Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sikap penderita ketika pulang dari rumah sakit berbeda-beda. Sebagian penderita
ingin secepatnya pulang ke rumah dan kalau keinginan ini diperbolehkan, mungkit
dapat timbul kesulitan akibat penderita dan keluarganya beum siap. Sebagai
akibatnya, semangat mereka dapat merosot sekali. Akan tetapi, sebagian lagi enggan
meninggalkan lingkungan rumah sakit yang memberikan pelayanan dan
perlindungan, sekalipun merasa sudah siap pulang ke rumah. Penderita ini
mengkhawatirkan berbagai resiko yang akan mereka hadapi di luar rumah sakit tanpa
bantuan dan dukungan dari dokter, perawat serta ahli-ahli terapi lainya. Namun
demikian, pada suatu resiko tersebut harus dihadapi dan hampir selalu penderita dapat
mengatasinya jauh lebih baik daripada apa yang mereka sangka.
Seorang penderita stroke biasanya dapat dipulangkan ke rumah mereka sendiri bila
suami atau istrinya masih adadan mampu merawatnya. Penderita yang sudah
menduda atau menjanda ataupun penderita yang bujangan dapat saja pulang
kerumahnya kalau ada anak-anak atau sanak saudara yang bersedia merawatnya.
Akan tetapi di alam kehidupan modern ini di mana setiap orang mendambakan
keluarga kecil dan banya pasangan suami istri yang dua-duanya berkerja,
kemungkinan perawatan di rumah hampir mustahil dilaksanakan. Dalam keadaan
seperti ini, biasanya seorang penderita stroke yang jompo akan dirawat dalam panti-
panti jompo.
B. TUJUAN
Maksud dalam pembuatan TBR ini adalah untuk mengetahui lebih banyak lagi
tentang merawat pasien stroke setelah pulang dari rumah sakit.
C. MANFAAT
Sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain, pasien dan
orang yang merawat perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang
akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang
cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan
untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Perlu
dipastikan bahwa Anda mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat
memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli
fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Anda dapat
membuat sebuah catatan harian sederhana yang mencakup rincian obat pasien dan
waktu-waktu perjanjian bertemu dengan berbagai dokter atau profesional
kesehatan lain. Sebaiknya kemajuan pasien dicatat setiap hari atau setiap
Minggu.(4)
Sekitar separuh pasien yang bertahan hidup enam bulan setelah stroke
akan mandiri secara parsial atau total untuk menjalani aktivitas sehari-
hari seperti mandi, berpakaian, makan, dan bergerak.
Ini mencakup sekitar 10% dari pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang
Sekitar sepertiga pasien yang bertahan hidup satu tahun tidak mampu
memperoleh kembali kemandirian mereka, dan proporsi ini relatif tidak
berubah setelah lima tahun.
Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang padat
dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika disandarkan;
tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang merawat meraih pasien dari
kedua sisi. Pada beberapa kasus, ahli terapi okupasional merancang tempat tidur
fungsional khusus bagi pasien.(1)
Ubahlah posisi lengan dan tungkai setiap 1 2 jam sepanjang siang dan
malam hari
Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau 2 kali sehari
Gerakkan semua sendi di tungkai yang lumpuh secara lembut dan perlahan-
lahan (yaitu, lurus dan menekuk) 5 7 kali. Tahanlah sendi di setiap posisi
selama sekitar 30 detik. Gerakan sebaiknya tidak menimbulkan nyeri. Ulangi
proses ini setiap empat jam. Jika mungkin, cobalah memberi semangat pasien
untuk bekerja sama dengan gerakan dan meningkatkan mobilitas mereka
karena ini akan membantu mempercepat pemulihan.
Topanglah hemiplegik (lemah) dengan buah bantal. Jangan membaringkan
pasien telentang atau menarik lengan yang lumpuh.
II.C. Bridging
Orang yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan tereposisi
(lihatlah halaman 129), dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi pasien
yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang
paling berisiko antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit,
siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan spons kering
untuk membatali titik-titik tekanan ini agar mencegah tertekanya saraf dan
terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal ini, periksalah ada tidaknya abrasi,
lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini
menunjukkan awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga kering dan diberi bedak.
(7)
Untuk pasien dengan fraktur atau inkontinesia urine atau fases, mengalami
malnutrisi atau dehidrasi dan memiliki riwayat dekubitus (jaringan parut lebih
lemah daripada jaringan sehat), reposisi harus dilakukan lebih sering. Setiap kali
dilakukan pembersihan terhadap inkontinesia, kulit di sekitar juga perlu diperiksa.
Semua bagian yang tertutup perlu dibersihkan, misalnya lipatan kulit yang dalam
di bawah skrotum atau di antara pantat. (7)
Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke,
dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu enam bulan setelah stroke.
Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan sendi bahu yang
melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai atas atau bawah yang
lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan tungkai atas, diabetes
melitus, dan tinggal sendiri di rumah.(9)
Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih mudah
dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk, nyeri ini
cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika tidak terapi dengan
benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan. Tindakan pencegahan
terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di tempat tidur menopang lengan
yang lemah (lumpuh) dengan bantal atau sandaran tangan jika mungkin;
menghindari peregangan sendi bahu, terutama oleh tarikan pada lengan lemah;
dan menopang lengan yang lemah dengan lengan yang normal atau dengan
menggunakan perban sportif saat berjalan sehingga lengan tersebut tidak terkulai
ke bawah. Pasien stroke jangan ditarik di lengannya yang lumpuh. (9)
Segera setelah pasien mampu, bantulah mereka turun dari tempat tidur dan
duduk di kursi yang nyaman untuk jangka pendek. Peningkatan mobilitas pasien
harus lambat dan bertahap, dan jika mungkin, mengikuti rangkaian berikut :
bergerak di tempat tidur dengan tungkai ke bawah, berdiri di samping tempat
tidur, berjalan ke kursi, duduk di kursi, berjalan di lantai yang rata.(10)
Pasien harus perlu berupaya mencapai tingkat yang lebih tinggi. Hanya
berbaring dan menunggu perbaikan sama artinya kehilangan kesempatan untuk
pemulihan terbaik. Dalam hal ini, motivasi yang kuat, termasuk kepercayaan pada
proses pemulihan, sangatlah penting. Semangati pasien untuk secara mental
mencoba memerintahkan lengan atau tungkai mereka yang lumpuh untuk
bergerak dan melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka dapat melakukan apa
yang mereka inginkan. Mereka dapat menggunakan lengan atau tungkai mereka
yang sehat untuk membantu. Hal yang sama berlaku bagi fungsi lain yang hilang
atau terganggu. Seperti yang telah disinggung, tidak seorang pun tahu apa yang
menyebabkan suatu bagian otak mengambil alih sebagian dari fungsi yang hilang
setelah stroke atau cedera otak lainnya, tetapi kapasitas otak untuk melakukan hal
ini sangatlah besar. Oleh karena itu, pasien jangan pernah menyerah untuk
mencoba pulih. (10)
Bahkan orang berusia muda yang sehat namun berbaring beberapa hari di
tempat tidur akan mengalami sedikit masalah jika berdiri dengan cepat dan
langsung berjalan. Orang yang mengalami stroke sering kali telah berusia lanjut
dan sistem kardiovaskular mereka sering terganggu, sehingga toleransi mereka
terhadap peningkatan mobilitas dapat sangat berkurang. Petugas kesehatan
sebaiknya memberitahu pasien apakah mereka boleh berusaha jalan dan apakah
mereka dapat mencoba berjalan sendiri atau dengan bantuan. (10)
Pasien mungkin perlu dibantu untuk turun dari tempat tidur atau berpindah
dari tempat tidur ke kursi, terutama pada tahap-tahap awal setelah stroke.
Letakkan sebuah kursi yang kuat dan tidak terlalu rendah dekat tempat tidur untuk
membantu pemindahan (jika Anda menggunakan kursi roda, rem tangan harus
terkunci untuk mencegahnya bergerak). Singkirkan semua keset yang dapat
bergerak atau benda lain yang dapat menyebabkan pasien terpeleset, terantuk,
atau jatuh. (10)
3. Tahanlah tungkai atau kaki yang lemah, jika perlu, dan mulailah menghitung
untuk mengangkat. Hal ini memungkinkan pasien mengetahui apa yang
sedang terjadi sehingga la dapat memberi bantuan yang maksimal.
Kesulitan menelan sangat berbeda dari satu pasien ke pasien lain. Ahli
terapi wicara akan memberi nasihat mengenai konsistensi makanan dan minuman
yang sesuai. Anda mungkin dinasihati untuk menghindari makanan tertentu,
misalnya makanan yang terlalu keras, kering, atau beremah-remah. Cairan dapat
dikentalkan melalui beberapa cara. Makanan pengental dapat dibeli di apotek dan
pasar swalayan (misalnya, bubuk puding instan). Anda dapat dengan mudah
mengentalkan susu dengan pisang rebus yang ditumbuk bubur/pure buah, atau
produk susu yang kental, seperti yoghurt. Sup dapat dikentalkan dengan
menambahkan bubuk skim-milk, kentang rebus lunak, atau sayuran bertepung
lainnya. Apa pun metode yang Anda gunakan, makanan harus halus dan
konsisten. Jika Anda mengalami kesulitan mengentalkan makanan, ahli terapi
wicara atau ahli gizi dapat memberi bantuan. (1-3)
Jika pasien stroke tidak mampu menyantap cukup makanan untuk tetap
sehat, mereka perlu secara temporer diberi makan melalui selang, yang
dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Pasien yang sakit parah atau
yang tidak dapat menoleransi adanya selang di hidung dapat diberi makan melalui
selang yang menembus dinding perut ke dalam lambung gastroskopi endoskopik
perkutis. (1,2,3)
Untuk mencegah tumpah, letakkan piring pada alas antiselip dan, paling
tidak pada awalnya, mungkin sebaiknya digunakan piring yang cekung sehingga
makanan tidak mudah tumpah. Terdapat alat-alat bantu untuk orang yang makan
dengan satu tangan dan juga terdapat mangkuk telur yang dapat ditempelkan ke
meja. Ahli terapi okupasional biasanya menilai kebutuhan pasien akan alat-alat
semacam ini. (1,2,3)
Orang dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami depresi atau
frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena itu, sangatlah penting untuk mendorong
pasien berkomunikasi-menerima semua bentuk komunikasi (tulisan, tanda, bahasa
tubuh, gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan yang kecil sekalipun,
untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering dikritik dan jangan
memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan harus tepat. Cobalah memberi pasien
cukup waktu untuk menanggapi pertanyaan Anda dan abaikan semua kesalahan.(4)
Bagi orang yang mengalami gangguan bicara dan menulis, ahli terapi
wicara dapat menyusun program terapi spesifik untuk berbicara dan berbahasa.
Orang yang merawat dapat diminta membantu dengan memberikan kesempatan
bagi pasien untuk mendengar orang lain berbicara atau mencoba berkomunikasi
dengan tulisan, gambar, memberikan jawaban ya/tidak, memperlihatkan bahasa
tubuh, atau menggunakan kontak mata atau ekspresi wajah. Pasien sebaiknya
diajak berbicara mengenai masalah keluarga, diperlihatkan dan diajak berdiskusi
mengenai foto orang atau tempat yang familier, mengobrol tentang teman, atau
melakukan latihan berupa mengulang-ulang kata. Sebaiknya segera dicari cara
untuk berkomunikasi tentang kebutuhan sehari-hari. Ahli terapi wicara dapat
memberikan nasihat mengenai semua alat bantu yang mungkin menolong.(4)
Semangati pasien agar menjadi semandiri mungkin dan ikut serta dalam
aktivitas normal, misalnya makan malam dengan keluarga atau tamu. Cobalah
jangan mengabaikan pasien sewaktu mengobrol bersama-sama pasien perlu
dilibatkan sebanyak mungkin dalam keputusan-keputusan keluarga dan tetap
diberi informasi mengenai berbagai peristiwa yang penting. Pada saat yang sama,
upayakan agar mereka tidak terbebani oleh masalah sehari-hari yang akan
menyebabkan mereka lelah dan stres.(4)
Tersenyumlah.
Lemparkan ciuman.
Katuplah bibir Anda rapat-rapat dan gembungkan pipi dengan udara; tahanlah
udara di dalam pipi selama lima detik, dan kemudian keluarkan.
Julurkan lidah Anda sejauh mungkin, tahanlah selama tiga detik, dan kemudian
tariklah kembali ke dalam mulut.
Sentuhlah sudut-sudut mulut Anda dengan lidah, gerakkan lidah Anda dengan
cepat dari kanan ke kiri, dan kembali lagi.
Tekanlah lidah Anda ke gusi bagian atas, kemudian ke gusi bagian bawah.
Doronglah lidah Anda sekuat mungkin ke pipi kanan dan kemudian pipi kiri.
Sesi-sesi ini harus dilakukan sesering mungkin, tetapi juga jangan terlalu
lama karena pasien dengan masalah bahasa mudah lelah. Ahli terapi wicara
kadang merujuk orang yang mengalami masalah komunikasi untuk mengikuti sesi
perorangan atau kelompok khusus, dan kadang-kadang seseorang yang pernah
mengalami stroke dipasangkan dengan seorang relawan atau dapat ikut serta
dalam suatu kelompok komunikasi. (5)
Meskipun masalah buang air kecil dan besar (inkontinensia atau retensi)
relatif biasa pada minggu-minggu pertama setelah stroke, terutama pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau kebingungan, sebagian besar pasien
pulih sempurna pengendaliannya dalam beberapa Minggu.(8)
Seperti orang lain, pasien stroke perlu buang air besar secara teratur paling
tidak sekali setiap 2-3 hari. Sembelit umumnya didefinisikan sebagai buang air
besar yang jarang (kurang dari tiga kali seminggu) atau kesulitan mengeluarkan
tinja. Sembelit adalah masalah yang umum dijumpai pada orang berusia lanjut
dan pada orang yang mengalami stroke. Beberapa obat (misalnya, opioid) juga
dapat menyebabkan sembelit Konsekuensi sembelit adalah rasa tidak nyaman,
berkurangnya kualitas hidup, dan, pada kasus yang parah, gangguan kesehatan,
termasuk perforasi usus (usus berlubang) dan komplikasi kardiovaskular yang
menyebabkan pasien perlu dirawat inap. Cara terbaik untuk mengatur buang air
besar adalah makanan yang memadai dan seimbang serta banyak cairan (paling
tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik yang
cukup. Pelunak tinja (laksatif, pencahar), supositoria, dan enema dapat digunakan
untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali. Namun jika masalahnya menetap,
pasien atau orang yang merawatnya perlu meminta nasihat dari dokter atau
perawat yang biasa menangani hal ini. (8)
Untuk pasien stroke yang tidak dapat bangun dari tempat tidur dan mereka
yang mengalami hambatan besar dalam mobilitas, ventilasi paru perlu dijaga agar
tetap cukup untuk mencegah infeksi dada. Hal ini dapat dilakukan dengan
kombinasi latihan bernapas dalam, penempatan posisi yang benar, dan
meludahkan semua kelebihan lendir dari mulut. Jika pasien mengalami masalah
bernapas, fisioterapi dada juga dapat membantu paru agar tetap bersih.(7)
Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu mengatasi
masalah ini. Sebagai contoh, cermin sepanjang tubuh akan membantu pasien
melihat kedua sisi tubuhnya. Menyentuh sisi yang terkena dampak stroke untuk
mengingatkan mereka tentang sisi itu dapat membantu mempercepat rehabilitasi.
Saat berbicara dengan pasien, dianjurkan agar Anda berdiri di depan mereka atau
di sisi sehat mereka. Juga letakkan piring makanan ke arah sisi yang sehat. (6)
Pastikan bahwa aktivitas harian pasien yang biasa tetap dapat dilakukan
dengan aman dan buatlah penyesuaian yang diperlukan. Pertama-tama, sebagian
aktivitas sebaiknya dilatih di bawah bimbingan ahli terapi atau perawat. Aktivitas
ini mungkin berupa mengenakan baju, mandi, memasak, atau naik tangga. Dalam
merawat seseorang yang mengalami stroke, upayakan agar harga diri mereka
tidak terluka. Semangati mereka untuk melakukan sendiri hal-hal yang dapat
mereka lakukan. (9)
Jika timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot setelah stroke, masalah ini
dapat dikurangi dengan memanaskan atau mendinginkan atau dengan latihan
peregangan pasif dan aktif pada rentang gerakan yang biasanya dilakukan oleh
otot atau sendi yang terkena. Namun, jika Anda mencurigai bahwa pasien tidak
dapat merasakan suatu gerakan tertentu, berhati-hatilah agar sendi tidak terlalu
diregangkan atau mengalami cedera. Ahli fisioterapi pasien seharusnya mampu
memberi Anda nasihat mengenai bagaimana melakukan latihan ini dengan aman.
Jika tindakan ini kurang efektif, ahli fisioterapi dapat memberikan rangsangan
listrik terhadap otot, memberikan pelemas otot (misalnya, baklofen, suntikan
toksin botulinum), atau intervensi lainnya. (9)
Jika pasien tidak mampu secara aman melakukan sendiri sebagian dari
kegiatan sehari-harinya, tersedia bantuan dan layanan khusus yang dapat
membantu, termasuk berbagai adaptasi yang dapat dilakukan di rumah pasien.
Hal ini direkomendasikan oleh ahli fisioterapi, yang dapat membantu melakukan
perjanjian yang diperlukan. Bantuan dari layanan sosial dan masyarakat dapat
mengatasi sebagian dari perawatan personal, termasuk merawat rumah,
menyiapkan tempat tidur pasien, menyiapkan makan di kursi roda, berbelanja,
dan mengumpulkan resep. (9)
Ketika seorang pasien stroke pergi keluar untuk pertama kali, ada baiknya
jika ada orang lain yang menemani, paling tidak sampai pasien merasa percaya
diri bahwa mereka dapat melakukannya sendiri. Jika dalam waktu 4 6 bulan
setelah stroke pasien masih belum dapat berjalan tanpa bantuan atau merasa
kurang nyaman melakukannya, mereka dapat diberi tongkat berjalan atau alat
bantu berjalan lainnya seperti kursi roda manual atau listrik sehingga sedikit
banyak mereka mandiri. Juga, dapat dilakukan berbagai penyesuaian pada mobil
pasien bahkan tersedia mobil yang telah secara khusus diadaptasikan untuk orang
dengan berbagai cacat. Namun, sebelum benar-benar membeli salah satu alat
bantu ini, ada baiknya Anda menanyakan pendapat ahli fisioterapi atau ahli terapi
okupasional mengenai tingkat mobilitas pasien yang paling mungkin dicapai dan,
oleh karena itu, menemukan alat bantu yang paling cocok bagi mereka. (9)
Jika pasien menggunakan kursi roda dan rumah mereka memiliki tangga,
akan menolong jika di rumah tersebut dibangun jalan masuk landai dari kayu atau
beton. Anda juga mungkin perlu memperlebar pintu-pintu rumah agar pasien
dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman,
pegangan tangan di kamar mandi,, dan adaptasi rumah lainnya juga dapat
membantu. (9)
Perlu diingat bahwa orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan
terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk
berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan pasien harus didorong
untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga
sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin. (2)
Meskipun belum ada terapi spesifik yang efektif untuk demensia vaskular,
perkembangan atau kemajuan penyakit dapat dipengaruhi oleh pengendalian
faktor risiko stroke, terutama hipertensi dan sumber embolus.(1)
Faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan
langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas
sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya
kekuatan tungkai bawah.(4,5,6,7)
Orang berusia lanjut dan mereka yang menderita pusing bergoyang, sensasi
kepala terasa ringan, sikap yang tak-mantap, atau masalah penglihatan ketika
menggerakkan kepala atau tubuh (terutama saat bangun dari tidur dan berdiri)
perlu berhatihati saat bergerak dan menghindari perubahan posisi tubuh atau
kepala secara terburu-buru. Turunlah dari tempat tidur secara perlahan dan
bertahap: mula-mula bergeserlah sehingga Anda berbaring menyamping di
tepi tempat tidur, kemudian duduklah, lalu ayunkan tungkai Anda memutar
sehingga menjejak lantai, kemudian berdirilah, dan akhirnya mulai berjalan.
Hindari gerakan kepala yang cepat, misalnya saat bercukur atau menyisir
rambut, dan hindari menekuk kepala dalam posisi yang ekstrem.
Banyak orang berusia lanjut terjatuh karena dehidrasi sehingga asupan cairan
yang memadai merupakan hal yang sangat penting. Biasanya dua liter sehari
memadai, kecuali jika dokter memberi nasihat lain.
Ada baiknya pasien yang berisiko diajari bagaimana jatuh dengan aman oleh ahli
fisioterapi, seandainya tindakan pencegahan tersebut gagal. Untuk semakin
mengurangi risiko jatuh, sebagian orang memerlukan bantuan untuk turun dari
tempat tidur atau berpindah dari tempat tidur ke kursi. (4,5,6,7)
Orang yang berisiko tinggi jatuh dan tinggal sendirian dapat meminta bantuan
jika mereka memiliki alarm 24 jam yang terhubung ke stasiun monitor
profesional atau terhubung langsung ke layanan ambulans. Alat alarm ini dapat
dikenakan seperti jam tangan, kalung, atau dijepitkan ke baju, dan diaktifkan
dengan menekan sebuah tombol. Alat ini memiliki pengeras suara dan mikrofon
sensitif sehingga saat dilakukan hubungan dapat tercipta komunikasi dua arah
bands-free. Sebagian alat memiliki detektor jatuh built-in yang secara otomatis
memicu panggilan meminta bantuan jika gerakan pemakai mengindikasikan
bahwa mungkin mereka terjatuh. (4,5,6,7)
II.U. Hubungan Seks Setelah Serangan Stroke
Untuk sebagian besar penderita stroke tidak terdapat alasan mengapa kegiatan
seks perlu di tinggalkan. Hubungan seks tidak akan memperbesar risiko untuk
mendapatkan serangan stroke berikutnya. Namun, perubahan peranan mungkin
diperlukan untuk mengatasi permasalahan cacat atau kelumpuhan yang diderita
penderita dan juga dan juga mungkin terdapat problem-problem kejiwaan yang
perlu diatasi yang perlu diatasi terlebih dahulu.(6)
III. KESIMPULAN
Mutu kehidupan setelah mengalami stroke mungkin secara mengherankan tetap baik
sekalipun ada kelumpuhan atau beberapa cacat yang tersisa. Penderita sering
mengatakan betapa mereka tidak menyadari kesibukan pekerjaan yang menyita
seluruh waktu mereka seolah-olah mereka menjadi budak rutinitas pekerjaan dan
tidak pernah memanfaatkan waktu untuk menikmati segi-segi kehidupan yang lain
sewaktu mereka masih dalam keadaan sehat. Sebagian penderita berpandangan cukup
terbuka dan masih mampu menikmati kesempatan hidup yang lebih panjang. Keadaan
ini lebih dipermudah lagi dengan dukungan suami atau istri dan keluarganya, namun
juga dapat tercapai dalam peerawatan pada panti-panti jompo selama semangat
penderita tetap terpelihara dan banyak hal yang dapat dikerjakan.
DARTAR PUSTAKA