Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
Rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 mempunyai visi dan misi. Misinya
adalah kehamilan dan persalinan tetap berlangsung aman, sedangkan Visinya adalah menurunkan
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) (saifuddin, 2002).
Kematian maternal adalah kematian wanita saat hamil, melahirkan atau dalam 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan,tingkat kematian maternal (maternal mortality rate) atau angka kematian ibu
(AKI) sangat tinggi. Pemerintah telah mencanangkan upaya keselamatan ibu (safe mother hood
initiative) untuk mengamankan pera ibu hamil , melahirkan dan sesudah nya menuju kekeluarga
sehat dan sejahtera (Sarwono, 2005).
Berdasarkan penyebab perdarahan, salah satunya disebabkan oleh Retensio Plasenta dengan
frekuensi (16-17%) dan penyebab yang lain yaitu Atonia Uteri dengan frekuensi (50-60%), laserasi
jalan lahir dengan frekuensi (23-24%), pembekuan darah dengan frekuensi (0,5-0,8%) (Geocities,
2006).
Sedangkan data yang terkumpul dari World Health Organization (WHO), angka kematian maternal di
Negara maju yaitu 5-10/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di Negara berkembang berkisar antara
750-1000 per 100.000.Tingkat kematian maternal di Indonesia di perkirakan sekitar 450 per 100.000
kelahiran hidup (Wiknjosastro, 2005).
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Dalam
100000 proses persalinan, sedikitnya 307 ibu meninggal dunia di Indonesia. Ini berarti dari 352 ibu
bersalin meninggal tiap minggunya atau terdapat dua ibu meninggal tiap jamnya, langkah utama
yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama
kematian (Saptandari. P, 2009).
Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) dikenal istilah (3T) (Terlambat) dan 4T (Terlalu).Istilah 3T yaitu
terlambat mengenali tanda bahaya dan memutuskan untuk mencari pertolongan ke fasilitas
pelayanan kesehatan: terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan yang memadai;dan terlambat
dalam menerima pelayanan kesehatan yang cukup memadai di setiap tingkatan.Sedangkan istilah 4T
yaitu terlalu muda untuk menikah,terlalu sering atau terlalu banyak melahirkan,terlalu dekat jarak
kehamilan dan terlalu tua untuk hamil.
Di Sumatera Utara angka kematian ibu lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional.
Sampai saat ini rata-rata angka kematian ibu di Sumatera Utara sebanyak 330 per 100.000
kelahiran,sedangkan rata-rata nasional adalah 307 per 100.000 kelahiran (Khairudin, 2009).
Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung sebesar 90 %,juga diakibatkan oleh
komplikasi yang terjadi saat persalinan dan segera setelah bersalin.Penyebab tersebut dikenal
dengan Trias Klasik yaitu : perdarahan (285), eklamsi (24%), dan infeksi (11%) (Depkes, 2008).
Data yang terkumpul dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia pada tahun 2005 yaitu 262/100.000 kelahiran hidup.Diharapkan pada tahun 2010, AKI
menurun menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2004).
Berdasarkan penyebab perdarahan, salah satunya di sebabkan oleh Retensio Plasenta dengan
frekuensi (16-17%) dan penyebab yang lain yaitu Atonia Uteri dengan frekuensi (50-60%), laserasi
jalan lahir dengan frekuensi (23-24%), pembekuan darah dengan frekuensi (0,5-0,8%)
(Geocities,2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Defenisi
Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan
ini dapat diikuti perdarahan yang banyak , artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera ( Manuaba, 2008). Selanjutnya menurut
Kunsri (2007) Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena
itu plasenta harus di keluarkan karna dapat menimbulkan bahaya perdarahan.
2.1.2. Klasifikasi
Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta plasenta dan melekat pada desidua dan
melekat pada desidua endometrium lebih dalam .
Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium yang menembus lebih
dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium , dimana vili khorialis
tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium .
Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa di
uterus, yang menembus serosa atau peritoneum dinding rahim .
Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Sarwono,
2005).
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih dalam .
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan meyebabkan
perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan
menghalangi plasenta keluar .
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan untuk
melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara
perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan
karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan karena
perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005).
2.1.4. Patogenesis
Retensio plasenta dan manajemennya ( pengangkatan manual plasenta ) dapat memberikan efek
negatif pada kualitas kontak ibu dengan bayi yang dilahirkan maupun kesehatan post partumnya.
Retensio plasenta, dapat juga mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berdekatan, menyusui dan
berkenalan dengan bayi barunya serta dalam jangka panjang bisa menyebabkan ibu anemis dan
nyeri. Pada kasus berat dapat menyebabkan perdarahan akut, infeksi, perdarahan post partum
sekunder, histerektomi, dan bahkan kematian maternal. Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran
pervaginam sedangkan 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami retensio plasenta
(Chapman, 2006).
2.1.5. Diagnosis
Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul :
1. Tali Pusat putus akibat kontraksi berlebihan.
3. Perdarahan lanjutan.
Dijumpai pada kala tiga atau post partum dengan gejala yang nyeri yang hebat perdarahan yang
banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek,
tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama. Tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak
darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebah cepat dan tekanan darah
menurun, jika perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan syok. perdarahan yang
banyak bisa juga meyebabkan syndrom Sheehan sebagai akibat nekrosis. gejala gejalanya adalah
asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan penurunan fungsi seksual,
kehilangan rambut pubis dan ketiak (Sarwono, 2005).
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir , harus diusahakan untuk
mengeluarkannya , dapat dicoba dulu dengan :
Plasenta Manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta, teknik
operasi plasenta manual tidaklah sukartetapi harus dipikirkan jiwa penderita. Kejadian retensio
plasenta berkaitan dengan :
Grande multipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive inkreta dan
plasenta perkreta .
Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan yaitu darah penderita terlalu banyak
hilang, dan keseimbangan baru terbentuknya bekuan darah sehingga perdarahan tidak terjadi,
kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam .
Plasenta manual dengan segera dilakukan karena terdapat riwayat perdarahan post partum
berulang , pada pertolongan persediaan dengan narkosa plasenta belum lahir setelah menunggu
selama setengah jam ( Manuaba , 1998 ).
Tindakan Crade
Tindakan ini banyak dianjurkan karena memungkinkan terjadinya inversion uteri . Salah satu cara
untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt yaitu plasenta manual , dengan cara
salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva, tangan yang lain diletakkan pada
dinding perut, sehingga permukaan palmar jari jari tangan terletak dipermukaan depan rahim (
Saifuddin , 2005).
Banyak kesulitan yang dialami dalam pelepasan plasenta, plasenta hanya dapat dikeluarkan
sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahanserta perforasi mengancam. Apabila berhubungan
dengan kesulitan kesulitan tersebut akhirnya diagnosis plasenta inkreta dibuat, sebaiknya usaha
mengeluarkan plasenta secara bimanual dihentikan, lalu diusahakan histerektomi ( Saifuddin , 2005
).
2.2.1. Umur
Harlock (1999) dan Balai Pustaka (2002) mengatakan bahwa, umur adalah indeks yang
menempatkan individu dalam urutan atau lamanya seorang hidup dari lahir sampai mengalami
retensio plasenta. Faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu adalah umur, masih
banyaknya terjadi perkawinan dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi yang sehat adalah umur
20-30 tahun. Pada Usia muda resiko kematian maternal tiga kali lebih tinggi pada kelompok umur
kurang dari 20 tahun dan kelompok umur lebih dari 35 tahun (Mochtar, 1998). Tingginya Angka
Kematian Ibu pada usia muda disebabkan belum matangnya organ reproduksi untuk hamil sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. (Manuaba, 1998).
Hal ini merupakan ancaman bagi ibu yang ham9l maupun melahirkan. Pada umur ibu yang lanjut
(usia >35 tahun) sering terjadi retensio plasenta (Chalik, 1998). Dilihat dari usia ibu yang tua terjadi
kemunduran organ-organ reproduksi secara umum sehingga dapat pula mempengaruhi
perkembangan janin dalam kandumgan ( Prawirohardjo, 2001).
2.2.2.Paritas
Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian lebih tinggi, lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian
maternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta adalah sering dijumpai
pada multipara dan grande multipara ( Sarwono, 2005).
Multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi beberapa kali ( samapi 5 kali), sedangkan
grande multipara adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati (
Sarwono, 2005 ).
Insiden perdarahan post partum dengan retensio plasenta, faktor resiko yang berpengaruh terhadap
kejadian ini adalah multiparitas ( paritas > 3 ), faktor resiko lebih dari 3 dapat meningkatkan resiko
hampir 5 kali dibandingkan dengan 2 faktor resiko ( Geocities, 2006 ).
Menurut Ramali (1996) paritas adalah banyaknya kehamilan dan kelahiran hidup yang dimiliki
seorang wanita pada grande multipara yaitu ibu dengan jumlah kehamilan dan persalinan lebih dari
5 kali masih banyak terdapat resiko kematian maternal dari golongan ini adalah 8 kali lebih tinggi
dari yang lainnya (Mochtar, 1998). Adapun paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (>3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi, semakin tinggi paritas maka cenderung akan semakin meningkat pula kematian
maternal dan perinatal ( Prawirohardjo, 2002).
Menurut Oxorn (2003), Manuaba (1998) dan Chalik (1998) mengatakan bahwa, angka kejadian pada
multiparitas lebih tinggi resiko terjadinya perlengketan plasenta yang lebih dalam pada rahim namun
pada primigravida hampir tidak ditemui.
Usaha pengaturan jarak kelahiran akan membawa dampak positif terhadap kesehatan ibu dan
janin.Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua persalinan (Ramali, 1996). Perdarahan
postpartum karena retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan interval kelahiran pendek (<2
tahun ), seringnya ibu melahirkan dan dekatnya jarak kelahiran mengakibatkan terjadinya
perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah (Chalik. MTA, 1998).
Makalah Askeb Gadar Retensio
PLasenta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya Angka Kematian Ibu merupakan masalah besar yang terjadi dalam bidang
kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi d ASEAN dan Indonesia.
Persalinan merupakan hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil. Tapi dalam persalinan dan
setelah melahirkan adalah suatu yang sangat rawan bagi ibu untuk mengalami perdarahan
yang begitu hebat dan perdarahan tersebut adalah salah satu faktor tertinggi penyebab
kematian pada ibu. Perdarahan yang terjadi pada ibu diantaranya diakibatkan oleh
terhambatnya kelahiran plasenta melebihi dari 30 menit. Hal ini di akibatkan karena
tertinggalnya sebagian sisa plsenta di dalam uterus ibu karena perlekatan yang begitu erat.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat
implantasinya. Menyebabkan terganggunya kontraksi otot uterus sehingga sebagian
pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.ini lah yang disebut dengan
RETENSIO PLASENTA.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Retensio Plasenta ?
2. Apa Penyebab Retensio plasenta ?
3. Bagaiman penatalaksanaan Retensio Plasenta ?
C. Tujuan
1. Mengetahui retensio plasenta
2. Untuk mengetahui penyebab retensio plasenta
3. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan palsenta manual
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi
sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi
degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera,
uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin
terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta
akreta, inkreta, percreta) (David, 2007)
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang
tidak tampak, dan juga disadari pada lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan
keluarnya plasenta yang diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit,
kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum
menyebutnya untuk tertahan (Varneys, 2007).
2. Fisiologi plasenta
Klasifikasi plasenta merupakan proses fisiologis yang terjadi dalam kehamilan akibat
deposisi kalsium pada plasenta. Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu
dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33
minggu. Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada pertumbuhan plasenta.
Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar luas permukaan
miometrium dan ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm, menjelang kehamilan aterm plasenta
menempati sekitar 1/8 luas permukaan miometrium, dan ketebalannya mencapai 4-5 cm.
Ketebalan plasenta yang normal jaran melebihi 4 cm, plasenta yang menebal
(plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes melitus, ibu anemia (HB <
8 gr%), hidrofetalis, tumor plasenta, kelainan kromosom, infeksi (sifilis, CMV) dan
perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis dapat dijumpai pada pre eklampia, pertumbuhan
jani terhambat (PJT), infark plasenta, dan kelainan kromosom. Belum ada batasan yang jelas
mengenai ketebalan minimal plsaenta yang masih dianggap normal. Beberapa penulis
memakai batasan tebal minimal plasenta normal antara 1,5-2,5 cm.
3. Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif
uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-
serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-
pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh
serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas
seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang
normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
9. Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi
memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
b. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri
dibantu dengan pot dentre dari tempat perlekatan plasenta.
c. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis.
d. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses keganasan
akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa
beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker.
Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah
menjadi kanker (Manuaba, IGB. 1998:300)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai
berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu
atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya
retensio placenta yaitu :
1) Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam
dan.
2) Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan
plasenta di rahim)
Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan bahkan bisa berakibat
syok.
B. Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam
makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian
karena perdarahan akibat dari retensio plasenta.
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari referensi lain tentang retensio plasenta
pada kehamilan dan juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat mencegah dan
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
Jumat, 19 Oktober 2012
Asuhan Kebidanan Ny "N" G.P....Ab... dengan Retensio Plasenta
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
lahir. Dalam pengertian ini dimaksudkan juga perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan terutama perdarahan post partum masih merupakan salah satu dari sebab utama
kematian ibu dalam persalinan. Karena itu ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam menolong
persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum, yaitu : penghentian perdarahan, jangan
sampai timbul syok penggantian darah yang hilang. Melihat dari masalah tersebut maka diperlukan
manajemen asuhan kebidanan yang komperensif yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan. Dan harapan nantinya mampu mengambil
keputusan secara cepat bila menemukan masalah-masalah yang terjadi selama kehamilan
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mapu menerapkan dan memahami ilmu pengetahuan secara teoritis dan praktis
mengenai asuhan kebidanan pada persalinan melalui pendekatan menajemen kebidanan
2. Tujuan Khusus
Ruang lingkup dalam asuhan kebidanan ini hanya sebatas pada masalah pembahasan retensia
plasenta saja
BAB I Pendahuluan
BAB IV Pembahsan
BAB V Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui
vagina ke dunia luar
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat hidup
diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain tanpa bantuan (kekuatan sendiri)
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melaui jalan lahir. Jadi persalinan
dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada krhsmilsn cukup bulan (37-
40 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa
komplikasi baik pada ibu ataupun pada janin
1. Persalinan Spontan
2. Persalinan Buatan
3. Persalianan Anjuran
Persalinan yang dilakukan atas anjuran dokter atau bidan karena adanya indikasi yang dapat
mebahayakan ibu
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhih persalianan
1. Power / tenaga
Terdiri dari :
2. Passenger / janin : Penurunan presentasi dan kembalinya normaldetak jantung bayi setelah kontraksi
:
- Periksa detak jantung bayi setiap 15 menit atau lebih sering dilakukan dengan makin dekatnya
persalinan
Meliputi :
2. Teori oxytosin
Pada akhirnya kehamilan kadar oxytocin bertambah sehingga timbul kontraksi otot-otot rahim
3. Pengaruh janin
4. Kerenggangan otot
Dengan majunya kehamilan makin meregang otot-otot rahim akan makin rentan
1. Penipisan (penurunan)
Sebelum awal persalinan, kepala janin sudah mulai lebih jauh kedalam pelvik. Hal ini mengurangi
tekanan pada diafragma, seperti memperingan beban bayi dan memungkinkan ibu untuk bernafas
lebih mudah, ibu mungkin akan lebih sering berkemih dan lebih tertekan pada kandung kemih karena
bayi sudah masuk ke PAP.
2. Persalinan palsu
Sepanjang persalinan uterus kontraksi tidak teratur dan tidak sakit dalam suatu aksi yang disebut
kontraksi braxton hicks, tepat minggu sebelumnya melahirkan, kontraksi ini mungkin lebih kuat dan
teratur untuk meyakinkan ibu bahwa persalinan telah dimulai. Bila serviks belum diatasi bila
perjalanan tidak memberikan efek atau kontraksi lemah, bila berhenti sementara kejadian ini disebut
kontraksi palsu
Karena tekanan dari dalam serviks yang tipis, pasien mungkin melihat suatu keluaran vagina yang
meningkat. Kelahiran sering segera terjadi setelah pengeluaran ini. Tanda penting lainnya adalah
keluarnya lender yang menyumbat dan keluar seperti gumpalan darah ini disebut show. Tapi hal ini
merupakan yang tidak normal dan harus ditangani segera.
Volume normal cairan amnion adalah 100 ml sebelum bayi lahir, dimana membrane ini harus
pecah saat persalinan dimulai. Apabila selaput belum pecah maka akan menghambat turunya kepala
janin.
b. Awal gejala persalinan
1. Penyebab
Dalam banyak buku penyebab dari persalinan masih mejadi misteri bagaimana sejumlah factor
terlihat bijaksana untuk mempercepat dalam mempertahankan kontraksi uterus dalam persalinan.
Serabut otot uterus menjadi lebih mudah terangsang karena mengalami regangan oleh pertumbuhan
bayi dekat dengan akhir kehamilan.
2. Persalinan sejati
Tanda-tandanya :
c. Kekuatan persalinan
1. Kontraksi uterus
1. Kala I (pembukaan)
Ditandai dengan keluarnya lender bercampur darah, karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan
mendatar (effacement)
- Fase laten
- Fase aktif
Fase akselerasi
Fase piselerasi
2. Kala II
Dimulai oleh pembukaan lengkap 10 cmsampai bayi lahir. Proses biasanya berlangsung 2 jam pada
primi dan I jan pada multi
3. Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit
4. Kala IV
1. Pengertian
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah 30 menit kelahiran bayi
(FK. Surabaya)
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dan dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir.
(Mochtar, 1998)
a. Retensio plasenta tanpa perdarahan yaitu bila terjadi bagian plasenta belum lepas
3. Etiologi
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam sehingga kontraksi
uterus kurang kuat. Menurut tingkatannya :
- Plasenta adhesive
- Plasenta inkreta
- Plasenta akreta
- Plasenta perkreta
c. Pimpinan kala III yang salah : memijat rahim tidak merata, massase sebelum plasenta lepas
- Plasenta fenestrate
- Plasenta membranacea
- Plasenta bilobata
- Plasenta succenturiata
- Plasenta spuria
4. Faktor presdipopsisi
a. Kehamilan ganda
c. Atonia rahim
d. Persalinan yang tidak baik juga efek anatomi seperti fibroid, anomaly rahim atau jaringan parut akibat
pembedahan rahim sebelumnya
e. Plasenta yang abnormal seperti yang terjadi pad plasenta akreta atau implantasi plasenta pada
septum uterus atau jaringan parut
5. Penanganan
h. Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
i. Tangan sebelum menelusuri tali pusat dan yang satu lagi menahan fundus uterus sekaligus menahan
intersio uteri
m. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sampai bergeser ke cranial sehingga semua permukaan
maternal plasenta dapat dilepaskan
n. Jika plasenta tidak dilepaskan dari permukaan uterus kemungkinan plasenta akreta, dan siapkan
laparatomi untuk histerektomi supravaginal
p. Pindahkan tangan keluar ke suprasimpisis untuk menahan uterus saat plasenta sikeluarkan
q. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus
r. Beri oksitosin IV dalam 500 ml cairan IV 60 tetes/ menit dan massase uterus untuk merangsang
kontraksi
t. Periksa apakah plasenta lengkap apa tidak. Jika tidak lengkap lakukan eksplorasi ke dalam cavum uteri
6. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi
c. Perforasi
d. Syok hipovolemik
I. Pengkajian
a. Data Subyekyif
- Biodata
- Keluhan utama
Adanya keluahan plasenta belum lepas 30 menit, perdarahan sedikit atau perdarahan banyak,
persalinan lama
Apakah mempunyai riwayat gemeli, atonia, uteri, plasenta adhesive, ikreta, perkreta inkarserasio
plasenta, kelainan plasenta fenestrate, membranacea bilobata, plasenta succenturiata, plasenta
spiria, atonia rahim, overdistensi rahim, kontraksi uterus hipertonik, grademulti.
b. Data Obyektif
- Pemeriksaan umum
- Pemeriksaan fisik
Inspeksi
etalia : Perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak, tali pusat terjulur sebagian
asi
Bentuk uterus diskoit pada retensio plasenta separasi atau akreta parsial
- Pemeriksaan penunjang
Golongan darah
Hb
- Pemeriksaan genekologi
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis serviks tetapi secara parsial
atau lengkap menempel di dalam uterys
Ds : Adanya keluhan plasenta belum lepas 30 menit setelah bayi lahir, perdarahan sedikit atau banyak,
persalinan lama
Genetalia : perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak, tali pusat terjulur sebagian
Bentuk uterus diskoit pada retensio plasenta separasi atau akreta parsial
- Perdarahan
- Syok
- Infeksi
- Plasenta manual
V. Intervensi
Tujuan : Perdarahan terhenti dan tidak terjadi komplikasi
Criteria hasil :
Intervensi
R/ Dengan pendekatan dengan pasien dan keluarga lebih kooperatif dalam setiap tindakan perawatan
2. Lakukan cuci tangan dengan sabun antiseptic sebagai tindakan pencegahan infeksi
R/ Dengan melakukan pencegahan infeksi dapat mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit
R/ Dengan dilakukanya plasenta manual, plasenta dapat lahir segera dan perdarahan tidak terjadi
R/ Dengan melakukan pemeriksaan pelepasan plasenta dapat mengetahui kelengkapan dari plasenta
tersbut
R/ Menjaga kontraksi uterus agar tetap baik sehingga tidak terjadi perdarahan
VI. Implementasi
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian Data
A. Data Subyekatif
1. Biodata
: 30 th Umur : 32 th
at : Dumpul Pakis
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan selelsai melahirkan dam ari-ari belum lepas selama 30 menit
Ibu mengatakan tidak punya penyakit menular (Dm, Hipertensi), menahun (TBC, jantung), menular
(TBC), dan tidak punya riwayat kembar
Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menurun, menahun ataupun menular
6. Riwayat haid
- Menarche : 13 tahun
- TP : 27 November 2006
7. Riwayat perkawinan
Nikah :1x
9. Riwayat KB
- Imunisasi TT 2x
- Ibu mendapatkan obat berwarna merah (Fe) diminum 1x1 tablet sebelum tidur malam, Kalk, dan
vitamin C
- Pola nutrisi
hamil : Makan 3x sehari porsi sedang terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayuran, kadang ditambah buah dan susu.
: Makan 1x sehari porsi sedang tidak habis dan gelas the manis
- Pola eliminasi
BAB 1x sehari
- Pola aktivitas
hamil : Mandi 2x sehari, gosok gigi2x sehari, ganti celana dalam 2x sehari, cuci rambut 3x seminggu
b. Social
Hubungan antara ibu dan suami dan anggota keluarganya sangat baik
c. Budaya
Ibu mengatakan pernah minum jamu-jamuan tapi jarang, seperti beras kencur,dan kunir asem
d. Spiritual
B. Data Obyektif
1 Pemeriksaan umum
: lemah
daran : Composmentis
: 90/60 mmHg
: 100 x/menit
: 35,8 oC
: 28 x/menit
: 155 cm
: 57 kg
2 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
ka : Pucat berkeringat
Mulut : Tidak ada stomatitis, lidah bersih, tidak ada caries gigi
Dada : Simetris, putting susu menonjol, pengeluran colostrums (-), retraksi dinding dada (-)
Perut : Tidak ada luka bekas operasi, perut tampak membesar, linea nigra
- - - -
b. Palpasi
3 Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
Ds : Ibu mengeluh bahwa plasentanya belum lepas selama 30 menit setelah bayi lahir
Do : KU : lemah
Kesadaran : Composmentis
RR : 28 x/menit
TB : 155 cm
BB : 57 kg
- Perdarahan
- Syok
- Infeksi
- Plasenta manual
V. Intervensi
Kriteria hasil :
Intervensi :
R/ Dengan pendekatan pada pasien dan keluarga lebih kooperatif dalam setiap tindakan perawatan
2. Lakukan cuci tangan dengan sabun antiseptic sebagai tindakan pencegahan infeksi
R/ Dengan melakukan pencegahan infeksi dapat mencegah infeksi dapat mencagah terjadinya infeksi
dan penularan penyakit
R/ Dengan dilakukannya plasenta manual, plasenta dapat lahir segera dan perdarahan tidak terjadi
R/ Dengan melakukan pemeriksaan pelepasan plasenta dapat mengetahui kelengkapan dari plasenta
tersebut
R/ Menjaga kontraksi uterus agar tetap baik sehingga tidak terjadi perdarahan
VI. Implementasi
1. Melakukan pendetan pada ibu dan keluarga untuk meningkatkan kerjasama ibu dalam pemberian
tindakan medis
2. Lakukan perawatan dengan tehnik aseptic untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit
Suhu : 35,8 oC
RR : 28 x/menit
4. Pasang infuse RL 1 fles grojok untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena perdarahan
6. Melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk mengetahui plasenta sudah lepas atau belum
e. Masukkan tangan secara obstretik dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
f. Tangan sebelah menelusuri tali pusat dan yang satu lagi menahan fundus uteri, sekaligus infersio uteri
j. Gerakkan tangan kanan ke kiri dank e kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan
maternal plasenta dapat dilepaskan
k. Jika plasenta tidak dilepaskan dari permukaan uterus kemungkinan plasenta akreta, dan siapkan
laparatomi untuk histerektomi supravaginam
m. Pindahkan tangan keluar ke suprasimpisis untuk menahan uterus saat plasenta dikelurarkan
n. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus
o. Beri oksitosin Io Iu dalam 500 ml cairan IV 60 tetes / menitdan massase uterus untuk merangsang
kontraksi
q. Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri
8. Mengajari ibu untuk massase uterus searah dengan jarum jam sampai terasa keras sehingga tidak
terjadi perdarahan
- Amixilin : 3X1
- Fe :1x1
VII. Evaluasi
S : Ibu merasa lega dan bersyukur karena plasentanya sudah dikeluarkan dan anknya dapat lahir dengan
selamat
O : KU : lemah
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 35,8 oC
RR : 28 x/menit
TB : 155 cm
BB : 57 kg
Genetalia : Perdarahan 150 cc
- Fe 1x1
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan dalam asuhan kebidanan ini adalah pembahasan tentang adanya kesenjangan
teori dan kasus. Di dalam kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dengantinjauan
kasus.
Pada kasus ini diharapkan dengan ini intervensi yang benar dan didukung dengan implementasi
yang maksimal pada ibu serta pemberian KIE yang jelas serta tindakan medis oleh petugas kesehatan
sehingga masalah dapat teratasi
Dengan demikian penulis memberikan asuhan kebidanan dengan memperhatikan gejala dan
keluhan yang terjadi sehingga diharapkan tidak menimbulkan masalah lain yang bias merugikan
kesehatan pasie
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pelaksanaan praktek klinik lapangan ini, mahasiswa telah menggunakan asuhan
kebidanan dengan 7 langkah varney. Dalam laporan ini penulis melakukan pengkajian data pada
pasien, identifikasi diagnosa dan masalah, antisipasi masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Pada kasus yang diangkat dalam pemberian asuhan pada ibu
tidak jauh berbeda walaupun masih ada kesenjangan yang biasa digunakan untuk saling melengkapi
antara teori dan kasus. Dan akhirnya semoga laporan ini bermanfaat serta dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya
Saran
Untuk petugas kesehatan diharapkan dapat meberikan perawatan dan tindakan medis yang maksimal
dalam meberikan asuhan kebidanan
Bagi mahasiswa hendaknya mempunyai jam terbang yang tinggi dalam praktek. Agar nanti jika lulus
akan menjadi seorang bidan yang kopeten
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba , 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC