Вы находитесь на странице: 1из 30

HOME CARE STROKE

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang


tergantung pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian
yang diakibatkannya juga cukup tinggi. Banyak upaya, penelitian, yang telah
dilakukan oleh para pakar dalam bidang stroke ini, bagaimana cara mencegahnya,
bagaimana cara mencegah agar tidak berulang sekiranya seseorang pernah mendapat
stroke, bagaimana mengurangi kerusakan atau kematian yang diakibatkannya
sekiranya stroke terjadi, dan bagaimana mengoptimasi keadaan pasien yang telah
dikurangi kemampuannya oleh stroke, melakukan rehabilitasi.

Sebagian besar penderita stroke akan pulang ke rumahnya masing-masing. Hanya


sebagian kecil yang masih memerlukan perawatan secara tetap di rumah sakit dan
penderita ini cenderung merupakan manula yang usianya amat lanjut atau orang-
orang yang sebelum mengalami stroke sudah mempunyai permasalahan jasmani atau
mental lainnya. Sebagai contoh, penderita yang sebelumnya sudah demensia tidak
akan memperlihatkan banyak kemajuan bila terkena serangan stroke. Keluarga
penderita yang tidak dapat dibawa pulang ini perlumemikirkan penitipan penderita
panti jompo dengn bantuan dari para pekerja sosial. Kadang-kadang saja ada
penderita stroke yang harus tinggal di rumah sakit dalam untuk jangka waktu yang
lama.

Sikap penderita ketika pulang dari rumah sakit berbeda-beda. Sebagian penderita
ingin secepatnya pulang ke rumah dan kalau keinginan ini diperbolehkan, mungkit
dapat timbul kesulitan akibat penderita dan keluarganya beum siap. Sebagai
akibatnya, semangat mereka dapat merosot sekali. Akan tetapi, sebagian lagi enggan
meninggalkan lingkungan rumah sakit yang memberikan pelayanan dan
perlindungan, sekalipun merasa sudah siap pulang ke rumah. Penderita ini
mengkhawatirkan berbagai resiko yang akan mereka hadapi di luar rumah sakit tanpa
bantuan dan dukungan dari dokter, perawat serta ahli-ahli terapi lainya. Namun
demikian, pada suatu resiko tersebut harus dihadapi dan hampir selalu penderita dapat
mengatasinya jauh lebih baik daripada apa yang mereka sangka.

Seorang penderita stroke biasanya dapat dipulangkan ke rumah mereka sendiri bila
suami atau istrinya masih adadan mampu merawatnya. Penderita yang sudah
menduda atau menjanda ataupun penderita yang bujangan dapat saja pulang
kerumahnya kalau ada anak-anak atau sanak saudara yang bersedia merawatnya.
Akan tetapi di alam kehidupan modern ini di mana setiap orang mendambakan
keluarga kecil dan banya pasangan suami istri yang dua-duanya berkerja,
kemungkinan perawatan di rumah hampir mustahil dilaksanakan. Dalam keadaan
seperti ini, biasanya seorang penderita stroke yang jompo akan dirawat dalam panti-
panti jompo.

B. TUJUAN

Maksud dalam pembuatan TBR ini adalah untuk mengetahui lebih banyak lagi
tentang merawat pasien stroke setelah pulang dari rumah sakit.

C. MANFAAT

Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dalam merawat penderita stroke di rumah


sehingga dengan memberikan perawatan yang baik dapat mencegah terjadinya
serangan stroke kembali dan dapat memberikan semangat hidup serta peningkatan
mutu kehidupan penderita stroke di rumah dan dalam aktivitas sehari-hari.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Merawat Pasien Stroke

Sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain, pasien dan
orang yang merawat perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang
akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang
cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan
untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Perlu
dipastikan bahwa Anda mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat
memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli
fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Anda dapat
membuat sebuah catatan harian sederhana yang mencakup rincian obat pasien dan
waktu-waktu perjanjian bertemu dengan berbagai dokter atau profesional
kesehatan lain. Sebaiknya kemajuan pasien dicatat setiap hari atau setiap
Minggu.(4)

Berdasarkan statistik, pasien stroke yang bertahan hidup kemungkinan besar


akan dirawat di rumah:

Secara rata-rata, hingga 80 % pasien stroke kembali ke rumah dalam enam


bulan.

Sekitar 15% pasien, yang bertahan hidup melewati Minggu-minggu


pertama setelah stroke, akhirnya akan dipindahkan ke unit rehabilitasi,
di mana durasi menginap adalah sekitar 3 4 minggu.

Sekitar separuh pasien yang bertahan hidup enam bulan setelah stroke
akan mandiri secara parsial atau total untuk menjalani aktivitas sehari-
hari seperti mandi, berpakaian, makan, dan bergerak.
Ini mencakup sekitar 10% dari pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang

Sekitar sepertiga pasien yang bertahan hidup satu tahun tidak mampu
memperoleh kembali kemandirian mereka, dan proporsi ini relatif tidak
berubah setelah lima tahun.

II.A.2. Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik

Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang padat
dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika disandarkan;
tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang merawat meraih pasien dari
kedua sisi. Pada beberapa kasus, ahli terapi okupasional merancang tempat tidur
fungsional khusus bagi pasien.(1)

Pasien yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan direposisikan


dengan benar di tempat tidur karena hal ini dapat membantu mencegah
komplikasi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktor
sendi, dan nyeri bahu. Pada banyak kasus, pasien yang mengalami imobilisasi
dirawat secara penuh di fasilitas perawatan, namun jika Anda merawatnya di
rumah, Anda dianjurkan mengikuti prosedur berikut :

Pastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai bertanyalah kepada


dokter atau ahli terapi okupasional jika perlu.
Balikkan pasien dari satu sisi ke sisi lain setiap 2 3 jam sepanjang siang dan
malam.

Ubahlah posisi lengan dan tungkai setiap 1 2 jam sepanjang siang dan
malam hari
Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau 2 kali sehari
Gerakkan semua sendi di tungkai yang lumpuh secara lembut dan perlahan-
lahan (yaitu, lurus dan menekuk) 5 7 kali. Tahanlah sendi di setiap posisi
selama sekitar 30 detik. Gerakan sebaiknya tidak menimbulkan nyeri. Ulangi
proses ini setiap empat jam. Jika mungkin, cobalah memberi semangat pasien
untuk bekerja sama dengan gerakan dan meningkatkan mobilitas mereka
karena ini akan membantu mempercepat pemulihan.
Topanglah hemiplegik (lemah) dengan buah bantal. Jangan membaringkan
pasien telentang atau menarik lengan yang lumpuh.

II.B. Membalik Pasien

Pasien yang mengalami imobilisasi perlu dibalik dan diposisikan secara


reguler, bahkan pada malam hari. Tersedia beberapa seprai nilon (misalnya,
Slippery Sam, Slide Sheets) yang mempermudah kita menggerakkan dan
menggulingkan pasien. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang
merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh pasien dan menarik
pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah terputar, bukalah dan kencangkan seprai
di bawahnya.(3)

Punggung pasien juga harus juga diperiksa untuk melihat tanda-tanda


dekubitus. Untuk mencegah timbulnya dekubitus, bersihkan kulit dengan air
hangat, spons, dan sedikit antiseptik atau sabun paling tidak sekali sehari. Semua
seprai yang basah harus langsung diganti.(3)

II.C. Bridging

Latihan ini dapat membantu pasien bergerak di tempat tidur. Pasien


menekuk tungkai mereka yang kuat, dan orang merawat membantu dengan
menekuk tungkai yang lemah dan menahannya dalam posisi yang dibutuhkan.
Pasien kemudian mendorong kaki mereka ke tempat tidur, dan mengangkat
panggul sehingga panggul dapat dipindahkan ke salah satu sisi dan menurunkan
panggul ke posisi yang baru.(4)
II.D. Mencegah Pembentukan Bekuan Darah

Pemakaian obat anti Pembekuan, aplikasi kompresi pneumatik


intermiten, dan penggunaan kaus kompresi dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah.

Dokter akan menjelaskan kapan tindakan ini diperlukan dan ia akan


memberikan informasi yang Anda perlukan.(5)

II.E. Duduk di Tempat Tidur

Berilah pasien semangat untuk duduk dan bersandar ke bagian kepala


tempat tidur sesegera mungkin sebagian besar pasien stroke yang bertahan
hidup mampu melakukan ini sendiri dalam satu Minggu. Mereka sebaiknya
menghabiskan lebih banyak waktu duduk dari pada tidur telentang. Duduk lebih
kecil kemungkinannya menyebabkan tersedak dan mempermudah pasien bernafas
dan menelan. Jika mobilitas pasien sangat terhambat, alat pengangkat dapat
membantu mereka bergerak di tempat tidur dengan aman. Dapat digunakan bantal
tambahan untuk menyumbangkan pasien dan memberikan topangan di sisi yang
lumpuh. Pada awalnya, mungkin diperlukan satu atau dua orang untuk
menegakkan pasien, tetapi sebagian besar orang segera mampu melakukannya
sendiri. Saat duduk, gunakan bantal untuk menopang lengan yang lumpuh/
lemah.(6)

II.F. Perawatan kulit

Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus


(luka karena tekanan) dan infeksi kulit; adanya hal-hal ini menunjukkan bahwa
perawatan pasien kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah alih-alih diobati,
karena dekubitus menimbulkan nyeri dan sembuhnya lama, dan jika terinfeksi,
luka ini dapat mengancam nyawa. Pada pasien stroke, dekubitus dapat terjadi
karena berkurangnya sensasi dan mobilitas. Inkontesia dan malnutrisi, termasuk
dehidrasi, juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses
penyembuhan.(7)

Orang yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan tereposisi
(lihatlah halaman 129), dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi pasien
yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang
paling berisiko antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit,
siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan spons kering
untuk membatali titik-titik tekanan ini agar mencegah tertekanya saraf dan
terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal ini, periksalah ada tidaknya abrasi,
lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini
menunjukkan awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga kering dan diberi bedak.
(7)

Untuk pasien dengan fraktur atau inkontinesia urine atau fases, mengalami
malnutrisi atau dehidrasi dan memiliki riwayat dekubitus (jaringan parut lebih
lemah daripada jaringan sehat), reposisi harus dilakukan lebih sering. Setiap kali
dilakukan pembersihan terhadap inkontinesia, kulit di sekitar juga perlu diperiksa.
Semua bagian yang tertutup perlu dibersihkan, misalnya lipatan kulit yang dalam
di bawah skrotum atau di antara pantat. (7)

Sebagian pasien yang hanya dapat berbaring di tempat tidur mungkin


memerlukan kasur khusus, misalnya kasur udara. Namun, perlu diingat bahwa
meski telah menggunakan alat ini, orang yang merawat tetap harus membalik dan
mereposisi pasien dan mengikuti semua rekomendasi yang diberikan di sini atau
oleh profesional perawatan kesehatan. (7)
Jika terbentuk luka, terapi akan paling efektif jika dimulai pada tahap awal
luka. Tunjukkan segala sesuatu yang mungkin mencemaskan anda kepada ahli
terapi, perawat, atau dokter. Identifikasi dekubitus oleh orang yang merawat
sangat penting agar terapi efektif karena masalah komunikasi atau karena mereka
tidak menyadarinya. (7)

II.G. Perawatan Mata dan Mulut

Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan


mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu jam.
Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk pasien yang sulit
atau tidak dapat menelan.(8)

Gunakan kain lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata


pasien jika diperlukan. Jika pasien yang mengantuk terus membuka mata dalam
jangka panjang, mata mereka dapat mengering, yang bisa menyebabkan infeksi
dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, dianjurkan penutupan mata dan
penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat di beli bebas (1 2
tetes setiap 3 4 jam) (8)

II.H. Mencegah Nyeri Bahu

Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke,
dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu enam bulan setelah stroke.
Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan sendi bahu yang
melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai atas atau bawah yang
lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan tungkai atas, diabetes
melitus, dan tinggal sendiri di rumah.(9)
Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih mudah
dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk, nyeri ini
cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika tidak terapi dengan
benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan. Tindakan pencegahan
terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di tempat tidur menopang lengan
yang lemah (lumpuh) dengan bantal atau sandaran tangan jika mungkin;
menghindari peregangan sendi bahu, terutama oleh tarikan pada lengan lemah;
dan menopang lengan yang lemah dengan lengan yang normal atau dengan
menggunakan perban sportif saat berjalan sehingga lengan tersebut tidak terkulai
ke bawah. Pasien stroke jangan ditarik di lengannya yang lumpuh. (9)

II.I. Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak

Segera setelah pasien mampu, bantulah mereka turun dari tempat tidur dan
duduk di kursi yang nyaman untuk jangka pendek. Peningkatan mobilitas pasien
harus lambat dan bertahap, dan jika mungkin, mengikuti rangkaian berikut :
bergerak di tempat tidur dengan tungkai ke bawah, berdiri di samping tempat
tidur, berjalan ke kursi, duduk di kursi, berjalan di lantai yang rata.(10)

Pasien harus perlu berupaya mencapai tingkat yang lebih tinggi. Hanya
berbaring dan menunggu perbaikan sama artinya kehilangan kesempatan untuk
pemulihan terbaik. Dalam hal ini, motivasi yang kuat, termasuk kepercayaan pada
proses pemulihan, sangatlah penting. Semangati pasien untuk secara mental
mencoba memerintahkan lengan atau tungkai mereka yang lumpuh untuk
bergerak dan melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka dapat melakukan apa
yang mereka inginkan. Mereka dapat menggunakan lengan atau tungkai mereka
yang sehat untuk membantu. Hal yang sama berlaku bagi fungsi lain yang hilang
atau terganggu. Seperti yang telah disinggung, tidak seorang pun tahu apa yang
menyebabkan suatu bagian otak mengambil alih sebagian dari fungsi yang hilang
setelah stroke atau cedera otak lainnya, tetapi kapasitas otak untuk melakukan hal
ini sangatlah besar. Oleh karena itu, pasien jangan pernah menyerah untuk
mencoba pulih. (10)

Indikasi terbaik bahwa pasien siap bergerak ke tingkat mobilitas vang


lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka
capai; jika pasien sudah merasa nyaman melakukan suatu aktivitas selama paling
sedikit satu menit, mereka dapat bergerak ke tingkat selanjutnya. Demi alasan
keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri dl samping pasien
dan membantu pasien, terutama pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau
berjalan, pasien sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh
dengan menopangkan best badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin
dan dengan memindahkan best badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada
awalnya pasien harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang
sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara
yang paling aman dan efektif. Jika pasien telah yakin dapat berjalan di lantai yang
datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi pastikan bahwa susuran tangganya
telah aman dan kuat. (10)

Bahkan orang berusia muda yang sehat namun berbaring beberapa hari di
tempat tidur akan mengalami sedikit masalah jika berdiri dengan cepat dan
langsung berjalan. Orang yang mengalami stroke sering kali telah berusia lanjut
dan sistem kardiovaskular mereka sering terganggu, sehingga toleransi mereka
terhadap peningkatan mobilitas dapat sangat berkurang. Petugas kesehatan
sebaiknya memberitahu pasien apakah mereka boleh berusaha jalan dan apakah
mereka dapat mencoba berjalan sendiri atau dengan bantuan. (10)

Pasien mungkin perlu dibantu untuk turun dari tempat tidur atau berpindah
dari tempat tidur ke kursi, terutama pada tahap-tahap awal setelah stroke.
Letakkan sebuah kursi yang kuat dan tidak terlalu rendah dekat tempat tidur untuk
membantu pemindahan (jika Anda menggunakan kursi roda, rem tangan harus
terkunci untuk mencegahnya bergerak). Singkirkan semua keset yang dapat
bergerak atau benda lain yang dapat menyebabkan pasien terpeleset, terantuk,
atau jatuh. (10)

Rangkaian tindakan berikut ini dapat digunakan untuk memindahkan


pasien lumpuh dari kursi ke toilet. Sekali lagi, jika menggunakan kursi roda,
pastikan bahwa rem tangan sudah terkunci.

1. Jelaskan proses pemindahan ke pasien, dengan menekankan posisi akhir.

2. Berdirilah di depan pasien dan peluklah mereka dengan lengan Anda


melingkari punggung atau memegang tali pinggang.

3. Tahanlah tungkai atau kaki yang lemah, jika perlu, dan mulailah menghitung
untuk mengangkat. Hal ini memungkinkan pasien mengetahui apa yang
sedang terjadi sehingga la dapat memberi bantuan yang maksimal.

4. Mintalah pasien untuk condong ke depan, kemudian angkatlah dan raihlah


lengan kursi yang terletak paling jauh.

5. Mintalah pasien untuk melangkah berputar, jika mungkin, atau berputar


sedemikian sehingga ia berada di depan kursi atau toilet. Pasien kemudian
dapat duduk.

II.J. Menelan Dan Makan

Biasanya dokter atau perawat yang berpengalaman dalam menilai


kemampuan menelan akan mengamati adanya tanda-tanda kesulitan makan atau
minum. Tanda-tandanya antara lain adalah bicara pelo, suara yang basah dan
serak, atau mengeluarkan liur di salah satu sisi mulut. Pasien dapat diberi sedikit
air untuk memeriksa kemampuan mereka menelan, tetapi hal ini harus dilakukan
oleh petugas kesehatan. Jika tidak terdapat masalah yang nyata, pasien dapat
diminta untuk mencoba makanan dan minuman yang dapat ditelan pasien dengan
aman.(1-3)

Kesulitan menelan sangat berbeda dari satu pasien ke pasien lain. Ahli
terapi wicara akan memberi nasihat mengenai konsistensi makanan dan minuman
yang sesuai. Anda mungkin dinasihati untuk menghindari makanan tertentu,
misalnya makanan yang terlalu keras, kering, atau beremah-remah. Cairan dapat
dikentalkan melalui beberapa cara. Makanan pengental dapat dibeli di apotek dan
pasar swalayan (misalnya, bubuk puding instan). Anda dapat dengan mudah
mengentalkan susu dengan pisang rebus yang ditumbuk bubur/pure buah, atau
produk susu yang kental, seperti yoghurt. Sup dapat dikentalkan dengan
menambahkan bubuk skim-milk, kentang rebus lunak, atau sayuran bertepung
lainnya. Apa pun metode yang Anda gunakan, makanan harus halus dan
konsisten. Jika Anda mengalami kesulitan mengentalkan makanan, ahli terapi
wicara atau ahli gizi dapat memberi bantuan. (1-3)

Jika pasien stroke tidak mampu menyantap cukup makanan untuk tetap
sehat, mereka perlu secara temporer diberi makan melalui selang, yang
dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Pasien yang sakit parah atau
yang tidak dapat menoleransi adanya selang di hidung dapat diberi makan melalui
selang yang menembus dinding perut ke dalam lambung gastroskopi endoskopik
perkutis. (1,2,3)

Pasien stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang


dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu
makan pasien berkurang, mereka dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang
lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman suplemen
nutrisional. Untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi, semua makanan
harus disantap dalam keadaan duduk, jangan berbaring. (1,2,3)

Untuk mencegah tumpah, letakkan piring pada alas antiselip dan, paling
tidak pada awalnya, mungkin sebaiknya digunakan piring yang cekung sehingga
makanan tidak mudah tumpah. Terdapat alat-alat bantu untuk orang yang makan
dengan satu tangan dan juga terdapat mangkuk telur yang dapat ditempelkan ke
meja. Ahli terapi okupasional biasanya menilai kebutuhan pasien akan alat-alat
semacam ini. (1,2,3)

II.K. Mengatasi Masalah Berbicara dan Menulis

Sekitar separuh dari pasien stroke akut mula-mula akan mengalami


masalah bahasa, termasuk berbicara pelo, tetapi hanya sekitar sepertiga pasien
stroke terus mengalami masalah ini di kemudian hari. Masalah bicara yang
menetap paling sering terjadi pada pasien yang mengalami kelumpuhan di sisi
kanan tubuh (atau kadang-kadang di sisi kiri dari orang kidal). Pasien mungkin
tidak memahami pembicaraan orang lain atau mampu mengekspresikan diri
mereka dengan jelas secara verbal, atau keduanya. Bentuk-bentuk lain masalah
bicara adalah ketidakmampuan menemukan kata yang tepat; pemakaian kata-kata
tanpa arti atau, pada kasus yang jarang, kata-kata kotor; ketidakmampuan
berbicara meskipun secara fisik sanggup; ketidakmampuan memahami bahasa
tulisan; dan ketidakmampuan menulis.(4)

Orang dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami depresi atau
frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena itu, sangatlah penting untuk mendorong
pasien berkomunikasi-menerima semua bentuk komunikasi (tulisan, tanda, bahasa
tubuh, gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan yang kecil sekalipun,
untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering dikritik dan jangan
memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan harus tepat. Cobalah memberi pasien
cukup waktu untuk menanggapi pertanyaan Anda dan abaikan semua kesalahan.(4)

Bagi orang yang mengalami gangguan bicara dan menulis, ahli terapi
wicara dapat menyusun program terapi spesifik untuk berbicara dan berbahasa.
Orang yang merawat dapat diminta membantu dengan memberikan kesempatan
bagi pasien untuk mendengar orang lain berbicara atau mencoba berkomunikasi
dengan tulisan, gambar, memberikan jawaban ya/tidak, memperlihatkan bahasa
tubuh, atau menggunakan kontak mata atau ekspresi wajah. Pasien sebaiknya
diajak berbicara mengenai masalah keluarga, diperlihatkan dan diajak berdiskusi
mengenai foto orang atau tempat yang familier, mengobrol tentang teman, atau
melakukan latihan berupa mengulang-ulang kata. Sebaiknya segera dicari cara
untuk berkomunikasi tentang kebutuhan sehari-hari. Ahli terapi wicara dapat
memberikan nasihat mengenai semua alat bantu yang mungkin menolong.(4)

Semangati pasien agar menjadi semandiri mungkin dan ikut serta dalam
aktivitas normal, misalnya makan malam dengan keluarga atau tamu. Cobalah
jangan mengabaikan pasien sewaktu mengobrol bersama-sama pasien perlu
dilibatkan sebanyak mungkin dalam keputusan-keputusan keluarga dan tetap
diberi informasi mengenai berbagai peristiwa yang penting. Pada saat yang sama,
upayakan agar mereka tidak terbebani oleh masalah sehari-hari yang akan
menyebabkan mereka lelah dan stres.(4)

Orang yang mengalami kesulitan menemukan kata-kata yang tepat


sebaiknya dibebaskan untuk menggunakan metode lain dalam menyampaikan
maksud mereka. Misalnya, selain menggunakan kata perpustakaan, mereka
dapat berkata tempat di mana Anda meminjam buku; jika kata itu adalah
piano, mereka dapat bergaya seperti bermain piano; jika kata itu adalah apel,
mereka dapat mengatakan sejenis buah. Metode lain untuk menyampaikan arti
adalah mengeja kata atau bagiannya, menulis kata, menggambarkannya, atau
menunjuknya jika bendanya adu di sekitar. Sebagian pasien menunjuk gambar
yang dipampangkan di, sebuah papan atau menulis dengan menggunakan
keyboard. Pasien juga akan sangat terbantu jika mereka memvisualisasikan benda
yang mereka coba sebutkan (yaitu, membentuk gambaran mental dari benda itu)
.(4)

Pasien stroke yang dapat membaca, menulis, dan memahami perkataan


orang lain, tetapi kesulitan untuk mengutarakan kata-kata dengan jelas (pasien
dengan disartria) dapat memperoleh manfaat dari melakukan latihan lidah dan
bibir dua kali sehari seperti berikut ini.(4)

II.L. Latihan Bibir Dan Lidah

Ulangi setiap gerakan sepuluh kali selama satu sesi.

Bentuklah bibir Anda menjadi seperti huruf O.

Tersenyumlah.

Berganti-ganti membentuk bibir seperti huruf O dan tersenyumlah, seolah-


olah Anda mengucapkan oo-ee.

Bukalah mulut lebar-lebar, kemudian gerakkan bibir seolah-olah Anda hendak


mencium.

Lemparkan ciuman.

Tutuplah bibir erat-erat seakan Anda berkata mm.

Ucapkan ma ma ma ma secepat mungkin.


Ucapkan mi mi mi mi secepat mungkin.

Katuplah bibir Anda rapat-rapat dan gembungkan pipi dengan udara; tahanlah
udara di dalam pipi selama lima detik, dan kemudian keluarkan.

Cobalah sentuh dagu Anda dengan ujung lidah.

Cobalah sentuh hidung Anda dengan ujung lidah.

Julurkan lidah Anda sejauh mungkin, tahanlah selama tiga detik, dan kemudian
tariklah kembali ke dalam mulut.

Sentuhlah sudut-sudut mulut Anda dengan lidah, gerakkan lidah Anda dengan
cepat dari kanan ke kiri, dan kembali lagi.

Usapkan lidah Anda mengelilingi bibir Anda.

Ucapkan suara ta ta ta dengan kecepatan yang semakin meningkat.

Tekanlah lidah Anda ke gusi bagian atas, kemudian ke gusi bagian bawah.

Sikat-lah gigi Anda dengan lidah.

Doronglah lidah Anda sekuat mungkin ke pipi kanan dan kemudian pipi kiri.

Ketika berbicara dengan pasien, duduklah berhadapan secara langsung.


Cobalah berbicara secara perlahan dan gunakan kalimat-kalimat pendek
sederhana. Sikap dan ekspresi wajah yang suportif dapat membantu pasien.
Ulangi perkataan Anda jika diperlukan dan hindari kesan tidak sabar atau
terganggu. Matikan semua kebisingan yang mengganggu seperti radio, stereo,
atau televisi. Pasien juga akan merasa lebih mudah jika orang lain yang ada di
ruangan tidak berbicara secara bersamaan. Jangan berpura-pura memahami
perkataan pasien jika sebenarnya tidak, dan jangan pernah menghina pasien
dengan membicarakan mereka seolah-olah mereka tidak ada.(5)

Sesi-sesi ini harus dilakukan sesering mungkin, tetapi juga jangan terlalu
lama karena pasien dengan masalah bahasa mudah lelah. Ahli terapi wicara
kadang merujuk orang yang mengalami masalah komunikasi untuk mengikuti sesi
perorangan atau kelompok khusus, dan kadang-kadang seseorang yang pernah
mengalami stroke dipasangkan dengan seorang relawan atau dapat ikut serta
dalam suatu kelompok komunikasi. (5)

II.M. Pengendalian Buang Air Kecil dan Besar

Meskipun masalah buang air kecil dan besar (inkontinensia atau retensi)
relatif biasa pada minggu-minggu pertama setelah stroke, terutama pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau kebingungan, sebagian besar pasien
pulih sempurna pengendaliannya dalam beberapa Minggu.(8)

Saat mereposisi pasien, pembalut inkontinensia yang basah atau tercemar


kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering dengan menggunakan
botol urine secara teratur. Jika perlu, letakkan penis pada semacam selang.
Namun, pada sebagian kasus, mungkin perlu dipasang kateter (selang) ke dalam
kandung kemih, dan selang ini akan secara otomatis mengeluarkan urine.
Sebagian wanita yang mengalami inkontinensia dapat dijaga tetap kering dengan
menggunakan pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak dimungkinkan atau kurang
efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam kandung kemih. Orang yang merawat
perlu diajari mengenai cara membersihkan kateter, tetapi yang memasangnya
haruslah seorang perawat. (8)
Pemakaian kateter sesekali merupakan suatu pilihan bagi orang yang terus
mengalami inkontinensia atau retensi. Namun jika kateter digunakan selama
seminggu atau lebih, akan terjadi peningkatan risiko berjangkitnya infeksi saluran
kemih, yang kadang-kadang menimbulkan komplikasi serius, misalnya sepsis
(keracunan darah) yang dapat mematikan. Karena itu, sering dianjurkan
pemasangan kateter temporer yang cukup sering sesekali disertai irigasi kandung
kemih dengan antiseptik: Jika tetap terjadi infeksi saluran kemih, dokter biasanya
meresepkan antibiotik untuk mengatasinya. (8)

Seperti orang lain, pasien stroke perlu buang air besar secara teratur paling
tidak sekali setiap 2-3 hari. Sembelit umumnya didefinisikan sebagai buang air
besar yang jarang (kurang dari tiga kali seminggu) atau kesulitan mengeluarkan
tinja. Sembelit adalah masalah yang umum dijumpai pada orang berusia lanjut
dan pada orang yang mengalami stroke. Beberapa obat (misalnya, opioid) juga
dapat menyebabkan sembelit Konsekuensi sembelit adalah rasa tidak nyaman,
berkurangnya kualitas hidup, dan, pada kasus yang parah, gangguan kesehatan,
termasuk perforasi usus (usus berlubang) dan komplikasi kardiovaskular yang
menyebabkan pasien perlu dirawat inap. Cara terbaik untuk mengatur buang air
besar adalah makanan yang memadai dan seimbang serta banyak cairan (paling
tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik yang
cukup. Pelunak tinja (laksatif, pencahar), supositoria, dan enema dapat digunakan
untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali. Namun jika masalahnya menetap,
pasien atau orang yang merawatnya perlu meminta nasihat dari dokter atau
perawat yang biasa menangani hal ini. (8)

II.N. Latihan Bernapas

Untuk pasien stroke yang tidak dapat bangun dari tempat tidur dan mereka
yang mengalami hambatan besar dalam mobilitas, ventilasi paru perlu dijaga agar
tetap cukup untuk mencegah infeksi dada. Hal ini dapat dilakukan dengan
kombinasi latihan bernapas dalam, penempatan posisi yang benar, dan
meludahkan semua kelebihan lendir dari mulut. Jika pasien mengalami masalah
bernapas, fisioterapi dada juga dapat membantu paru agar tetap bersih.(7)

II.O. Mengatasi Masalah Sensorik

Stroke dapat memengaruhi kemampuan sensoris melalui sejumlah cara.


Kehilangan sensasi di salah satu bagian tubuh, misalnya lengan atau tungkai,
biasanya tidak memengaruhi kegiatan rutin pasien, tetapi mereka perlu berhati-
hati agar tidak terluka saat bercukur atau memasak, atau mengalami luka bakar
akibat air panas untuk mandi atau benda panas.(6)

Pasien yang mengalami gangguan penglihatan separuh (hemianopia) atau


menderita masalah orientasi spasial mungkin merasa frustrasi karena mereka
sering tidak mengetahui benda-benda yang ada di sisi tubuh mereka yang sakit.
Mereka mungkin, sebagai contoh, mengenakan atau menanggalkan baju hanya di
satu sisi tubuh, makan hanya separuh piring, atau menulis hanya di satu sisi dari
satu halaman. Pasien biasanya tidak belajar untuk menolehkan kepala mereka
untuk melihat ke sisi yang terkena, sehingga mereka berisiko tersesat atau
mengalami disorientasi. Mereka cenderung berjalan menuju objek di sisi mereka
yang terkena stroke, dan mereka tidak melihat, atau menyadari, benda-benda
bergerak yang datang dari arah tersebut, misalnya mobil. Selain tidak mampu
mengendarai mobil, pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk berjalan di
jalan dan banyak aktivitas sehari-hari lainnya. Kadang gejala ini adalah satu-
satunya akibat dari stroke, tetapi pasien tetap dianggap mengalami cacat berat. (6)

Pasien dengan masalah orientasi ruang juga mungkin mengabaikan suara-


suara yang datang dari kiri, mengabaikan atau mengingkari sisi kiri mereka,
bahkan jika sisi tersebut mengalami lumpuh berat, atau mungkin tidak mampu
mengenali wajah kerabat dekat atau pasangan. Bagi sebagian pasien, bahkan
mereka yang tidak mengalami kelumpuhan, melakukan gerakan berurutan
kompleks yang dibutuhkan untuk melakukan tugas tertentu, misalnya
mengenakan pakaian atau membuat secangkir kopi, merupakan hal yang sangat
sulit atau mustahil. Anggota keluarga perlu menyadari masalah ini dan memahami
bahwa masalah tersebut adalah konsekuensi dari stroke dan bukan karena pasien
bertingkah. (6)

Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu mengatasi
masalah ini. Sebagai contoh, cermin sepanjang tubuh akan membantu pasien
melihat kedua sisi tubuhnya. Menyentuh sisi yang terkena dampak stroke untuk
mengingatkan mereka tentang sisi itu dapat membantu mempercepat rehabilitasi.
Saat berbicara dengan pasien, dianjurkan agar Anda berdiri di depan mereka atau
di sisi sehat mereka. Juga letakkan piring makanan ke arah sisi yang sehat. (6)

Sebagian kecil pasien stroke mengalami nyeri sentral, yang disebabkan


oleh kerusakan di suatu daerah di otak tengah yang disebut talamus, yaitu suatu
bagian dalam otak yang bekerja sebagai pusat pemancar sensoris. Nyeri ini adalah
campuran sensasi, termasuk panas dan dingin, dan sering dijelaskan sebagai rasa
terbakar, tersengat, atau tertusuk benda tajam di bagian tubuh yang lumpuh. Nyeri
ini sering lebih terasa di tangan dan kaki, dan kadang-kadang dapat sedemikian
parah. Nyeri dapat ditimbulkan atau diperparah hanya oleh gosokan ringan di
bagian rubuh yang terkena, oleh gerakan, atau oleh perubahan suhu, terutama
suhu dingin. Komplikasi stroke yang serius ini suhu diatasi, dan pasien perlu
dikonsultasikan ke ahli neurologi. (6)

II.P. Menangani Kehidupan Sehari-Hari

Setelah stroke, pasien perlu kembali melakukan aktivitas sebelumnya


sebanyak mungkin. Mereka perlu mencoba keluar dan mulai melakukan hal-hal
yang mereka sukai sebelum stroke segera setelah dokter mengizinkan. Kita perlu
tetap berpikir positif mengenai pemulihan. Jika pemulihan sempurna tidak
mungkin dicapai, paling tidak pemulihan parsial dapat dicapai.(9)

Pastikan bahwa aktivitas harian pasien yang biasa tetap dapat dilakukan
dengan aman dan buatlah penyesuaian yang diperlukan. Pertama-tama, sebagian
aktivitas sebaiknya dilatih di bawah bimbingan ahli terapi atau perawat. Aktivitas
ini mungkin berupa mengenakan baju, mandi, memasak, atau naik tangga. Dalam
merawat seseorang yang mengalami stroke, upayakan agar harga diri mereka
tidak terluka. Semangati mereka untuk melakukan sendiri hal-hal yang dapat
mereka lakukan. (9)

Pasien dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering membutuhkan


bantuan untuk mengenakan busana karena mereka tidak mampu menggunakan
kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak mengalami
kelemahan yang nyata pada anggota badan. Mereka kadang-kadang mengenakan
busana di bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing. Saat
menolong pasien mengenakan baju, berhati-hatilah agar sendi yang lumpuh tidak
teregang, terutama sendi bahu. Semangati pasien untuk mengenakan baju sendiri
sebisa mungkin. Busana pasien mungkin perlu diadaptasi-belilah sepatu tanpa
tali, baju dengan kancing velcro, dan sebagainya. Tetapi pastikan bahwa pasien
merasa nyaman dengan adaptasi ini sebelum melanjutkannya. Ingatlah bahwa gigi
palsu jangan dibiarkan terpasang pada malam hari, dan bahwa gigi tersebut perlu
dibersihkan sebelum dipasang. (9)

Jika timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot setelah stroke, masalah ini
dapat dikurangi dengan memanaskan atau mendinginkan atau dengan latihan
peregangan pasif dan aktif pada rentang gerakan yang biasanya dilakukan oleh
otot atau sendi yang terkena. Namun, jika Anda mencurigai bahwa pasien tidak
dapat merasakan suatu gerakan tertentu, berhati-hatilah agar sendi tidak terlalu
diregangkan atau mengalami cedera. Ahli fisioterapi pasien seharusnya mampu
memberi Anda nasihat mengenai bagaimana melakukan latihan ini dengan aman.
Jika tindakan ini kurang efektif, ahli fisioterapi dapat memberikan rangsangan
listrik terhadap otot, memberikan pelemas otot (misalnya, baklofen, suntikan
toksin botulinum), atau intervensi lainnya. (9)

Jika pasien tidak mampu secara aman melakukan sendiri sebagian dari
kegiatan sehari-harinya, tersedia bantuan dan layanan khusus yang dapat
membantu, termasuk berbagai adaptasi yang dapat dilakukan di rumah pasien.
Hal ini direkomendasikan oleh ahli fisioterapi, yang dapat membantu melakukan
perjanjian yang diperlukan. Bantuan dari layanan sosial dan masyarakat dapat
mengatasi sebagian dari perawatan personal, termasuk merawat rumah,
menyiapkan tempat tidur pasien, menyiapkan makan di kursi roda, berbelanja,
dan mengumpulkan resep. (9)

Ketika seorang pasien stroke pergi keluar untuk pertama kali, ada baiknya
jika ada orang lain yang menemani, paling tidak sampai pasien merasa percaya
diri bahwa mereka dapat melakukannya sendiri. Jika dalam waktu 4 6 bulan
setelah stroke pasien masih belum dapat berjalan tanpa bantuan atau merasa
kurang nyaman melakukannya, mereka dapat diberi tongkat berjalan atau alat
bantu berjalan lainnya seperti kursi roda manual atau listrik sehingga sedikit
banyak mereka mandiri. Juga, dapat dilakukan berbagai penyesuaian pada mobil
pasien bahkan tersedia mobil yang telah secara khusus diadaptasikan untuk orang
dengan berbagai cacat. Namun, sebelum benar-benar membeli salah satu alat
bantu ini, ada baiknya Anda menanyakan pendapat ahli fisioterapi atau ahli terapi
okupasional mengenai tingkat mobilitas pasien yang paling mungkin dicapai dan,
oleh karena itu, menemukan alat bantu yang paling cocok bagi mereka. (9)
Jika pasien menggunakan kursi roda dan rumah mereka memiliki tangga,
akan menolong jika di rumah tersebut dibangun jalan masuk landai dari kayu atau
beton. Anda juga mungkin perlu memperlebar pintu-pintu rumah agar pasien
dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman,
pegangan tangan di kamar mandi,, dan adaptasi rumah lainnya juga dapat
membantu. (9)

Aktivitas fisik, khususnya latihan yang meningkatkan kekuatan dan


keseimbangan tungkai bawah, dapat membantu agar pasien tidak mudah jatuh.
Jenis latihan ini perlu diajarkan dan diawasi oleh ahli fisioterapi atau perawat
yang dilatih khusus. Sebagian pasien merasa mudah lelah selama siang hari,
sehingga istirahat atau jeda yang reguler dapat mengatasi masalah ini. (9)

II.Q. Aktivitas Fisik Setelah Stroke

Olahraga yang aman dan menyenangkan setelah stroke penting bagi


kesehatan secara umum dan untuk mengurangi risiko stroke di masa mendatang.
Dalam merencanakan suatu program olahraga, perlu dipertimbangkan tingkat
latihan yang dilakukan pasien sebelum stroke. Umumnya paling aman jika
latihan/olahraga dimulai secara lambat, lalu jumlah dan intensitasnya ditingkatkan
secara bertahap. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek
stroke. Mereka yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba
berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang
biasa mereka lakukan. Pasien yang masalahnya lebih berat, misalnya mereka yang
mengidap hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau
spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya pasien
melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa
hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau
lebih. Olahraga aerobik, misalnya berjalan atau bersepeda, biasanya sangat
bermanfaat, serta pemakaian beban dan aktivitas penguatan otot berulang juga
dapat membantu.(6)

Pasien stroke yang juga memiliki masalah jantung perlu memastikan


kondisi jantung mereka stabil sebelum mengubah tingkat aktivitas yang biasa.
Dalam hal ini, pasien sebaiknya memeriksakan diri ke dokter dan membahas
tingkat aktivitas yang direncanakan. (6)

II.R. Mengatasi Masalah Emosional

Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional,


misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi.
Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki
kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan
dengan pasien stroke tanpa depresi ini mencakup Kematian akibat bunuh diri.
Namun, jika pasien dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya
ada hal-hal yang dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut.(2)

Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat


kerusakan di otak. Sebagai contoh, ketidakmampuan seseorang untuk
mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap
mudah marah. Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan,
misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas
kemandirian mereka.

Perlu diingat bahwa orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan
terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk
berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan pasien harus didorong
untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga
sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin. (2)

Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu,


tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan pasien menolak terapi atau
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi
pemulihan pasien. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara
substansial dengan mendorong pasien membicarakan ketakutan dan kemarahan
mereka. Pasien harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang
berharga. Tidak dapat dianggap remeh tentang pentingnya lingkungan rumah
yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian terhadap orang lain dan
aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja,
bermain, dan berbicara. Pasien stroke yang keluarganya atau orang yang
merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak
berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien
lain. Sebagian pasien stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi
pengalaman mereka dengan pasien stroke lain (daftar kelompok pendukung stroke
dapat diperoleh dari organisasi layanan masyarakat lokal Anda). Jika diperlukan,
masalah emosional dapat diatasi dengan konseling individual atau terapi
kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian pasien, misalnya mereka
yang mengalami apati berat, depresi, tak tertarik atau menentang pengobatan. Jika
masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat
antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin) atau berkonsultasi dengan
psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk
pasien yang mengalami depresi berat, terutama mereka yang mungkin ingin
bunuh diri. (2)

Beberapa pengidap stroke, terutama yang berusia lanjut dan menderita


beberapa kali stroke, memperlihatkan letupan emosi yang tidak terkendali, seperti
tertawa, menangis, atau memperlihatkan sikap mudah marah, tanpa alasan yang
jelas. Pasien dan keluarganya perlu menyadari bahwa sebagian besar masalah
perilaku yang -timbul sebagai akibat langsung dari stroke tidak bertahan lama dan
bahwa masalah-masalah tersebut sering tidak mencerminkan perasaan pasien
yang sebenarnya. (2)

II.S. Mengatasi Masalah Kognitif

Masalah kognitif mencakup kesulitan berpikir, memusatkan perhatian,


mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan
belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke, mengenai sekitar 64% dari
pasien yang selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5 pasien stroke usia
yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak pasien stroke, masalah kognitif yang
ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka
akan pulih sepenuhnya.(1)

Jika pasien mengalami masalah daya ingat dan sedang mengonsumsi


sejumlah obat jangka panjang, sebaiknya obat tersebut sudah dikemas di apotek.
Tersedia beberapa kemasan komersial, di mana pil dibagi-bagi dan dilabeli
dengan jelas sehingga pasien dapat melihat apakah mereka sudah minum jatah
hari itu atau belum. Jika pasien tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep,
orang yang merawat perlu menjamin bahwa pasien minum obat dalam jumlah dan
saat yang tepat. Terdapat bukti bahwa berbagai alat bantu mengingat dapat
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengonsumsi obatnya secara teratur.
Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan
pasien pada selembar kertas.(1)

Pasien stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya demensia,


jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu. Hal ini
terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami beberapa kali
stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain.(1)

Sebagian pasien stroke tidak menyadari masalah kognitif mereka,


sehingga mereka rentan mengalami kecelakaan atau tersesat. Anggota keluarga
dan orang yang merawat perlu menyadari hal ini dan melakukan tindakan
pencegahan, misalnya menyembunyikan benda-benda yang berpotensi
membahayakan dan menyertai pasien jika mereka pergi keluar. Konsultasi dengan
psikolog klinis atau psikiater juga dapat membantu. Jika keamanan pasien di
rumah menjadi masalah, perlu dipertimbangkan agar pasien dipindahkan ke
fasilitas perawatan residensial.(1)

Meskipun belum ada terapi spesifik yang efektif untuk demensia vaskular,
perkembangan atau kemajuan penyakit dapat dipengaruhi oleh pengendalian
faktor risiko stroke, terutama hipertensi dan sumber embolus.(1)

II.T. Mencegah Jatuh

Faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan
langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas
sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya
kekuatan tungkai bawah.(4,5,6,7)

Terdapat beberapa cara nonfarmakologis untuk mengurangi risiko jatuh.

Orang berusia lanjut dan mereka yang menderita pusing bergoyang, sensasi
kepala terasa ringan, sikap yang tak-mantap, atau masalah penglihatan ketika
menggerakkan kepala atau tubuh (terutama saat bangun dari tidur dan berdiri)
perlu berhatihati saat bergerak dan menghindari perubahan posisi tubuh atau
kepala secara terburu-buru. Turunlah dari tempat tidur secara perlahan dan
bertahap: mula-mula bergeserlah sehingga Anda berbaring menyamping di
tepi tempat tidur, kemudian duduklah, lalu ayunkan tungkai Anda memutar
sehingga menjejak lantai, kemudian berdirilah, dan akhirnya mulai berjalan.
Hindari gerakan kepala yang cepat, misalnya saat bercukur atau menyisir
rambut, dan hindari menekuk kepala dalam posisi yang ekstrem.

Banyak orang berusia lanjut terjatuh karena dehidrasi sehingga asupan cairan
yang memadai merupakan hal yang sangat penting. Biasanya dua liter sehari
memadai, kecuali jika dokter memberi nasihat lain.

Aktivitas fisik, terutama olahraga yang meningkatkan kekuatan tungkai bawah


dan keseimbangan, dapat mencegah jatuh. Jenis olahraga ini perlu diajarkan
dan diawasi oleh ahli fisioterapi atau perawat terlatih.

Ada baiknya pasien yang berisiko diajari bagaimana jatuh dengan aman oleh ahli
fisioterapi, seandainya tindakan pencegahan tersebut gagal. Untuk semakin
mengurangi risiko jatuh, sebagian orang memerlukan bantuan untuk turun dari
tempat tidur atau berpindah dari tempat tidur ke kursi. (4,5,6,7)

Orang yang berisiko tinggi jatuh dan tinggal sendirian dapat meminta bantuan
jika mereka memiliki alarm 24 jam yang terhubung ke stasiun monitor
profesional atau terhubung langsung ke layanan ambulans. Alat alarm ini dapat
dikenakan seperti jam tangan, kalung, atau dijepitkan ke baju, dan diaktifkan
dengan menekan sebuah tombol. Alat ini memiliki pengeras suara dan mikrofon
sensitif sehingga saat dilakukan hubungan dapat tercipta komunikasi dua arah
bands-free. Sebagian alat memiliki detektor jatuh built-in yang secara otomatis
memicu panggilan meminta bantuan jika gerakan pemakai mengindikasikan
bahwa mungkin mereka terjatuh. (4,5,6,7)
II.U. Hubungan Seks Setelah Serangan Stroke

Untuk sebagian besar penderita stroke tidak terdapat alasan mengapa kegiatan
seks perlu di tinggalkan. Hubungan seks tidak akan memperbesar risiko untuk
mendapatkan serangan stroke berikutnya. Namun, perubahan peranan mungkin
diperlukan untuk mengatasi permasalahan cacat atau kelumpuhan yang diderita
penderita dan juga dan juga mungkin terdapat problem-problem kejiwaan yang
perlu diatasi yang perlu diatasi terlebih dahulu.(6)

III. KESIMPULAN

Mutu kehidupan setelah mengalami stroke mungkin secara mengherankan tetap baik
sekalipun ada kelumpuhan atau beberapa cacat yang tersisa. Penderita sering
mengatakan betapa mereka tidak menyadari kesibukan pekerjaan yang menyita
seluruh waktu mereka seolah-olah mereka menjadi budak rutinitas pekerjaan dan
tidak pernah memanfaatkan waktu untuk menikmati segi-segi kehidupan yang lain
sewaktu mereka masih dalam keadaan sehat. Sebagian penderita berpandangan cukup
terbuka dan masih mampu menikmati kesempatan hidup yang lebih panjang. Keadaan
ini lebih dipermudah lagi dengan dukungan suami atau istri dan keluarganya, namun
juga dapat tercapai dalam peerawatan pada panti-panti jompo selama semangat
penderita tetap terpelihara dan banyak hal yang dapat dikerjakan.
DARTAR PUSTAKA

1. Stuard John. Stroke And Neurological Rehabilitation Program 2004.


Available from http://www.stjohnsrehab.com/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
2. Holmvisqt Lotta. Stroke Rehabilitation In Home Setting 2006. Available from
http://www.karoliska_institutet.com/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
3. Machio David. Stroke Rehabilitation 2002. Available from
http://www.strokebethesda.com/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
4. Feigin Valery. Pencegahan dan Pemulihan Stroke.Buana Ilmu
Populer.Gramedia.Jakarta.2006;127-174.
5. PERDOSSI. Guideline Stroke 2007. Ed Revisi.2007.
6. Thomas.D.J. Stroke Dan Pencegahannya. Cetakan IV. Penerbit Arcan.2000.
7. Hale A Leigh.Home Base Stroke Rehabilitation 2005. Available from
http://www.globalheath.com.au/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
8. Harrison Edmund,Dr.Stroke Strategy And Stroke Rehabilitation 2007.
Available from http://www.heartandstroke.ca/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
9. Graham ID, Harrison MB, Larimer K, et al.Stroke Care 2006. Available from
http://canadianstrokestrategy.webexone.com/. Diakses tangggal 8 Mei 2008.
10. Ganardi Yudi.Stroke 2007. Available from
http://blog.familiamedika.com/stroke. Diakses tangggal 8 Mei 2008.

Вам также может понравиться