Вы находитесь на странице: 1из 42

KEAMANAN PANGAN

Disusun Oleh:

Mega Ayu Puspitasari (162110101251)


Septian Yessie W (162110101252)
Rizki Anggraeni (162110101255)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
tentang Keamanan Pangan.
Dalam penulisan makalah ini, telah banyak mendapat bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Irma Prasetyowati S.K.M.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember
2. Dr. Farida Wahyu Ningtyas, M.Kes sebagai dosen pengampu Mata Kuliah
Ekologi Pangan dan Gizi
3. Semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Jember, April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 9
2.1 Keamanan Pangan ......................................................................................... 9
2.2 Peraturan di Bidang Pangan .......................................................................... 9
2.3 Pengawasan Mutu Pangan ............................................................................. 9
2.4 Masalah Pangan di Indonesia ...................................................................... 12
2.5 Penyebab Ketidakamanan Pangan ............................................................... 12
2.6 Tantangan Dalam Keamanan Pangan .......................................................... 12
2.7 Keamanan Makanan Dalam Kehidupan Sehari-hari ................................... 13
2.8 Bahan Pangan yang Perlu Mendapat Perhatian ........................................... 14
2.9 Kontaminasi................................................................................................. 15
2.9.1 Kontaminasi Bahan Kimia.................................................................. 15
2.9.2 Kontaminasi Mikroba ......................................................................... 18
2.9.3 Kontaminasi Merkuri .......................................................................... 19
2.9.4 Kontaminasi Logam ........................................................................... 20
2.10 Penyakit yang Ditimbulkan Makanan ....................................................... 20
2.11 Keracunan Makanan .................................................................................. 21
2.12 Tindakan Mencegah Keracunan Bahan Makanan ..................................... 25
2.13 Pangan yang Dilarang Diedarkan .............................................................. 28
2.14 Bahan Makanan Tambahan ....................................................................... 29
2.14.1 Pemanis ............................................................................................. 29
2.14.2 Pengawet ........................................................................................... 30
2.15 Bahan Tambahan Makanan yang Lain ...................................................... 31

ii
2.16 Kerusakan Makanan .................................................................................. 34
2.17 Dampak Keamanan Pangan Terhadap Gizi ............................................... 36
2.18 Upaya Pengawasan dan Pengendalian Keamanan Pangan ........................ 36
2.19 Peranan Pemerintah ................................................................................... 39
BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 40
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 40
3.2 Saran ............................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Analisa Mikroba Pada Kelompok Makanan Jajanan ....................... 15
Tabel 2.2 Bahan Tambahan Makanan .............................................................. 17
Tabel 2.3 Kontaminasi Bahan Kimia ............................................................... 19
Tabel 2.4 Kontaminasi Logam ......................................................................... 21
Tabel 2.5 Jenis Mikroba ................................................................................... 23

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan timbul sebelum
November 1996 disebabkan karena pada saat itu Indonesia belum memiliki
Undang-Undang Pangan. Undang-Undang Barang yang ada saat itu belum cukup
memenuhi kebutuhan kemajuan ilmu dan teknologi yang sedang berkembang
pesat. Baru pada Bulan November 2016 Indonesia memiliki Undang-Undang
tentang Pangan yang telah disyahkan oleh Pemerintah meskipun masih harus
dilengkapi dengan beberapa peraturan Pemerintah (Winarno, 2004: 20).
Keamanan pangan bagi penjamin kesehatan masyarakat pada hakikatnya
merupakan tanggung jawab bersama, yaitu antara produsen pangan, pemerintah
dan konsumen. Menurut Ridawati dan Kurnia (2007), untuk dapat
memproduksi pangan yang aman, produsen senantiasa harus mematuhi semua
peraturan perundangan-undangan tentang pangan dan menerapkan sistem
manajemen pangan yang komprehensif di industri.
Produsen dan pedagang juga mempeunyai kewajiban moral untuk
melakuka pengawasan mutu makanan yang beredar. Makanan yang telah
kadaluwarsa, rusak, ataupun tercemar harus ditarik kembali dari peredaran
pemasaran (Winarno, 1993: 365-366).
Beberapa jenis makanan dalam kemasan yang dapat merugikan dan
membahayakan konsumen telah beredar luas. Makanan tradisional atau jajanan
sering dikemas dan dibungkus dengan bahan yang mudah terkontaminasi,
misalnya dengan kertas bekas, daun-daun kotor, dikemas dengan plastik yang
mengandung zat berbahaya (PVC) (Winarno, 1993: 366).
Masih banyak makanan yang telah rusak, kadaluwarsa dan mengalami
penyimpanan masih beredar di toko-toko, akan tetapi juga swalayan besar. Dalam
membahas mutu makanan, hendaknya kita tidak hanya menyoroti dari segi rasa
dan selera tetapi juga keamanan dan keselamatan konsumen. Maka berbagai usaha
6

perlu dilakukan agar lingkungan keluarga bebas dari ancaman keracunan penyakit
dan penderitaan yang disebabkan oleh makanan (Winarno, 1993: 366).
Anwar (2004) menyatakan bahwa pangan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease dan penyakit ini masih
sering terjadi di Indonesia. Hal ini juga disebabkan oleh masyarakat Indonesia
sebagian besar memiliki pendapatan dan tingkat pendidikan yang rendah, maka
kemampuan dan kesadaran mereka sebagai konsumen masih sangat terbatas.
Rendahnya pendapatan menyebabkan mereka kurang mampu membeli makanan
bermutu. Selain itu pendidikan yang masih rendah menyebabkan kurangnya
pengetahuan akan bahaya dan penagruh negatif dari konsumsi makanan yang
tidak baik (Winarno, 1993: 365).
Upaya untuk mewujudkan keadaan tersebut tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang
menggariskan hal-hal yang diperlukan untuk mewujudkan pangan yang aman,
bermutu, dan bergizi. Pada peraturan tersebut juga ditetapkan bahwa tanggung
jawab dan hak setiap pihak yang berperan sebagai pilar pembangunan keamanan
pangan adalah pemerintah, pelaku usaha pangan, dan masyarakat konsumen.
Namun adanya PP Nomor 28/ 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan belum cukup untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu, dan bergizi
karena luas dan kompleknya permasalahan yang di hadapi di lapangan. Terdapat
beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia
yaitu: sistem pangan, sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor
lingkungan, aspek nutrisi dan epidemiologi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian keamanan pangan?
b. Apa sajan peraturan di bidang pangan?
c. Bagaimana pengawasan mutu pangan?
d. Apa saja masalah pangan di Indonesia?
e. Apa penyebab ketidakamanan pangan?
f. Bagaimana tantangan dalam keamanan pangan?
7

g. Bagaimana keamanan makanan dalam kehidupan sehari-hari?


h. Bahan pangan apa yang perlu mendapat perhatian?
i. Apa penyebab kontaminasi?
j. Penyakit apa saja yang ditimbulkan dari makanan?
k. Apa penyebab keracunan makanan?
l. Bagaimana tindakan mencegah keracunan bahan makanan?
m. Pangan apa yang dilarang diedarkan?
n. Apa saja bahan makanan tambahan?
o. Apa saja bahan tambahan makanan yang lain?
p. Bagaimana kerusakan terhadap makanan?
q. Apa dampak keamanan pangan terhadap gizi?
r. Bagaimana upaya pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan
pangan?
s. Bagaimana peranan pemerintah?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian keamanan pangan
b. Mengetahui peraturan di bidang pangan
c. Mengetahui pengawasan mutu pangan
d. Mengetahui masalah pangan di Indonesia
e. Mengetahui penyebab ketidakamanan pangan
f. Mengetahui tantangan dalam keamanan pangan
g. Mengetahui keamanan makanan dalam kehidupan sehari-hari
h. Mengetahui bahan pangan yang perlu mendapat perhatian
i. Mengetahui penyebab kontaminasi
j. Mengetahui penyakit yang ditimbulkan dari makanan
k. Mengetahui penyebab keracunan makanan
l. Mengetahui tindakan mencegah keracunan bahan makanan
m. Mengetahui pangan yang dilarang diedarkan
n. Mengetahui bahan makanan tambahan
o. Mengetahui bahan tambahan makanan yang lain
8

p. Mengetahui kerusakan terhadap makanan


q. Mengetahui dampak keamanan pangan terhadap gizi
r. Mengetahui upaya pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan
pangan
s. Mengetahui peranan pemerintah
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keamanan Pangan


a. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia (UU No.7 Tahun 1996).
b. Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau
bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan
apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan
atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan
atau makanan jadi (Moehyi, 2000).

2.2 Peraturan di Bidang Pangan


Menurut Winarno, 2004: 24-25. Menteri telah mengeluarkan peraturan dibidang:
a. Food Labelling dan Advertensi 79/Menkes/PER/III/1978
b. Additive Makanan 225/Menkes/PER/VI/1979, Permenkes RI No. 722
tahun 1988, Permenkes RI no. 1168 tahun 1999 dan Permenkes RI No. 33
tahun 2012
c. Kewajiban Pendaftaran Makanan 330/Menkes/PER/VII/1976
d. Label dan Iklan Pangan PP No. 69 tahun 1999

2.3 Pengawasan Mutu Pangan


a. Departemen Kesehatan
Pengawasan mutu pangan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
POM, khususnya Direktorat Pengawasan Makanan dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1) Legislasi (hukum)
2) Perizinan
3) Pengawasan
10

4) Registrasi
5) Standarisasi (Winarno, 2004: 22).
BPOM mengembangkan Sistem Keamanan Pangan Terpadu
(SKPT) di Indonesia yang diperlukan untuk menjamin agar pangan layak
untuk dikonsumsi dan terbebas dari bahaya biologis, kimia dan fisik.
Keamanan pangan secara menyeluruh dari sejak bahan pangan
dibudidayakan hingga dikonsumsi dapat diwujudkan dengan pendekatan
melalui keterpaduan antar sektor (Tejasari, 2005: 230).
BPOM menggalang kerjasama dengan lembaga terkait guna
mewujudkan sistem keamanan pangan terpadu melalui jejaring Keamanan
Pangan Nasional (JPKN). Dengan cara bekerja sebagai mitra sejajar di
dalam sistem keamanan terpadu, dengan cara saling membagi informasi,
mendiskusikan, memutuskan cara terbaik dan meningkatkan kinerja
masing-masing lembaga untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan
nasional secara efisien dan efektif (Tejasari, 2005: 230).
Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JPKN) terdiri dari 3 jejaring
yaitu pengawasan pangan, intelijen pangan dan promosi keamanan pangan.
JKPN dibentuk sebagai bagian dari kegiatan rutin berbagai lembaga
sehari-hari. Jika masing-masing menemukan masalah keamanan pangan,
maka pihak tersebut menginformasikan dan mendiskusikan dengan kolega
yang lain dan secara bersama-sama mencari jalan keluar (Tejasari, 2005:
231).
Jejaring Pengawasan Pangan (JPP) merupakan lembaga yang
menguasai persoalan teknis dan berwenang dalam meningkatkan
efektivitas kerja sistem administrasi keamanan pangan, inspektor
keamanan pangan dan analisis, misalnya kajian leislasi keamanan pangan,
mengkoordinasikan upaya pengembangan profesi untuk pengawasan
pangan serta mengembangkan metode analisis untuk mendukung legislasi
pangan (Tejasari, 2005: 231).
Jejaring Intelijen Pangan (JIP) mengkoordinasikan informasi
tentang kegiatan-kegiatan disetiap lembaga terkait untuk memberikan
11

saran dan menindaklanjuti program secara terpadu, misalnya


mengembangkan sistem surveilan keamanan pangan terpadu, memberikan
dukungan bagi pelaksanaan program pengawasan pangan terpadu,
melakukan penelitian untuk mendukung kegiatan kajian pangan (Tejasari,
2005: 231).
Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP) mengkoordinasikan
program promosi keamanan pangan nasional meliputi pengembangan
bahan promosi dan sumberdaya pendidikan keamanan pangan nasional,
misalnya pelatihan untuk industri pangan, pelatihan untuk food inspectors,
leaflates untuk konsumen dan leaflates untuk industri (Tejasari, 2005:
231).
b. Departemen Pertanian
Dilaksanakan oleh Ditjen Tanaman Pangan, Peternakan dan
Perikanan. Ditjen Tanaman Pangan bertanggung jawab pada monitoring
hama penyakit, registrasi pestisida, pest control dan weed control
(Winarno, 2004: 23).
c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Pengawasan pangan atau ada kaitannya dengan hal tersebut juga
ditangai Departemen perdagangan khususnya oleh Direktorat Standarisasi
dan Pengendalian Mutu termasuk produk hasil pertanian, perkebunan,
hasil hutan, hasil perikanan dan peternakan. Direktorat tersebut memiliki
tugas untuk melaksanakan pengendalian mutu dari komoditi pangan yang
akan diekspor, diimpor atau dijual di pasaran dalam negeri (Winarno,
2004: 23).
Departemen Perindustrian menangani industri pangan besar dan
industri kecil pangan. Salah satu tugasnya adalah untuk
mempertimbangkan dan memberi izin produsen pangan dan kerjasama
dengan Departemen Kesehatan (Winarno, 2004: 23-24).
d. Dewan dan Badan Standarisasi Nasional (DSN/BSN)
Melalui Keputusan Presiden 1984, telah didirikan Dewan
Standarisasi nasional (DSN) dengan fungsi sebagai badan koordinasi
12

nasional yang mengatur agar ada suatu kesatuan dalam standarisasi dan
menghindarkan terjadinya duplikasi dan tumpang tindih (Winarno, 2004:
24).

2.4 Masalah Pangan di Indonesia


a. Cemaran mikroba karena rendahnya kondisi higiene dan sanitasi
b. Cemaran kimia karena kondisi lingkungan yang tercemar limbah industri
c. Penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan (formalin,
rhodamin B, boraks, methanil yellow)
d. Penggunaan BTP melebihi batas maksimal yang diijinkan (pengawet,
pemanis)

2.5 Penyebab Ketidakamanan Pangan


Suatu pangan mentah atau olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila
telah tercemari. Pencemaran ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu :
a. Segi gizi
Jika kandungan gizinya berlebihan (lemak, gula, garam
natrium)yang dapat menyebabkan berbagai penyakit generative seperti
jantung, kanker, dan diabetes.
b. Segi kontaminasi
Jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-
bahan kimiawi (termasuk logam berat dan racun kimiawi lainnya).

2.6 Tantangan Dalam Keamanan Pangan


a. Kesehatan dan pangan
Pertumbuhan industri pangan di Indonesia telah berkembang
sangat pesat. Demikian halnya dengan pertumbuhan jenis Bahan
Tambahan Pangan (food additives) dan processing aids yang digunakan
dalam industri pangan tersebut (Winarno, 2004: 33-34).
13

b. Kemajuan teknologi pangan


Peningkatan penggunaan cara teknologi yang baru dalam
pengolahan pangan dapat berakibat buruk karena terbentuknya senyawa
beracun atau yang dapat merangsang timbulnya sifat alergi pada jenis
makanan tertentu (Winarno, 2004: 36).
Dari hasil studi peneliian tentang makanan siap santap
mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti sifat kemudahan dan praktis
merupakan faktor yang dapat meningkatkan jumlah konsumsi makanan
siap santap dan adanya pendapat bahwa jenis makanan tersebut lebih
bergizi, lebih nikmat rasanya dan lebih mudah cara penyimpanannya serta
memiliki masa simpan yang relatif lebih banyak (Winarno, 2004: 36).

2.7 Keamanan Makanan Dalam Kehidupan Sehari-hari


a. Makanan tradisional
Keamanan makanan tradisioanl erat kaitannya dengan budaya
praktik hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat setempa, bahan
mentah yang digunakan, polusi, lingkungan serta kemajuan teknologi
dalam pertanian dan pengolahan pangan (Winarno, 2004: 42).
Dari berbagai residu kontaminan tersebut beberapa di antaranya
dapat dikurangi melalui pencucian, pengkulitan, perendaman, pemanasan
dan fermentasi. Beberapa jenis pestisida dapat tercuci, apel, wortel dan
singkong dikuliti lalu direndam dapat mengurangi jumlah kontaminan
(Winarno, 2004: 43).
b. Makanan jajanan
1) Pencampuran dan pemalsuan
Ketika harga bahan makanan lebih tinggi dari harga konsumen
yang dapat membayar maka akibatknya penjual terdesak untuk
membuat makanan jajanan dengan jumlah yang besar dan sama tetapi
dengan mutu yang lebih rendah. Sehingga terjadi pemalsuan atau
penggantian bahan mentah dengan bahan lain yang lebih murah
harganya (Winarno, 2004: 55).
14

2) Kontaminasi mikroba
Dari hasil penelitian terhadap makanan jajanan terhadap
kontaminasi mikroba telah dilakukan di daerah Bogor oleh
Pusbangtepa-IPB dengan FAO 1984 dan TNO-Netherlands Belanda
tahun 1985 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Analisa Mikroba Pada Kelompok Makanan Jajanan
Jenis Analisa Makanan Utama Snacks Minuman
Kuantitatif:
1. Total mikroba aerobic X X X
2. Kapang dan kamir X
3. MPN dan coliform X X
Kualitatif:
1. Salmonella-Shigella X X
2. Vibrio cholerae X X
3. Vibrio parahaemolyticus X
4. Staphylococcus aureus X
5. Anaerobic growth X
Sumber: Winarno, 2004. Keamanan Pangan Jilid 1.
c. Makanan katering
Bukan menjadi pemandangan yang asing lagi, bahwa di berbagai
kantor, pertemuan resmi maupun pesta disajikan hidangan makanan secara
catering. Karena banyak menyangkut masyarakat banyak, maka perlu
peningkatan mutu makanan dari segi gizi dan penampilan serta kelezaran.
Tetapi yang lebih penting yaitu mencegah terjadinya keracunan, gangguan
kesehatan dan kontaminasi (Winarno, 2004: 57).

2.8 Bahan Pangan yang Perlu Mendapat Perhatian


a. Produk nabati
Sayuran yang akan digunakan harus mengalami sistem
pengendalian mutu yang baik, dimana di dalamnya termasuk penggunaan
desinfektan yang tepat dan diizinkan untuk makanan. Segera setelah
dicuci, sayuran harus dipindahkan ke dalam lemari es (Winarno, 2004:
53).
15

b. Daging dan ikan


Daging dan ikan merupakan potensi terkontaminasi yang berakibat
resiko bagi kesehtaan konsumen. Pengendalian mutu di komoditi harus
berdasarkan sistem HACCP dan pengawasan di titik beratkan pada titik-
titik proses kritis yang telah ditentukan dalam proses (Winarno, 2004: 53).
c. Produk susu
Seperti pada daging dan ikan, terdapat titik-titik kritis dalam tahap
pengolahan produk susu yaitu dari kandang sapi sampai ke dapur, dari
transportasi, pengawetan, bentuk dan jenis kemasan serta cara-cara
penanganan (Winarno, 2004: 54).

2.9 Kontaminasi

2.9.1 Kontaminasi Bahan Kimia


a. Batas maksimum penggunaan BTP
Acceptable Daily Intake (ADI) adalah suatu batasan berapa banyak
konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap
haro sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung
berdasarkan berat badan konsumen. Standar berat badan yang digunakan
yaitu 60 kg. Contoh rumus yang digunakan untuk perhitungan batas
maksimum penggunaan BTP yaitu:

BTP = x 1000 (mg/kg)

Keterangan:
B = Berat badan (kg)
K = Konsumsi makanan (g)
Misalnya untuk BTP yang mempunyai ADI = 2 mg/kg, konsumsi
makanan harian yang mengandung bahan tersebut = 1 kg (1000 g), bobot
badan 60 kg, maka:
2 / 60
BTP = x 1000 g/kg
1000

= 120 mg/kg (Winarno, 2004: 7-9).


16

Agar kita dapat memilih bahan tambahan makanan yang akan


digunakan ada baiknya kita mengenal beberapa bahan tambahan makanan
yang aman digunakan, yakni telah diizinkan oleh badan POM, diantaranya:
Tabel 2.2 Bahan Tambahan Makanan

Batasan yang ditetapkan untuk pemakaian BTM harus


memperhatikan beberapa faktor, yaitu :
1) Perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan tambahan
pangan yang diusulkan ditambahkan.
2) Ukuran minimal yang pada pengujian terhadap binatang percobaan
menghasilkan penyimpangann yang normal pada kelakuan
fisiologisnya. Batasan rendah yang cukup aman bagi kesehatan semua
golongan konsumen.
17

b. Formalin dan boraks


Penggunaan bahan terlarang untuk mengawetkan produk makanan
sampai hari ini masih banyak dijumpai. Salah satunya adalah penggunaan
formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu. Disinyalir oleh pedagang
formalin juga untuk mengawetkan daging ayam segar.
Formalin memang tebukti mampu memperpanjang simpan tahu.
Pada tahun 1978, winarno membuktikan bahwa perendaman dalam larutan
formalin 2% selama 3 menit mampu memperpanjang umur simpan tahu 4-5
hari, sedangkan tahu yang direndam dengan air hanya mampu bertahan 1-2
hari. Yang menjadi masalah adalah formalin bukan merupakan BTP. Dalam
peraturan menteri kesehatan RI No.722/Men.Kes/Per/IX/88 disebutkan
bahwa formalin dilarang untuk digunakan dalam makanan maupun
minuman. Bahkan 84 tahun sebelum terbitnya peraturan tersebut,
penggunaan formalin dalam makanan dan minuman telah dilarang di
Amerika Serikat.
Formalin adalah larutan 30%-40% formaldehid dalam air.
Sebenarnya formalin lebih sesuai digunakan sebagai antiseptic untuk
membunuh bakteri dan kapang, terutama untuk menyucikan peralatan
kedokteran dan mengawetkan specimen biology, termasuk mayat manusia
(Widianarko, 2002: 46).
Konsumsi formalin pada dosis yang sangat tinggi dapat
mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), hematuri (kencing darah) dan
haemotasis (muntah darah) yang berakhir pada kematian (Winarno, 2004:
12).
Bila konsumen mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks
tidak serta merta berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks diserap
dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Dalam dosis cukup tinggi dalam
jumlah tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah,
diare, kram perut, cyanis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosisnya
5 gr atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada dewasa
18

kematian terjadi apabila dosisnya 10-20 gr atau lebih (Winarno, 2004: 18-
19).
c. Nitrit dalam makanan
Di Indonesia penggunaan BTM diawai oleh BPOM berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/PER/IX/88. Di dalam
peraturan tersebut tercantum batas maksimum penggunaan senyawa
(natrium nitrat) untuk daging olahan atau daging awetan yaitu sebanyak 500
mg/kg dan bila dicampur nitrit batas maksimum hanya 125 mg/kg
(Winarno, 2004: 26).
d. Penggunaan MSG
Di Indonesia konsumsi rata-rata Indonesia adalah 0,12
kg/orang/tahun dan untuk anak-anak sekolah sekitar 0,06 kg/kapita/tahun.
Penggunaan MSG ini masih mengalami banyak kontroversi karena adanya
keraguan dalam konsumsi MSG. Akan tetapi, beberapa penelitian
menyatakan bahwa MSG aman, namun beberapa negara dalam peraturannya
masih mewajibkan pencantuman adanya MSG dalam label sebagai flavor
enhancher (Winarno, 2004: 31).
Tabel 2.3 Kontaminasi Bahan Kimia

2.9.2 Kontaminasi Mikroba


Food borne disease baik disebabkan oleh mikroba maupun biologi seperti
bakteri, virus, jamur, parasit, ganggang ait tawar maupun air laut, dll. Patogen
19

utama dalam makanan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Bacillus sp


dan Clostridium perfringers (Winarno, 2004: 98).
Bakteri memerlukan faktor-faktor kompleks untuk mendukung
perkembangannya, yaitu :
a. Nutrisi atau makanan
Bakteri juga memrlukan makanan sebagai sumber zat gizi untuk
tumbuh dan berkembang biak. Biasanya bahan makanan yang baik untuk
manusia disukai pula oleh bakteri.
b. Air
Bakteri memerlukan air untuk kehidupannya. Mengurangi kadar air
di dalam makanan membuat bakteri tidak dapat tumbuh dalam makanan.
Contohnya pada proses penggulaan atau penggaraman pada dodol, ikan
asin, dan telur asin.
c. Suhu
Bakteri pathogen tumbuh dengn baik pada suhu 70C-600C. Untuk
menjaga kontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan, makanna
harus disimpan pada suhu dibawah 70C atau di atas 600C.
d. Keasaman atau nilai pH
Bakteri perusak dan pathogen umumnya memerlukan nilai pH
lebih tinggi dari 4,6 sampai pH netral (pH 7) untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.
e. Oksigen
Bakteri dikelompokkan menjadi bakteri aerobic bila untuk
pertumbuhannya mutlak memerlukan oksigen. Anaerobik bila tidak
memerlukan oksigen. Fakultatif bila keberadaaan atau ketiadaan oksigen
tidak berpengaruh bagi kehidupannya (Purnwijayanti, 2001: 53).

2.9.3 Kontaminasi Merkuri


Kontaminasi metil merkuri terjadi karena memakan ikan yang telah
terkontaminasi merkuri. Keracunan merkuri dapat menyebabkan penyakit
Minamata dengan gejala yaitu terasa geli dan panas pada anggota badan, mulut,
bibir dan lidah, kehilangan penglihatan, sukar berbicara dan menelan, kehilangan
20

pendengaran, tidak stabil emosinya, koma dan kematian. Batas maksimum yang
di sarankan untuk konsumsi merkuri adalah 0,3 mg/orang/minggu atau 0,005
mg/kg/bb (Winarno, 2002: 239).

2.9.4 Kontaminasi Logam


Kontaminan yang dapat mencemari pangan dapat berupa logam, pestisida
atau zat kimia lainnya.
Tabel 2.4 Kontaminasi Logam

2.10 Penyakit yang Ditimbulkan Makanan


Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi
digunakan bila setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung
bakteri pathogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah keracunan
yang disebakan karena mengonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun.
Berdasarkan sifat penularannya, foodborne disease dapat dikelompokkan
menjadi penyakit menular atau wabah dan penyakit tidak menular disebut
keracunan pangan.
21

2.11 Keracunan Makanan


Penyebab terjadinya racun dalam makanan:
a. Pangan diolah dengan menggunakan bahan baku yang tidak aman, misalnya
dari ikan dan hasil laut dari perairan tercemar atau sayur dan buah dari
lingkungan yang tercemar.
b. Pendinginan pangan yang tidak sempurna dan penurunan suhu aman (<5oC)
dilakukan terlalu lama.
c. Adanya waktu tunggu dari persiapan bahan keproses pemanasan atau
pemasakan.
d. Bahan makanan bisa tercemar zat kimia beracun maupun bakteri pathogen,
virus, parasite, dan protozoa selama tahap produksi, proses transportasi,
penyiapan, penyimpanan maupun penyajiannya, misalkan terkontaminasi
dari pekerja, karena kondisi hygienedan sanitasi pekerja yang buruk.
e. Ketidakcukupan panas untuk membunuh bakteri pada waktu proses
pemanasan ulang pangan matang. Jika pemanasan ulang hanya dilakukan
pada suhu 60oC atau lebih rendah, hal ini akan merangsang pertumbuhan
mikroba.
f. Penanganan pangan sisa yang tidak tepat, misalnya pangan yang sudah tidak
dipakai harus dibuang atau ditempatkan jauh dari pangan yang siap
dikonsumsi (Yuliarti,2007: 6)
Terjadinya kontaminasi kembali oleh mikroba pathogen, toksin mikroba
atau cemaran logam dan bahan kimia mungkin terjadi selama pangan disimpan,
diangkut, didistribusikan atau saat disajikan kepada konsumen.
a. Mikroorganisme dan toksin
Jenis mikroba pangan yang dicemari, sumber kontaminasi, dan
gejala yang ditimbulkan.
22

Tabel 2.5 Jenis Mikroba

b. Racun alami dan zat antigizi


1) Glukosianida sianogenik
Salah satu masalah yang ditimbulkan singkong adlaag kandungan
racun yang sangat kuat yang disebut linamarin dan lotaustralin (methyl
linamarine). Kedua racun ini termasuk kelompok glukosida
sianogenik, yang oleh enzim linamarase diubah menjadi sianida
(HCN).
Glukosida sianogenik dipecah atau dihidrolisis menjadi HCN
dalam pencernaan. Glukosida sebelum dipecah menjadi HCN bersifat
sangat tahan terhadap pemanasan. Proses pemanasan dan penggodokan
singkong tidak banyak mempengaruhi daya racun glukosidanya, tetapi
enzim linamarase menjadi aktif. HCN bersifat mudah menguap di
udara, terutama di suhu 250C. HCN juga mudah larut dalam air. Oleh
23

karena itu, perendaman sangat diperlukan untuk mengurangi racun


HCN. Proses penjemuran pada sinar matahari dapat menguraikan HCN
80%. Pengupasan kulit perlu dilakukan karena dalam kulit singkong
konsentrasi HCN mencapai 15 kali lebih besar dari daging umbinya.
2) Solanin (glikoalkaloid)
Racun ini terdapat dalam kentang dan tomat hijau. Kentang yang
inggi kandungan solanin rasanya pahit dan berwarna hijau. Kentang
yang dibiarkan terkena matahari akan berwarna hijau. Racun ini
berbahaya bila kadarnya 200 ug/g bahan segar dan dapat menyebaban
kematian. Gejalanya adlah muntah, diare (kadang beserta darah dan
rasa nyeri pada perut), mengantuk, apatis, gelisah, bingung, lemah, dan
depresi. Gejalanya terjadi setelah 2-8 jam mengkonsumsi.
3) Asam jengkolat
Asam jengkolat terdapat dalam biji jengkol sekitar 1-2% (pada
varians Sumatera 3-4%). Keracunan akibat asma jengkolat disebut
jengkoleun. Faktor penyebabnya biasanya karena terlalu banyak
mengkonsumsi jengkol, cara penyediaan/pengelolaan yang kurang
tepat, dikonsumsi bersama pangan lain teruama yang bersifat asam,
tingkat kepekaan seseorang atau karena varietas. Cara untuk
menurunkan asam jengkolat adalah dibuat jengkol sapi (ditanam dalam
tanah selama kira-kira 1 minggu) atau dijadikan keripik jengkol.
4) Nitrit
Banyak terdapat dalam bayam karena pengaruh pemupukan atau
pestisida dalam bentuk nitrit. Di dalam tubuh, nitrat diubah menjadi
nitrit dan akan berikatan dengan hemoglobin. Nitrit menyebabkan
kapasitas hemoglobin dalam mengikat O2 menurun sehingga terjadi
sianosis dan juga timbul hipoksia.
5) Antitripsin
Senyawa ini adalah suatu protein dan merupakan inhibitor
(penghambat) aktivitas enzim protease. Jenis bahan pangan yang
sering mengandung antitrypsin adalah kacang kedelai, kacang jogo,
24

dan biji bunga matahari. Enzim yang menghambat aktivitasnya oleh


senyawa ini antara lain tripsin dan khimotripsin yang dapat
menyebabkan daya cerna protein menurun. Efek ini terjadi bila bahan
pangan yang mengandung antitrypsin tidak dimasak dengan
pemanasan yang cukup. Hal ini akan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan dan pembengkakan pankreas.
6) Hemaglutinin
Hemaglutinin adalah protein yang terdapat dalam kacang-kacangan
yang dapat menyebabkan aglutiminasi sel darah merah sehingga
mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang dapat diserap oleh dinding
usus sehingga akan menyeabkan kekurangan zat gizi. Sama seperti
inhibitor enzim lainnya, hemaglutinin bersifat tidak tahan terhadap
pemanasan sehingga dapat dihilangkan aktivitasnya dalam pemasakan.
7) Tannin
Tannin adalah senyawa polifenol yang dapat membentuk ikatan
kompleks dengan protein sehingga mengganggu aktivitas enzim-enzim
pencernaan. Akibatnya akan menurunkan bioavailailitas zat gizi dan
akan menghambat pertumbuhan. Tannin juga mengikat mineral
sehingga dapat menurunkan ketesediaan mineral bagi tubuh. Tannin
bersifat stabil terhadap pemanasan, tetapi sangat larut dalam air,
sehingga dapat dihilangkan dengan cara pencucuian.
8) Fitat
Fitat atau asam fitat adalah senyawa siklik yang terdapat dalam
berbagai sayuran dan buah. Fitat dapat membentuk kompleks yang
tidak larut dengan ion metal bervalensi dua dan tiga seperti kalsium,
magnesium, seng, tembaga dan ferum. Kompleks yang terbentuk tidak
dapat diserap oleh dinding usu yang berartri dapat menurunkan
bioavailabilitas mineral yang dikonsumsi yang akan berakibat
terjadinya kekurangan mineral.
25

9) Oksalat
Tanaman tertentu seperti bayam dan talas mengandung asam
oksalat yang cukup tinggi. Oksalata dapat mengikat kalsium dan
membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Konsumsi pangan
yang mengandung oksalat dapat mengurangi metabolism kalsium.
Akan tetapi, resiko terjadinya defisiensi kalsium akibat mengkonsumsi
bahan pangan tersebut sangat rendah karena tubuh kita sangat efisien
dalam nenggunakan senyawa kalsium.

2.12 Tindakan Mencegah Keracunan Bahan Makanan


a. Pencegahan keracunan B. cereus
Pemanasan yang dilakukan dalam pengolahan makanan mungkin
dapat membunuh sel vegetative dari B. cereus dan menginaktifkan toksin
penyebab diare, tetapi toksin emetic yang sangat tahan panas mungkin
maswihdapat aktif.
Dari berbagai cara pemanasan, cara yang terbaik untuk membunuh
sel vegetative dan spora B. cereus adalah dengan cara pemanasan
bertekanan, pemanggangan dan penggorengan.pemanasan pada suhu
dibawah 100 oC memungkinkan beberapa spora B. cereus masih aktif.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi B. Cereus pada nasi,
danjurkan untuk memasak nasi dalam jumlah secukupnya, sehingga tidak
perlu disimpan terlalu lama. Bila terpaksa harus disimpan, sebaiknya
penyimpanan dilakukan didalam lemari es. Jangan sekali-kali menyimpan
nasi putih ataupun nasi goring dalam suhu kamar atau dalam keadaan
hangat, yaitu pada suhu 15-50oC (Supardi,1999: 265).
b. Pencegahan keracunan bongkrek
Pencegahan keracunan bongkrek di Indonesia menghadapi
beberapa kesulitan, terutama disebabkan sudah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat di daerah-daerah tertentu untuk membuat tempe bongkrek
yang digemari karena harganya yang sangat murah dan rasanya yang khas.
Selain itu juga merupakan kenyataan bahwa tempe bongkrek yang
26

dihasilkan tidak selalu beracun. Oleh karena itu, pencegahan keracunan


bongkrek dapat dilakukan dengan cara-cara bijaksana melalui pendekatan-
pendekatan, pendidikan ataupun ceramah. Dalam pembuatannya
pencegahan terbentuknya racun bongkrekdapat dilakukan sebelum atau
selama pengolahan.
Pencegahan sebelum pengolahan meliputi penggunaan bahan
mikroba yang bersih dan bebas dari kontaminasi mikroba, selain itu perlu
diperhatikan kebersihan ruang, alat-alat, tangan atau pakaian, yang dapat
merupakan sumber kontaminasidalam pembuatan tempe bongkrek.
Pencegahan selama pengolahan meliputi perlakuan-perlakuan yang
diberikan untuk menstimulir pertumbuhan kapang bongkrek yang
menghambat pertumbuhan P. coccovenenans serta pembentukan racun
lainnya (Supardi,1999: 266).
c. Pencegahan botulisme
Botulismus merupakan penyakit yang disebabkan oleh peracunan
makanan yang mengandung botulinin. Racun botulinin dihasilkan
oelhbakteri clostridium botulinum, racun ini bersifat neurotoksik yang
tidak tahan panas (thermolabil) gejala penyakit botulismus dapat timbul
sekitar 8-12 jam setelah makan makanan yang tercemar botulinin. Gejala
tersebut meliputi kesulitan bercakap, biji mata melebar, penglihatan ganda,
mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan. kelumpuhan
terjadi pada kandung kemih dan semua otot bekerja didaerah tersebut.
kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya gejala karena
tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Kesembuhan lambat
terjadi, tetapi tidak ada efeksamping yang ditimbulkan.
Botulinin merupakan racun yang paling ampuh. Dosis letal bagi
toksin dari tipe A pada tikus diperkirakan 33 X 10-9 Mg ; yang berarti 1
gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat
syaraf, menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Bila terjadi
kelumpuhan pada saluran pernafasan dapat dilakukan trakeotomi (bedah
27

batang tenggorok) dan di berikan pernafasan buatan. Cara kerja toksin ini
ialah menghambat pembebasan asektilkolin oleh serabut saraf peripheral.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit botulismus, dilakukan
dengan cara-cara pengawasan kualitas yang ketat oleh industri pengolahan
pangan. Adanya tindakan ini telah banyak mengurangui terjadinya
penyakit botulismus karena makanan kalengan dalam perdagangan.
Bahaya terbesar dari orang-orang yang melakukan pengalengan dirumah
yang tidak menggunakan metode-metode yang semestinya untuk
mesterilkan wadah serta makanannya. Pencegahan yang baik adalah
dengan memasak cukup lama semua makanan yang diawetkan sebelum
dihidangkan (Supardi,1999: 267).
d. Pencegahan keracunan makanan oleh Prefingens
Clostridium perfringens umum terdapat dialam, misalnya dalam
daging mentah dan tinja hewan. Bahkan, seringkali pada permukaan tubuh
orang-orang yang sehat. bakteri ini juga merupakan penyebab utama
peracunan makanan. Penyakit ini diakibatkan karena makan makanan yang
tercemar C. perffringens dan dibiarkan pada temperature dan kondisi
anaerob yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan sel
vegetatif.
Gejala utama yang timbul adalah sakit perut atau diare. Keadaan
sakit berlangsungdalam waktu yang singkat dan sembuh kembali dalam
waktu kurang dari 24 jam.Pengobatan hanya menghilangkan gejala, karena
tidak ada pengobatan khusus.
Usaha pencegahan keracunan oleh perfringens yang terbaik adalah
menghindarkan penyimpanan makanan yang sudah matang pada suhu
kamar untuk jangka waktu yang lama (Supardi,1999: 269).
e. Pencegahan keracunan Makanan oleh Stapilokokus
Keracunan makanan yang umum, terjadi karena termakannya
toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik. Staphylococcus aureus
yang tumbuh pada makanan tercemar. S.auteus yang menyebabkan
28

peracunan makanan adalah galur-galur tertentu yang menghasilkan


enterotoksin.
Tidak ada antibiotic yang dapat dipakai untuk mengobati
peracunan makanan oleh stafilokokus. Namun pada kasus-kasus dehidrasi
yang parah dianjurkan pemberian cairan intra vena.
Peracunan yang ditimbulkan oleh organisme pada makanan dapat
berasal dari orang-orang yang menangani pangan, sehingga merupakan
penular atau menderita infeksi piogenik (membentuk nanah). Karena
merupakan tipe peracunan makanan yang umum, dengan lama sakit hanya
sebentar (24-48 jam) hamper semua kasus terjadi kesembuhan total.
Seringkali peracunan makanan oleh stafilokokus merupakan akibat
penanganan yang keliru, baik dirumah maupun di tempat-tempat makanan
umum.
Tindakan pencegahan yang terbaik adalah menyimpan semua
bahan makanan yang mudah busuk dalam lemari es (dibawah suhu 6-7oC).
Orang-orang yang menderita luka infeksi bernanah atau merupakan
penular Stphylococcus toksigenik tidak dibenarkan menangani panganan.
Makanan yang telah dipanaskan kembali tidak boleh dibiarkan berjam-jam
pada suhu kamar sebelum disajikan (Supardi,1999: 270).

2.13 Pangan yang Dilarang Diedarkan


Menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan pasal 21 yaitu:
Setiap orang dilarang mengedarkan:
a. Pangan yang mengandung bahan-bahan beracun, berbahaya, atau yang
dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia
b. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan
c. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi pangan
29

d. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau
mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari
bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia dan
e. Pangan yang sudah kadaluwarsa.

2.14 Bahan Makanan Tambahan

2.14.1 Pemanis
a. Pemanis buatan dalam kehidupan sehari-hari
Seiring dengan kesibukan masyarakat kota, saat ini banyak sekali
dari kita yang memilih membeli makanan diluar atau dengan kata lain,
jajan. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa seringkali makanan hasil
buatan industri rumah tangga mengandung bahan tambahan makanan yang
berbahaya, salah satunya adalah pemanis buatan yang dilarang atau
pemanis buatan yang diizinkan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan.
Dalam kehidupan sehari hari, pemanis buatan sakarin dan siklamat
maupun campuran keduanya sering ditambahkan dalam berbagai jenis
jajanan anak-anak yang banyak dijajankan pedagang keliling seperti snack,
cendol, limun, makanan tradisional dan sirup, meskipun berbagai jenis
masakan olahan industri rumah tangga lainnya juga tidak terbebas dari
Bahan Tambahan Makanan (Yuliarti, 2007: 19).
b. Pemanis makanan yang diizinkan
1) Pemanis alami
Beberapa jenis pemanis alami maupun pemanis buatan dapat
digunakan untuk makanan. Pemanis alami sering digunakan untuk
makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering
disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu ada berbagai pemanis lain
yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa,
galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisina.
2) Pemanis sintetis
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat
memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai
30

gizi. Sebagai contoh adalah sakarin, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis


dan nitroporpoksi anilin (Yuliarti, 2007: 22).
c. Gangguan kesehatan karena pemanis
1) Pemanis buatan
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, sekalipun pemanis
buatan dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi bila penggunaannya
tidak sesuai aturan maka akan menimbulkan efek yang merugikan.
Beberapa efek penggunaannya perlu kita kenal mengingat beberapa
jenis bahan tambahan makanan aman dikonsumsi dalam jumlah
sedikit, dan baru akan membahayakan kesehatan bila dikonsumsi
dalam jumlah berlebhan (Yuliarti,2007: 24).
2) Pemanis yang dilarang
Ada jenis pemanis yang penggunaannya telah dilarang di indonesia
yaitu dulsin. Dulsin dikenal dengan nama sucroldalam perdagangan.
Dulsin dikenal dengan nam sucrol dalam perdagangan. Dulsin dalam
bahan pangan digunakan sebagai pengganti sukrosa bagi orang yang
perlu berdiet. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menyebabkan
dampak yang membahayakan bagi kesehatan seiring dengan penelitian
pada anjing bahwa dosis letal (kematian) dulsin adalah 1gr/2kg berat
badan. Artinya pemberian 1gram/2kg berat badan dapat menimbulkan
kematian pada anjing sehingga ada kekawatiran akan mengganggu
kesehatan jika digunakan pada manusia. (Yuliarti,2007 : hal 30)

2.14.2 Pengawet
a. Asam sorbat dan garamnya
Digunakan sebagai pengawet dalam berbagai jenis makanan. Asam sorbat
menghambat pertumbuhan jamur. Asupan harian yang diterima asam
sorbat adalah 25 mg/kg bb (Rohman, 2011: 182).
b. Asam benzoat
Asam benzoat menghambat pertumbuhan yeast dan jamur. Asupan harian
yang diterima asam benzoat adalah 5 mg/kg bb (Rohman, 2011: 193).
31

c. Sulfit
d. Nitrit/Nitrat
Garam nitrit umumnya digunakan untuk memperoleh warna yang
baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan natrium nitrit
dalam ikan dan daging dapat menimbulkan efek yang membahayakan
kesehatan (Rohman, 2011: 205).

2.15 Bahan Tambahan Makanan yang Lain


a. Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang yang dapat
mencegah mengempalnya bahan pangan yang berupa serbuk ataupun
tepung. Bahan tambahan pangan ini biasa ditambahkan pada makanan yang
berbentuk sebuk, misalnya merica bubuk ataupun bumbu dapur yang berupa
serbuk agar mudah dituang dari wadahnya. Demikian pula berbagai jenis
susu bubuk. Namun demikian beberapa jenis susu bubuk instan yang dibuat
dengan teknologi terbaru kini tak lagi menggunakan antikempal.
Dalam mengkonsumsi antikempal yang diijinkan pun harus
menuruti ADI yang ditentukan, mengingat meskipun aman dikonsumsi,
tetapi dalam batasan-batasan tertentu, karena kelebihan antikempal akan
berbahaya bagi konsumennya. Sebagai contoh adalah penggunaan kalium
ferosianida (Yuliarti, 2007: 109).
b. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat
oksidasi didalam bahan seperti lemak hewani, minyak nabati, produk
pangan dengan kadar lemak tinggi, produk pangan dengan kadar lemak
rendah, produk daging dan produk ikan. Menurut peraturan Menteri
Kesehatan RI no 722/Menkes/Per/IX/88 antioksidan yang diijinkan
penggunaannya diantara lain asam askorbat, asam eritrobat, askorbil
palmitat, askorbil stearate, BHA, buthilidroksi tersier, buti hidroksitoluen,
dilauril tiodipropionat, propil gallat, timah II klorida, alpa tokoferol,
tokoferol campuran pekat.
32

Dalam keidupan sehari-hari propil galat sering ditambahkan dalam


bahan pengepak pangan untuk makanan pagi dan keripik kentang. Propil
gallat, oktil gallat dan dodektil galat dapat megakibatkan gangguan atau
iritasi pada daerah lambung dan kulit serta memberikan efek negative
terhadap penderita asma atau mereka yang sensitive terhadap aspirin.
Penggunaan propil gallat tidak dibolehkan untuk pangan bayi atau pangan
anak kecil (Yuliarti, 2007: 113).
c. Pengemulsi, pemantap dan pengental
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan
tegangan permukaan dan tegangan antara dua fase dalam keadaan normal
tidak saling melarutkan menjadi dapat bercampur dan membentuk emulsi.
Atau dengan kata lain emulsi akan membantu bercampurnya dua jenis zat
yang secara alami tidak dapat bercampur. Beberapa jenis bahan makanan
baik bahan makanan itu alami ataupun olahan, membutuhkan bahan
pengemulsi.
Umumnya bahan-bahan pengental dan pembentuk gel yang larut
dalam air disebut GOM. Bahan ini diperlukan sebagai pengental, pembentuk
gel, serta pembentuk lapisan tipis serta sebagai suspensi, pengemulsi,
pemantap emulsi dsb. Yang digolongkan dalam GOM antara lain
polisakaida tanaman alami seperti beberapa getah tanaman, ekstrak rumput
laut, pectin dan pati.
Penggunaan pengemulsi, pemantap dan pengental tidak boleh
dilakukan secara sembarangan atau dengan kata lain, penggunaannya harus
dibatasi untuk menghindari terjadinya hal-hal yang membahayakan
kesehatan konsumennya. Persyaratan penggunaan pengemulsi diatur
Permenkes RI no 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan
(Yuliarti,2007 : hal 120).
d. Pengatur keasaman
Pengatur keasaman atau sering pula kita sebut asidulan, biasanya
digunakan sebagai bahan tambahan makanan dengan fungsi sebagai penegas
rasa dan warna atau penyelubung rasa yang tidak disukai. Senyawa ini
33

bersifat asam sehingga berfungsi pula mencegah pertumbuhan mikroba dan


bertindak sebagai bahan pengawet. Bahan tambahan ini dapat pula
mempermudah proses pengolahan serta bekerja sama dengan antioksidan
untuk mencegah ketengikan dan browning. Namun demikian, penggunaan
pengatur keasaman ini utamanya untuk memperoleh rasa asam yang tajam,
sebagai control pH atau sebagai pengawet.
Pengatur keasaman ini biasanya di gunakan dalam bahan pangan
seperti salad, margarin, baking powder, bir,roti, selai, jeli, keju natural, es
krim dan bahan makanan yang dikalengkan seperti sarden, pangan bayi,
sayuran, buah-buahan dll. Pengaturan keasaman yang di ijinkan diantaranya
alumunium ammonium sulfat, alumunium kalium sulfat, alumunium
natrium sulfat, ammonium bikarbonat, ammonium bikarbonat, ammonium
hidroksida, ammonium karbonat, asam adipat, asam asetat glasial, asam
fosfat, asam fumarat, asam klorida, asam laktat, asam malat, asam sitrat,
asam tartrat, diamonium fosfat, dikalium fosfat, dinatrium fosfat, glukono
delta lakton, dn kalium bikarbonat (Yuliarti,2007 : hal 126).
e. Pemutih, pematang tepung dan pengeras
Pemutih dan pematang tepung sering digunakan dalam produksi
tepung agar warna putih yang merupakan ciri khas tepung dapat terjaga
dengan baik. Selain itu penambahan bahan tambahan makanan ini juga
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu sehingga adonan tepung dapat
mengembang setelah dibakar. Sementara itu, bahan pengeras sering
digunakan untuk mengeraskan atau melunakkan suatu bahan makanan,
misalkan pengeras keripik dan pengeras dalam pembuatan buah kalengan.
Penggunaan bahan tambahan makanan diatas seperti halnya bahan kimia
lain harus sesuai dengan peraturan pemakaian ataupun dosis penggunaannya
agar tidak berbahaya bagi kesehatan (Yuliarti, 2007: 138).
34

2.16 Kerusakan Makanan


a. Jenis kerusakan
1) Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis adalah kerusakan yang disebabkan karena
makanan mengalami benturan-benturan mekanis yang terjadi seama
pemanenan, transportasi ataupun penyimpanan. Contoh pada waktu
dipanen buah yang jatuh membentur permukaan keras dan menjadi
memar.
2) Kerusakan fisik
Kerusakan fisik adalah kerusakan bahaan karena perlakuan fisik
yang tidak tepat. Contoh dari kerusakan jenis ini misalnya kerusakan
warna dan tekstur pada daging yang dibekukan.
3) Kerusakan fisiologis dan biologis
Kerusakan yang terjadi karena reaksi peruraian selama proses
metabolism yang terjadi secaa alamiah dalam bahan. Contoh pelunakan
daging dan ikan setelah disembelih.
Kerusakan biologis biasanya disebabkan oleh aktivitas dari hewan.
Seperti ulat yang merusak buah dan sayur.
4) Kerusakan kimiawi
Kerusakan yag terjadi karena reaksi kimia yang berlangsung dalam
bahan makanan. Misalnya reaksi pencoklatan pada terong dan apel.
5) Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan makanan karena adanya aktivitas mikroorganisme
seperti bakteri, yeast, dan jamur. (hiasinta 61)
b. Tanda-tanda kerusakan makanan
1) Kerusakan bahan makanan berprotein tinggi
Bahan makanan yang banyak mengandung protein apabila
mengalami kerusakan mikrobiologis akan menghasilkan bau khas
protein yang dikenal sebagai bau putrid, sehingga kerusakannya sering
disebut sebagai kerusakan putrefaktif.
35

2) Kerusakan bahan makanan berkarbohidrat tinggi


Bahan makanan berkarohidrat tinggi dapat mengalami perubahan
kimiawi karena aktifitas yeast, bakteri maupun jamur. Tanda-tanda
kerusakannya dientukan oleh jenis mikroorganisme perusaknya.
3) Kerusakan bahan makanan berlemak tinggi
Lemak dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam
lemak dan gliserol. Selanjutnya asam lemak terutama asamlemak tak
jenuh memiliki ikatan rangkap dapat mengalami pemecahan lebih lanjut
menjadi senyawa sederhanasepereti aldehid dan keton dan senyawa lain
yang menimbulkan tengik.
c. Tanda kerusakan
1) Makanan kaleng
Tanda kerusakan makanan kaleng antara lain adanya
penggembungan pada dasar atau tutup kaleng karena terbentuknya gas
di dalam kaleng, penyok, penyimpangan bau, terbentuk buih atau cairan
pengisi kaleng menjadi kental.
2) Ikan
Ikan yang rusak bisaanya ditandai dengan adanya penyimpangan
bau, insang berwarna abu-abu atau kehijauan, mata tenggelam, daging
mudah ilepaskan dari tulang, dan jika ditekan dengna jari akan
meninggalkan bekas.
3) Daging
Kerusakan daging ditandai dengan terbentunya bau asing yang
bukan khas daging, terbentuknya lender, dan terkadang terjadi
perubahan warna menjadi kehijauan.
4) Ayam
Daging ayam yang nrudak dapat dlihat dari perubahan yang terjadi
pada bagian tertentu dari karkas ayam, antara lain lengket pada bagian
sayap, terbentuknya warna gelap pada ujung sayap dll.
36

5) Susu
Kerusakan susu ditandai dengann terciumnya baud an rasa asam
karena aktivitas bakteri pembentuk asam laktat, terbentuknya lender,
tengik, dan berbau busuk.
6) Udang merah
Udang telah kehilangan kesegarannya dan menjadi rusak apabila
pada daerah ekor berwarna merah muda, muncul bau asing menyerupai
ammonia.
(Purnawijayanti, 2001: 65).

2.17 Dampak Keamanan Pangan Terhadap Gizi


a. Dampak positif
Teknologi pengamanan, pemprosesan dan pengolahan bahan
pangan yang dihasilkan dalam meningkatnya nilai tambah makanan dan
lebih terjaminnya pasokan satu jenis bahan pangan.
b. Dampak negatif
Kurangnya pemantauan terhadap keamanan pangan tersebut,
sehingga masih banyak oknum-oknum yang masih menggunakan zat
kimia yang berbahaya terhadap kesehatan dalan bahan pangan tersebut.

2.18 Upaya Pengawasan dan Pengendalian Keamanan Pangan


a. Persiapan dan pengolahan pangan
1) Jagalah kebersihan area dan peralatan dapur.
2) Jagalah kebersihan pemasak dan penjamah pangan.
3) Jagalah kebersihan pangan (food hygiene).
4) Bahan baku selalu dicuci lebih dahulu dengan menggunakan air dan
alat yang bersih.
5) Gunakan proses pengolahan yang sehat dan cukup waktu.
6) Simpanlah pangan secara cermat dan ditempat sehat dan telinsung.
37

7) Jangan biarkan margarine dan mentega di udara terbuka karena


oksigen akan bereaksi dengna lemak dan dapt menyebabkan
ketengikan.
8) Jangan pernah menyimpan daging di lemai es lebih dari dua hari
(kecuali disiman di freezer).
9) Jangan menyimpan telur egitu saja di dalam rak lemari es karena pori-
ori kulit telur akan menyerap bau dari kulkas.
10) Bila menyiman panga di lemari es, cuci dan bersihkan dahulu sebelum
dimasukkan.
11) Perlu memperhatikan kemungkinan terjadinya pencemaran atau
pertumbuhan mikroorganisme pada pangan:
a) Penyimpanan atau pendinginan bahan mentah pada suhu yang
tidak tepat.
b) Penyiapan atau emasakn pangan jauh sebelum saat dionsumsi.
c) Pekerja menderita sakit infeksi.
d) Peralat yang tidak bersih.
e) Kontaminasi silang
f) Penggunaan bahan mentah yang terkontaminasi.
g) Penggunaan wadah dan peralatan dari bahan beracun.
h) Penambahan bahan tambahan kimia yang tidak tepat.
i) Bila membawa bekal gunakan wadah yang bersih dan bawalah
panga yang tidak mudah rusak.
b. Pembelian pangan
1) Dalam pemilihan pangan perlu diperhatikan faktor rasa, kesehatan, dan
nilai gizinya.
2) Perhatikan keadaan pangan yang dijual, keadaan penjual, ruang atau
tempat penjualan, peralatam alat masak, lap serta air yang digunakan.
3) Bila pangan adalah pangan yang siap makan dan tidak dikemas, jangan
menyentuh pangan langsung denga telanjang.
4) Mintalah pengemas atau pembungkus yang khusus pangan.
38

5) Pangan kemasan perlu memperhatikan keadaan dan keutuhan


kemasannya, cek tanggal kadaluarsa dan komposisi gizi.
6) Untuk pangan kaleng, cek kondisi kaleng (normal, peyok, atau bocor)
serta tanggal kadaluarsa.
7) Perhatikan komposisi bahan yang tertera dalam tabel.
8) Pangan kaleng walaupun telah mengalami prosessterilisasi, tidak
terjamin bebas dari pencemaran mikroorganisme.
9) Jangan pernah meninggalkan pangan kalengan yang sudah dibuka
begitu saja di udara luar.
10) Bersihkan semua alat pembuka kaleng sebelum dan sesudah
digunakan.
11) Jangan membeli es atau minuman lain yang tidak dikeahui benar
kemanannya.
12) Dalam membeli pangan yang menggunakan bahan mentah seprti gado-
gado periksalah kebersihan sayuran, alat yang digunakan, bumbu yang
dipakai, penjual dan kondisi tempat penjualan.
c. Upaya mengurangi resiko yang berhubungan dengan pestisida dan
cemaran dapat dilakukan upaya sebagai berikut:
1) Pilih bahan pangan secara cermat. Pada sayuran perlu diingat bahwa
yang menarik dan bagus belum tentu aman dari pestisida, ada
kemungkinan cirri tersebut menunjukkan adanya residu pestisida.
2) Pada produk daging, psahkan lemak dari daging karena biasanya
pestisida terkonsentrasi dalam lemak hewani.
3) Cucilah produk segar sebelum dikonsumsi deng seksama. Cuci di air
mengalir.
4) Buang bagian terluar sayuran seperti kola tau kubis dan seladaa.pada
wortel kupaslah kulitnya dengan baik.
5) Hindarkan penggunaan insektisida sepereti baygon, mortein, atau raid
didekat pangan atau alat yang akan digunakan untuk pangan.
6) Selingi dengan mengkonsumsi sayuran yang tidak menggunakan
pestisida sepereti daun singkong, daun kangkung air, dan daun papaya.
39

2.19 Peranan Pemerintah


a. Penerapan HACCP
b. Larangan terhadap penggunaan senyawa kimia yang dapat membahayakan
kesehatan
c. Membentuk Komisi Keamanan Pangan yang bertugas menyelidiki dan
mengambil keputusan yang cepat terhadap penyebab dan cara
penanggulangannya terhadap timbulnya wabah penyakit akibat pangan
d. Melakukan deteksi lebih cepat dan lebih teliti terhadap residu kimia
(Winarno, 2004: 111).
e. Adanya peraturan dalam pelabelan produk makanan dan minuman
f. Kebijakan pencantuman tanggal kadaluwarsa (Afrianti, 20120: 12).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
Menteri telah mengeluarkan peraturan dibidang pangan, diantaranya yaitu:
a. Food Labelling dan Advertensi 79/Menkes/PER/III/1978
b. Additive Makanan 225/Menkes/PER/VI/1979, Permenkes RI No. 722
tahun 1988, Permenkes RI no. 1168 tahun 1999 dan Permenkes RI No. 33
tahun 2012
c. Kewajiban Pendaftaran Makanan 330/Menkes/PER/VII/1976
d. Label dan Iklan Pangan PP No. 69 tahun 1999
Dalam keamanan pangan dibidang kesehatan telah diawasi oleh BPOM.
Dimana BPOM menggalang kerjasama dengan lembaga terkait guna mewujudkan
sistem keamanan pangan terpadu melalui jejaring Keamanan Pangan Nasional
(JPKN). Dengan cara bekerja sebagai mitra sejajar di dalam sistem keamanan
terpadu, dengan cara saling membagi informasi, mendiskusikan, memutuskan cara
terbaik dan meningkatkan kinerja masing-masing lembaga untuk meningkatkan
mutu dan keamanan pangan nasional secara efisien dan efektif .

3.2 Saran
a. Pengawasan terhadap makanan lebih diperketat lagi
b. Perlu dilakukan survey langsung setiap bulan ke tempat-tempat produksi,
toko-toko, pasar,dll untuk mengecek keamanan produk makanan
c. Perusahaan yang telah memiliki izin terhadap prroduksi makanan perlu
dilakukan pemantauan agar tidak terjadi kecurangan dalam proses
pembuatan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni H. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung:


Alfabeta.
Khomson, Ali. 2004. Pengantar Pangan Dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogakarta: Kanisius.
Rohman, Abdul. 2011. Analisis Bahan Pangan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sherrington. 1992. Pengantar ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sitorus, Ronald H. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. Bandung: Yrama Widya.
Supardi, Imam. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan.
Bandung: Penerbit Alumni.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widianarko, Budi. 2002. Tips Pangan: Teknologi, Nutrisi dan Keamanan Pangan.
Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.
Winarno, F.G. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.
Winarno, F.G. 2004. Keamanan Pangan Jilid 2. Bogor: M-Brio Press.
Winarno, F.G. 2004. Keamanan Pangan Jilid 3. Bogor: M-Brio Press.
Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:
ANDI.

Вам также может понравиться