Вы находитесь на странице: 1из 9

AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN

PENDAHULUAN
Pajak penghasilan sesuai PSAK No. 46 bertujuan mengatur perlakuan akuntansi
untuk Pajak Penghasilan, yaitu cara mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada
periode berjalan dan periode mendatang untuk:

1. Nilai tercatat aset yang diakui pada neraca perusahaan atau peluanasan nlai
tercatat liabilitas yang diakui pada neraca perusahaan:
2. Transaksi-transaksi atau kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada
laporan keuagan perusahaan.
Masalah pengakuan aset atau liabilitas pada laporan keuangan diartikan bahwa
perusahaan yang menyusun laporan dapat memiliki nilai tercatat pada aset atau akan
melunasi nilai tercatat pada liabilitas.
Apabila kemungkinan perolehan aset atau pelunasan liabilitas mengakibatkan
pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar atau lebih kecil
dibanding yang tidak mempunyai konsekuensi pajak, maka perusahaan diharuskan untuk
mengakui liabilitas pajak tangguhan (deferred tax liabilities).

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN BERBASIS PSAK 46


PSAK 46 mengatur tentang perlakuan akuntansi pajak penghasilan. Prinsip yang
diterapkan dalam PSAK 46 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pengaturan timbulnya atau keberadaan pajak tangguhan. Bila terjadi
besar kemungkinan bahwa pemulihan aset atau pelunasan liabilitas akan
mengakibatkan pembayaran pajak pada periode mendatang yang lebih besar atau
kemungkinannya lebih kecil dibanding pembayaran pajak sebagai akibat
pemulihan aset atau pelunasan liabilitas yang tidak memiliki konsekuensi pajak,
maka timbulnya liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan wajib
diakui. Dengan demikian dapat terjadi:
a. Bila sesuatu diperhitungkannya pada tahun pertama, tetapi dikenakan pajak
(atau dapat dikurangkan) pada tahun pertama. Besarnya utang pajak atau
piutang pajak diperhitungkan pada tahun pertama.
b. Bila suatu pos diperhitungkan pada tahun pertama tetapi tidak dikenai pajak
(dapat sebagai pengurang), hal ini tidak ada konsekuensi pajak.
2. Prinsip pengaturan perlakuan akuntansi untuk kepentingan konsekuensi liabilitas
aset pajak tangguhan. Dalam prinsip inilah mengharuskan Wajib Pajak
memperlakukan konsekuensi pajak dari suatu trasaksi sama dengan cara Wajib
Pajak memperlakukan transaksi tersebut, sehingga konsekuensi pajaknya dapat:
a. Diakui dalam laporan laba rugi komprehensif , bila transaksi diakui dalam
laporan dimaksud.
b. Diakui secara langsung di luar laba rugi, bila transaksi diakui di luar laba
rugi.
c. Diakui sebagai penyesuaian goodwill (goodwill negatif), bila transaksi timbul
akibat kombinasi bisnis
Dasar akrual dalam akuntansi pajak karena faktor kepastian peraturan pajak dan
digunakan self assessment system sebagai dasar pemungutan pajak. Prinsip Dasar
Akuntansi Pajak Penghasilan (PSAK No. 46) adalah sebagai berikut:
1. pajak penghasilan yang kurang dibayar tahun berjalan atau terutang diakui
sebagai liabilitas pajak kini (current tax liabilities), sedang pajak penghasilan
yang lebih bayar tahun berjalan diakui sebagai aset pajak kini (current tax asset).
2. Konsekuensi pajak periode mendatang yang dapat diatribusikan dengan
perbedaan temporer kena pajak (taxable temporer differences) diakui sebagai
liabilitas pajak tangguhan, sedang efek perbedaan temporer yang boleh
dikurangkan (deductible tempory differences) dan sisa kerugian yang belum
dikompensasikan diakui sebagai asaet pajak tangguhan.
3. Pengukuran liabilitas dan aset pajak didasarkan pada peraturan perpajakan yang
berlaku, efek perubahan peraturan perpajakan yang akan terjadi di kemudian hari
tidak boleh diantisipasi atau diestimasikan.
4. Penilaian (kembali) aset pajak tangguhan harus dilakukan pada setiap tanggal
neraca terkait dengan kemungkinan dapat atau tidaknya pemulihan aset pajak
tangguhan direalisasikan dalam periode mendatang.

Perlu kiranya dipahami bahwa kebutuhan dalam Standar Akuntansi Keuangan


tidak selamanya sejalan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Oleh karena
itu, PSAK No. 46 ini sebagai respon dengan diberlakukannya Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Laporan neraca dan daftar perhitungan laba rugi sebagai laporan yang
dihasilkan dari sistem akuntansi dan atau pembukuan, karena beberapa aturan yang
berbeda tentu akan menghasilkan hal yang berbeda dari sudut pandang bahwa keda jenis
laporan keuangan tersebut saling berhubungan yang dikenal sudut pandang artikulasi,
tetapi terdapat perbedaan dalam menerapkan sudut pandang ke dalam prinsip atau ke
dalam meode akuntansi. Seperti Standar Akuntansi Keuangan menggunakan penfekatan
aset liabilitas sedangkan undang-undang perpajakan menggunakan pendekatan beban.
Dari iniliah terlihat bahwa SAK mengatakan lebih dulu neraca dan undang-undang
perpajakan mendahulukan daftar perhitungan laba rugi. Akibat perbedaan inilah dalam
undang-undang perpajakan maupun SAK tidak mengatur mengenai liabilitas bagi Wajib
Pajak untuk menggunakan dua sistem secara paralel untuk kepentingan komersial.
Dalam PSAK No. 46 paragraf 77 memberi petunjuk yang memperkenalkan
kepada Wajib Pajak untuk memilih:
1. Menghitung Pajak Penghasilan berdasarkan laba akuntansi, tetapi dengan
menyajikan selisih pengaruh perhitungan tersebut dari pajak penghasilan yang
terutang sesuai undang-undang perpajakan sebagai akibat beda waktu pengakuan
pendapatan dan beban di dalam neraca sebagai Pajak Penghasilan yang
ditangguhkan selanjutnya dialokasikan sebagai beban Pajak Penghasilan atau
biaya fiskal tahun berikut:
2. Menghitung Pajak Penghasilan berdasarkan laba fiskal atau Penghasilan Kena
Pajak tentu tidak menyajikan pengaruh di dalam neraca.

Pengakuan perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan sebagaimanan diatur


dalam PSAK No.46 menekankan pada:
1. Pertanggungjawaban konsekuensi pajak pada periode berjalan atau periode
mendatang untuk:
a. Pemilihan nilai tercatat aset dan pelnasan nilai tercatat liabilitas yang
disajikan di neraca:
b. Transaksi atau peristiwa lain dalam periode berjalan yang diakui dan
disajikan di laporan keuangan komersial.
2. Pengakuan aset pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum
dikompensasikan, penyajian pajak penghasilan di laporan keuangan komersial.

Dari uraian sebelumnya dapat memberikan gambaran bagaimana prinsip dasar


akuntansi pajak penghasilan. Pada umumnya Wajib Pajak menyajikan beban pajak
penghasilan dalam laporan keuangan sesuai data pada SPT. Dengan PSAK No. 46 inilah
bertujuan mengatur perlakuan akuntansi Pajak Penghasilan yang meliputi pengakuan,
penilaian, penyajian, dan pengungkapan Pajak Penghasilan serta pengaruhnya, karena
faktor beda tetap dan beda waktu akan mengakibatkan koreksi fiskal. Beberapa
pengaruh tersebut seperti aset dan atau liabilitas pajak tangguhan, perlakuan Pajak
Penghasilan yang pemungutannya bersifat final dan pengaruh pajak atas sisa kerugian
yang dapat dikompensasikan.

PERBEDAAN TEMPORER
Perbedaan temporer dimaksudkan sebagai perbedaan antara dasar pengenaan
pajak (tax base) dari suatu aset atau liabilitas dengan nilai tercatat pada aset atau
liabilitas yang berakibat pada perubahan laba fiskal periode mendatang. Terjadinya
perubahan tersebut dapat bertambah atau berkurang pada aset dipulihkan atau liabilitas
dilunasi/dibayar. Perbedaan temporer ini berakibat harus diakuinya aset dan atau
liabilitas pajak tangguhan. Hal ini dapat terjadi pada kondisi:
1. Penghasilan atau beban yang harus diakui untuk menghitung laba fiskal atau laba
komersial dalam periode yang berbeda;
2. Goodwill atau goodwill negatif yang terjadi saat konsolidasi;
3. Perbedaan nilai tercatat dengan tax base dari suatu aset atau liablitas pada saat
pengakuan awal;
4. Bagian dari biaya perolehan saat penggabungan usaha yang bermakna akuisisi
dialokasikan ke aset atau liablitas tertentu atau dasar nilai wajar, perlakuan
akuntansi demikian tidak diperkenankan oleh Undang-Undang Pajak.

PERBEDAAN TETAP
Perbedaan tetap timbul sebagai akibat adanya perbedaan pengakuan beban dan
pendapatan antara pelaporan komersial dan pajak/fiskal. Akibat perbedaan ini berakibat
juga pada laba komersial dan laba fiskal sebagai dasar menghitung pajak terutang.
Sebagai contoh, pemberian imbalan kepada karyawan dalam bentuk natura atau
kenikmatan sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan bukan merupakan penghasilan
bagi karyawan tetapi tidak diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya Wajib Pajak.
Hal ini menimbulkan perbedaan bila dibandingkan dengan akuntansi komersial.
Perbedaan tetap ini tidak di atur dalam SAK.

BEBAN PAJAK PENGHASILAN


Beban Pajak Penghasilan ini terdiri dari atas beban pajak kini (dalam tahun
berjalan) dan beban pajak tangguhan. PSAK No. 46 memberikan beberapa istilah yang
perlu dipahami.
1. Beban Pajak (tax expense) adalah jumlah agregat pajak kini (current asset) dan
pajak tangguhan (deffered tax) yang diperhitungkan dalam penghitungan laba
rugi akuntansi pada suatu atau dalam periode berjalan sebagai beban atau
penghasilan;
2. Pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang atas
Penghasilan Kena Pajak dalam periode atau tahun pajak berjalan, jumlah pajak
kini sama dengan beban pajak yang dilaporkan dalam SPT;
3. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
dan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak Perusahaan (penghasilan objek pajak
tariff Pasal 17 UU PPH);
4. Laba Akuntansi adalah laba atau rugi bersih dalam suatu periode akuntansi
sebelum dikurangi beban pajak laba (rugi) sebelum pajak;
5. Laba atau Rugi Fiskal atau Penghasilan Kena Pajak adalah laba atau rugi dalam
suatu tahun pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi
dasar penghitungan pajak penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan;
6. Beban (Penghasilan) Pajak Tangguhan adalah jumlah beban (penghasilan) pajak
tangguhan yang muncul akibat adanya pengakuan atas liabilitas atau aset pajak
tangguhan;
7. Liabilitas Pajak Tangguhan adalah jumlah beban pajak penghasilan terutang
untuk periode mendatang akibat adanya perbedaan temporer kena pajak;
8. Aset Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan pada
periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan
dan sisa kerugian yang dapat dikompensasikan;
9. Perbedaan Temporer Kena Pajak adalah perbedaan temporer yang dapat
menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode
mendatang saat tercatat aset terpulihkan atau nilai tercatat liabilitas dilunasi.

PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN


PSAK No. 46 mengharuskan perusahaan atau Wajib Pajak untuk
memperlakukan konsekuensi perpajakan dari suatu transaksi keuangan sama dengan
perlakuan akuntansi terhadap transaksi tersebut.
Pajak Tangguhan sebagai jumlah Pajak Penghasilan yang terpulihkan pada
periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari sisa
kerugian yang dapat dikompensasikan. Pengakuan pajak tangguhan berdampak terhadap
berkurangnya laba atau rugi bersih sebagai akibat adanya kemungkinan pengakuan
beban pajak tangguhan atau manfaat pajak tangguhan. Pengakuan terhadap aset dan
liabalitas pajak tangguhan berlandaskan fakta kemungkinan pemulihan aset atau
pelunasan liabilitas/pembayaran yang menjadi lebih besar atau kecil pada periode
mendatang dibanding pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aset atau pelunasan
liabilitas yang tidak memiliki konsekuensi pajak.
Secara garis besar dalam menetapkan beban pajak tangguhan dan pengaruhnya
terhadap aset atau liabilitas pajak tangguhan diperlukan:
1. Melakukan identifikasi peredaan temporer dan kompensasi kerugian periode
mendatang
2. Mengukur dan menetapkan jumlah liabilitas pajak tangguhan untuk
perbedaan temporer kena pajak dengan menerapkan tarif pajak yang berlaku
3. Mengukur atau menetukan jumlah aset pajak tangguhan untuk perbedaan
temporer yang dapat dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat
dikompensasikan dengan menerapkan tarif yang berlaku.
Dengan demikian beban Pajak Penghasilan terbagi menjadi dua bagian yaitu
beban pajak kini dan beban pajak tangguhan/pendapatan pajak tangguhan. Liabilitas
pajak tangguhan dapat terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi negatif
yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih besar dibanding beban
pajak menurut undang-undang pajak. Liabilitas pajak tangguhan ini sebagai jumlah
pajak terutang untuk periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer kena pajak.
Sedangkan aset pajak tangguhan dapat terjadi apabila perbedan waktu
menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial
lebih kecil dibanding beban pajak menurut undang-undang pajak. Aset pajak tangguhan
ini seperti telah disebabkan yaitu jumlah Pajak Penghasilan terpulihkan pada periode
mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa
kompensasi kerugian.
Masalah pengakuan aset dan liabilitas pajak tangguhan ini dilakukan terhadap
rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan dan perbedaan waktu antara laporan
keuangan komersial dan fiskal yang dikenakan pajak, didasarkan atau dikalikan tarif
pajak yang berlaku.
Pada pelaksanaannya mendasarkan tarif rata-rata atau tarif maksimum Pajak
Penghasilan sebagai contoh tarif maksimum Pajak Penghasilan seseuai Pasal 17
Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar 28%. Sebagai contoh penerapannya:
1. Data yang diperoleh dari laporan keuangan PT. Sari tahun 2016 beserta unsur
koreksinya sebagai berikut:
a Laba komersial sebelum pajak Rp 6.000.000.000
b Koreksi positif atas:
Beban pemberian natura Rp 200.000.000
Penyusutan bangunan kantor Rp 900.000.000
Pendapatan sewa Rp 40.000.000
Sanksi bunga pajak Rp 150.000.000
c Koreksi negatif:
Amortisasi Rp 240.000.000
Pendapatan jasa giro Rp 100.000.000
Penyusutan bangunan pabrik Rp 400.000.000
Data lainnya berupa kredit pajak atas:
PPH pasal 22 Rp 120.000.000
PPH pasal 23 Rp 20.000.000
PPH pasal 24 Rp 200.000.000
PPH pasal 25 Rp 400.000.000

Berdasarkan data di atas:


a. Hitunglah PKP!
b. Hitunglah pajak yang terutang dan pajak yangkurang atau lebih bayar!
c. Tetapkan aset pajak tangguhan!
d. Susunlah ayat jurnal dan penyajian dalam laporan keuangan!
Jawab:
Perhitungan Pajak Terutang
Laba komersial sebelum pajak Rp 6.000.000.000
Koreksi Perbedaan Tetap:
Beban pemberian natura Rp 200.000.000
Pendapatan sewa Rp 40.000.000
Sanksi bunga pajak Rp 150.000.000
Pendapatan jasa giro Rp (100.000.000)
Rp 290.000.000 +
Rp 6.290.000.000
Koreksi Perbedaan Waktu:
Penyusutan bangunan kantor Rp 900.000.000
Amortisasi Rp (240.000.000)
Penyusutan bangunan pabrik Rp (400.000.000)
Rp 260.000.000 +
a. Penghasilan Kena Pajak Rp 6.550.000.000
b. PPh terutang dan PPh yang kurang/lebih bayar:
Total PPh terutang (25% x PKP) Rp 1.637.500.000
PPh terutang:
Kredit Pajak:
PPh 22 Rp 120.000.000
PPh 23 Rp 20.000.000
PPh 24 Rp 200.000.000
Rp 340.000.000 -
PPh terutang yang dibayar sendiri Rp 1.297.500.000
PPh Pasal 25 Rp 400.000.000 -
PPh yang kurang dibayar Rp 897.500.000
c. Aset Pajak tangguhan = 25% x Rp 260000000 Rp 65.000.000

Ayat jurnal:
Tanggal Akun Debit Kredit

PPh Badan-Pajak Kini Rp 1.637.500.000


Aset Pajak Tangguhan Rp 65.000.000
Pendapatan Pajak Tangguhan Rp 65.000.000
PPh 22 dibayar dimuka Rp 120.000.000
PPh 23 dibayar dimuka Rp 20.000.000
PPh 24 dibayar dimuka Rp 200.000.000
PPh 25 dibayar dimuka Rp 400.000.000
PPh 29 Terutang Rp 897.500.000
Bentuk penyajian dalam laporan keuangan:
Laba komersial sebelum pajak Rp 6.000.000.000
Pajak penghasilan:
pajak Kini Rp 1.637.500.000
Pajak Tangguhan Rp 65.000.000 -
Rp 1.572.500.000 -
Laba komersial bersih Rp 4.427.500.000

2. Data laporan keuangan PT. Amanda tahun 2016 termasuk unsur koreksi adalah
sebagai berikut:
a Laba komersial sebelum pajak Rp 5.000.000.000
b Koreksi positif atas:
Beban pemberian natura Rp 120.000.000
Pendapatan sewa Rp 80.000.000
Penyusutan bangunan Rp 240.000.000
c Koreksi negatif:
Amortisasi Rp 400.000.000
d PPh Pasal 25 Rp 140.000.000
Berdasarkan data di atas:
a. Hitunglah pajak terutang!
b. Hitunglah pajak yang kurang/lebih dibayar!
c. Tetapkan liabilitas pajak tangguhan!
d. Susunlah ayat jurnal dan penyajian dalam laporan keuangan!
Jawab:
Perhitungan Pajak Terutang
Laba komersial sebelum pajak Rp 5.000.000.000
Koreksi Perbedaan Tetap:
Beban pemberian natura Rp 120.000.000
Pendapatan sewa Rp 80.000.000 +
Rp 200.000.000 +
Rp 5.200.000.000
Koreksi Perbedaan Waktu:
Penyusutan bangunan Rp 240.000.000
Amortisasi Rp 400.000.000 -
Rp 160.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp5.040.000.000
a. PPh terutang
(25% x Rp 5.040.000.000) Rp 1.260.000.000
PPh 25 Rp 140.000.000 -
b. PPh kurang dibayar Rp 1.120.000.000
c. Liabilitas pajak tangguhan(25% x Rp 160.000.000) Rp 40.000.000

Ayat jurnal:
Tanggal Akun Debit Kredit
PPh Badan-Pajak Kini Rp 1.260.000.000
Beban Pajak Tangguhan Rp 40.000.000
Liabilitas Pajak Tangguhan Rp 40.000.000
PPh 25 dibayar dimuka Rp 140.000.000
PPh 29 Terutang Rp 1.120.000.000
Penyajian dalam laporan keuangan
Laba komersial sebelum pajak Rp 5.000.000.000
Pajak penghasilan:
pajak Kini Rp1.260.000.000
Pajak Tangguhan Rp 40.000.000 +
Rp 1.300.000.000 -
Laba komersial bersih Rp3.700.000.000

PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN


Sebagai akibat ketidaksamaan beberapa aturan yng dituangkan dalam PSAK
dengan aturan dalam Undang-Undang PPh dapat menimbulkan pajak kini atau pajak
tangguhan. Untuk itu sesua PSAK No. 1 (Revisi 2009) bahwa liabilitas dan aset untuk
pajak kini serta liabilitas dan aset pajak tangguhan disajikan dalam neraca (laporan
posisi keuangan). Saat entitas menyajikan aset lancar dan aset tidak lancar dan liabilitas
jangka pendek dan jangka panjang sebagai klasifikasi yang terpisah dalam laporan posisi
keuangan, maka aset liabilitas pajak tangguhan tidak boleh diklasifikasikan sebagai aset
lancar (liabilitas jangka pendek).

Вам также может понравиться