Вы находитесь на странице: 1из 35

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gagal ginjal kronik (CKD) merupakan gangguan renal yang progresif dan
ireversibel dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen di
dalam darah) (Smeltzer & Brenda, 2002).CKD biasa terjadi karena adanya kelainan
struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung minimal selama 3 bulan.CKD
biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang bersifat menahun, dimana
pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka mamasuki stadium lanjut.

Di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang dewasa mengalami penyakit ginjal


kronik (K/DOQI). Data tahun 1995-1999 menunjukkan insidens PGK mencapai 100
kasus per juta penduduk per tahun di Amerika Serikat. Prevalensi PGK atau yang disebut
juga Chronic Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. CDC (Centers for
Disease Control) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004,
terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun, mengalami PGK.
Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni
14.5%.2 Di negara-negara berkembang, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus
per juta penduduk pertahun (Suwitra, 2007). Di Indonesia, dari data di beberapa bagian
nefrologi, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan
prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Bakri, 2005 dalam Harahap,
2010).

Pengelolaan pada pasien dengan masalah CKD di instalasi gawat darurat harus
sesuai dengan pengkajian primer dalam hal airway, breathing dan circulation.
Pengelolaan pasien bertujuan untuk mengatasi masalah utama yang dialami pasien bukan
penyakit yang dimiliki pasien. Pasien kelola dengan CKD yang datang di IGD memiliki
keluhan pada breathing (pernapasan). Oleh karena itu kepatenan jalan nafas dan
pemberian oksigenasi menjadi perhatian utama dalam penatalaksanaan pasien. Selain itu
cairan pada pasien perlu diperhatikan untuk menghindari adanya komplikasi yaitu edema
pada pulmo yang dapat mengancam kehidupan pasien. Berdasarkan permasalah yang
dialami pada pasien CKD di IGD kelompok menyusun sebuah laporan asuhan
keperawatan yang terjadi pada pasien CKD di Unit Gawat Darurat yang memaparkan
secara rinci mulai dari pengkajian pasien hingga evaluasi tindakan keperawatan yang
diberikan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Memahami konsep keperawatan gawat darurat pada pasien CKD dan pemberian
asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien di instalasi gawat darurat.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan
dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi
masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung serta
permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai
kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia
(Smeltzer, 2009)

B. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju


Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft Gault sebagai berikut :

Deraj Penjelasan LFG


at (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal 90
atau
2 Kerusakan ginjal dengan LFG atau 60-89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG atau 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG atau 15-29
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak
sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya
sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan
prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

D. Patofisiologi

Terlampirkan

E. Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :

a. Manifestasi kardiovaskuler

Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi


sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.

b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

c. Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan


Kussmaul

d. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,


anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal

e. Manifestasi Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan


tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku

f. Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

g. Manifestasi Reproduktif

Amenore dan atrofi testikuler

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi


ginjal.

1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal


dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.

2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel


jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.

4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan


elektrolit dan asam basa.

b. Foto Polos Abdomen

Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.

c. Pielografi Intravena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan


faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.

d. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi


sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.

e. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,


parenkhim) serta sisa fungsi ginjal

f. Pemeriksaan Radiologi Jantung

Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis

g. Pemeriksaan radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi


metatastik

h. Pemeriksaan radiologi Paru

Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde


Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

j. EKG

Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-


tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

k. Biopsi Ginjal

dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal


kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.

l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal

1) Laju endap darah

2) Urin

Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.

3) Ureum dan Kreatinin

Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

4) Hiponatremia

5) Hiperkalemia

6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia


7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

8) Gula darah tinggi

9) Hipertrigliserida

10) Asidosis metabolik

G.Pengkajian Fokus Keperawatan

1. Pengkajian Primer

Airway
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran
nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas
seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada
wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi
trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas
adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift Data yang berhubungan
dengan status jalan nafas adalah :

1) sianosis (mencerminkan hipoksemia)


2). retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
3). pernafasan cuping hidung
4). bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
5). tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti
nafas)

b. Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat.
Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya
oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan
tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru,
dinding dada dan diafragma.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :

1) Pergerakan dada
2) Adanya bunyi nafas
3) Adanya hembusan/aliran udara

d. Circulation
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem
kardiovaskuler.
Status hemodinamik dapat dilihat dari :
1) Tingkat kesadaran
2) Nadi
3) Warna kulit
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan arteri
femoral.

e. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi


koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada
tungkai
A : Allert - sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon - kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons - kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive - kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd
nyeri

2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan
pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah.

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
I. Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Tujuan & KH Kode Intervensi Keperawatan


O Keperawatan NIC
1. Kelebihan volume cairan Tujuan: 4130 Fluid Management :
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan keperawatan selama 3x24 jam masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
2. Batasi masukan cairan
natrium. volume cairan seimbang. 3. Identifikasi sumber potensial cairan
Kriteria Hasil: 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
NOC : Fluid Balance cairan
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Terbebas dari edema, efusi,
anasarka
Bunyi nafas bersih,tidak adanya Hemodialysis therapy

dipsnea 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah


2100
Memilihara tekanan vena sentral, (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
tekanan kapiler paru, output phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
jantung dan vital sign normal. thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan 1100 Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia mual muntah. nutrisi seimbang dan adekuat.
status nutrisi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC : Nutritional Status hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
Nafsu makan meningkat untuk perencanaan treatment selanjutnya.
Tidak terjadi penurunan BB 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Masukan nutrisi adekuat 5. Berikan makanan sedikit tapi sering
Menghabiskan porsi makan 6. Berikan perawatan mulut sering
Hasil lab normal (albumin, kalium) 7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan 3350 Respiratory Monitoring


berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
hiperventilasi paru pola nafas adekuat.
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
Kriteria Hasil:
intercostal
NOC : Respiratory Status 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Peningkatan ventilasi dan hiperventilasi, cheyne stokes
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang adekuat
Bebas dari tanda tanda distress adanya ventilasi dan suara tambahan

pernafasan Oxygen Therapy


Suara nafas yang bersih, tidak ada 3320 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
2. Ajarkan pasien nafas dalam
sianosis dan dyspneu (mampu 3. Atur posisi senyaman mungkin
mengeluarkan sputum, mampu 4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian oksigen
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
normal
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan perfusi jaringan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
2. Kaji nyeri
NOC: Circulation Status 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Membran mukosa merah muda 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Conjunctiva tidak anemis memperbaiki sirkulasi.
Akral hangat 5. Monitor status cairan intake dan output
TTV dalam batas normal. 6. Evaluasi nadi, oedema
Tidak ada edema 7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
A. PENGKAJIAN

Dilakukan pada tanggal: 23 Agustus 2017 Pukul: 16.10 WIB

1. Identitas Pasien

Nama : .Uripah
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan :-
Alamat :
Pendidikan : SD
Suku/Bangsa : Jawa
Tanggal masuk RS : 23 Agustus 2017 Pukul: 14.30 WIB
No. RM : 441451
Diagnosa medis : CKD
Keluhan utama : Klien mengeluh sesak napas dan sebah pada perutnya

2. Pengkajian Primer

a. Airway :

Jalan napas klien paten, tidak terdapat sumbatan dan suara napas tambahan

b. Breathing :

RR klien 28x/menit, bunyi napas vesikuler, irama napas tidak teratur, terdapat
napas cuping hidung. Terpasang Nasal kanul 4 liter/menit.

c. Circulation :

Akral klien dingin, pucat, pengisian kapiler <2 detik, nadi : frek 98x/menit,
iramanya reguler dan kuat. TD 205/109 mmHg. Kelembapan kulitnya kering dan
turgornya menurun. Terdapat edema pada kedua extremitas bawah klien. Klien
mengatakan mual muntah sejak pagi.

d. Disability :

Tingkat kesadaran klien composmentis, dengan nilai GCS 15 (E4 M6 V5). Pupil
normal dan kekuatan otot klien 5544

e. Exposure

Terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah sejak 1 minggu yang lalu.

f. Folley catheter

Klien tidak terpasang DC

g. Gastric tube

Klien tidak terpasang NGT

h. Heart monitor

Nadi klien : frek 98x/menit, iramanya reguler dan kuat. TD 205/109 mmHg, SpO2
klien 96%.

3. Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian SAMPLE

1) Symptom

Klien mengalami sesak napas dan terlihat lemas.

2) Allergy

Klien mengatakan klien tidak memiliki alergi.

3) Medication

Klien rutin melakukan Hemodialisa, terakhir kali HD 3 bulan yang lalu.

4) Past Illnes

Klien mengatakan sudah memiliki penyakit CKD sejak 2 tahun yang lalu.

5) Last Meal

6) Event

Klien mengalami sesak napas, mual muntah sejak pagi, dan merasa perutnya
keras dan sebah. Klien sudah 1 minggu tidak BAB dan kesulitan tidur.
Kemudian keluarga membawa klien ke IGD RS Kraton Pekalongan pada
pukul 14.30 WIB

b. Pemeriksaan Fisik

1) TTV saat pengkajian :

Tekanan Darah : 205/109mmHg


Nadi : 98x/menit
Suhu : 37C
RR : 28x/menit

2) Keadaan Fisik

a) Kepala

I : tidak terdapat lesi, edema atau fraktur


P : tidak terdapat krepitasi
b) Mata

I : pupil klien normal,. Tidak terdapat edem, tidak ada benda asing, anemis

c) Hidung

I : tidak terdapat lesi, edema atau rinorea, terlihat napas cuping hidung

d) Telinga

I : tidak terdapat lesi, edema atau rinorea

e) Mulut

I : tidak terdapat lesi atau edem

f) Leher

I : tidak terdapat jejas pada sekitar klavikula, tidak terdapat distensi vena
jugularis
P : tidak terdapat krepitasi pada klavikula

g) Thorak

Paru-paru
I : sisi kanan dan kiri dada simetris, persebaran warna kulit merata, ada
retraksi intercosta saat bernapas, RR klien 28x/menit, ritme pernapasan
klien cepat dalam, klien terpasang nasal kanul 4 lpm.
P : tidak terdapat krepitasi
A : terdapat suara crakles
Jantung
I : tidak nampak ictus cordis pada area jantung

h) Abdomen

I : tidak ada lesi dan benjolan di area perut, persebaran warna kulit
abdomen rata, tidak tampak simetris di semua kuadran abdomen
A : bising usus 5x/menit
P : suara hipotimpani
P : tidak terdapat nyeri tekan

i) Genetalia

I : klien tidak terpasang DC

j) Anus
Tidak terkaji

k) Ekstremitas

Atas
I : tidak terdapat lesi atau edema
P : tidak terdapat krepitasi
Bawah
I : terdapat edema pada kedua ekstremitas bawahnya
P : kulit kembali setelah 2 detik

l) Integumen

I : kulit klien kering dan turgornya menurun, klien tidak mengalami gatal
gatal.

4. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


EKG - - -

6. Terapi Medis

Jenis Terapi Indikasi Kontraindikasi Efek Samping


Injeksi Terapi tambahan Anuria, Gangguan pada
furocemide pada udema Hipersensitif saluran pencernaan
pulmonari akut. terhadap furosemid seperti : mual, diare,
Digunakan jika atau sulfonamid pankreatitis,
diuresis diperlukan jaundice,
dengan cepat atau anorexia, iritasi oral
penggunaan oral dan gaster, muntah,
tidak kejang dan
memungkinkan konstipasi.
- Reaksi
hipersensitifitas :
interstitial nephritis
alergi
- Reaksi saluran
syaraf pusat : Tinitus
dan gangguan
pendengaran,
paresthesias,
vertigo, dizziness
dan sakit kepala.
- Reaksi
hematologi :
trombocytopenia,
hemolitik anemia,
leukopenia dan
anemia
- Reaksi
dermatologik :
exfoliative
dermatitis, erythema
multiforma, purpura,
photosensitivitas,
urticaria, rash,
pruritus.
- Reaksi
kardiovaskuler :
hipotensi orthostatik
- Efek samping lain :
hiperglycemia,
glycosuria,
hyperuricemia.
Injeksi Tukak lambung, Hipersensitif Efek samping yang
ranitidine tukak duodenum, terhadap ranitidine. mungkin terjadi
refluks esophagitis, dapat berupa: sakit
hipersekresi kepala, diare, pusing,
patologis malaise, nausea,
gastrointestinal konstipasi, ruam
seperti pada kulit.
sindrom Zollinger-
Ellison,
hipersekresi pasca
bedah.
Injeksi Penanggulangan Penderita yang Sakit kepala,
ondansentron mual dan muntah hipersensitif konstipasi, rasa
akibat kemoterapi terhadap panas pada
dan radioterapi ondansetron. epigastrium, sedasi
serta operasi. dan diare.
Infus NaCl Pengganti cairan Hipernatremia, Demam, iritasi atau
plasma isotonik asidosis, infeksi pada tempat
yang hilang. hipokalemia injeksi, trombosis
Pengganti cairan atau flebitis yang
pada kondisi meluas dari tempat
alkalosis injeksi, ekstravasasi.
hipokloremia.

B. ANALISA DATA

No Data fokus Problem Etiologi


1. DS : - Kelebihan volume Penurunan haluaran
DO :
cairan urin dan retensi
a. Akral klien dingin
cairan dan natrium.
b. Pucat

c. Nadi : 98x/menit,
iramanya reguler dan kuat

d. TD 205/109 mmHg.

e. Membran mukosa kering

f. Turgornya menurun

g. Terdapat edema pada


kedua extremitas bawah
klien. Piting edema derajat
1 (5 mm)
h. Klien mengatakan mual
muntah sejak pagi (2 kali).

2. DS : Klien mengeluh sesak nafas Ketidakefektifan Hiperventilasi


DO :
pola napas
a. RR klien 28x/menit,

b. Irama napas tidak teratur

c. Terlihat penggunaan otot


bantu nafas

d. Terpasang Nasal kanul 4


liter/menit.

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi paru

2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
D. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan pola napas b.d Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring (3350)
hiperventilasi paru keperawatan selama 1x15 menit 5. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan
pola nafas adekuat dengan usaha respirasi
6. Catat pergerakan dada, amati
kriteria hasil :
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
a. RR klien dalam rentang normal
retraksi otot supraclavicular dan
b. Bunyi napas vesikuler intercostal
7. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
c. Irama napas teratur
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
8. Auskultasi suara nafas, catat area
d. Tidak terdapat napas cuping hidung
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan

Oxygen Therapy (3320)


6. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
crakles
7. Ajarkan pasien nafas dalam
8. Atur posisi semifowler

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian oksigen
2. Kelebihan volume cairan b.d Setelah dilakukan asuhan Fluid Management (4120)
1. Monitor tanda-tanda vital
penurunan haluaran urin, retensi keperawatan selama 1x15 menit
2. Monitor indikasi kelebihan
cairan dan natrium volume cairan seimbang.dengan
cairan/retensi (edema)
kriteria hasil 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
a. Akral klien hangat membram mukosa)
4. Kaji lokasi dan luasnya edema
b. Klien tidak terlihat pucat 5. Monitor balance cairan

c. TTV klien dalam rentang normal


Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik
d. Membran mukosa lembab

e. Turgor kulit normal

f. Tidak terdapat edema

g. Klien tidak mengalami mual

E. IMPLEMENTASI

Tanggal No. Dx Jam Implementasi Paraf


23/8/2017 2 16.10 WIB 1. Memonitor tanda-tanda vital
S : klien mengeluh sesak napas
O : TD : 200/100mmHg
RR : 27x/menit
Nadi : 95x/menit
Suhu : 36,3oC
1 16.13 WIB 2. Memonitor rata rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
S : pasien mengatakan sesak napas
O : RR= 27x/menit
1 16.15 WIB
3. Mencatat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
S:-
O : tidak terdapat retraksi dada pada saat
1 16.17 WIB
pasien bernapas
4. Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
S:-
O : pola napas klien normal
5. Melakukan auskultasi suara nafas, catat area
1 16.20 WIB
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
S:-
O : terdapat suara crakles pada suara nafas
1 16.22 WIB
klien
6. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
S:-
1 16.25 WIB O : terdapat suara crakles pada suara napas
pasien
7. Atur posisi semifowler
S : klien mengatakan masih merasa sesak
1 16.27 WIB napas
O : pasien masih terlihat gelisah karena sesak
nafas
8. Ajarkan pasien nafas dalam
1 16.30 WIB
S : pasien mengatakan sesak nafasnya sedikit
berkurang
O : klien dapat mener
2 16.32 WIB 9. Kolaborasi pemberian oksigen
S : pasien mengatakan sesak nafasnya sedikit
berkurang
O : pasien terpasang nasal kanul
10. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi
2 16.35 WIB
(edema)
S : pasien mengatakan kakinya bengkak dari 2
hari yang lalu
2 16.37 WIB
O : terdapat edema pada kedua kaki pasien
11. Monitor status hidrasi (kelembaban membram
mukosa)
2 16.40 WIB S:-
O : membran mukosa klien terlihat lembab
12. Kaji lokasi dan luasnya edema
S:-
O : masih terdapat edema pada kedua kaki
klien dengan derajat 2
13. Memonitor balance cairan
S : klien mengatakan sulit BAB dan BAK
seiktar 4x/hari dengan volume sekali BAK
100ml
O : balance cairan klien
14. Kolaborasi pemberian diuretik
S:-
O : kaki klien masih terlihat edema

G. EVALUASI

Tanggal No Dx Evaluasi Paraf


23/8/2017 1. Ketidakefektifan pola napas S : Klien mengatakan masih merasa sesak napas
O:
b.d hiperventilasi paru
a. TD : 200/100mmHg
b. RR : 27x/menit
c. Nadi : 95x/menit
d. Suhu : 36,3oC
e. Terdapat suara crakles pada suara napas klien
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi Kolaborasi pemberian oksigen
2. Kelebihan volume cairan b.d S : klien mengatakan sebah pada perutnya
O : terdapat edem kaki
penurunan haluaran urin,
A : masalah belum teratasi
retensi cairan dan natrium P : lanjutkan intervensi kolaborasi monitor balance cairan
dan edem
Pembahasan Kasus Kelompok Chronic Kidney Disease

Pasien Ny U berusia 60 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak


napas (dispneu), perut sebah, dan tidak BAB selama 1 minggu. Pasien
terpasang oksigen nasal kanul 4 liter per menit. Pasien mengatakan tidak
memiliki alergi makanan ataupun obat. Saat dirawat pasien mengeluhkan
nyeri di dada, punggung, dan daerah epigastrium(nyeri skala 4), nyeri ini
hilang timbul dan meningkat dan berkurang saat pasien dapat beristirahat.
nyeri seperti ditimpa benda berat. Saat masuk dilakukan pengkajian TTV
yaitu, TD : 205/109 mmHg, N: 98x/menit, pengisian kapiler <2 detik, RR :
28 x/menit, SpO2 96%, RR klien 28x/menit, irama napas tidak teratur,
terlihat penggunaan otot bantu nafas. Dari data-data tersebut dapat
diangkat diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan hiperventilasi.

Selain itu, pada saat pengkajian juga didapatkan data-data sebagai


berikut, membran mukosa kering, turgor kulit menurun, terdapat edema
pada kedua ekstremitas bawah klien, pitting edema derajat 1 (5 mm), klien
mengatakan mual muntah sejak pagi (2 kali). Dari data-data tersebut dapat
diangkat diagnosa keperawatan Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan haluaran urin dan retensi cairan dan natrium. Dari
analisis tersebut diprioritaskan diagnosa keperawatan 1) ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, 2) kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi cairan dan
natrium.

Intervensi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah


ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi adalah
melakukan respiratory monitoring yaitu memonitor rata rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi, mencatat pergerakan dada (mengamati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal), memonitor pola nafas (bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes), melakukan auskultasi suara nafas (mencatat
area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan). Selanjutnya
melakukan oxigen therapy yaitu mengauskultasi bunyi nafas dengan
mencatat adanya crakles, mengajarkan pasien nafas dalam, mengatur
posisi semifowler, kemudian berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian oksigen.

Selanjutnya, intervensi yang diberikan untuk masalah kelebihan


volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi
cairan dan natrium adalah melakukan fluid management yaitu dengan
memonitor tanda-tanda vital, memonitor indikasi kelebihan cairan/retensi
(edema), memonitor status hidrasi (kelembaban membram mukosa) dan
mengkaji lokasi dan luasnya edema, kemudian berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian diuretic.

Hasil evaluasi dari kedua diagnosa tersebut adalah untuk diagnosa


ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi didapatkan
hasil Dan diagnosa kedua didapatkan hasil.

Kenapa pasien bisa sesak nafas? Suara crackels

Ny. U mengalami sesak napas karena sesak napas adalah salah satu
komplikasi yang kerap diderita pasien dengan diagnosa penyakit Chronic
Kidney Disease, hal ini terjadi akibat ketidak mampuan ginjal untuk
mencuci darah dan cairan tubuh yang harusnya dikeluarkan melalui ginjal
akan menumpuk pada tubuh. Kondisi ini akan mengakibatkan organ
disekitar ginjal termasuk paru paru terendam cairan yang tidak bisa
diproses oleh ginjal, karena paru-paru terendam oleh cairan yang
menumpuk membuat fungsi paru-paru tidak efektif, paru-paru tidak dapat
dengan baik mengambil oksigen dari udara yang dihirup. Sehingga
terjadinya udem pada paru-paru karena rongga paru-paru terisi oleh cairan
yang berasal dari ketidakefektifan fungsi ginjal membuang cairan (Arnold,
2016)

Pada pasien CKD, penurunan fungsi ginjal menyebabkan


penurunan produksi eritopoetin. Berkurangnya eritrosit akan menyebabkan
terjadinya anemia karena eritopoetin berperan dalam menstimulasi
produksi eritrosit di sum-sum tulang belakang. Pasien yang mengalami
anemia setelah terjadinya CKD sebaiknya mendapatkan terapi asam folat.
Asam folat merupakan bahan yang diperlukan dalam eritropoesis yang
menentukan dalam proses pembentukkan dan pematangan eritrosit. Selain
itu, hipertensi pada pasien CKD merupakan efek dari memburuknya
kemampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan air dan natrium. Oleh
karenanya, tindakan/penatalaksanaan yang penting dilakukan untuk
penderita gagal ginjal kronik dalam upaya mengatasi kelebihan volume
cairan yaitu dengan membatasi asupan cairan. Dalam penelitian yang
dilakukan Yuniarti dan Indah pada tahun 2016 di RS Gatoel Mojokerto
bahwa kepatuhan dalam pembatasan cairan merupakan salah satu terapi
yang dapat dilakukan pasien untuk mengontrol jumlah cairan yang masuk
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar sehingga komplikasi oedema
dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Y.S. 2010. Gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penderita
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rsup h adam malik
medan terhadap kebiasaan minum. Skripsi. Medan: Progaram Sarjana FK
Universitas Sumatra Utara.
Smeltzer & Suzanne, 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner &
suddarth edisi 8. Jakarta: EGC.
Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M. K., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta: Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 570-
573.
Tanto, C., Frans, L., Sonia, H., Eka, AP. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4.
Jakarta: Media Aesculapius.
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus.
http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-
diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan
yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html
diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang
Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing
Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition.
China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.
2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A
Practical Guide to Understanding and Management. USA :
Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2006

Вам также может понравиться