan
mengesampingkan apa yang terjadi di bawah pemerintahan sebelumnya (apa yang dia
maksudkan saya tidak tahu. Dalam suratnya, residen juga memberikan laporan tentang
kesepakatan antara dirinya dan pendahulunya Macquoid tentang perilaku asisten residen
Vriese), yang menunjukkan apabila seseorang yang kecakapannya dalam menjalankan
korespondensi dan pengetahuannya tentang tanaman kopi memberikan alas an untuk
bisa digunakan di departemen tempat residen berkuasa dan di tempat di mana dia
memerintah. Tidak pernah dalam dinasnya selama dua puluh tahun, kata Von Motman,
dia memperlakukan salah seorang bawahannya secara tidak adil atau tidak pantas,
kecuali menurunkan jabatannya.
Mengenai kepala gudang De Groot, baik kepada residen maupun pemerintah dia
menulis bahwa dia harus mengajukan keberatan menerima tugas tambahan yang
diberikan kepadanya baik karena kesehatannya yang lemah, maupun tanggungjawab
berat yang harus dipikulnya sebagai kepala gudang. Dia mengajukan pension (180).
Seperti yang kita baca, dalam pasal 4 dari keputusan tanggal 28 Juli 1817 nomor
3, pemerintah meminta nasehat residen tentang imbalan yang diberikan bagi pekerjaan
tambahan itu kepada kepala gudang garam. Von Motman menjawab dalam surat
tanggal 17 September 1817 nomor 42. Sebelum pemerintahan Inggris, kepala gudang
kopi di Karangsambung harus menggaji rekannya di Indramayu; kewajiban itu tidak
menimbulkan keberatan, karena di gudang-gudang kopi di Karangsambung sekitar 2/3
kopi berasal dari Priangan; peraturan ini khususnya berusaha untuk mencegah agar
biaya pembelian kopi pemerintah jangan dinaikkan. Residen oleh karenanya
menasehatkan bahwa kepala gudang kopi Karangsambung membayar 1 stuiver per
pikul 128 pon kepada kepala gudang di Indramayu dan 6 stuiver per pikul yang diterima
oleh kepala gudang di Karangsambung. Jabatan kolektur duane bisa melakukannya
secara gratis kepada kepala gudang garam, sehingga lembaga ini hanya mengeluarkan f
63 per bulan.
Sementara itu Vriese tidak mau menerima pengangkatannya ke Ciasem, dan dia
berusaha keras memperhatikan agar pekerjaan tambahan administrasi kopi tidak
memberikan resiko besar padanya. Dia tampaknya saat itu telah memperoleh lumbung;
setidaknya dia beberapa bulan kemudian menebus andil tanah partikelir di Indramayu
dan Kandanghauer. Perselisihan dengan Vriese akhirnya menemukan solusi, ketika
inspeksi dalam surat tangal 25 Maret 1818 nomor 14 mengirimkan sebuah laporan yang
disusun dengan baik tentang banyak aktivitas residen Priangan. Di bawah tekanan
demikian, tidak mungkin untuk membahas kepentingan tanaman kopi di sini. Tidak
mungkin melakukan perjalanan keliling kabupaten itu setiap tahun (181). Saat itu
tampak bahwa juga pengawasan atas tanaman ini di distrik-distrik Buitenzorg termasuk
lingkup kerjanya, meskipun toh di sana ada seorang residen. Campur tangan dengan
administrasi gudang juga sangat memberatkan, karenanya kepala gudang tidak cukup
mau bertanggungjawab sendiri. Akhirnya, luasnya wilayah jauh melebihi sebagai akibat
penggabungan distrik Krawang. Laporan itu terutama memuat sebagai berikut
1. Tanaman kopi di Buitenzorg diserahkankepada residen di sana dengan
penambahan seorang penilik Eropa
2. Tanah-tanah Krawang, yang terletak di antara Citarum dan Cimanuk termasuk
wilayah otonom, sejauh menyangkut tanah-tanah hilir
3. Residen yang diangkat untuk itu pasti berkedudukan di tengah wilayah baru,
sementar seorang asisten residen termasuk di sana, bukan hanya di Indramayu
tetapi juga di Krawang. Juga dengan ini disampaikan bahwa di Indramayu
fungsi Tuan Vriese juga harus dibebaskan, sesame pemilik Indramayu dan
Kandanghaur dan selain itu tidak bisa dipergunakan di distrik ini.
4. Kepala gudang di Buitenzorg, Cikao, Karangsambung dan Indramayu bagi
administrasinya harus bertanggungjawab sendiri, dengan ketundukkan kepada
Dewan Keuangan dan pertanggungjawaban kepada bendahara umum
Tentang usul-usul itu, lembaga itu pertama-tama harus didengar pendapatnya. Menurut
nasehatnya tanggal 24 April 1818 nomor 51, hanya sebagian saja yang bisa disetujui.
Diungkapkan bahwa Karesidenan Priangan terlalu luas baginya untuk bisa
memperhatikan semua persoalan dengan pegawai yang ada di bawahnya. Khususnya
tanaman kopi menuntut administrasi tersendiri, jika tanaman ini ingin berhasil dengan
baik, sehingga bagi pejabat ini (182) seperti yang sekarang terjadi biasanya tidak
mungkin. Tetapi tanah-tanah Krawang tidak terlalu penting untuk bisa menjadi suatu
karesidenan tersendiri karena mungkin tidak menutup biayanya. Dewan dari situ akan
membiarkan batas-batas wilayah ini tidak berubah, tetapi pengurangan aktivitas di
seluruhnya akan membebaskan perhatian bagi tanaman kopi dari residen; sebagai
gantinya, suatu administrasi khusus harus dibentuk yang hanya bertugas mengawasi
tanaman kopi.
Saya bisa mengusulkan agar Komisaris Jenderal dalam hal ini tidak sependapat
dengan Dewan Keuangan. Tanaman init oh termasuk dalam rumahtangga wilayah,
sehingga orang sulit untuk mengesampingkan residen. Lihatlah dalam setiap kejadian
apa yang mereka putuskan dalam keputusan tanggal 20 Juli 1818 nomor 27, Lembaran
Negara nomor 53.
1. Pembebasan campur tangan residen Priangan dengan tanaman di Buitenzorg dan
pengalihannya kepada residen di sana
2. Tanah-tanah hilir di Krawang antara Citarum dan Cimanuk dijadikan
karesidenan Krawang
3. Dataran tinggi Krawang, yang terdiri atas distrik Gandasuli, Cinusa dan
Wanayasa tetap digabungkan dengan Karesidenan Krawang
4. Kepada residen Krawang diperbantukan dua orang asisten residen, yakni
seorang di Indramayu dan seorang di Krawang. Kini pasal 7 sampai dengan 17
yang kita temukan dalam Lembaran Negara 1818 nomor 53, ditemukan dengan
pasal 7. Saya di sini masih mengingatkan mereka.
5. Perintah sebelumnya kepada kepala gudang garam De Groot juga akan diserahi
dengan fungsi kepala gudang kopi dan bendahara duane yang diubah melalui
ketentuan bahwa orang bisa menyatukan jabatan kepala gudang garam di
Indramayu dengan aktivitas kepala gudang kopi, sementara jabatan itu juga
diserahi untuk memungut cukai duane. Untuk itu gaji bulanan f 350 diberikan,
tanpa keuntungan atau tunjangan lain yang dinikmati, suatu tambahan yang
dikaitkan dengan usaha untuk bertindak tegas terhadap kepala gudang yang dari
kebocoran dan sebagainya akan memetik keuntugan; untuk itu saya akan
kembali nanti.
6. Residen Krawang harus mengajukan usulan tentang para pegawai bawahan yang
dianggapnya perlu
7. Sebagai residen Krawang diangkat H.A. van den Broek, yang dihargai bagi
perjalanan dinas ke Bali yang terbukti tidak berhasil
8. Asisten residen G. Vriese dibebaskan dari semua jabatan ini dan jabatan lainnya.
Ini terjadi saya pikir bukan hanya karena dia tidak lagi bisa menjadi pejabat
yang baik sebagai sesame pemilik tanah Pamanukan dan Kandanghaur;p ini juga
ditolong oleh pengangkatan di tempat lain; tetapi untuk itu yang juga berperan
adalah permophonan tidak layak bagi pemindahannya ke Ciasem dan mungkin
juga karena terungkap bahwa dia menyalahgunakan aturan-aturan tentang
kebocoran sebagia kepala gudang kopi demi keuntungannya sendiri, selain itu
menjadi agenda yang akan saya bahas kembali kemudian.
9. Kepada kepala gudang garam De Groot, menurut yang kita baca, penambahan
jabatan sebagai kepala gudang kopi dan kolektur duane tidak terjadi. Menurut
ringkasan dalam keputusan tanggal 23 September 1817 nomor 23, dia meminta
pension karena usia yang lanjut dan kelemahan fisik, agar dia dibebaskan dair
dua pos terakhir dan kepadanya diberikan pension setara dengan pangkat letnan
colonel, yang sejak tahun 1810 telah disandangnya. Pasal 11 keputusan tanggal
20 Juli 1818 memberi De Groot pembebasannya sebagai kepala gudang garam.
10. Pengangkatan seorang asisten residen di Indramayu juga dinasehatkan
11. Di Krawang sebagai asisten residen diangkat J.G. Engel; tetapi segera setelajh
itu digantikan oleh J.W. van Idsinga. Berikutnya tampak bahwa suatu
pemandangan memberikan kita dugaan tentang administrasi masa ini yang
begitu berbeda dengan tahun-tahun kemudian. Dari Idsinga, tiga bulan
kemudian uang muka atas gajinya diminta dengan maksud untuk bisa
melakukan perjalanan dan menutup pengeluaran lain yang diperlukan. Sebuah
keputusan tanggal 4 Agustus 1818 nomor 19 menyerahkan permohonan itu
kepada ketua dan Dewan Keuangan. Nasehat tanggal 7 Desember 1818 nomor
30 merujuk pada berbagai laporan yang diajukan olehnya di mana mereka
membantah kerugian yang muncul dari pembayaran uang muka. Atas dasar ini,
dengan keputusan tanggal 15 Desember 1818 nomor 10, yang saya ambil
ringkasannya, Komisaris Jenderal menolak permohonan itu. Juga bagi
administrasi yang dijalankan oleh pemerintahan Komisaris Jenderal hal ini terus
berlaku; empat bulan diperlukan untuk memberikan jawaban atas permohonan
sederhana itu.
12. Sebagai kepala gudang di Indramayu diangkat H. Specht
13. Penyerahan administrasi gudang terkait
14. Residen Krawang harus menyetorkan laporan tenang kondisi tanah-tanah
pemerintah yang terletak di Krawang
15. Residen Priangan perlu mengajukan usulan lebih lanjut; penggabungan tanah-
tanah Krawang yang terletak di karesidenan ini kepada salah satu kabupaten dan
juga melaporkan kemudian bagi tanaman kopi di tanah-tanah ini diperlukan
seorang pengawas tertentu.
Kini pasal 18 dari Lembaran Negara, menurutnya kepala gudang di Buitenzorg, Cikao,
Karangsambung secara pribadi bertanggungjawab bagi pengelolaan dan
perhitungannya, harus disetorkan kepada bendahara umum. Pasal ini juga meminta
mereka bertanggungjawab atas kekurangan; kepada residen terkait, mereka harus
memberikan jalan dan mengikuti perintah.
Mengenai yang lain sehubungan dengan kepala gudang yang disampaikan dalam
Lembaran Negara ini, saya masih mengingatkan. Kita harus beralih pada tinjauan lebih
langsung atas tanaman kopi di Priangan. Dalam instruksi yang termasuk keputusan
Komisaris Jenderal tanggal 3 Agustus 1816 nomor 3, bagi Tuan Von Motman, yang
diangkat untuk mengambil alih pemerintahan dari residen Inggris, diperintahkan:
- Pasal 7 : para bupati harus dipastikan pada perkenan pemerintah Belanda dan
kelanjutan hubungan kedua pihak, seperti yang saat itu ada
- Pasal 8 : untuk bersikap sesuai aturan-aturan dan hokum yang dibuat oleh
pemerintah Inggris
- Pasal 19 : khususnya disampaikan dengan kepengurusan kebun-kebun kopi dan
tanaman kopi
Setahun kemudian perjalanan besar melalui Jawa dimulai, di mana Priangan menerima
giliran kunjungan pertama. Sebagai alas an bagi pengaturan lebih lanjut tanaman kopi,
keputusan yang diambil di Sumedang tanggal 28 Juli 1817 nomor 4 berlaku. Komisaris
Jenderal menilai:Bahwa dari informasi lisan di Cianjur, Bandung dan apa yang
diperoleh di tempat ini dari sejumlah bupati di Karesidenan Priangan dan para penilik
kebun kopi, yang semuanya didengar; selanjutnya dari laporan umum tentang
administrasi karesidenan ini, dan dari laporan Super Intendent tanaman kopi (yaitu
residen sendiri) terbukti bahwa perlu sehubungan dengan administrasi cabang
penghasilan berikut ini untuk mengambil beberapa tindakan. Tetapi aturan-aturan
berikut ini tidak banyak artinya, karena semua teruama diselesaikan dalam masalah
nasehat (186). Tetapi pasal 3 memerintahkan agar kepada para bupati dengan cara uang
muka harus dibayarkan: separuh dari apa yang dibebankan kepada mereka sebagai
uang pikul bagi penyetoran kopi. Saya bisa kembali pada beberapa ketentuan lain.
Semua yang ada tetap dipertahankan sampai inspeksi ini bisa menyerahkan laporan
tentang hasilnya. Tetapi untuk sementara ini menyangkut pengaturan tanaman secara
khusus, bukan prinsip utama yang menjadi pandangan tetap Komisaris Jenderal, yakni
bahwa penduduk Priangan tidak membayar pajak tanah, tetapi harus tetap wajib bagi
upah yang lebih kecil daripada yang kopi yang ditanam dan dirawat di tempat lain di
Jawa, seperti pada masa Kompeni dan pemerintahan Inggris. Ketika mereka juga
setelah itu menerapkan system agraria yang bebas di tempat lain di Jawa, mereka dalam
surat penjelasannya tanggal 23 Desember 1817 menulis tentang Priangan sebagai
berikut.
System pertahanan tidak berlaku di sana. Ketika mengenai penerimaan system
ini dibicarakan di bawah pemerintahan Inggris, oleh beberapa pendukung segera
diusulkan agar system itu jangan meluas ke daerah tersebut; sampai akhir pemerintahan
Inggris, ini selalu menjadi agenda perdebatan apakah dan sampai di mana system itu
berlaku di sana dan perlu diterapkan, seperti yang kita lihat dari pembicaraan yang
berulang kali kita lakukan dengan para tokoh pemerintah Inggris yang cerdas dan
berpikiran maju tentang persoalan pentoing ini. Kita tidak membahas sepenuhnya
pertanyaan penitng ini, yang mungkin sengaja dipertimbangkan oleh pemerintah pusat
tetapi hanya menyatakan berikut ini.
Di bagian timur Jawa tidak ada pengelolaan rutin yang dikatakan; jadi mereka
harus diselesaikan. Kondisi sebelumnya telah dibatalkan; dan meskipun kacau dan tidak
teratur, lembaga baru ini lebih sesuai dengan prinsip administrasi agraris yang diterima,
di mana penduduk daerah ini telah terbiasa dan yang juga bisa kita anggap lebih sesuai
dengan dasar politik yang sehat (187). Di distrik Sunda sebaliknya, semua ini masih
tetap bertahan pada system lama. Penduduk di daerah ini sedikit dan biasa sejak zaman
dahulu menggunakan bahasa berbeda tentang cara bertindak, yang hakekatnya sama
sekali berbeda.
Di daerah timur, tidak selalu ada prinsip yang baik atau bila orang menyimpang
tidak pernah kembali, sehingga terjadi kemunduran. Di daerah ini sebaliknya kita tidak
bisa mempertahankan apa yang ada tanpa ketentuan yang mengikat untuk
kelanjutannya. Dalam keraguan banyak orang, toh lebih aman terutama ketika orang
juga melihat perkara ini dari sudut pandang keuntungan segera bagi Negara, suatu sudut
pandang yang juga pada masa pemerintahan Inggris memantau persoalan itu dan yang
setidaknya pada pengambilalihan pertama wilayah ini dan biaya besar tidak bisa
diabaikan.
Dengan merujuk pada apa yang diuraikan oleh Komisaris Jenderal tanggal 23
Desember 1817 untuk mendukung perkecualian Priangan, mereka mengulanginya
seperempat tahun kemudian dalam pengumuman pajak tanah tanggal 16 Maret
1818:Dalam berkas pertama sesuatu yang tidak teratur bagi sebagian Jawa, prinsip
pemerintahan dan kenegaraan yang berbeda diterima dibandingkan untuk bagian daerah
lain; selain pengalaman telah menunjukkan semangat itu, semua akan membawa pada
bentuk perbudakan? Ya jika orang tidak mengijinkan ini, yang khususnya tidak bisa
dilihat sebagai benturan karya, untuk mengikuti suatu struktur yang berbeda di suatu
ruangan dibandingkan dengan ruangan lain. Tetapi orang memperhatikan bahwa bagi
penduduk bukannya tidak cocok. Suatu gambaran alogoris untuk kembali kepada
kenyataan, kita bisa berkata dengan lega bahwa kita sama sekali tidak menutup mata
pada kondisi penduduk tanah ini.
Kita selama tinggal di sana telah sibuk dengan menyelidiki kepentingan umat
manusia. Kini kita kembali memerintahkan inspektur jenderal dan ajun inspektur
jenderal untuk menyelidiki secara cermat apa (188) yang bisa dilakukan orang demi
manfaat mereka dan untuk mencegah bahaya mereka, baik dengan pengangkutan kopi
yang sulit maupun yang lain, menurut ketentuan dalam pasal 14 instruksi bagi pegawai.
Untuk menunjukkan pada mulanya bahwa kita akan membebaskan mereka dari
keberatan ini, kita menghapuskan pajak yang selama pemerintahan Inggris dibebankan
kepada mereka, dan semua keluhan. Pajak digunakan untuk membiayai pegawai dengan
mendorong penyuntikan cacar, dan dihapuskan dengan menaikkan pada uang keluarga.
Sebaliknya hanya di distrik ini dan bukan di tempat lain, suatu pajak akan dipungut;
sebaliknya tidak seluruh uang keluarga dihapuskan oleh pemerintah, yang banyak
memperhatikan nasib penduduk daerah ini, karena pajak ini sebelumnya tidak pernah
diatur demikian. Kita juga masih akan menjadikannya sebagai agenda diskusi kita; dan
tindakan hokum Belanda bisa disebutkan.
Gambaran kiasan ini menandai pengacara; tetapi abaikan ini. Biarlah
mengharapkan apa yang dikatakan lebih lanjut oleh para inspektur itu. Saya tidak akan
mengungkapkan bahwa mereka Komisaris Jenderal hanya berbicara; pada saat yagn
buruk, sehubungan dengan pelepasan tanah mereka akan berani menyimpang dari
pandangan itu. Tetapi eprsoalan ini tidak hanya menyangkut kiasan, etnografis perlu
diperhatikan; orang membuka mata bagi apa yang oleh Raffles juga dari sudut pandang
keuangan dibiarkan, sumber penghasilan yang tidak mungkin diabaikan orang dalam
system yang dominan. Tidak ada yang menentang, hanya perlu dikatakan bahwa orang
bisa menggelapkan kebenaran dalam pengetahuan ilmiah dan kemanusiaan. Inspeksi
melayani nasib yang setidaknya mereka tampilkan sebelumnya dari aspek keuangan.
Toh (189) ketika mereka mencoba mempertahankan peraturan Priangan dalam laporan
lebih lanjut tanggal 5 Desember 1818, bukan mengesahkan system agrarianya, mereka
juga mengajukan sebagai alas an bahwa ini tidak bisa mengganti keuntungan bagi
Negara yang dihasilkan oleh system sekarang dan keuntungan bagi kas Negara bisa
dihasilkan tetapi tidak mampu menutup pengeluaran itu. Namun seperti halnya Raffles,
Inspeksi setidaknya mempertahankan prinsip besar kebebasan agraris dalam
gambarannya, meskipun untuk sementara sangat lama, berlangsung cukup lama.
Mereka yang yakin bahwa kebebasan dalam system agraria ini berlaku pada tanaman
kopi, suatu gambaran yang keliru tentang kondisi yang ada, tidak terlalu penting apakah
orang akan mencantumkan Priangan atau tidak karena rendahnya pembayaran; tetapi
kita perlu bertumpu pada pandangan pemerintah, yang di atas kertas berlaku dan
sebagai akibatnya menjanjikan kebebasan. Demikian Van der Capellen (orang menulis
ke Belanda tentang Van der Capellen,Dia telah memimpin mengingat apa yang telah
ditunjukkan orang kepadanya, memerintah di atas kertas seperti di Belanda. Laporan
tentang semua tanpa akhir, rapid an terhormat, berkas-berkas cabinet seperti yang
dikatakan oleh seorang rekan Inggris kepada saya, ditulis dalam bahasa yang halus
tetapi berbunga-bunga, penuh kiasan dan hampa akan segala yang baik. Kita tidak lebih
bijak: berbicara, menulis tetapi tidak berbuat yang lain). Dari sini dia menduga dalam
sebuah surat tanggal 8 Februari 1823 kepada Menteri Fock, mengapa Priangan bagi
kondisi ini tidak dipertimbangkan; mengapa ilusi yang tercetak jelas pada bulan
Desember 1816, dihapuskan. Lihatlah di sini.
Orang Jawa pedalaman di Priangan berdiri di atas kaki sendiri dan dibandingkan
karesidenan lain terlepas dari banyak yang lain masih menjalani kehidupan seperti
kanak-kanak. Mereka lebih banyak takut kepada para pemimpin dan bupatinya sendiri.
System kopi yang adat terjalin erat dalam semua hubungan dari bupati sampai petani
terendah, (190) seluruh struktur sejak lama telah tertanam, seluruh pemerintahan
berubah sehingga begitu mudah menghancurkan tatanan ini, karena dianggap tidak
layak dan tidak bertanggungjawab, tidak diperhatikan dengan segala sarana yang ada
bagi kemakmuran penduduk yang baik, yang hidup dalam system ini, dan yang dengan
penggunaan sarana secara tepat dan bijak pada banyak orang, dan yang jauh lebih
kurang siap untuk mengeluarkan uang daripada untuk mengentaskan apa yang mereka
keluhkan, dan oleh karenanya bermanfaat bagi keuntungan mereka, mungkin masih
begitu beruntung apabila orang terutama mempercayainya, ketika orang tidak
mengenal dari dekat kondisi ini, atau ketika orang hanya ingin melihat system itu
bekerja di antara para pejabat yang menganggap kepentingan sendiri, keuntungannya
sendiri lebih tinggi, dan yang tidak mempedulikan penduduk serta hanya memikirkan
keberuntungannya. Saya ingin menghabiskan delapan hari bersama Anda di Priangan;
ini akan menghasilkan lebih banyak daripada semua kisah dan tekanan saya. Saya di
sini bukan pendukung utama residen, tetapi saya mengusulkan agar ia mengirimkan
salinan surat kepada Anda dari laporan tahunan selama 1820, 1821 dan 1822, segera
setelah saya menerimanya dari tahun lalu. Dari situ Anda terbukti apa yang bisa
dilakukan orang bagi penduduk, ketika orang memperhatikan perkara itu; tetapi juga
anda bisa melihat betapa diperlukannya dalam suatu hubungan baik ini untuk tetap
bersahabat dengan pemerintahan pribumi yang sangat teratur.
Rakyat harus tetap baik. System agraris dipuji sebagai suatu berkah; tetapi orang
tidak melimpahkannya kepada mereka, yang perlu dipertimbangkan pertama-tama, jika
orang ingin menggunakannya sebagai ukuran. Jadi biasanya dilihat dari sudut pandang
Elout dan Van der Capellen; sebenarnya tidak ada yang terjadi karena panduan itu
bukan merupakan berkah dan mungkin akan lebih fatal karena tampaknya tidak
terhormat. Kita mendengar nasib buruk Willem van Hogendorp tahun 1827 berikut ini.
Monopoli Priangan seperti ini diatur dengan baik seperti yang ada, tidak bisa
dikembalikan kepada siapa mereka (191). Kita melakukannya lewat empat bupati, dan
siapa yang kaya, mengeruk semuanya atas penduduknya, yang sangat malang nasibnya
tetapi melalui kepatuhan buta mereka kepada bupatinya, semua tergantung pada kita
selama mereka tunduk kepada kita dan mereka diikat dengan rantai emas. Bupati
Sumedang saja dalam setahun menerima f 100.000. seperempat bagian dari apa yang
dibayarkan kepada petani, sekarang 700 kepingan duit bagi 225 pon kopi di luar apa
yang dibayarkan kepada bupati. Mereka juga menerima empat jumlahnya, yang nya
dari apa yang dibayarkan kepada seluruh penduduk sebanyak 220 ribu jiwa. Melalui
pengaruhnya, kita berusaha untuk mempertahankan kondisi buruk ini; mengapa
pengaruh ini ditolak ketika orang bisa memperoleh hasil yang baik? Dia bisa mencari
kondisi yang lebih baik daripada yang pertama. Upah 700 duit ini bagi sepikul 225 pon
dalam tahun yang menguntungkan memberikan 148 duit per kepala kepada penduduk
220 ribu jiwa termasuk wanita dan anak-anak, sebagai upah kerja wajib mereka bagi
seluruh panen, dan semua keburukan yang menyertainya. Seluruh Priangan berada
dalam kondisi bergolak; karena tidak ada orang Cina atau Eropa di dalamnya. Untuk itu
dia masih bisa menyetorkan ke gudang-gudang Negara, kadang-kadang harus beberapa
hari perjalanannya. Di masa depan apakah orang masih bisa percaya? Lihatlah hanya
pada peta saja. Kopi Sukabumi (tumbuh di sepanjang lereng selatan gunung Salak),
yang lebih dekat ke Buitenzorg, harus disetorkan ke Cianjur.
Penduduk mati kemiskinan. Mereka tidak pernah mengenal Jawa karena bahasa
dan asal-usulnya dan juga karena aturan dan lembaga kita. Untuk melindungi mereka
terhadap sifat rakus orang Cina, seperti yang disebutkan, tetapi memang terhadap daya
tarik kenikmatan, yang toh tidak bisa mereka lawan, Gubernur Jenderal Van der
Capellen menutup tanah Priangan. Orang-orang tampak gemuk dan sehat; mereka lebih
dekat saya kenal. Mengenai hasil system ini sehubungan dengan kepentingan koloni
bagi tanah air, tidak perlu diragukan bahwa sekarang jauh lebih menguntungkan dari
pada system kebebasan semu, yang berlaku di wilayah Jawa lainnya. Saya tidak
berkata hal ini untuk memuji yang pertama, tetapi untuk mendorong yang terakhir ini.
Suatu system seperti Priangan akan menghasilkan keuntungan besar bagi Negara, yang
sangat berlimpah dan muatan sangat kaya bagi perdagangan untuk diangkut ke pasar-
pasar luar negeri (192), tetapi tidak ada gangguan penting bagi industry di tanah air.
Ketika orang menghilangkan semua ini, mereka tidak akan bisa berharap bahwa mereka
akan membeli dari kita.
Dengan dimulainya pemerintahan Inggris, orang mengganggarkan produksi
Jawa 100 ribu pikul kopi per tahun; dengan sedikitnya perhatian, yang saat itu
dicurahkan bagi tanaman ini, dalam dua tahun pertama pemerintahan Inggris menurun
sampai separuh (mengenai Priangan, Von Motman menulis dalam laporannya tanggal
25 Oktober 1816:Dengan penyerahan lahan perkebunan kopi, setidaknya secara terulis,
kuantitas yang disetorkan tahun ini, berjumlah sekitar 40-42 ribu pikul @ 128 pon),
dan dalam laporan inspeksi tanggal 5 Desember 1818 yang disebutkan secara jelas
ditambahkan, Harus diduga berasal dari kerajinan yang ditunjukkan oleh residen dan
superintendant Inggris Macquoid yang mencegah pembabatan semua pohon kopi dan
setelah itu ketika kopi ini kembali mulai mengalami kenaikkan harga, dari penanaman
yang diperintahkan dan diatur olehnya, ditambah dengan pengawasan cermat sejak dua
tahun atas penyetoran kopi wajib, sekitar 78 ribu pikul jumlahnya. Pada tahun ini
dengan sebuah tanaman yang begitu tandus seperti yang terjadi, sedikit yang disetorkan
dan dalam waktu sangat singkat kembali 100 ribu pikul disetorkan, dengan hasil
Priangan mencakup bagian seperti yang kini ada. Dari situ Komisari Jenderal bisa
menyampaikan bahwa perkembangan tanaman di Priangan sangat baik, seperti yang
kita saksikan dalam berkas tersebut setelah penulis menyelidiki yang dilakukan menurut
pasal 14 instruksinya sub 1 dan 2 tentang kondisi tanaman dan tentang pengawasan
yang dilaporkan sehubungan dengan tanaman dan kebersihan kebun, tidak lain hanya
dikatakan bahwa keduanya dikerjakan dengan baik. Apakah ini benar? Di bawah
pemerintahan sementara Inggris, (193) Residen Macquoid memang memperhatikan
persoalan ini; tetapi penggantinya Tuan Von Motman, residen pertama kita di Priangan
sejak pemulihan kekuasaan, tampaknya kurang termotivasi (Komisaris Jenderal dalam
surat kopinya tanggal 23 Desember 1817 memuji Macquoid tentang apa yang telah
dilakukannya terhadap kopi. Tetapi Tuan Van der Capellen juga tidak berpikir ketika dia
memperoleh kesan-kesan yang kurang menguntungkan tentang ini, sehingga pada tahun
1817 baik Inspeksi maupun Dewan Keuangan masih menganggap tidak mungkin suatu
kepemimpinan pribadi atas tanaman ini oleh residen, karena luasnya wilayah dan
aktivitas lainnya yang penting. memang dari situ pada tahun 1818 distrik Krawang
sebagian dipisahkan dan beberapa pembatasan lain dibuat demi kepentingan dinas
wilayah. Tetapi apakah tindakan itu sekarang berarti bahwa kepada residen suatu
tuntutan akan diajukan untuk mengunjungi kebun-kebun itu? Von Motman juga tidak
menulis hal yang negative kepada komisaris jenderal sejauh yang kita ketahui.
Khususnya dalam kerusuhan Cirebon-Krawang tahun 1816, dia berhasil bertindak. Juga
terbukti bahwa dalam perjalanan Jawa suatu pemerintahan yang tidak layak ditemukan.
Apakah kemunduran tahun 1820 bisa dikaitkan dengan kurangnya kerajinan ini, saya
tidak tahu; tetapi jelas dia disoroti buruk sejak saudara wali negeri Robert van der
Capellen, diangkat menjadi penggantinya. Sehubungan dengan pengangkatan ini, wali
negeri menulis ketika dia memberitahu Falck tentang dirinya sebagai pembersih kondisi
buruk yang ditingalkan oleh Von Motman, bahwa dia tidak ingin menjadi kuda
tunggangan residen (de Haan menyampaikan tentang dugaan yang beoum lama ini
muncul mengenai Von Motman, bahwa sikapnya terhadap para tuan tanah telah
mengarah pada penggantiannya bulan Februari 1820). Khususnya banyak yang berbeda.
Tentang residen yang baru saja tiba seagai perwira, saya hanya bisa
memberitahukan bahwa orang Prasncis telah membawanya dalam hari-hari pergolakan
tahun 1813 sebagai sandera dari Belanda ke Prancis; di Hindia, sebagai ajudan wali
negeri, dengan Keputusan Pemerintah tanggal 8 Januari 1818 nomor 32, dia dinaikkan
pangkatnya dari kapten menjadi mayor. Akhirnya perkara de Wilde mulai menunjukkan
sifat penting, ketika Residen Robert tampil menuduh tuan tahah Sukabumi dan saudara
wali negeri terbukti sepenuhnya setuju. Dia mengimbangi dengan kerajinan atas
ketidaktahuannya tentang kondisi pemerintahan di pedalaman, sebagai akibat dari masa
lalunya yang tidak terkait sama sekali dengan Hindia. Kepala pemerintahan yang baru
itu menunjukkan tekadnya, seperti yang kemudian dilakukan ketika baru saja tiba di
Hindia. Tampak bahwa pendahulunya tidak terlalu mempedulikan inspeksi, sehingga
dia tampaknya tidak pernah tampil selama menjadi residen, untuk mengunjungi kebun-
kebun kopi, demikian tulis Van de Graaff belm lama ini kepada Elout di Belanda,
kemunduran tanaman selain itu digambarkan dengan cara yang jelas. Saudaranya
Robert menyerahkan berkas-berkas itu; seluruh administrasi terbukti kacau. Setidaknya
ini bisa kit abaca dalam surat pribadi wali negeri Van der Capellen kepada Falck. Dia
menyebutkan:Karesidenan Priangan hanya menghasilkan 50 pikul. Seluruh
pengeluaran residen Motman sebelumnya telah menumbuhkan jauh lebih banyak
harapan, wali negeri mengeluh,saudara saya tidak mau bersusah payah memulihkan
seluruh administrasi karesidenan penting ini atas dasar yang baik. Banyak praktek buruk
yang sejak pengangkatan saudara saya terbongkar (195), dan kebanyakan pejabat
menghindar. Komisaris Umum menipu dalam hal ini. Beberapa perkara ini masih
diusut. Saya telah mengungkapnya. Demikian tulis orang agung itu: di berbagai bidang
kadang-kadang surat atau surat dinasnya memiliki sifat pribadi, seolah-olah dia bertolak
dari sana. Beberapa minggu kemudian, Karesidenan Priangan kini dibersihkan dari
rombongan sangat buruk yang telah merugikan kepentingan mahal Negara dan yang
menyerahkan tenaga terbaik yang berasal dari tangan Tuhan. Bagi saya ada anugerah
besar bisa melihat saudara saya bermanfaat.
Di bawah ini terdapat laporan panen kopi daerah Priangan dan Buitenzorg
selama 1817-1825, sebagai produk dari tanaman dan penyerahan wajib utama, yang
diingat oleh wali negeri Du Bus
1817 98.902 pikul 1821 98.082 pikul
1818 86.137 pikul 1822 91.685 pikul
1819 65.430 pikul 1823 67.956 pikul
1820 52.675 pikul 1824 70.893 pikul
Tahun 1825 hasilnya mencapai 115.961 pikul.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa produksi di bawah Von Motman
mengalami penurunan. Tetapi pengaruh apa yang dijalankan oleh penggantinya atas
jumlah yang lebih besar tidak bisa dikatakan. Du Bus tidak mengakui pengaruh ini;
tahun 1825 menurut dia pada dasarnya diterima dikenal sebagai tahun kopi terbaik yang
diingat orang di Jawa, sehingga produksi yang lebih besar memang merupakan akibat
dari perubahan tahunan yang sangat menguntungkan.
Pasal 13 dari instruksi tanggal 5 Desember 1817 dalam Lembaran Negara nomor
62 memerintahkan penyelidikan kondisi tanaman kopi di karesidenan ini, di mana
seluruhnya dijalankan di bawah administrasi Negara, atau di mana kopi harus
diserahkan kepada Negara oleh petani dan pemilik tanah. Pasal berikutnya menyebut
lima hal, di mana secara khusus perlu diperhatikan, sementara pasal 6 memerintahkan
inspeksi untuk memberitahukan apakah dan perbaikan mana sehubungan dengan
semua informasi yang bisa dijalankan.
Di antara para pembaca yang kurang jelas bahwa dengan fiksi persewaan kebun
di Jawa tanaman ini dianggap sebagai tidak beres dikelola di bawah administrasi
Negara, menurut dugaan saya bisa ditemukan yang sama sekali tidak terbaca dalam
pasal 13, sehingga hanya bertujuan selain pada tanaman di tanah-tanah partikelir di
Buitenzorg dan Priangan, juga di tanah pemerintah di Karesidenan Priangan, di mana
sejak dahulu pada prinsipnya managemen Kompeni harus dipertahankan.
Selanjutnya pasal 22 memerintahkan untuk menyerahkan sebuah laporan
lengkap tentang kondisi tanaman kopi di daerah ini menjelang 1 Juni 1818 dan
selanjutnya setiap tahun pada bulan November. Instruksinya baru ditetapkan setelah
selesainya perjalanan panjang, bagi penyelidikan juga diserahkan semua berkas kepada
inspeksi ini, yang dikirimkan oleh residen Priangan untuk menindaklanjuti keputusan
tanggal 28 Juli 1817.
Pada data yang diajukan sebelum pengajuan laporan pertama, sebaliknya tidak
dipermasalahkan. Untuk itu bukan hanya jangkauan aktivitas penelitian yang terlalu
besar, tetapi juga jangkauan yang diperhatikan oleh pasal 13 dan 14. Pada pasal 22 toh
baru dipenuhi dengan laporan tanggal 5 Desember 1818 nomor 1; tetapi juga
jangkauannya begitu luas sehingga 115 halaman memuat format resmi. Karena
pengetahuan tentang persoalan pemerintahan pedalaman, yang memancar di sini dan
yang oleh ajudan Van de Graaff dianggap bocor dan tidak mungkin karena tidak adanya
pengetahuan tentang bahasa pribumi, saya menganggap laporan yang ditulis oleh Van
Lawick lebih penting, yang dari tahun 1801 sampai 1810 menduduki jabatan strategis di
Priangan; tetapi tampaknya pendapat Tuan P.J. Moquette tentang laporan lain yang
ditulis oleh pejabat tinggi yang sama (197) juga dibenarkan, yakni tentang laporan, yang
disebut sebagai berkas yanbg sangat panjang dan kacau. Bagaimana orang juga bisa
jenuh, juga terhadap orang-orang yang memiliki kepentingan besar dalam agenda ini.
Rendahnya pengetahuan serius tentang tanaman kopi ditingkatkan, karenanya salinan
yang tersimpan dalam Arsip Kerajaan terbukti dari seseorang yang tidak mengetahui
bahasa Belanda; masih belum bisa dinikmati, di sana-sini tidak dapat dipahami. Kata-
kata dan berkasnya kehilangan makna. Namun di bawah catatan inspeksi, Hanya untuk
salinman, sekretaris pemerintah tinggi P. le Clercq dan di sampingnya coll. V.W. toh
laporan itu tidak dapat digunakan. Saya bisa memperoleh informasi yang banyak
muncul dalam berkas ini. Usul-usul yang dibuat mengarah pada keputusan 3 Januari
1819 nomor 1 Lembaran Negara nomor 1 yang terdiri atas 27 pasal, yang memuat
tentang Priangan, Krawang dan Buitenzorg, menurut judulnya:Pertama, beberapa
ketentuan tentang system kopi di karesidenan ini yang dikelola di bawah administrasi
Negara, atau bila kopi yang disetorkan kepada Negara oleh petani atau pemilik tanah.
Kedua, penghapusan uang keluarga atau rumahtangga di Karesidenan Priangan dan
Krawang.
Penjelasn laporan itu memberikan pandangan yang sangat penting tentang
kondisi di tanah-tanah pemerintah di Priangan. Semuanya menjadi persoalan daerah ini,
meskipun laporan itu juga membahas tentang tanaman kopi di tanah-tanah partikelir. Di
sini saya mencurahkan bagian berikut ini. Selanjutnya saya akan menyebutkan pasal-
pasal keputusan tanggal 3 Januari 1819 di mana Komisaris Jenderal membuat
keputusan. Tetapi orang ragu bahwa tidak semua pasal (198) dalam Lembaran Negara
itu diundangkan; saya menyebutkan keputusan tanpa menyinggung Lembaran Negara.
Pasal 27 penutup memuat beberapa usul di luar disposisi.
Tanaman pemerintah dijumpai orang di lima kabupaten Cianjur, Bandung,
Sumedang, Limbangan dan Sukapura; mereka dikelola menjurut prinsip VOC di mana
pertama-tama perlu agar setiap keluarga harus menanam 1000 pohon kopi dan
merawatnya dengan utuh. Pada mulanya jumlahnya tampaknya ditetapkan 400 per
keluarga; tetapi pada tahun 1789 jumlah itu naik sampai seribu. Suatu beban sangat
berat, harus tetap dipertahankan, De Haan langsung menyatakannya, yang sebaliknya
tidak terjadi seperti yang kita baca.
Dengan maksud untuk menetapkan jumlah itu, dalam keputusAN TANGGAL 28
Juli 1817 residen Von Motman memerintahkan: untuk mengirimkan sebuah daftar
cermat dari semua pohon kopi dengan mengumumkan tahun, ketika mereka ditanam
dan laporan nama, luas dan letak kebun dan akhirnya jumlah pohon yang perlu
disusutkan, dan menambahkan laporan yang dibuat sehubungan dengan hal ini. Pasal 14
instruksi tersebut memerintahkan pada sub 3 kepada inspeksi untuk menyelidiki apakah
pembagian aktivitas atas distrik dan keluarga dianggap adil; menurut laporannya,
mereka merasa yakin bahwa pembagian kerja atas distrik dan keluarga tidak teratur dan
tidak adil. Menurut instruksi Kompeni, sesuai yang saya ingat, setiap keluarga harus
merawat seribu pohon (ini ditetapkan dalam instruksi tahun 1789, yang dimuat dalam
Priangan). Namun cacah untuk keluarga disebutkan oleh pemerintah pribumi sebagai
seluruh keluarga dengan kerabat erat, misalnya seorang ayah memiliki putra dan
menantu pria; tetapi semuanya diperhitungkan bagi satu cacah kopi, meskipun sering
membentuk tiga atau empat keluarga dan masing-masing tinggal sendiri-sendiri,
inspeksi menyatakan (di Priangan, sebuah penafsiran perkiraan tentang cacah yang
penitng muncul. Kata-kata yang dikutip bisa dibaca tentang masa Kompeni:Suatu
keluarga cacah, ditambah dengan keluarga menantu pria yang tinggal menurut
kebiasaan lama, dan dengan keluarga pekerja membentuk sekelompok keluarga yang
melalui jumlah tenaga diangagp memadai untuk melaksanakan tugas-tugas berat bagi
Kompeni). Di Buitenzorg, inspeksi menjumpai kondisi yang sama sehingga para residen
kedua wilayah diperintahkan oleh Komisaris Jenderal untuk melakukan penelitian
cermat atas selisih yang ada di karesidenannya, antara cacah kopi dan jumlah keluarga,
menyelidiki sebab-sebab selisih ini dan kemudian dari situ membuat laporan kepada
Gubernur Jenderal (pasal 4 dari keputusan tanggal 3 Januari 1819 yang disebutkan
sebelumnya). Hasilnya tidak saya ketahui; jatah 1000 pohon per keluarga tetap
dipertahankan.
Demi kepentingan penduduk wilayah yang luas di Priaangan, hanya ada tiga
gudang, di mana orang bisa menyetorkan produk untuk mendapatkan bayaran, yakini di
Buitenzorg yang digunakanuntuk membawa produk dari Kabupaten Cianjur di
Priangan; di Karangsambung atau Tomo yang terletak di dekatnya (Tomo dekat
Karangsambung) sebuah nama yang sebaliknya jarang disebutkan orang, di
Sumedang; akhirnya di Cikao di Kabupaten Bandung. Para kepala gudang Buitenzorg
dan Cikao harus memperhatikan pengangkutan ke Batavia. Kepala gudang
Karangsambung mengirimkan kopi ke gudang di Indramayu, dari sana produk
dikapalkan melalui laut. Karangsambung terletak di tepi sungai Cimanuk, yang
mengalir kelaut di Indramayu sepanjang sisi barat Cirebon. Cikao dibangun di tepi
sungai Citarum (200), mengalir sepanjang sisi barat Krawang menuju laut; daerah
Krawang dicakup oleh kedua sungai ini. Inspeksi menilai dua gudang ini sangat cocok
bagi pengangkutan kopi lebih lanjut, karena terletak di tepi aliran dua sungai besar yang
digunakan untuk mengangkut kopi dengan cara sangat mudah dengan perahu ke
Indramayu dan Batavia. Tetapi bagaimana penampilan gudang-gudang ini? Willem van
Hogendorp yang tiba di Cikao pada tahun 1828, menyampaikan gambaran sebagai
berikut.
Pertama-tama di sana apa yang menarik perhatian kita adalah gudang-gudang
kopi pemerintah di aliran kanan sungai, tempat kita berada di daerah Priangan.
Setibanya di sana, penduduk Priangan menyetorkan 25 40 ribu pikul kopi untuk 7
gulden yang diangkut dalam perahu-perahu besar di Citarum dan melalui laut dibawa ke
Batavia. Gudang-gudang pemerintah,kantor monopoli dan masih sejumlah besar
produk, ditimbun orang dari lingkungan sekitarnya dan atas dasar yang luas. Saya
melihat barak-barak kayu memprihatinkan, bambu dengan atap daun tebu, yang mudah
terbakar; kemudian di sebuah lahan tempat setiap hari kira-kira cuaca buruk melanda.
Saya mengeluh ketika kepala gudang bersama rekan saya orang Inggris mengisahkan
bahwa f 15.000 memadai untuk bisa menyediakan gudang-gudang yang terjamin
terhadap ancaman itu. Apakah kini orang memasang atap genting, yang akan menuntut
pengeluaran sangat murah? Teapi tidak; untuk menghemat segenggam uang, orang
menggunakan tebu dan merendahkan nilainya. Mengenai luasnya, kopi segar harus
dibiarkan menguap dan secara rutin dibalik untuk bisa melindungi sisi yang baik;
mereka diletakkan delapan kaki tingginya karena kekurangan ruang, terbuka oleh jamur
dan embun.
Pasal 14 instruksi yang berulang kali dikutip pada sub 4 menekankan perlunya
penyelidikan apakah ada jaminan bagi pasokan baik ke gudang-gudang pemerintah,
maupun bagi bobot penyetoran oleh orang biasa, dan pembayaran seutuhnya kepadanya,
menurut ketntuan yang ada dan pada umumnya apakah di sisi darat, apa yang tampak
dan di sisi lain apakah orang biasa menikmatinya dan tidak diperlakukan dengan
tekanan dan paksaan (201).
Ketentuan ketat mana yang masih ada di bawah pemerintahan Inggris mengenai
kebocoran, kelebihan bobot dan sebagainya, tidak terbukti; mungkin dalam hal ini
peraturan Daendels tanggal 19 Oktober 1809 masih berlaku. Begitu jauh jelas bahwa
Komisaris Jenderal dengan Keputusan tanggal 16 Agustus 1817 nomor 6 Lembaran
Negara nomor 44, pada umumnya menegaskan bahwa tidak ada kebocoran yang
terjadi, kecuali dengan pernyataan yang terhormat dan pantas membuktikan bahwa di
luar tindakan penjaga atau pembawa, lebih sedikit jumlah barang yang dikawal atau
diangkut akan hilang. Sementara itu mereka mempertimbangkan bahwa yang sangat
perlu demi kepentingan Negara adalah mencegah kesalahpahaman secepatnya, yang
meskipun ada pernyataan oleh Gubernur Jenderal dalam dewan, yang diterbitkan pada
tahun 1809 tetap terjadi, apabila kebocoran yang ditemukan dianggap sebagai mata
pencaharian sah bagi pembawa dan penjaga produk Negara, karena kata kebocoran
cukup menunjukkan maksudnya, yang harus diperhitungkan dan hanya bisa diperlukan
untuk menutup kelebihan kapal dan administrator bagi kerugian dan kekurangan.
Menurut peraturan Daendels, kepala gudang tidak akan memperhitungkan
kekurangan 1 atas 125 pon pada kopi yang disetorkan dalam tahun itu, dan 2 pada 125
pon selama tahun berikutnya; jika terbukti kekurangan itu lebih sedikit, maka toh ini
ditanggung oleh Negara, seperti semua kelebihan hasil. Kekurangan mutlak khususnya
terjadi karena kekeringan produk; kelebihan hasil bukan hanya ditemukan ketika
pengeringan berlangsung dalam ukuran lebih kecil, tetapi juga karenanya lebih banyak
yang diterima daripada yang dibukukan (202). Meskipun ada Lembaran Negara 1817
nomor 44, bagaimana kondisi sebenarnya, dengan adanya penyelidikan yang dilakukan
oleh Van Lawick Inspeksi menulis dalam sebuah dokumen yang khusus dicurahkan
untuk itu tanggal 24 Maret 1818 nomor 13, yang mengarah pada ketentuan lebih lanjut
dalam keputusan tanggal 20 Juli 1818 nomor 27 yang disebutkan, Lembaran Negara
nomor 53, sehingga selain itu bersama kekacauan perundangan pada hari-hari ini,
terutama yang membahas tentang reorganisasi Priangan dan Krawang.
Satuan bobot nominal yang digunakan untuk menghitung kopi pada petani di
Priangan, adalah pikul gunung dengan pengeritan sepikul bukan 125 pon melainkan 225
pon, yang sampai sekarang merupakan bobot pikul yang dilkenal di Priangan. Untuk itu
kepada petani dibayarkan 6 gulden 12 stuiver. Dalam hal ini nasib orang itu masih akan
kita uraikan secara khusus. Di sini saya hanya ingin mencurahkan perhatian pada
administrasi kepala gudang, di mana beberapa kutipan dibuat dari laporan tersebut.
Mereka sulit dibaca tetapi untuk mempelajari kondisi yang mustahil itu, kita perlu
mencurahkan diri.
Di Buitenzorg bukan 225 pon untuk satu pikul gunung melainkan 227 pon yang
diterima, jadi pertama-tama dibayarkan f 6 12, selain itu diluar suatu potongan yang
diambil di timbangan ini, dan yang bisa ditetapkan sat upon per pikul gunun, dalam
penimbangan dua pon di atas 225 pada bobot lain diletakkan dalam skala itu, dan oleh
karenanya petani diberi 228 pon untuk sepikul gunung. Kopi dari gudang ini dengan
kereta kuda diangkut ke Batavia per pikul 128 pon: dan pada setiap pikul diberikan
potongan pon, jadi potongan dihitung per pikul gunung 225 pon yang menghasilkan
226 1/3 pon; jadi ada selisih antara penerimaan dan penyetoran kembali sekitar 1 pon
sepikul gunung atau sekitar 2/3 persen.
Di Cikao kopi ditimbang dalam karung yang berisi 80 pon dengan potongan sat
upon pada masing-masing karung; ini menunjukkan bahwa oleh petani, untuk sepikul
disetorkan 227 13/16 pon, orang bisa menetapkan 228 pon. Kopi di Cikao (di sana
paling jelas setelah penerimaan dengan perahu dari batang pohon datar di sepanjang
aliran sungai Citarum diangkut ke Batavia) juga dikapalkan seperti yang diterima, yang
dalam karung 80 pon dengan potongan yang sama seperti yang dikatakan dalam catatan
tentang cara penerimaan itu.
Kopi yang dikapalkan ke Batavia diperhitungkan dan dijual dengan berat 128
pon, sementara potongan atas jumlah ini (menurut apa yang diterima seberat 80 pon)
berjumlah 1 3/5 pon. Di Tomo dekat Karangsambung, kopi diterima dalam karung yang
dihitung pada 1/3 pikul atau 75 pon masing-masing, tetapi pada ukuran itu tercagtat 75
pond an potongan yang diterapkan oleh pada setiap karung berjumlah hamper
setengah pon. Jadi oleh petani di sana untuk satu pikul disetorkan kurang dari 228 pon.
Kopi di Tomo dekat Karangsambung dikapalkan ke gudang-gudang pemerintah
di Indramayu dan diangkut dengan perahu-perahu batang pohon sepanjang aliran sungai
Cimanuk dalam karung 75 pon tanpa potongan, teta[pi yang karungnya berbobot 75
pon harus dianggap memuat 75 pon. Pikul saat pengapalan dihitung dengan 128 pon,
tetapi sebenarnya konon hanya memuat 75 pon yang dihitung untuk 75 pon, 128
64/75 pon. Jadi selisih antara penerimaan dan pengapalan di Karangsambung 1 pon
pada pikul 225 pon yang berjumlah 2/3 persen.
Kopi di Indramayu diterima dalam enam karung sama, kopi di Karangsambung
75 pon per karung atau seluruhnya memuat 453 pon yang dikapalkan, (204) yang
jumlahnya menyusut satu pon dalam perjalanan ke Indramayu, sehingga hanya diterima
452 pon tetapi yang tidak lebih dari 450 pon tercatat dalam buku gudang. Dalam semua
kekacauan ini, kebanyakan dijumpai bahwa petani menurut apa yang kita baca toh harus
menanggung beban berat dan menerima pembayaran lebih sedikit untuk pikul 225 pon,
bukan dibayar untuk bobot itu. Tentang ini inspeksi menulis,Tiga pon yang ditetapkan
di luar ketentuan petani tidak bisa dikatakan memberatkan (tetapi yang dinyatakan
hilang karena kecerobohan) dan kita merasa bahwa ini perlu dipertahankan, dan oleh
karena bila ada kebutuhan, kehilangan atau kebocoran yang ditimbulkan pada kopi
harus ditanggung oleh Negara.
Juga manipulasi kepala gudang di Indramayu dicela oleh inspeksi ini. Laporan
sangat cermat diserahkan oleh Komisaris Jenderal kepada Dewan Keuangan, yang
menasehatkan dalam surat tanggal 24 April 1818 nomor 51. Berkas ini mulai
mengingatkan apa yang ditulis oleh inspeksi. Tentang Cikao, Karangsambung dan
Buitenzorg toh dilaporkan bahwa kopi pada umumnya disetorkan oleh orang biasa di
tiga gudang ini dalam pikul 225 pon dibandingkan 228 pon dan dengan demikian ada
sisa 3 pon per pikul. Dari 3 pon ini kepala gudang di Karangsambung dan Buitenzorg
memberikan sisa kira-kira 1 pon dalam pengapalan kopi, dihitung pada kuantitas pon,
sehingga satu setengah pon disisakan untuk pengeringan; kepala gudang Cikao
mengapalkan kopi sama seperti yang diterimanya (205) dan dengan demikian bersama 3
pon kelebihan bobot, sehingga tidak diperhitungkan bagi pengeringan. Untuk
Indramayu tempat kopi Karangsambung dikirimkan, ini tercatat:Kepala gudang
Indramayu menerima kopi yang diangkut ke sana dari Karangsambung dengan hasil 1
pon tetapi diduga pon yang hilang di jalan, sehingga masih ada sisa 1 pon yang
pada pikul 125 pon berjumlah hanya pon. Pada setengah pon ini masih ada 3 pon
yang diterima pada setiap pikul 128 pon, seperti halnya 1 pon yang dia susutkan dalam
pengapalan di jalan. Jadi seluruhnya mencapai 4 pon. Tteapi dari jumlah itu dalam
pengapalan kopi ditunjukkan hasil pon per pikul 125 pon sehingga ada kelebihan 3
pon yang tetap tidak bisa dipertanggungjawabkan. Inspeksi kemudian menilai bahwa 3
pon tersebut yang kurang dari 128 pon diterima, harus dianggap sebagai tidak beralasan
dan berlawanan dengan peraturan, sehingga kepala gudang perlu menggantinya kepada
Negara.
Sehububungan dengan penanganan Indramayu, Dewan mengungkapkan
kebalikannya:Meskipun ini bertumpu pada kebiasaan di bawah pemerintahan Inggris,
tetapi ini tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah Inggris dan sebelumnya ada
penyelewengan yang terjadi di bawah pemerintah, seperti yang kita sampaikan secara
panjang lebar dalam laporan yang diajukan oleh kami kepada Paduka tanggal 24
Februari lalu nomor 33. Selain itu kebocoran 1 pon didasarkan pada peraturan,
sementara tidak pernah ada perintah untuk pertama-tama menangani keboicoran dengan
kekurangan ini, seperti yang kini diputuskan dalam keputusan tanggal 6 Agustus 1817.
Mengenai penimbangan besar-besaran pada saat penerimaan kopi dari orang biasa,
seperti halnya hasil besar dalam pengeapalan kembali, ini merupakan kebiasaan yang
telah berlaku sejak lama, yang perlu dilarang sebelum meningkat dan selain itu kita juga
setuju dengan poin nomor 5 (206), yakni untuk selanjutnya penggunaan kelebihan bobot
dari orang biasa dihapuskan dan dengan demikian 3 pon yang diberikan di luar 225 pon
bagi pikul gunung tidak ada lagi dan petani hanya perlu menyetorkan 225 pon netto dan
tidak lebih untuk satu pikul, seperti juga sebagai akibat dari pengangkutan kopi apakah
dengan perahu atau kereta pedati setengah pon per pikul harus disisihkan bagi
kebocoran, dengan ketentuan seperti yang berlaku sehubungan dengan pernyataan
karena kekurangan itu.
Saya memberitahukan bahwa akibat dari pertimbangan ini, keputusan tanggal 20
Juli 1818 nomor 27 dalam Lembaran Negara 1818 nomor 53, sebuah ketentuan juga
dibuat bagi penyesuaian anggaran kepala gudang. Tetapi ada lebih banyak aturan
penting yang diterbitkan dalam hal ini. Dalam penerimaan kopi oleh petani di gudang
Buitenzorg, Cikao dan Karangsambung, terutama pikul 225 pon gunung netto harus
diterima; yang juga dihapuskan dan dilarang keras adalah kebiasaan menimbang per
pikul 228 pon, atau beberapa hasil yang diterima dari rakyat biasa. Para residen
Buitenzorg dan Priangan perlu memberitahukan larangan ini kepada bupati dan para
kepala pribumi, dengan maksud untuk bisa menyampaikannya kepada rakyat melalui
jalur ini (pasal 19). Bagi dipatuhinya aturan ini dan agar pada umumnya dalam
penerimaan dan openyetoran kopi tidak ada pelanggaran atau praktek berbeda yang
terjadi, Dewan Keuangan harus segera mengirimkan kepada kepala gudang skala yang
benar dan teruji, neraca dan bobotnya, yang ditimbang layak (pasal 20). Tidak ada yang
lain kecuali berkas-berkas ini yang dimiliki oleh kepala gudang dan biasanya mereka
yang tidak mau mempertimbangkan ketaentuan ini segera akan dibebaskan dari
penugasannya, dengan menyerahkan kepada penuntut umum untuk menggugat para
pelanggarnya secara pidana (207). Para residen harus memperhatikan ditaatinya
peraturan ini, mereka wajib karena jabatannya tanpa peringatan lebih dahulu untuk
melakukan penyelidikan atas gudang dan semua yang terkait dari waktu ke waktu dan
selanjutnya di antara orang biasa atau pemasok umum mendapatkan berita, seperti
untuk mencapai tujuan Komisaris Jenderal (pasal 22). Semua aturan tentang neraca dan
sebagainya ditetapkan pada pertengahan 1818; tetapi pada akhir tahun itu tidak ada
tanggapan segera yang diberikan. Menurut laporan inspeksi yang disampaikan tanggal 5
Desember 1818, petani tidak mengetahui berapa jumlah pembayaran yang diminta saat
dia menyetorkan. Orang masih menimbangnya, bersama potongan batu yang beratnya
sepuluh kali lebih banyak dibandingkan apa yang diperhitungkan orang untuk satu pikul
dan dia menerima f 6,12 tanpa peduli berapa bobot dari jumlah yang disetorkan saat
ditimbang di gudang pemerintah. Pemasok kopi tidak merasa dibebani selama jarum
timbangan tetap berada di tengah dan tidak dirugikan.
Menurut pasal penutup 23 dari peraturan dalam Lembaran Negara 1818 nomor
53, para kepala gudang sesuai kebocoran ini harus bertindak sesuai dengan ketentuan
yang ada dalam kaitan ini, yang ditetapkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1809, dan
keputusan lebih lanjut yang dibuat oleh Komisaris Jenderal tanggal 16 Agustus 1817
nomor 6, dan semua yang bisa ditetapkan bagi peraturan lebih lanjut. Ini terjadi segera
setelah pembubaran Komisaris Jenderal. Dalam sebuah resolusi dalam dewan tanggal
16 April 1819 nomor 38, yakni peraturan kebocoran pertama yang dikeluarkan setelah
pemulihan kekuasaan Belanda; untuk kopi (208) tarip kebocoran itu sekarang adalah 1
dan 1 pon per 100 pon, sesuai dengan lebih lama atau tidak dari setahun produk itu
ditimbun.
Tetapi bersama ini sejarahnya belum berakhir. Mereka selalu menyatakan bahwa
dengan pasal 23 Lembaran Negara 1818 nomor 53, toh selain ini sebuah pasal 24
memerintahkan kepada inspeksi dan para residen setelah penyelidikan untuk
mengajukan usulan tentang kebocoran yang masih perlu dilaporkan pada perahu atau
pedati; tetapi dalam hal ini ditetapkan bahwa dengan penyetoran dari gudang-gudang di
Indramayu ke kapal-kapal atau milik swasta per pikul selalu berbobot 125 pon netto
tanpa tambahan yang disetorkan.
Pemerintah tidak lagi mengetahui per pikul 128 pon; tetapi mereka juga menilai
bahwa aturan ini sehubungan dengan pengelolaan gudang berlaku di bawah
pemerintahan G. Vriese sebagai asisten residen dan kepala gudang di Indramayu, seperti
juga dia tidak memiliki hak sama sekali untuk memungut 1 6/9 kebocoran itu, juga
meskipun ini tidak hilang. Kita membaca (peraturan ini pada tahun 1827 di bawah Du
Bus diganti dengan peraturan baru. Orang menemukannya tercantum dalam Tambahan
Lembaran Negara nomor 1678; jangka waktunya diperpendek) bahwa Dewan
Keuangan menyampaikan pujian tentang ini; tetapi Komisaris Jenderal sendiri tidak
membicarakannya. Setelah mereka berdebat lebih lanjut tentang surat Dewan Keuangan
tanggal 24 April 1818 nomor 51, yang membahas tentang pengelolaan gudang
khususnya tentang gudang di Indramayu, misalnya keputusan tanggal 20 Juli 1818
tetapi nomor 28, dilalankan oleh asisten residen dan penjabat kepala gudang G. Vriese.
Selanjutnya tentang semua berkas yang masuk masih harus dibicarakan bersama
inspeksi, demikian bunyi lebih lanjut.
Dan mempertimbangkan bahwa dari penyelidikan yang dilakukan oleh semua
pejabat dan lembaga terbukti bila kepala gudang di Indramayu telah memasukkan kopi
dengan pikul 128 pon dan dalam penyetorannya menimbang seberat 125 pon. Pada
buku gudang, seluruh jumlah kopi yang dicatat, disusutkan dalam pengapalan kembali,
tanpa menyebutkan perbedaan tiga pon yang disebutkan di atas. Cara bertindak ini tidak
dibenarkan, bertentangan dengan aturan yang ada dan dengan kebiasaan yang berlaku
bukan pada masa pemerintah Inggris, atau bisa dianggap sah. Selain itu kepala gudang
Vriese diwajibkan untuk memasukkan juga tiga pon yang diam-diam disisihkan atas
jumlah itu selama pengelolaannya di gudang, dan dari situ kopi yang disetorkan harus
dipertanggungjawabkan kepada Negara.
Penyusutan 1 pon per pikul bagi kebocoran ni ditutup dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1809 dan sesudahnya, yang secara tegas
menuntut agar kebocoran yang tidak bisa dinyatakan sebagai keuntungan sah, mungkin
terbukti hilang. Bahwa ketentuan ini masih diperluas dengan keputusan tanggal 16
Agustus 1817 nomor 6, yang menuntut pernyataan dari pengelola bahwa sebenarnya
kebocoran itu disebabkan bukan oleh tindakannya. Dari pencantuman yang dibuat,
diakui oleh kepala gudang Karangsambung Swaluw bagi penyetoran itu, dan oleh
kepala gudang Indramayu G. Vriese bagi penerimaannya, administrasi dan
penanganannya, terbukti bahwa setelah perhitungan yang menguntungkan dan semua
pengurangan lain demi keuntungannya oleh kepala gudang, tiga pon yang diam-diam
disisihkan atas 38.674 pikul dan 9 pon jumlah atas 111.145 pon atau 889,20 pikul.
Atas semua dasar ini diputuskan.
1. G. Vriese diserahi dengan 889 pikul dan 20 pon sejauh dia tidak bisa
mempertanggungjawabkan lebih lanjut;
2. Tidak menyetujui penyusutan 1 pon kebocoran dan jumlah yang dijual olehnya
atas kewenangannya sendiri, tetapi dengan menyerahkan kepadanya untuk
mendukung kebocoran sebanyak 1 pon per pikul melalui bukti menurut
ketentuan itu.
Setelah De Vries pada bulan Juli 1818 diberhentikan, saya memberitahukan lebih lanjut
(210). Jika sebelumnya saya memandang perlu untuk menjelaskan hal di atas agar
pembaca bisa memahami apa yang diharapkan petani kepada gudang dengan pikul 225
pon selama pertengahan 1818, kini kita harus meninjau lebih lanjut pembayaran itu.
Daendels menetapkan bahwa petani akan menerima 4 ringgit untuk per pikul suatu
pembayaran yang tidak terlalu tinggi kata De Haan, dalam suatu masa ketika satu pikul
125 pon dijual di Batavia sebanyak empat atau lima kali jumlah itu. Selain itu
tampaknya maksudnya bukan untuk membayar dalam bentuk perak, ketika kini selama
Komisaris Jenderal ditetapkan satu keping uang itu 120 duit, petani Priangan menerima
6 gulden dan 48 duit sebagai pengganti 4 ringgit (seluruh penjelasan ini sangat penting.
pada masa Daendels 4 ringgit tidak setara dengan 10 gulden seperti yang juga
dijelaskan dalam De Haan. Residen von Motman dalam laporannya tanggal 25 Oktober
1816 menulis:Sikap orang pribumi di kabupaten ini masih cukup keras, yang sejauh
ini tidak dibebani dengan kopi seperti penduduk di tanah-tanah bebas yang sebagian
harus dibayar dengan mata uang tembaga dan sebagian lagi dalam bentuk uang perak.
Kopi yang disetorkan dari tanah-tanah yang dijual oleh pemerintah Inggris selama tahun
1813 seperti Ujung Berung dan Gunung Parang, dengan sedikit perkecualian semua
harus disetorkan ke gudang-gudang yang terletak di dekatnya kepada pemerintah dan
untuk itu dibayar enam ringgit uang perak bagi sepikul 140 pon, menurut keputusan
pemerintah tanggal 13 Maret 1815). Pemikiran tentang kenaikan pembayaran yang
rendah ini (tetapi orang harus memperhitungkan apa yang dituntut dari pajak tanah atas
tanah garapan tersebut) pada inspeksi sebelumnya telah ada, sementara saat itu harga
pasar terbukti tinggi. Namun kesimpulan dalam laporan tanggal 5 Desember 1818
berusaha mempertahankan apa yang ada. Motifnya terlalu penting untuk tidak
diungkapkan. Tetapi yang juga penting adalah karena kemudian Van de Graaff telah
melakukan pendekatan yang sama terhadap persewaan tanah di Vorstenlanden (211).
Para pengamat menulis tentang ini,Suatu kenaikan penetapan harga yang telah lama
ditunggu penduduk Priangan, tidak akan memperbaiki nasib mereka tetapi sebaliknya
perlu mengajarkan kepada mereka yang kini tidak bisa dihindari dan menyediakan
makanan baru bagi nafsu para bupati dan kepala adat yang biasa menghormati lembaga
lama, tetapi sebaliknya setiap perubahan bersifat demikian, hanya dianggap sebagai
sarana untuk bisa memperkaya diri dengan mengorbankan kawulana, yang hamper tidak
bisa menegaskan atau sangat pasti selama orang hanya membiarkan kebiasaan lama
tidak berubah, tidak pernah memperhitungkan gambaran ini untuk mengadukannya.
Namun para penulis menetapkan satu pikul 225 pon @ f 6 12 untuk dikurangi pada
200; dan seperti di setiap distrik satu bobot akan dilaporkan seberat 20 pon, ketika juga
kembali sepuluh kali berat ini akan menjadi satu pikul yang dikenal olehnya. Jadi
menurut usul ini, toh petani menuntut kenaikan. Ditegaskan bahwa Komisaris Jenderal
tidak berbuat apapun yang menyangkut laporan komisi ini diluar disposisi. Juga Van der
Capellen tidak menulis bahwa orang-orang ini tidak perlu mencari keringanan dalam
pembayaran uang. Mereka hanya sekali lagi memerintahkan Dewan Keuangan dengan
pasal 6 keputusan tanggal 3 Januari 1819: agar segera dan tanpa ditunda lagi sesuai
keputusan tanggal 20 Juli lalu nomro 27, ke tempat di mana kopi diterima (212) dan di
distrik ini dari mana kopi diangkut ke gudang, untuk mengirimkan timbangan dan bobot
yang sama. Jadi juga administrasi Hindia.
Perjalanan setiap hari menjangkau kebun rumah petani. Ini bukan hanya
menekan mereka untuk menggarap tanah tetapi juga untuk panen, apabila produknya
perlu disingkirkan. Dan kemana? Bukan ke gudang pedalaman yang letaknya di jalan;
tetapi wajib tanam harus berangkat melalui pusat distrik ke ibukota kabupaten menurut
prinsip bahwa bupati harus selalu menerima penyetoran kopi. Juga bukan petani yang
menerima produk jatahnya. Semuanya ke gudang Karangsambung atau Cikao yang
disebutkan, tanpa menyinggung Buitenzorg di sini, harus dipindahkan di mana dengan
penipuan dalam bobot dan ukuran, 6 gulden 12 stuiver diterima bagi apa yang diusulkan
olehnya sebagai satu pikul 225 pon. Selain itu dia tidak pergi atas kesempatan yang
dipilihnya sendiri. Pengangkutan dilakukan dalam kelompok di bawah pengawalan
mandor. Residen Priangan menulis kepada Komisaris Jenderal,Setiap orang Jawa yang
dipekerjakan pada tanaman kopi telah menghasilkan pemetikan sejumlah pohon kopi,
memerintahkan perawatan kepadanya, setelah dikeringkan, dengan digiling dan
kemudian dicari (di sana tidak ada benih setengah busuk atau potongan yang
ditemukan, yang disimpan untuk digunakan sendiri) kepada kepala distrik, dengan
maksud jumlah itu harus ditimbang dan catatan dibuat, suatu perhatian yang wajib
dicurahkan untuk mencegah agar mereka tidak menjual dalam jumlah kecil di jalan itu.
Mereka dalam partai seluruh jumlah antara 15 sampai 20 pikul di bawah seorang
mandor kopi dilengkapi degnan daftar jumlah, dikirim ke gudang (mandor ini harus
bertanggungjawab atas semua kewajiban yang melekat pada penyetoran kopi, dengan
pembebanan atas sebagian dari seperempat ringgit kepada bupati), di mana kepala
gudang menunjuk orang pribumi yang tercantum dalam daftar ini sesuai kuantitasnya
dan ditimbang olehnya, sesuai pikul besar 225 pon yang dihitung seharga 4 ringgit 48
stuiver.
Untuk mengurangi beban pengangkutan, telah jelas bahwa di gudang-gudang
pedalaman pengawasan diterapkan. Persoalan ini segera menjadi perhatian Komisaris
Jenderal dalam perjalanan dinas ke Jawa. Pasal 1 sub 2 dari keputusan Sumedang
tanggal 28 Juli 1817 memerintahkan residen inspektur untuk melaporkan tentang sarana
yang digunakan untuk mengambil kopi di tempat lain selain di gudang-gudang di
Karangswambung dari rakyat biasa dan lebih khusus lagi gudang-gudang yang dibuka
di berbagai distrik, dan akhirnya untuk melaporkan secara khusus cara bagaimana
sekarang penyetoran itu terjadi. Menurut berita residen tanggal 17 September 1817
nomor 43 gudang-gudang di pedalaman tetapi hanay diperuntukkan bagi manusia yang
terbukti tidak siap untuk menyetorkan kopi lebih lanjut. Dia toh menulis bahwa
sebenarnya di distrik ini ditemukan gudang-gudang kecil, di mana kepala distrik wajib
menerima kopi dari petani apabila tidak siap menyetor kopi mereka ke gudang-gudang
besar karena mereka bukan pemilik hewan pengangkut dan kadang-kadang hewannya
sudah terlalu tua untuk memuati angkutan demikian, juga janda dan anak yatim yang
pada saat pemetikan ini berangkat ke kebun, dibayar tiga ringgit bagi kopi untuk per
pikul 225 pon di gudang kecil, yang tetap ditimbun sampai saatnya petani lain (214)
mengangkut kopinya ke gudang-gudang besar, yang kemudian bersama-sama dengan
hewan bebannya digunakan untuk membawa persediaan per pikul dengan upah
pengangkutan 1 ringgit dari gudang kecil ke gudang besar, yang maksimal bisa
ditafsirkan sepersepuluh dari penyetoran seluruhnya.
Sementara itu residen menolak untuk memanfaatkan kesempatan bagi
penyetoran kopi ke gudang-gudang di pedalaman demi para petani. Orang harus
menerapkan administrasi yang mahal dan sangat luas yang tidak mungkin dipercayakan
kepada para kepala pribumi, yang senang memeras, tanpa ragu-ragu lagi melakukan
penindasan terhadap orang Jawa, sementara tidak ada pengawasan yang dilakukan.
Tetapi juga ada yanglain, yang sulit untuk ditumpas kecuali kembali harus diupayakan
pengangkutan ke gudang-gudang besar. Mereka memerlukan tenaga dan hewan beban
yang sama untuk menyelesaikan hal ini.
Dari Komisaris Jenderal suatu keputusan yang tepat diharapkan untuk bisa
mengakhiri kondisi yang tidak layak ini.l tetapi laporan itu diserahkan kepada Dewan
Keuangan untuk diminta nasehatnya. Juga tumpukan kertas yang tak berakhir, yang
dikumpulkan di bawah pemerintahan Komisaris Jenderal dan sejak itu terus meningkat.
Wajar bila orang tidak mengambil langkah untuk memenuhi kepentingan mendesak ini
ketika Inspeksi pada tahun 1818 didengar pendapatnya. Mereka kembali menunjuk pada
kondisi buruk yang menyedihkan. Banyak petani yang tidak memiliki hewan beban dan
hewan penarik bagi pengangkutan. Mereka yang memilikinya membeli panen dari
petani setelah dikurangi biaya pengangkutan, sehingga tidak ada atau begitu sedikit
yang tersisa bagi apa yang dibeli (215), bahwa mereka akhirnya memilih untuk
membuang seluruh panen, tidak mau memperhatikan penyetoran kopi kepada Negara.
Para petugas ini ingin menempatkan pembelian di bawah pengawasan aparat Eropa.
Kopi yang diperoleh diangkut melalui sarana yang akan disediakan oleh para bupati,
berkat uang muka yang dibayarkan oleh pemerintah. Juga memang upah pengangkutan
dipotongkan dari nilai beli; tetapi residen membatasi jumlah potongan ini sehingga
tidak terjadi penyelewengan. Juga pasal 11 dari keputusan dalam Lembaran Negara
1819 nomor 1 muncul yang dicabut;Cara sekarang ini, yang membeli kopi dari orang
miskin atau dari mereka yang tidak memilkiki sarana pengangkutan sendiri ke gudang-
gudang di Karangsambung atau Cikao, sementara sebaliknya di berbagai daerah
gudang-gudang dibuka di mana di bawah pengawasan residen Priangan, kopi ini akan
diterima, dicatat dan dibayar; residen diperintahkan untuk mengajukan usul kepada
gubernur jenderal bagi penimbunan di gudang-gudang ini di berbagai daerah yang
diperlukan. Jadi setelah pemerintahan tiga tahun, masalah sederhana untuk mendirikan
gudang-gudang pembelian di pedalaman ini dengan tujuan memenuhi kebutuhan petani
yang sangat sulit dalam bidang transportasi masih tetap ada.
Terhadap letak dua gudang pengangkutan Karangsambung dan Cikao, Inspeksi
memang tidak merasa keberatan; tetapi pengangkutan dari pedalaman ke sana, juga
menyangkut gudang-gudang pembelian local, mereka anggap sebagai salah satu beban
paling menekan. Tampak bahwa seperti yang saya sampaikan, penduduk wajib untuk
membawa produk ke gudang-gudang pengangkutan, orang-orang tidak bebas
melakukan ini ketika mereka bersedia (216); ini terjadi dari setiap kabupaten satu atau
dua kali per tahun, dalam caravan. Ini mengakibatkan pengangkutan di sana sulit dan
tidak menguntungkan, pemilik hewan angkut kemudian saling datang; dari sana orang
bisa membaca dalam laporan bahwa satu per satu harus menunggu di tempat
penampungan dan sering setengah bulan dibiarkan berada di sana. Hanya di Kabupaten
Cianjur dengan ibukota karesidenan Cianjur saat itu, kejahatan ini berkurang
jumlahnya. Pengalaman menunjukkan kepada kita di Kabupaten Cianjur, demikian tulis
Inspeksi, di bawah pemberlakuan peraturan ini yang juga diterapkan di kabupaten lain,
bahwa pengangkutan dalam transport kecil apakah oleh setiap kampong atau kepala
bersama rakyatnya, tidak diutamakan. Komisaris Jenderal sependapat dengan
memerintahkan pada pasal 16 keputusan dalam Lembaran Negara 1819 nomor 1, untuk
memungkinkan pengangkutan ini menurut kebiasaan di Kabupaten Cianjur, melarang
pengangkutan besar sekaligus.
Juga orang mengusulkan waktu yang diperlukan bagi pengangkutan demikian.
Ada distrik-distrik,laporan itu meneruskan, yang penduduknya lebih dari sebulan harus
melakukan perjalanan pulang dan pergi. Penyebabnya terletak pada jalan-jalan sangat
buruk, yang tidak memungkinkan penggunaan pedati yang banyak dibutuhkan. Oleh
karenanya inspeksi mengusulkan pembukaan jala-jalan yang baik yang bisa dilewati
dengan pedati, seperti juga penyediaan sejumlah pedati, kerbau dan hewan beban;p
selain itu mereka ingin membuat peralatan besi, yang diperlukan untuk memasang
keranjang di pelana hewan beban. Jalan-jalan sebaliknya harus dibuka oleh penduduk
sendiri (217), petugas menduga di luar biaya pemerintah; seperti kebiasaan, mereka
menjelaskan.
Juga dalam perintah Komisaris Jenderal ini dicantumkan. Dalam pasal 8
keputusannya tanggal 3 Januari 1819, mereka toh memerintahkan residen
Priangan,dengan maksud sejauh mungkin untuk bisa memudahkan pengangkutan kopi
dari distrik-distrik kegudang-gudang di Karangsambung dan di Cikaow, khususnya
untuk itu jalan-jalan yang dilewati oleh pengangkutan kopi, harus terawatt baik,
diperbaiki, ditambah dengan jalan lain dan atas dasar ini pengangkutan dengan pedati di
sana seperti di tempat lain sejauh mungkin didorong; sementara pasal 9 memberikan
kewenangan untuk meletakkan di bawah pengawasannya sesuai usulannya sebuah jalan
pedati yang membentang dari ibukota negori Limbangan ke Karangsambung, dengan
petunjuk lebih lanjut agar para petani kopi sedikit mungkin dibebani dengan pekerjaan
ini, dan bersama ini juga dikerjakan pada tahun itu agar penduduk tidak lagi dibebani
atau hanya sedikit merasakan beban itu, selanjutnya residen diperintahkan jika terdapat
pengeluaran luar biasa atau kesulitan, untuk membuat usulan kepada Gubernur Jenderal
agar mampu memenuhi kebutuhan penduduk.
Mengenai penyediaan pedati dan kerbau bagi penduduk, tidak ada kekurangan
jalan yang menghambat penggunaan, tetapi juga tidak ada hewan penarik yang
dibutuhkan. Karena kebutuhan akan kerbau ini dan keinginan para pemiliknjya untuk
bisa pergi menjualnya ke luar karesidnean dengan maksud untuk bisa mengurangi
beban, di mana orang-orang tetekan dari pengangkutan paksa, dim as Kompeni orang
sangat sering membuat ketentuan terhadap penjualannya. Orang membebaskan
perdagangan, sehingga mengakibatkan laporan ini mengingatkan:bahwa di sana jika di
sebuah distrik hanya dijumpai sedikit kerbau (218), penduduk akan merasakan beban
ganda apabila tidak siap untuk bisa membawa kopinya dengan sedikit jumlah kerbau,
sehingga orang akan memperoleh kesempatan yang baik untuk dibebaskan dari jumlah
kecil ini, di mana mereka terbebas dari beban pengangkutan kopinya dan yang
kemudian diserahkan distrik lain. Ini disebutkan bahwa mereka yang tidak memiliki
sarana pengangkutan melalui sarana sosialnya, seperti juga orang-orang tua dan janda,
dalam aspek tertentu lebih baik daripada rata-rata hanya karea pengangkutan ke
Karangsambung dan Cikao. Dari kesalahan in, toh oleh pemerintah kopi dibeli di
gudang-gudang distrik dengan pengurangan biaya pengangkutan; tetapi para pemilik
kerbau setelah mereka mengangkut kopinya terlebih dahulu, masih harus mengurangi
apa yang dibelinya. Bagi pengangkutan kopi yang dibeli, manusia dan kerbai dari
distrik yang jauh dipaksa melakukannya. Semua ini dengan pembayaran f 1,18 per 225
pon; dan untuk ini seseorang dengan minimal dua ekor kerbaunya harus meninggalkan
rumahnya selama sebulan. Selain itu pengangkutan produk tambahan ini juga sangat
memprihatinkan; karena para pemilik kerbau menyadari bahwa toh kerbau mereka
harus digunakan untuk mengangkut kopi milik orang lain, jauh lebih lama daripada
yang diperlukan tetap berada di perjalanan untuk mengangkut hasil panennya sendiri.
Jadi ambisi yang sangat jelas muncul untuk membawa hewan penariknya keluar
karesidenan itu, yang dicegah oleh pemerintah dengan aturan-aturan larangan bagi
pembelian, tetapi yang mengakibatka distrik-distrik tempat orang memiliki banyak
kerbau dan lebih banyak yang diperlukan daripada untuk digunakan sendiri oleh
penduduk, bukan hanya tidak mampu menyediakan jumlah ini tetapi karena mereka
adalah pemilik kerbau, para pemilik itu denga n harga murah harus juga mengangkut
kopi selain kopinya sendiri dari distrik lain (219), sementara selama perdagangan
kerbau dibatasi, di sini hanya sedikit selain penguasa yang bisa menikmati keuntungan,
yang mempersulit pihak lain dengan tujuan untuk bisa memungkinkan pedagang kerbau
pergi ke pesisir.
Apa yang dilakukan di sini bagi daerah yang paling parah dilanda itu, tampak
jelas; pengangkutan dengan bayaran sepenuhnya; toh orang dengan tenang bisa
membebaskan seluruh perdagangan seperti yang terjadi di mana-mana di pulau ini,
inspeksi menyatakan, tetapi orang akan melanggar system Priangan. Oleh karenanya
mereka memerintahkan untuk membuat pengalihan hak ini tergantung pada persetujuan
residenb, sehingga perlu dicatat:Agar pemerintah mengetahui kondisi local sebagai
alas an tidak seorangpun kecuali pejabat yang diberi kesempatan untuk menilai dari
distrik mana pengangkutan kerbau bisa dilakukan tanpa menimbulkan kerugian pada
sarana transportasi kopi yang ada, pemerincah percaya bahwa oleh residen di sini sesuai
pengetahuannya dan cara yang netral bisa diterapkan, dan oleh pejabat ini diawasi agar
para pengawas tanaman kopi langsung atau tidak langsung tidak boleh mengelola
perdagangan sendiri, baik dalam kerbau maupun sapi, yang kita duga bahwa para
pejabat perlu dilarang dengan tegas. Komisaris Jenderal setuju dengan aturan yang
tidak berarti ini, menurut pasal 20 dan 21 keputusan dalam Lembaran Negara 1819
nomor 1.
Namun juga sesuatu yang positif dilakukan. Inspeksi memerintahkan untuk
membayar uang muka kepada para bupati dengan maksud untuk membuat penduduk
mampu memenuhi kebutuhan pedati dan hewannya. Keputusan tanggal 3 Januari 1819
membuka kemungkinan untuk itu. Pasal 10 memerintahkan kepada residen agar
memberitahu para bupati bahwa pemerintah dengan maksud untuk memudahkan
pembuatan pedati dan pembelian kerbau, memutuskan untuk membayarkan uang muka
kepada para bupati ini, dan setelah itu secara angsuran meminta kembali bersama
bunganya (220). Menurut pasal 13 residen diingatkan bahwa pedati dan kerbau yang
telah dibeli harus digunakan terutama bagi pengangkutan kopi, yang dibeli di gudang-
gudang local dari mereka yang tidak memiliki sarana pengangkutan:dengan maksud
agar secepat mungkin tidak seorangpun yang dipaksa untuk menyediakan kerbaunya
sendiri. Pasal 14 menuntut dari residen sebuah usul tentang cara pengangkutan kopi
yang dibeli di gudang-gudang kecil, sejauh orang-orang tertentu bisa memiliki sarana
pengangkutan itu. Pasal 12 juga memuat suatu ketentuan untuk bisa sejauh mungkin
menambah dan memperbaiki sarana. Pasal 15 akhirnya memberi kewenangan residen
untuk bisa membuat perangkat besi dengan biaya Negara bagi pelana dan peralatan
pelana untuk hewan beban yang digunakan mengangkut kopi.
Produk gudang kopi di Karangsambung, Cikao dan Buitenzorg diangkut oleh
para kepala gudang yang dibayar dalam uang tembaga:
- Dari Karangsambung ke Indramayu 12 stuiver
- Dari Cikao ke Batavia 19 1/9 stuiver
- Dari Buitenzorg ke Batavia 10 stuiver
Tiap pikul Kompeni @ 128 pon (angka-angka ini diambil dari laporan von Motman;
tetapi salah dicegak 19 ; dalam laporan itu disebutkan 19 1/8. Jadi orang juga
membaca dalam laporan inspeksi:Pemerintah membayar bagi upah pengangkutan kopi,
yang berasal dari Karangsambung ke Indramayu dan dari Cikao ke Batavia per 128 pon
sebanyak 12 dan 19 1/5 stuiver). Jenis pikul ini berasal dari zaman Daendels. Jenis
pikul lama berukuran 160 pon. Pengangkutan dari Karangsambung dan Cikao
berlangsung dengan perahu, di mana kopi dimasukkan dalam karung, yang kebanyakan
terdiri atas kain hijau, orang membaca dalam laporan Inspeksi. Perlengkapan ini
diperhitungkan 2 stuiver per 128 pon, di mana biaya kopi di Indramayu dan di Batavia
bagi pemerintah naik sampai f 6,20 dan f 6,27.
(221) Mengenai Karangsambung, kepada para pengelola perahu kepala gudang
membayar sesuai kebiasaan lama, laporan Desember mengingatkan hanya 15 stuiver
bagi 225 pon, jadi sekitar 8 stuiver untuk 128 pon; para pemilik perahu yang
digunakan olehnya untuk pengangkutan ini puas dengan pembayaran itu dan karenanya
selisih 3 stuiver per 128 pon sekarang ini menjadi keuntungan kepala gudang di
Karangsambung. Sesuai apa yang dipertimbangkan oleh Inspeksi, Komisaris Jendeal
menjamin lebih banyak duit kepada nahkoda perahu, sementara kepala gudang
kehilangan tunjangan ini, pasal 17 keputusan dalam Lembaran Negara 1819 nomor 1
menetapkan bahwa bagi upah angkut dari Karangsambung ke Indramayu, dibayarkan
Sembilan stuiver bagi 125 pon, dan kepada kepala gudang Karangsambung tidak lebih
dari Sembilan stuiver harus dibayarkan untuk jumlah yang sama. Penurunan dari 128
menjadi 125 pon berkaitan erat dengan ketentuan dalam pasal 7 Lembaran Negara, yang
mencabut ketentuan yang sampai sekarang berlaku untuk menjual sepikul kopi dengan
128 pon dalam buku gudang dan perhitungan, dan menentukan bahwa terutama sepikul
akan memuat 125 pon. Dari Indramayu, produk yang diterima dari Karangsambung
dikirim lewat laut, apakah ke Batavia atau langsung ke Belanda; pemerintah menyewa
kapal untuk itu. Tetapi dengan cara yang lebih mudah dipahami, pada Komisaris
Jenderal pertanyaan diajukan kepada residen Priangan: apakah tidak ada perahu yang
bisa membawa kopi melalui aliran Cimanuk ke Priangan, sehingga juga mereka akan
mengangkut produk ini melalui laut ke Batavia, sehingga administrasi yang lebih
mahal di Indramayu tidak diperlukan (222). Residen menjawab bahwa dia telah
menyelidiki sungai ini; tetapi karena kedangkalannya hanya bisa dilayari bagi perahu-
perahu kopi dari pohon, yang biasa digunakan orang dan harus dianggap tidak cocok
untuk melayari lautan lepas antara Indramayu dan Batavia. Pembongkaran gudang-
gudang di Indramayu juga dianggapnya tidak mungkin (surat keputusan tanggal 28 Juli
1817 nomor 4).
Kopi yang ditimbun di Cikao diangkut dengan perahu-perahu melalui sungai
Citarum ke Batavia dan dengan melayari kanal Ancol di tengah jalan. Pengangkutan
latu dengan demikian tidak terjadi. Demi kepentingan dinas ini, kepala gudang Cikao
memiliki sejumlah perahu yang olehnya disewakan kepada penduduk desa untuk
mengangkut produk itu; orang-orang untuk ini menerima 1/3 uang pengangkutan yang
diserahkan kepada kepala gudang. Petugas menduga, suatu ketidakteraturan yang tidak
perlu disesalkan karena jalan terbuka bagi semua praktek buruk. Yang lebih buruk lagi
adalah upah nahkoda perahu karena Citarum terletak penuh dengan ranting dan dahan
pohon, yang melalui pengairan derasnya ditambah dengan air terjun dan pengurangan
arus bisa menyentuh tanah. Para nahkoda untuk meneruskan perjalanannya pada
mulanya harus mengatasi hambatan ini. Dengan demikian sungai ini dapat dilayari;
tetapi ketika kembali, orang tidak bisa merentangkan jala dari perahu, sementara sesuatu
yang mirip dengan jalan setapak tidak ada, alirannya ditumbuhi dengan kayu dan
belukar. Setelah mencapai ujung sungai Citarum, orang meninggalkannya untuk
menikuti kanal Ancol ke Batavia; tetapi kanal ini biasanya tidak dalam bagi perahu-
perahu yang berasal dari Cikao. Para nahkoda dalam hal ini harus memuati kopinya di
perahu-perahu kecil atas biayanya sendiri (223) (di halaman terakhir karyanya, de Haan
mengisahkan sesuatu dari laporan tanggal 5 Desember 1818:dari hari ke hari, kadang-
kadang perahu karena kedangkalannya harus menyusur. Cara ini memberikan petunjuk
tentang gaya laporan yang disebutkan di halaman 196-197). Bagaimana laporan yang
sama menyebutkan cara yang sangat mudah, bagi pengangkutan kopi.
Dengan maksud untuk mengatasi keberatan ini, Komisaris Jenderal menetapkan
dalam Lembaran Negara 1819 nomor 1. Dalam pasal 18, bahwa kopi terutama dari
Cikao tidak bisa diangkut dengan perahu yang dimiliki oleh kepala gudang di sana.
Perahu-perahu ini diambil alih darinya dengan harga yang sangat layak; selanjutnya
Komisaris Jenderal meminta nasehat tentang cara bagaimana pengangkutan ini harus
dilakukan.
Dalam pasal 19:Para residen Buitenzorg, Krawang dan Batavia mendapatkan
instruksi: agar masing-masing memperhatikan supaya sungai dan pengairan dalam yang
digunakan untuk mengangkut kopi dari Cikao ke Batavia dipertahankan kedalaman dan
kebersihannya, dan aliran sungai Citarum selalu ditebangi atau dibakar dengan tujuan
agar perahu-perahu bisa terus ditarik dengan tali. Akhirnya pengangkutan kopi dari
Buitenzorg ke Batavia dilakukan juga secara wajib tetapi dengan pembayaran, menurut
apa yang kit abaca sebanyak 10 stuiver per pikul 1280 pon (meskipun bagian ini hanya
membahas tentang Priangan, kesatuan gambaran menunjukkan bahwa pengangkutan
dari Buitenzorg yang bukan hanya untuk kopi yang ditanam juga mencakup hasil bumi
Priangan, di afdeeling ini mendapatkan suatu posisi). Isi dari keputusan pemerintah
tanggal 21 September 1818 nomor 25 menandai beban dinas ini. Dipertimbangkan
bahwa pengangkutan dari Buitenzorg ke Batavia tanpa penambahan pedati kerbau
yang ditekan tidak bisa dilakukan dengan kecepatan yang dibutuhkan, kepada residen
Buitenzorg dan baljuw Batavia diperintahkan untuk mengawasi agar setiap hari dari
kewenangan mereka lima belas pedati kerbau disediakan di Buitenzorg (224), untuk
pengangkutan kopi, baik residen Buitenzorg maupun kepala dan Dewan Keuangan
(lembaga ini saat itu masih menguasai Batavia dan pedalamannya) dalam hal ini
diperintahkan untuk mengawasi dan memperhatikan agar para pengelola pedati perlu
selalu tidak mendapatkan hambatan dari direksi pergudangan, baik di suatu tempat
maupun di tempat lain tetapi sebaliknya menerima bantuan dan tunjangan dalam
melakukan perjalanannya. Laporan inspeksi menilai tentang terulangnya tekanan ini
dengan sangat ketat, menegaskan:Kopi dari Buitenzorg diangkut dengan kereta kuda,
dan untuk ini kebanyakan kereta dari tanah-tanah partikelir diminta. Ini bukan hanya
merupakan beban yang sangat menindas bagi para pemilik kereta kuda tetapi selain itu
bertindak menurut cara dagang yang sewenang-wenang; dari sana juga orang-orang
merasakan sangat keberatan. Dengan tujuan melakukan perbaikan di sini, Van Lawick
mengingat sebagai penulis pertama laporan ini, sebagai rujukan pada zaman Kompeni,
ketika Cianjur juga menyetorkan kopinya di Buitenzorg.
Penulis pertama dalam jabatan komisaris tidak pernah perlu memanfaatkan
tekanan terhadap orang pribumi untuk mendapatkan kereta kuda bagi pengangkutan,
kecuali pemerintah pada masa ini memberikan ijin untuk membayarkan uang muka
kepada orang-orang tertentu. Mereka juga menjadi mandor pedati. Setiap orang
kemudian memperhatikan sejumlah tertentu pedati, yang terutama digunakan bagi
pengangkutan kopi. Orang-orang ini dari situ mengambil penghidiupannya dan uang
yang dibayarkan sebagai uang muka untuk menyediakan pedati dan kerbau, oleh
mereka dibayarkan dalam angsuran, dengan upah angkutan yang diganti; pemerintah
tidak pernah kekurangan duit dalam hal ini. Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal
Daendels terutama persoalan tenaga ini selesai dan pedati serta kerbau mereka tidak ada
lagi.
(225) Para penulis dalam laporan ini memberitahu residen Buitenzorg tentang
kehidupan kembali kebiasaan demikian; oleh kepala pemerintahan itu dijawab bahwa
12 orang telah mendaftarkan diri untuk menyetorkan 200 pedati bagi pengangkutan
kopi asalkan menerima uang muka antara f 20-25 bagi setiap pedatinya. Mengingat
residen harus memantau dipatuhinya kesepakatan ini, Inspeksi juga memberitahu
Komisaris Jenderal:Kami meninjau sarana ini dengan usaha percobaan yang sederhana
dan uang muka yang diminta bagi pemerintah tidak begitu penting, sehingga kita tidak
menganjurkan kepada Paduka untuk menerimanya. Tetapi mereka menambahkan
bahwa kewajiban yang dibebankan kepada para pemilik pedati itu tidak lagi perlu
diteruskan kecuali menyetorkan kopi di Tanah Abang di Weltevreden, dan tidak dibawa
ke gudang di kota Batavia di mana mereka tidak menemukan lahan rumput bagi
kerbaunya dan sangat sering pedati mengalami kecelakaan yang ditakuti oleh orang-
orang dan pedaati kerbau. Selain itu para pelaku kontrak menili bahwa mereka yang
datang dari iklim sehat seperti Buitenzorg, kebanyakan menjadi sakit ketika mereka
harus bermalam di kota Batavia. Inspeksi yang merasakan keberatan ini memerintahkan
untuk membangun sebuah barak di Tanah Abang, di mana kopi bisa dibongkar; mereka
menjelaskan bahwa persoalan ini tidak merupakan hal baru, karena dahulu kopi yang
diangkut dari Buitenzorg dengan alas an sama seperti yang kita kutip di atas, tidak
langsung dibawa ke gudang-gudang Negara dengan pedati, melainkan di Jakatra
dikapalkan dalam perahu untuk diangkut ke gudang-gudang itu (dalam karya De Haan,
kata-kata ini juga dikutip, sementara dalam bagian selanjutnya suatu penjelasan dibuat
tentang kondisi Batavia yang tidak sehat. Dalam Tijdschrift van het Kon. Inst. Van
Ingenieurs cabang Hindia Belanda tahun 1912 dengan judul Batavia yang tidak sehat,
dahulu dan sekarang oleh J.W. Gorkom sebuah karya terbit pada tahun 1913. Orang
tidak akan menunggu pembahasan penting ini dalam publikasi teknis).
Komisaris Jenderal (226) memberikan penilaian tentang pernyataan ini, yang
terbukti dari pasal 24 dan 25 keputusan tanggal 3 Januari 1819. Residen Buitenzorg toh
diberikan kewenangan untuk bisa membuat kesepakatan bersama penduduk
Buitenzorg dan tanah-tanah partikelir lainnya bagi penyerahan sejumlah pedati tertentu,
untuk pengangkutan kopi dari Buitenzorg ke Batavia dan khususnya dengan uang muka,
untuk memudahkan pengadaan pedati dan kerbau; sementara Dewan Keuangan
menerima perintah untuk menyelidiki apakah tidak diutamakan bila para pemilik pedati
kopi terutama tidak akan membawa kopi mereka ke gudang di dalam kota, tetapi cukup
dengan membawanya ke Tanah Abang, untuk dari sana selanjutnya dikirim dengan
perahu dengan perintah untuk menyelidiki dalam penelitian ini semua yang mengarah
pada ketentuan yang adil dan tidak terlalu menekan bagi nahkoda, khususnya juga
dengan tujuan sejauh mungkin untuk mendapatkan pedati bagi pengangkutan dari
Buitenzorg ke Tanah Abang tanpa paksaan.
Menurut jumlah pikulnya, yang setiap tahun disetorkan oleh kabupaten ke
gudang, bupati dan penilik Eropa yang ada di sampingnya tentang hasil setiap
kabupatennya, seperti juga para kepala gudang di Cikao dan Karangsambung bagi
semua yang diterima olehnya menerima sejumlah uang per pikul 128 pon. Dari bagian
yang diberikan kepada bupati, sebaliknya sejumlah kuota tertentu harus diberikan untuk
membayar pegawai rendahan pribumi. Orang-orang itu mengalami kekurangan yang
bisa dipahami. Uang pikul yang dimaksudkan untuk memotivasi kerajinan bagi petani
kopi sebaliknya menambah biaya produk itu (227). Dalam laporan von Motman suatu
tinjauan tentang pengeluaran dalam uang tembaga berikut ini, bersama stuiver dan
rupiah Jawa.
Pembayaran kepada petani 3 19
Uang pikul kepada penilik 0 12
Uang pikul kepada bupati 1 18
Uang pikul kepada kepala gudang kopi 6 66
Dalam tulisan Deventer angka ini tidak jelas dicetak, tetapi di belakang angka rupiah
terdapat titik seolah-olah ada sen yang mengikutinya.
Penguasa yang memiliki pengaruh adat untuk menerapkan penanaman wajib
adalah bupati. Selain itu dia menikmati penghasilan yang menurut kebiasaan lama
menjadi haknya dan yang lebih banyak terdiri atas kebutuhan sehari-hari penduduk bagi
rumahtangga dibandingkan pungutan lain dari kawulanya (setidaknya dalam pandangan
normal), dia menerima uang pikul 1 18 rupiah yang disisihkan dari sini. Dari jumlah
ini sebaliknya dia harus membayar 12 stuiver kepada para kepala rendahan.
Inspeksi ingin menaikkan uang pikul dengan menaikkan tarip lewat penetapan
per pikul 125 pon. Orang selalu berpikir, mereka mengingatkan bahwa di Priangan
diduga semua ini berasal dari pengaruh bupti dan para kepala rendahan atas kawula
mereka, jika bukan hanya sebagian besar, kepatuhan kawula sebagai pengaruh yang
tidak bisa ditinjau dari sudut pandang lain kecuali para kepala adat di tempat lain di
Jawa, di mana orang sangat mungkin bisa memperoleh apa yang dimintanya tanpa
bupati di sana. Penulis seperti van Lawick menilai tentang para kepala Priangan,Kami
merasa (228) bahwa ketika pengaruh para bupati ini atas kawulanya dihentikan, juga
sekaligus system kerja wajib tidak perlu ada kecuali diperintahkan oleh tangan yang
lebih kuat. Dari situ juga orang tidak boleh mengabaikan para bupati dan penampilan
fisiknya dalam hal ini. Orang harus mengikat mereka dengan penghasilan yang baik
kepada pemeirntah. Dengan bimbingan seperti itu, mereka memerintahkan untuk
menetapkan per pikul 125 pon:seperti sejumlah besar yang diakui umum bagi satu
pikul. Mereka menilainya lebih rasional; di sana jumlah 128 pon ini bagi satu pikul
hanya dihitung bertolak dari zaman ketika kopi harus tetap ditimbun untuk jangka
waktu lama di gudang-gudang pemerintah karena kondisi yang ada. Saya menduga
bahwa pasal 7 Lembaran Negara 1819 nomor 1 memiliki sifat umum dan dengan
demikian di bagian usul inspeksi ini juga dimasukkan. Tetapi selain itu para petugas
mengusulkan:Pendapatan para bupati dinaikkan dengan beberapa stuiver per setiap
pikul, misalnya dengan enam stuiver dan untuk para kepala rendahan tiga stuiver. Ini
akan lebih mengikat mereka kepada pemerintah dan mungkin akan mencegah dan
membasmi pengangkutan kopi gelap. Pasti bahwa perintah ini nperlu dijadikan usulan
dalam laporan yang dalam pasal 27 keputusan tanggal 3 Januari 1819 ditetapkan di
luar disposisi.
Bupati dibantu oleh seorang aparat Eropa, yang memiliki pangkat penilik.
Laporan Inspeksi mengingatkan,Di setiap kabupaten orang menemukan seorang
pejabat Eropa, yang harus memerintah kabupaten bersama bupati di samping jabatannya
sebagai pengawas atas tanaman kopi, tetapi sekaligus mereka sebenarnya adalah
penguasa. Begitu juga uang pikul atas produksi kabupaten dibebankan, tetapi hanya 12
stuiver. Inspeksi tidak membuat usulan untuk melakukan perubahan dalam posisi ini
(229); tetapi mungkin yang dimaksudkan adalah untuk memperbaiki sarananya, dengan
menurunkan per pikul dari 128 menjadi 125.
Residen dari pemulihan kekuasaan Belanda tidak menyetujui tambahan uang
pikul. Sebelum penaklukkan Inggris, kondisinya berbeda. Kepada Utusan bagi Orang
Pribumi dan setelah itu kepada pejabat tinggi yang menggantikannya, diberikan 12
stuiver dari produksi seluruh wilayah itu, yakni 128 pon (di bawah Daendels, baik bagi
penilik di kabupaten maupun bupati di wilayah ini, seperempat ringgit per pikul
ditetapkan). Tetapi dengan mengikuti perintah Janssens, yang mengatur agar gaji
residen tidak hanya tergantung pada kopi, pemerintah Inggris mengakhiri seluruh
aturan ini dengan menetapkan gaji tetap residen f 1100 per bulan, tetapi menjadi
penghasilan khusus seperti pengawas tanaman kopi atas seluruh Jawa. Laporan tanggal
16 Desember 1818 menunjukkan bahwa jabatan superintendan ini harus dicabut,
sementara laporan tanggal 5 menegaskan perhatian bahwa penghasilan residen Priangan
sebesar f 1100 per bulan lebih rendah daripada gaji residen lain di Jawa, kecuali residen
Krawang dan meskipun karesidenan Priangan memberikan keuntungan yang lebih besar
daripada sejumlah karesidenan lain yang disatukan. Selain itu, sementara mereka yang
tinggal di rumah dinas, residen Priangan tetap tinggal di rumah pribadinya ketika tidak
ada bangunan pemerintah yang ditemukan di karesidenannya bagi pejabat ini. Inspeksi
oleh karenanya mengusulkan untuk memberi residen gaji f 1600 per bulan dan
diperhitungkan menurut uang pikul 8 stuiver per 125 pon kopi yang disetorkan. Tetapi
Komisaris Jenderal menetapkan diluar disposisi (230) usul ini dalam pasal 27
keputusannya tanggal 3 Januari 1819; pada bulan Juni pembelian rumah von Motman di
Cianjur sebagai rumah dinas disetujui.
Bersama ini persoalan yang disampaikan oleh para peneliti pada awal
tinjauannya tentang tanaman kopi Priangan dibahas; tetapi di bawah kesan beban berat
di satu sisi yang dibebankan oleh tekanan kopi kepada penduduk, di sisi lain
ketimpangan aturan di mana Jawa yang lain tampaknya lebih diprioritaskan dalam
penanganannya dan pembayaran bagi kopi dalam setiap aspeknya lebih tinggi, mereka
masih memerintahkan penarikan pajak keluarga yang sebaliknya baru akan saya bahas
dalam bab berikutnya. Selain itu, bersama ini saya mencatat bahwa keputusan tanggal 3
Januari 1819 yang diikuti dari laporan itu masih memuat aturan-aturan sebagai berikut
- Pasal 1 : residen Priangan diberi kewenangan untuk mencatat 1.728.653 pohon
kopi
- Pasal 2 : residen Buitenzorg diperintahkan untuk mendaftar 513.000 pohon
- Pasal 3 : kepada kedua residen diperintahkan agar pohon kopi yang dicatat tidak
lagi membebani petani, tetapi harus diperhatikan bahwa mereka dibebaskan dari
perawatan semua pohon yang dicatat
- Pasal 5: disetujui usul residen Priangan untuk menanam 2.883.200 pohon,
dengan pemberitahuan bahwa untuk itu diwajibkan agar residen mengajukan
usulan sehubungan dengan kondisi local dan sesuai kewajiban yang harus
ditanggung setiap petani.
BAB IX
PERLINDUNGAN PENDUDUK DI
TANAH-TANAH PARTIKELIR

Beberapa kali saya telah meminta perhatian bagi tanah-tanah partikelir. Kita harus
meninjaunya sehubungan dengan perhatian pemerintah terhadap tindakan para tuan
tanah yang mengorbankan penduduk. Tindakan ini mendorong Komisaris Jenderal di
satu sisi untuk segera mengeluarkan sebuah peraturan berkenaan dengan tanah-tanah
yang dijual di sebelah barat sungai Cimanuk oleh pemerintah Inggris. Di sisi lain
pemerintah harus membentuk sebuah komisi bagi tanah-tanah yang umumnya terletak
di sebelah barat sungai ini, dengan tujuan untuk menciptakan peraturan yang jelas; dari
situ pemisahan masalah ini dalam dua bagian. Tanah-tanah di sebelah timur Cimanuk
tetap di luar perhatian pembuat peraturan. Diduga, mereka tidak memberikan alas an
bagi keluhan serius, yang kemudian dipengaruhi oleh jaraknya yang jauh dari pusat
pemerintahan.
Ada suatu kontradksi dalam sejarah pemerintahan sementara Inggris, bahwa
sementara Raffles mengambil tindakan bermanfaat bagi penduduk untuk menebus
kembali Probolinggo, yang dijual oleh Daendels kepada seorang Cina, setelah itu di
ujung barat Jawa dan selanjutnya di tempat lain di pulau itu dia menyalahkan anomaly
serupa (300). Selain itu sama sekali tidak tertutup kemungkinan bahwa penakluk asing
tidak akan bertindak demikian apabila Daendels tidak memberikan kesempatan
kepadanya dalam waktu singkat sebelumnya. Kini perkaranya dianggap penitng dan
juga dibela karena kurangnya keuangan yang memadai. Sejumlah uang sangat sedikit
yang diperoleh tidak mencegah pemerintah Kompeni Inggris yang terpanggil oleh
tuduhan Gillespie untuk memberikan suatu penilaian tentang persoalan ini, menyatakan
bahwa sarana itu harus mencapai tujuan (yang sangat menarik adalah membaca
perkembangan persoalan ini dalam berkas-berkas yang ditulis oleh Raffles dan
Muntinghe, sebagai akibat tuduhan Gillespie terhadap letnan gubernur itu. Semua itu
diterbitkan dengan sejumlah penjelasan). Tindakan penjualan ini telah menimbulkan
pemikiran lain, oleh karenanya para anggota pemerintahan yang ada dengan wali negeri
sebagai pimpinannya, pertama-tama berminat. Saya sejak delapan hari mengadakan
perjalanan, Van der Capellen pada tangal 15 Juli 1819 menulis dari Sukabumi kepada
Falck, dan sekarang ini dalam perjalanan dari Cianjur (ibukota Priangan) di tanah
pemerintah atau lebih tempatnya di propinsi yang dibeli oleh de Wilde dari pemerintah
Inggris. Ini merupakan salah satu daerah terindah di pulau itu, suatu iklim yang sehat
dan nyaman. Tuan de Wilde yang memiliki rumah baik dan mkenyenangkan dengan
pekarangannya, setiap hari memperbaiki tanah yang indah ini, yang tidak pernah
dijualnya dan mungkin tidak akan dijual apabila Tuan Raffles sendiri saat itu tidak
berminatnya (saya mengambil kutipan ini dari berkas aslinya yang disimpan oleh
Falck). Raffles berbagi separuh. Tetapi dia harus melepaskan andilnya atas perintah
pemerintah. Nicolaas Engelhard, A. de Wilde dan Th. Macqoid (301) adalah orang-
orang yang menguasai 1/5 dari pembelian pertama Sukabumi. Seluruh persoalannya
terletak pada pemerasan Tuan Macquoid, saat itu sebagai residen Priangan yang
membawahi Krawang, Willem van Hogendorp menilai tentang penjualan tanah selama
pemerintahan Inggris. Dia yang beberapa tahun kemudian tidak kembali dari Belanda
ke Batavia, berusaha mengetahuinya. Keterlibatan dalam penjualan tanah-tanah Negara
bukan merupakan konteks tulisan ini. Tetapi tentang pemerintahan sementara Inggris
hal ini harus disebutkan, karena mereka menjadi titik tolak aturan Komisaris Jenderal
untuk melindungi penduduk.
Terhadap kenyataan ini, terhadap ambisi mereka untuk mempersoalkan nilai hak
milik, dengan tujuan bertindak sesuai kondisi, sangat disesalkan bahwa mereka tidak
segera memangkas persoalannya lewat pembelian kembali dari apa yang dimana-mana
selalu menimbulkan keburukanm dan menurut apa yang kit abaca, terutama setelah
pembubaran komisi tinggi. Van der Capellen kepada Falck berulang kali menulis bahwa
pembiarannya harus dianggap sebagai suatu kesalahan sangat besar seperti yang
khususnya dia tegaskan pada tanggal 21 Januari 1822 (Falck tidak mendukung tinjauan
ini. Saya tidak berani memberikan penilaian, dia menulis pada akhir tahun
1821,tetapi saya mengikuti pandangan Komisaris Jenderal ketika tersesat dan terlalu
liberal. Seperti yang ditunjukkan persoalan ini, saya melangkah dengan langkah tegap
di jalan yang telah ditempuh).
Alas an pertama yang ditemukan oleh Komisaris Jenderal untuk menilai
transaksi ini dari sudut pandang politik, terletak di kerusuhan Krawang tahun 1816.
Selama tindakan wali negeri Daendels, Kabupaten Indramayu dan daerah Kandanghaur
yang memiliki satu pimpinan, dimasukkan dalam Karesidenan Cirebon. (302) Dalam
keputusan tanggal 2 Maret 1811. Krawang dibentuk sebagai daerah landdrost yang
sebelumnya oleh Daendels disebut suatu karesidenan. Saat itu kepada karesidenan
Cirebon pemerintah menambahkan daerah Kandanghaur, seperti juga ujung barat dari
Kabupaten Indramayu, yang dengan demikian menjadi sebuah distrik yang terletak di
sebelah barat Cimanuk (Faes segera menyatakan bahwa tidak pernah disinggung
tentang penjualan kabupaten Indramayu. Namun orang membaca dalam brosur
Broersma yang terbit kemudian,Muntinghe selanjutnya menjadi pemilik kabupaten
Indram,ayu barat dengan uang 43.000 real Spanyol. Jabatan landdrost Krawang dalam
pengumuman pemerintah Inggris tanggal 10 Agustus 1815 digabungkan dengan
Priangan. Daerah Indramayu Barat dan Kandanghaur dengan Lembaran Negara 1823
nomor 42 kembali digabungkan dengan Cirebon). Mengingat juga di sebelah timur
aliran sungai itu khususnya di Semarang dan Surabaya, ditemukan tanah-tanah
partikelir, kemudian ada sebutan untuk menyebut tanah-tanah di sebelah barat sungai
Cimanuk, termasuk bukan hanya tanah-tanah di Krawang tetapi juga tanah-tanah lain
yang terletak di sebelah barat seperti Buitenzorg dan Banten. Pemisahan ini khususnya
penting sejak orang menetapkan aturan-aturan bagi lahan yang terletak di sebelah barat
ini, yang tidak berlaku bagi wilayah di sebelah timurnya, seperti yang disampaikan di
awal bab ini.
Yang termasuk tanah-tanah yang dijual di daerah Krawang adalah
1. Pamanukan dan Ciasem (monografi khusus dengan peta tentang tanah-tanah ini
bisa ditemukan dalam Broersma)
2. Kandanghaur dan Indramayu Barat yang telah disebutkan (peta kedua tanah ini
digabungkan dalam memori penjelasan mengenai rencana peraturan untuk
menaikkan anggaran Hindia selama tahun 1910 demi kepentingan pembelian
kembalinya yang terjadi pada tahun itu. Seluruh wilayah itu dibagi dalam tiga
distrik dan termasuk daerah kontrolir Subang, Kabupaten Krawang, Karesidenan
Banten.
Tanah-tanah sub-1 dibeli oleh firma Inggris Skelton and Company, yang sub-2 dibeli
oleh Muntinghe.
(303) Administrasi atas tanah-tanah ini memang dijadikan syarat penjualan
tetapi tentang pelaksanaannya tidak ada pengawasan yang memadai sehingga para
pemiliknya bisa melakukan berbagai tindak pelanggaran, dan jaksa J.J. van Sevenhoven
yang memegang berkas-berkas penyelidikan yang dilakukan oleh komisi yang dibentuk
menyatakan bahwa sebenarnya di tanah-tanah Pamanukan, Ciasem, Indramayu dan
Kandanghaur penduduk sangat ditekan oleh kerja keras dan beban berat sehingga
mereka tidak berdaya dan memiliki alas an untuk mengeluh. Suatu cirri khas yang
akhirnya terbukti dari tindakan Muntinghe adalah bahwa dia menganggap penduduk di
tanah-tanahnya sebagai kawula yang pantas dikasihani seperti budak (pada halaman
berikutnya Faes mengingatkan bahwa dia juga menduga Anggota Dewan Hindia Tuan
W.H. Muntinghe telah melakukan tindak pemerasan terhadap penduduk tanah-tanah
Indramayu Barat dan Kandanghaur. JIka saya menulis hal ini juga, tetapi saya tidak
bisa melakukannya, maka pasti saya memiliki alas an, namun Komisi Chasse telah
melontarkan keluhan khusus terhadap tindahan Dahanowitz yang dimuat dalam
keputusan umum:Informasi dari penduduk tanah partikelir Indramayu, Kandanghaur,
Pamanukan dan Ciasem mengungkapkan keberatan yang hamper sama seperti di
Krawang).
Materi berlimpah yang memberikan alas an untuk keluhan bisa menjelaskan;
tetapi ungkapan ini semua tidak pernah kita dengar di bawah pemerintahan Inggris.
Orang Inggris memiliki kepandaian khusus (atau bagaimana orang bisa menyebutnya)
di mana pemerintahan mereka berlaku baik sebab-sebab kerusuhan yang mengarah pada
kekecewaan tidak disebutkan olehnya (304) maupun ada upaya menutupi tentang
dampak-dampaknya (Nahuys menunjukkan bahwa dari arsip Inggris bisa ditunjukkan
bahwa di bawah pemerintahan Inggris di Jawa suatu ketertiban polisionel
ditegakkan:Dua persoalan yang sangat berbeda yakni pembunuhan dan pembakaran
hanya sedikit terdengar, hanya sedikit pelaku kejahatan dijatuhi hukuman mati seperti
yang sering dikatakan dengan sengaja, atau hanya sedikit pembakaran atau pembunuhan
yang dilakukan). Sementara itu Jawa baru saja dikembalikan kepada Belanda ketika
banyak kerusuhan terjadi. Tetapi mungkin penduduk didorong oleh kondisi yang
terletak di luarnya.
Atas berbagai bagian di Cirebon di masa Kompeni, tiga Sultan memerintah
sekaligus yakni Sepuh, Anom dan Cirebon, yang memberikan alas an bagi pembagian
dalam sejumlah besar kabupaten. Bersama dengan pemulihan kekuasaan di karesidenan
itu, meskipun menjadi salah satu yang terkecil di pulau Jawa, sebelas bupati yang
kebanyakan tidak cocok untuk memenuhi kewajibannya, Inspeksi pada tahun 1818
memberikan penilaian (laporan 23 Juli 1818 nomor 1. Diusulkan untuk mengurangi
jumlah kabupaten menjadi lima. Di antara bupati yang tetap dipertahankan disebutkan
untuk Cirebon:bupati sekarang Raden Adipati Natadireja, dan untuk Bengawan Wetan
bupati sekarang Raden Adipati Kertanegara. Bupati Cirebon memiliki nama dan gelar
lain. Apakah sejak pemulihan kekuasaan Belanda dia memperoleh gelar lebih tinggi dan
telah mengubah namanya, saya tidak tahu. Nama Raden Tumenggung Natadingrat
sebagai bupati Cirebon yang diungkapkan kembali oleh saya diperoleh dari halaman
296 laporan Komisi Chasse yang telah disebutkan dalam teks; namanya saat itu
tampaknya benar. Pada keputusan ini, yang disebutkan di halaman 343 laporan
pemerintahan, juga bupati Bengawan Wetan memiliki nama lain. Bupati berusia 70
tahun yang disebutkan dalam keputusan tahun 1817 terbunuh dalam kerusuhan, yang
terjadi kembali pada awal tahun 1818. Bagaimana orang yang baru diangkat itu
menerima gelar Raden Adipati, saya tidak tahu. Cukup berlebihan untuk mengingat
bahwa Sultan Sepuh yang disebutkan dalam naskah itu merujuk pada bekas sultan
Yogya, yang disebutkan dalam laporan pemerintahan tahun 1817). Sebelum kedatangan
orang Inggris, pemerintahan para sultan itu telah dihapuskan; tetapi para bupati tetap
dipertahankan dan dampak dari pemerintahan yang buruk tetap ada (305). Suatu
kelompok yang menghendaki kembalinya kekuasaan sultan tetap berkarya; mereka
selalu menduga bahwa pada saat kekuasaan pemerintah berkurang, sebagai akibat
peralihan dari pemerintah Inggris kepada pemerintah Belanda, untuk itu tampaknya
menawarkan kesempatan sehingga hasutan dari pihak Inggris ikut memberikan
kontribusi. Tetapi kelompok sultan ini pada awal kerusuhan tidak berada di Cirebon
melainkan di Kandanghaur dan Indramayu Barat yang telah dipisahkan, di mana dengan
mudah mereka bisa menghasut penduduk yang merasa tidak puas terhadap administrasi
para tuan tanah. Hal ini tampaknya berhasil; tetapi penduduk yang lugu tidak berminat
untuk terlibat dalam gerakan perlawanan dan mengangkat senjata. Mereka mengusulkan
untuk berangkat ke ibukota Cirebon dan dalam rapat umum di sana, yang tidak
mendapatkan jaminan bagi individu, memberikan keluhannya. Hanya karena hasutan
kelompok Sultan, kumpulan penduduk ini segera berubah menjadi perlawanan, yang
menumpahkan darah.
Letupan ketidakpuasan terjadi pada tahun 1816 di tanah Muntinghe di Lobener,
sebelah aliran sungai Cimanuk, sisi barat Kandanghaur, 6 mil di sebelah selatan
Indramayu. Di tempat lain saya menemukan dampak menyedihkan dan usaha sia-sia
dari tuan tanah untuk memadamkan perlawanan lewat bantuan militer. Dengan surat
tanggal 21 Desember 1816 residen von Motman menulis kepada wali negeri secara
panjang lebar tentang cara bagaimana kerusuhan itu harus diakhiri (laporan tanggal 26
Desember 1816 nomor 1 ini ditujukan kepada Departemen Koloni). Keputusan
Pemerintah tanggal 26 Desember 1816 nomor 1 menunjukkan bahwa selain ungkapan
kepuasan (306), memuat pasal 5 yang dalam arti tertentu membawa dampak luas. Wali
negeri menduga bahwa penelitian harus dilakukan terhadap sebab-sebab kerusuhan,
khususnya juga sejauh mana pengelolaan tanah-tanah partikelir memberikan alas an.
Karenanya dia mengusulkan kepada Komisaris Jenderal agar membentuk sebuah komisi
dengan tujuan melakukan interogasi local dan mengajukan laporannya. Pertimbangan
ini ditanggapi dengan surat keputusan 31 Desember 1816 nomor 25. Sebagai anggota
komisi tersebut diangkat P.T. Chasse, P. Veeris dan Mr. J.G. van Angelbeek. Komisi ini
pada tanggal 7 Maret 1817 mengajukan laporannya yang sebagian harusw dianggap
menyalahkan pada pengelolaan tanah-tanah ini (laporan yang diterbitkan sebaliknya
menyebutkan kesalahan penamaan. Arsip serupa juga menyebut nama Veeris yang tidak
sama. Veeris adalah superintenden dari departemen garam. Agen garam bagian barat
mmberitahukan dalam surat dari Pekalongan tanggal 29 Juli 1817 bahwa Z. Veeris
sudah meninggal; melalui surat keputusan tanggal 3 Agustus 1817 nor 1 sebagai
superintenden itu ditugaskan F. Bredero, agen garam dari wilayah Barat. Sebagai angota
kedua komisi ini disebutkan Z. Veekens; ini sepenuhnya terbalik dan selain itu
menimbulkan kekacauan karena seorang pejabat tinggi adalah L.Z. Veeckens). Komisi
ini merumuskan 19 poin, yang dianggap bermanfaat bagi pemerintah untuk
mengaturnya. Keputusan 11 Juli 1817 nomor 29 yang muncul dari situ merangkum
bagian penutup sebagai berikut.
Pajak tanah di Cirebon, yang menimbulkan keluhan tinggi karena sangat berat,
ditetapkan menurut nilai tanah itu atau dihitung menurut hasil selama beberapa tahun
dan dihitung oleh orang lain yang akan menentukan pemborongannya, komisi ini
tampaknya meragukan mengingat kondisi miskin yang mereka temukan pada penduduk
(307) atau dengan pengurangan pajak tanah, hasilnya bisa diuangkan; juga orang
pribumi ini akan langsung memiliki uangnya untuk menyimpannya, sehingga juga akan
sulit apabila kepada mereka diijinkan untuk dibayar dalam bentuk kopi, juga
pengabaian kebun kopi di Cirebon sangat besar. Komisi kembali menduga bahwa tidak
ada tindakan segera yang dilakukan, pada umumnya diambil untuk tidak mendapatkan
pembayaran pajak tanah dalam bentuk uang maupun kopi.
Komisaris Jenderal saat itu menindaklanjuti pertimbangan tersebut. Mengingat
dari berita dan arsip yang sama seperti halnya dari informasi yang diperoleh di tempat
lain terbukti bahwa di satu sisi ada alas an bila penyebab utama kerusuhan harus dicari
pada keinginan segelintir orang untuk memulihkan kembali kondisi lama di Cirebon,
yang menyebarkan kerusuhan ini adalah ketidakpuasan yang ada di antara penduduk di
Krawang dan daerah sekitarnya terhadap tindakan sewenang-wenang dan perbuatan
penindasan, yang dilakukan oleh para pemilik tanah, tukang tagih dan para pegawainya
serta orang-orang lain dalam aspek ini.
Sekali lagi untuk mencegah bencana serupa serta untuk melaksanakan perintah
Paduka, untuk memperhatikan perlindungan atas orang pribumi umum, dituntut agar
segera tindakan sementara ditetapkan. Jadi bisa disetujui dan dipahami dengan adanya
usul itu, aturan sementara dibuat oleh komisi tersebut.
Tetapi sebelumnya oleh pemerintah sekali lagi dalam hal tertentu perlu
ditetapkan untuk mengubahnya. Daendels mengajukan tuntutan berat kepada penduduk
bagi dinas pengangkutan, sebagian juga sehubungan dengan serangan Inggris. Selama
pemerintahan Inggris, alas an terakhir ini tidak lagi ada; tetapi beban penduduk,
khususnya demi kepentingan istana Buitenzorg dan kebun raya, tetap dipertahankan
(308). Dari Cianjur orang-orang direkrut dan meskipun dalam pasal 3 Pengumuman 15
Oktober 1813 Raffles menyatakan kerja wajib dihapuskan di seluruh Jawa. Para tuan
tanah termasuk N. Engelhard, sebagai kongsi tanah Ciomas mengajukan protes kepada
wali negeri Janssens, karena tanah-tanah partikulir juga ikut menderita sampai
penghapusan itu dibatalkan (kepentingan tanah partikelir akan langsung dirugikan oleh
kerja wajib, yang tercatat di halaman 224 sebelumnya). Juga di bawah Komisaris
Jenderal menetapkan persyaratan ini. Demi kepentingan orang-orang partikelir dan para
pejabat, kerja wajib dari daerah Buitenzorg tetap dituntut, penyetoran material kepada
orang partikelir. Ketika kini tiba-tiba kerusuhan Krawang terjadi, pemerintah takut
bahwa juga di kalangan penduduk Priangan ketidakpuasan muncul tentang beban kerja
yang berat atau dimotivasi oleh hal itu, meskipun untuk itu menurut pandangan Faes
tidak ada alas an lagi dan tidak ada kejadian yang membenarkan dugaan itu.
Bagaimanapun juga, segera setelah kerusuhan di Krawang dilaporkan, wali negeri
memutuskan untuk menghentikan pengiriman tenaga kuli dari Cianjur (mengenai
penghapusan kerja wajib Cianjur demi kepentingan Buitenzorg, orang tidak
menemukannya dalam bundle keputusan wali negeri; jadi mereka harus memikirkannya
sebagai suatu tindakan sekunder).
Ini terjadi jauh sebelum kemunculan laporan komisi Chasse tanggal 7 Maret
1817. Keputusan yang disebutkan di sini tanggal 11 Juli 1817 nomor 29, menghapuskan
sebagian dari 19 poin berita yang sangat sesuai bagi pertimbangan lebih lanjut dalam
pasal 14; tetapi sebagian lain ditetapkan dalam 13 pasal, di mana hanya hanya 8
berdasarkan pasal 15 (309) dan dalam menindaklanjui keputusan hari ini nomor 30
diterbitkan dalam Lembaran Negara 1817 nomor 43.:
- Pasal 9 memerintahkan residen Krawang dan Priangan agar memberitahu
pengelola Panarukan dan Ciasem J. Knaags meninggalkan tanah itu untuk
mencegah agar dia tidak lagi melakukan pemerasan terhadap orang pribumi di
sana, demikian bunyi laporan itu.
- Pasal 10 memerintahkan beberapa orang residen untuk membangun jembatan di
sepanjang seluruh jalan darat dengan kayu jati, agar juga menghindari
perbaikan, dan mengurangi keluhan penduduk.
- Pasal 11 menyuruh residen Priangan untuk mengajukan sebuah usul yang
mengganti kepala pribumi di Pamanukan, Raden Natadeksia, sebagai ajunannya,
Komisi Chasse menuliskan sebagai seseorang yang terbelakang, juga
perbaikannya tidak lagi mungkin karena dia diketahui telah berhubungan dengan
para pemimpin pemberontakan.
- Pasal 12 meminta nasehat residen tentang usul agar di tanah pemerintah di
Krawang diangkat seorang asisten residen
- Pasal 13 juga mengenai ketentuan sebagai akibat dari permohonan penduduk di
Indramayu untuk mengangkat seorang kepala pribumi dengan pangkat
Tumenggung
Tetapi baru sebulan kemudian pengumuman ini dimuat dalam Koran; lihatlah tentang
hal ini di halaman 320. Pasal 4 mengingatkan pada pencabutan cara Cianjur yang
disampaikan berikut ini. Terutama seperti yang dilakukan oleh Paduka Gubernur
Jenderal, semua dihapuskan termasuk pengiriman tenaga manusia ke Buitenzorg yang
belum lama ini digunakan. Gelombang kebebasan di bidang ini perlu diperhatikan
secara harafiah. Peraturan ini mencakup beberapa pasar yang menyebutkan daerah
Krawang, Priangan dan distrik yang terletak di sekitarnya, yakni Priangan yang
termasuk juga Krawang menurut dugaan orang, distrik yang terletak di sana tetapi
termasuk wilayah Cirebon di mana juga gerakan perlawanan terjadi; dengan demikian
bukan di tanah Batavia atau Buitenzorg (diingat bahwa kata distrik untuk tanah-tanah di
Karesidenan Batavia dan Buitenzorg tidak lagi digunakan. Juga bkan distrik yang dijual
di sana seperti yang terjadi di beberapa tempat lain di bawah pemerintah Inggris,
sehingga untuk ini petunjuk tersebut berlaku tetapi bukan untuk tanah-tanah partikelir di
Batavia dan Buitenzorg. Saya juga menerima hal ini. Untuk itu kita akan melihat bahwa
administrasi kita menggunakan istilah distrik Buitenzorg, tetapi bukan untuk menunjuk
tanah partikelir secara khusus).
Dari sumber mana pemerintah merasa keberatan untuk memberlakukan
peraturan ini atas tanah Buitenzorg (310) ketika kondisi menuntut hal itu, saya tidak
tahu. Jadi pemukiman kuli di Buitenzorg telah ada (dalam karya de Haan orang bisa
membaca:Tetapi pemukiman kuli tetap ada, karena gambaran statistic tentang
Buitenzorg tanggal 20 Februari 1822 menyebutkan bahwa Rangga diserahi dengan
administrasi gladak, yang di sini disebut gardoh, di mana kuli, pedati, kuda dan
sebagainya yang diperlukan bagi pengangkutan kopi pemerintah bisa diperoleh di sini);
selanjutnya, ketika para tuan tanah di Buitenzorg meminta sebagai konsekuensinya agar
tanah-tanah mereka dibebaskan dari kewajiban bagi kerja pengangkutan, mereka
menerima jawaban penolakan atas dasar bahwa Lembaran Negara 1817 nomor 43 tidak
berlaku bagi mereka. Beban ini tidak dihilangkan dari tanah-tanah mereka. Tetapi
peraturan yang sama juga memuat ketentuan untuk menjamin tuan tanah dalam
tuntutannya terhadap penduduk; pemerintah tidak ragu-ragu lagi untuk membalas
tindakan para tuan tanah Buitenzorg berulang kali atas dasar peraturan ini, di mana
sebelumnmya mereka menyatakan bahwa peraturan itu tidak akan diberlakukan
terhadap mereka (Faes menduga bahwa pembuat peraturan dengan sebutan Priangan
juga dimaksudkan Krawang, meskipun Krawang digabungkan dengan Priangan,
terutama untuk menunjukkan bahwa juga di Priangan pemerasan khususnya di
Sukabumi dilaporkan oleh De Wilde. Tetapi kutipan dari pengumuman di sana bisa
dilihat:Juga di Karesidenan Priangan dari penduduk dituntut yang sangat memberatkan
bagi mereka dan berlawanan dengan ketentuan dan hokum yang ada, tidak benar,
seperti yang dibaca oleh setiap orang dalam Lembaran Negara itu. Tanpa tekanan
disampaikan bahwa di Krawang, Priangan dan distrik lain disebutkan. Pembuat aturan
diduga lebih setuju dengan sebutan biasa bagi daerah-daerah itu daripada pembagian
wilayah yang memasukkan Krawang dalam Priangan, kemudian kepala pemerintahan
juga disebut sebagai residen Priangan dan Krawang; tetapi tampak adanya kesalahan
menyebut residen yang tidak tepat). Pandangan ini memperoleh dukungan (311)
sehingga juga Komisi Van Beusechem dalam laporan yang disebutkan lebih lanjut,
mengarah pada peraturan tahun 1836:pandangan menarik menunjukkan bahwa dalam
sebuah publikasi yang diperuntukkan bagi daerah Krawang, Priangan, Cirebon dan
distrik sekitarnya, di antara distrik sekitarnya harus dipahami Karesidenan Batavia dan
Buitenzorg.
Dalam publikasi peraturan tahun 1817 dipertimbangkan bahwa ketentuan yang
dimaksudkan untuk memajukan ketenangan, perdamaian dan keamanan di antara
penduduk tidak dipatuhi; dengan ketentuan apa pembuat aturan diduga memperhatikan
persyaratan penjualan di bawah pemerintahan Inggris. Sebaliknya, demikian bunyi
ketentuan itu lebih lanjut, terhadap keinginan pemerintah, tuntutan harus dibuat, yang
memberatkan dan pada umumnya dipertahankan dengan cara yang tidak sesuai terhadap
hokum dan ketentuan. Dari sana delapan pasal yang saya sebutkan, yang pertama
dicetak dalam Lembaran Negara 1863 nomor 163, diakhiri.
Peraturan tahun 1817 memuat aturan pertama yang ditetapkan oleh pemerintah
baru tentang tanah-tanah partikelir. Segera harus ditunjukkan bahwa dalam ketentuan
tentang hak milik atau pemiliknya disinggung tetapi hanya kepemilikan dan para
pemegang haknya. Oleh Faed ditegaskan bahwa ini sengaja dilakukan karena Komisaris
Jenderal ingin menerima pandangan egaliter bahwa para tuan tanah harus dianggap
sebagai pemegang konsesi, jadi dengan kepemilikan luas, yang oleh pembuat peraturan
dianggap baik dan kondisi menuntut, bisa mengakibatkan bahwa olehnya juga tanpa
perlu banyak dikatakan lagi (dalam laporan Faes dicatat bagaimana Komisaris Jenderal
sampai kemari; karena harus diterima bahwa Komisaris Jenderal tiak akan
mengabaikan pandangannya dalam hal ini, pasti bila ini diperoleh dari pasal 48
Instruksi yang ditetapkan pada tahun 1806 bagi Komisaris Jenderal Elout dan Van
Grasveld, di mana disebutkan tentang konsesi tanah-tanah itu sebelumnya di pedalaman
Batavia atau di tempat lain). Jadi pandangan mengenai apa yang dimaksudkan oleh
Komisaris Jenderal (312) benar; maka toh bisa ditunjukkan bahwa dalam arsip sekali
lagi hal itu berlawanan, bukan hanya ditentang oleh para pejabat bawahan tetapi juga
oleh Komisaris Jenderal sendiri, seperti dalam Lembaran Negara 1819 nomor 1 dan
dalam pasal 13 instruksi yang disebutkan di halaman 195, bagi para inspektur di mana
mereka sehubungan dengan tanaman kopi di tanah-tanah partikelir diperintahkan untuk
menyelidiki penyetoran produk oleh pemilik tanah itu kepada Negara. Juga setelah
mereka, orang jelas menemukan penyebutan oleh pembuat peraturan tentang hak milik,
seperti yang tercantum dalam pasal 115 dari Peraturan Pemerintah tahun 1830 di mana
disebutkan tentang para pemilik tanah khusus dan dalam peraturan tentang tanah-tanah
partikelir yang disebutkan enam tahun kemudian, di mana kita mengakui kekuatan dari
hak milik langsung yang dianugerahkan kepada pemilik tanah, yang tidak mencegah
menurut pendapat banyak orang adanya pengingkaran hak-hak mereka. Penolakan hak-
hak formal bagi pemilik yang memiliki akta hak milik ini di mana pemerintah juga
tidak mengacuhkan, di satu sisi mengarah pad aperpecahan yang merugkan pada
pembuat peraturan dan di sisi lain pada persoalan dan sengketa terus-menerus dengan
para pemilik yang muncul. Pertama-tama peraturan baru yang mulai berlaku sejak 1
Maret 1913 dan sebuah keputusan kerajaan untuk melaksanakan UU itu tentang
pengembalian tanah-tanah menjadi tanah Negara, telah mengakui hak kepemilikan
sebagai hak milik, dan menciptakan hubungan lebih jelas (lihat Lembaran Negara 1912
nomor 422, 480, 481, 613 dan Lembaran Negara 1914 nomor 385. Dalam penyusunan
peraturan baru ini, tulisan saya tentang hal ini bisa dimanfaatkan).
Untuk menilai orang-orang dan gambaran sejarah itu, di sini saya masih
menyampaikan adanya kepentingan (313). Dengan memperhatikan sikap Muntinghe
dalam nasehat Dewan tanggal 11 Juli 1817 nomor 65 tentang system pertanahan, saya
tidak merasa heran bahwa suatu nasehat dari tanggal yang sama mengarah pada
peraturan Lembaran Negara 1817 nomor 43, karenanya selalu masih menjadi teka-teki
bagi saya apa yang disampaikan oleh Faes kepada kita tentang ini, yakni peraturan ini
memerintahkan Mr. W.H. Muntinghe agar dia, setelah diterbitkannya publikasi ini, pada
tahun yang sama menjual tanah-tanahnya di Indramayu Barat dan Kandanghaur kepada
J.C. Romswinckel, J.M. Tiedeman dan G. Vriesse. Bagaimana tuan Faes mengenal
suara Mr. Muntinghe tentang publikasi ini? Dia juga tidak mengetahuinya, dia tidak
dapat memberikan kepastian, terutama karena penjualan ini berasal dari tekanan yang
melanda dia pada kondisi tanah-tanah partikelir. Selain itu penulis tidak menyebutkan
sumber dan membatasi data penjualan. Sebaliknya kita melihat bahwa pada tahun yang
sama dari peraturan itu Muntinghe memanfaatkan hak miliknya bersama tiga orang lain
sebagai rekannya dan selanjutnya kita membaca dalam keputusan tanggal 13 Februari
1818 nomor 9 berikut ini.
Membaca surat permohonan J.C. Romswinkel dan J. Tiedeman, sejauh bagi
dirinya maupun bagi rekannya di tanah Indramayu dan Kandanghaur G. Vriese,
memohon agar hetang kepada pemerintah dan Weeskamer di Semarang dilimpahkan
pada tanah-tanah ini dan beralih menjadi tanggungan Tuan Muntinghe, atas persil
pertama sebesar f 9000 dan pada persil kedua sebesar f 7634, terutama sejak peralihan
seprempat tanah itu kepada tiga kongsi lain dalam tagihan hutang tambahan dengan
jaminan tanah-tanah itu bisa dicatat atas nama para pemohon.
Berdasarkan hal itu, disetujui dan dipahami untuk menyerahkan permohonan ini
kepada ketua dan Dewan Keuangan untuk dimintakan nasehat dan pertimbangan.

LAMPIRAN 1 termasuk pada catatan 3 di halaman 193 dan catatan 1 di halaman 306.
Keputusan pemerintah tanggal 26 Desember 1816 nomor 1, dengan adanya kerusuhan
Krawang.
Memperhatikan sebuah surat dari penjabat bupati Priangan tertanggal Losarang 21
Desember 1816 yang berisi berikut ini.
Dengan mempertimbangkan bahwa tindakan yang dilakukan, dalam hal ini rancang, dan
khususnya pelaksanaan yang diberikan bagi tindakan ini sangat menentukan, untuk
pemulihan keamanan di suatu distrik, yang melalui hubungan para pemimpin
pemberontakan sebelumnya cenderung melawan dan dalam tindakan yang kurang aktif
seperti selama beberapa tahun ini tanpa ragu-ragu lagi menjadi medan perang yang lama
dan menghancurkan daerah pedalaman.
Memutuskan:
1. Sepenuhnya menghargai sikap dan arahan baik penjabat residen Priangan
2. Memerintahkan untuk memberitahukan kepuasan pemerintah juga kepada
asistennya Tuan van de Poel, kepada para bupati Sumedang dan Limbangan dan
kepada orang-orang pribumi lainnya yang memenuhi kewajiban mereka, dengan
tambahan kemudian bahwa pertimbangan serupa harus diambil tentang cara
bagaimana sikap mereka harus dihargai;
3. Penjabat residen diperintahkan untuk terutama mengirimkan para tawanan bukan ke
ibukota melainkan menahan mereka di Cianjur, apabila ada kesempatan yang cocok
untuk itu, selain membaginya di berbagai kabupaten yang termasuk distrik itu,
selanjutnya menginterogasi mereka secepatnya dan memperhatikan agar mereka
khususnya ditanya alas an yang memberikan motivasi untuk mengambil langkah
tidak terpuji, yang menyesatkan mereka, terutama memberi mereka kesempatan
untuk mengungkapkan kebenaran tanpa takut kepada siapapun, dan
memberitahukan apakah mereka mungkin bisa dihasut oleh pemerasan bagi perilaku
pidana ini.
4. Dari penjabat residen tersebut diminta pertimbangan tentang cara bagaimana para
tawanan perlu diadili, dengan tujuan tanpa menyimpang dari aturan dan hokum
yang sekarang berlaku, kebanyakan memunculkan kesan pada penduduk daerah
yang bergolak.
5. Suatu laporan singkat tentang peristiwa itu, dengan penyerahan salinan arsip utama
yang berkaitan dengan perkara ini, dikirimkan kepada Komisaris Jenderal atas
Hindia Belanda dengan usul untuk bisa memberitahu pemerintah Belanda tentang
kejadian itu, dan selanjutnya untuk membentuk sebuah komisi khusus, melakukan
suatu penyelidikan cermat mengenai alasan yang mendorong penduduk untuk
memberontak dengan maksud jika mungkin selanjutnya untuk mencegah
penyimpangan dari ketenangan umum, saat itu dengan perhatian khusus atau
mungkin apakah oleh pejabat pribumi atau oleh orang Eropa di samping oleh para
kepala pribumi, atau dieksploitasi oleh orang Cina, atau mengungkapkan bentuk
ketidakpuasan yang lain, dan selanjutnya memerintahkan komisi untuk memperluas
penyelidikan mereka dengan cermat bagi kondisi keamanan di Priangan pada
umumnya dan khususnya di tanah-tanah partikelr, dengan usul untuk sarana yang
mengatasi kelemahan yang ada, tentang hal ini bisa digunakan.
6. Letnan Jenderal komandan pasukan dengan pengiriman salinan surat dari penjabat
residen Priangan, diperintahkan agar membuat usul untuk memberi imbalan kepada
anggota militer Eropa yang ikut terlibat dalam pertempuran melawan kaum
pemberontak menurut kesaksian para pejabat ini.
LAMPIRAN X termasuk pada catatan 2 di halaman 169; keputusan tanggal 5
Januari 1819 nomor 18 terhadap perdagangan gelap dalam kopi dari Priangan ke
Cirebon.

Dari berita Inspektur Jenderal dan ajun Inspektur Jenderal penghasilan agraria yang
tercatat dalam surat tanggal 16 Desember 1814 nomor 11 terbukti bahwa di Karesidenan
Cirebon tidak diberlakukan dengan cermat dan ditindaklanjuti ketentuan dalam
keputusan tanggal 9 April 1818 nomor 2, yang ditetapkan untuk mencegah
pengangkutan kopi selundupan dari Priangan.
Pemerintah menghendaki agar sebaliknya harus diamati secara ketat.
Memahami dan menyetujui:
1. Kepada Residen Cirebon diperintahkan dengan segala kecermatan untuk
menindaklanjuti ketentuan dalam keputusan tanggal 9 April 1818 nomor 1
2. Kepada Residen Cirebon dan residen Priangan memerintahkan agar mengambil
semua tindakan yang diperlukan dalam hal ini dan juga bersama-sama untuk
mencegah perdagangan gelap, dengan perintah lebih lanjut kepada residen
Priangan untuk memberitahu bupati Sumedang khususmua bahwa pemerintah
sangat berkenan apabila bupati menggunakan segala caranya, sesuatu yang
sangat diharapkan oleh Komisari Jenderal dari kesetiaan dan kepatuhannya.

Tembusan dst.

Вам также может понравиться