Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
masih sulit didapat, dari 2000 kehamilan dilaporkan sebanyak 1-2 kasus LES.2,3 Dari
kunjungan pasien yang datang kontrol ke Poliklinik Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan 3 kasus dari tahun 2011- 2013.4
Manifestasi klinis LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit, dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis
terbanyak berturut- turut adalah arthritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati
27,9%, fotosensitifity 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4%, dan demam 16,6%.
Sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam
discoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.5
Survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah 88% dari pengamatan
terhadap 108 orang pasien LES yang berobat dari tahun 1990-2002. Angka kematian
pasien dengan LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada
tahun-tahun pertama mortalitas LES berkaitan dengan aktifitas penyakit dan infeksi (
termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa), sedangkan dalam
jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.5
Tingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai
karena banyak faktor merugikan yang mempengaruhi fungsi tubuh akibat gangguan
sistem autoimun. Penyakit LES menyerang hampir 90% wanita yang terjadi pada
rentang usia reproduksi antara 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki-laki adalah
9:1. Penyakit LES yang kebanyakan terjadi pada wanita di usia reproduksi seringkali
menimbulkan masalah kesehatan terutama pada masa kehamilan yang dapat
membahayakan kondisi ibu dan janin. Dilaporkan wanita hamil yang menderita LES
memiliki komplikasi yang buruk terhadap kondisi ibu dan janin. Oleh karena itu
penyakit LES sangat berisiko tinggi pada kehamilan.6
Masalah yang memperburuk keadaan selama kehamilan adalah terjadinya
flare penyakit, terutama bila aktifitas penyakit LES tinggi sebelum hamil. Flare pada
kehamilan dilaporkan antara 13 sampai 68% pada penderita LES yang hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jumlahnya meningkat selama
kehamilan dan pada masa post partum antara 30 sampai 50%.6
Di bidang Obstetri penyakit ini dianggap penting karena LES dapat
merupakan satu penyakit kehamilan, di mana mempunyai potensi untuk
mengakibatkan kematian janin, kelahiran preterm, maupun kelainan pertumbuhan
janin.Bayi yang lahir dari ibu yang mengidap LES dapat menyebabkan Lupus
Eritematosus Neonatal, walaupun jarang (1: 20.000 kelahiran hidup). Risiko
kematian ibu hamil yang menderita LES memiliki dampak 20x lebih tinggi karena
komplikasi yang disebabkan oleh pre-eklampsia, thrombosis, infeksi dan kelainan
darah.7 Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit LES sangat beragam dan
risiko kematian yang tinggi maka penulis tertarik membuat sari pustaka ini, untuk
bisa mengenali lebih awal ibu hamil dengan LES, melakukan perawatan antenatal,
intranatal dan postnatal yang lebih komprehensif dan terarah pada kehamilan dengan
lupus eritematosus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Kelelahan
Kelelahan merupakan keluhan yang umum dijumpai pada penderita LES dan
biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan ini agak sulit
dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti adanya
anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti
prednisone.9
2. Penurunan Berat Badan
Keluhan ini dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi pada beberapa bulan
sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh
menurunnya nafsu makan atau yang diakibatkan oleh gejala gastrointestinal.5,9
3. Demam
Demam sebagai gejala konstitusional sulit dibedakan dengan penyakit lain seperti
infeksi, karena suhu tubuh dapat lebih dari 40C tanpa adanya bukti infeksi lain
seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil.5,9
4. Manifestasi muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal merupakan manifestasi klinik yang paling sering dijumpai
pada penderita LES, lebih dari 90%.Keluhan dapat berupa nyeri otot (myalgia), nyeri
sendi (athralgia) atau merupakan suatu arthritis di mana tampak adanya inflamasi
sendi.Keluhan ini sering dianggap sebagai manifestasi arthritis rheumatoid karena
keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Pada LES, keterlibatan sendi pada
umumnya tidak akan menyebabkan deformitas.5,9
5. Manifestasi kulit
Ruam kulit merupakan manifestasi LES yang telah lama dikenal. Lesi mukokutaneus
yang tampak sebagai bagian dari LES dapat berupa suatu reaksi fotosensitifitas,
discoid LE (DLE), subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE), lupus
profundus/paniculitis, alopesia, lesi vaskuler berupa eritema periungual, livedo
retikularis, telangiektasia, fenomena Raynauds dan lain-lain.5,9
6. Manifestasi paru
Berbagai manifestasi klinis pada paru-paru dapat terjadi baik berupa radang
interstitial parenkim paru (pneumonitis), emboli paru, hipertensi pulmonum,
perdarahan paru atau shrinking lung syndrome.Pneumonitis lupus dapat terjadi secara
akut atau berlanjut menjadi kronik.Pada keadaan akut perlu dibedakan dengan
pneumonia bakterial.Apabila terjadi keraguan untuk diagnosis dapat dilakukan
tindakan invasive seperti bilas bronkoalveolar. Pneumonitis lupus memberikan
respon yang baik terhadap pemberian kortikosteroid.5,9
7. Manifestasi kardiologi
Baik perikardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah koroner dapat
terlibat pada penderita LES, walaupun yang paling banyak terkena adalah
perikardium. Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri
substernal, friction rub, silhouette sign pada foto dada, ataupun melalui gambaran
EKG dan ekokardiografi. Penyakit jantung koroner dapat pula dijumpai pada
penderita LES dan bermanifestasi sebagai angina pectoris, infark miokard atau gagal
jantung kongestif. Valvulitis, gangguan konduksi serta hipertensi merupakan
komplikasi lain yang juga sering ditemukan.5,9
8. Manifestasi renal
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita, yang sebagian besar terjadi
setelah 5 tahun penderita LES. Wanita lebih sering menderita kejadian ini (9:1)
dibandingkan pria, puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda
keterlibatan renal pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau
sindrom nefrotik. Pemeriksaan terhadap pyuria (>5/LPB) tanpa disertai bukti adanya
infeksi serta peningkatan kadar serum kreatinin menunjukkan adanya keterlibatan
ginjal pada penderita LES.10
9. Manifestasi gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES, karena dapat
merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit ini atau sebagai
akibat pengobatan. Secara klinis vasculitis tampak adanya keluhan penyakit pada
esophagus, mesenteric inflammatory bowel disease(IBS), pancreatitis dan penyakit
hati5,9
10. Manifestasi neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena gambaran klinisnya
begitu luas.Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan
psikiatrik. Diagnosis lebih banyak didasarkan pada temuan klinis dengan
menyingkirkan kemungkinan lain seperti sepsis, uremis, dan hipertensi berat.
Pembuktian adanya keterlibatan saraf pusat tidak terlalu banyak membantu proses
penegakkan diagnosis LES. Keterlibatan susunan saraf pusat dapat bermanifestasi
sebagai epilepsi, hemiparesis, lesi saraf cranial, lesi batang otak, meningitis aseptik
atau myelitis transversal.Sedangkan lesi pada susunan saraf tepi dapat bermanifestasi
sebagai neuropati perifer, myasthenia gravis atau mononeuritis multipleks. Dari segi
psikiatrik, gangguan fungsi mental dapat bersifat organik dan non organik.11
11. Manifestasi hemik-limfatik.
Limfadenopati baik menyeluruh maupun terlokalisir sering dijumpai pada penderita
LES. Organ limfoid lain yang sering terkena adalah limfa yang biasanya disertai
pembesaran hati. Kelainan hematologik sangat bervariasi dan bahkan dapat
menyerupai gangguan darah perifer. Anemia dapat dijumpai pada satu periode dalam
perkembangan penyakit LES.12
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria di atas, diagnosis LES memiliki sensitifitas
85% dan spesifisitas 95%.Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA
positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan
klinis.Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes
ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan
observasi jangka panjang diperlukan.15
Pemeriksaan penunjang minimal lain, yang diperlukan untuk diagnosis dan
monitoring:15
1. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED).
2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam dan bila diperlukan
kreatinin urin.
3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid).
4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)
6. Foto polos thorax:
- Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk
monitoring.
- Setiap 3-6 bulan bila stabil
- Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi LES.Waktu pemeriksaan
untuk monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.
Tabel 3. Autoantibodi yang dihasilkan pada pasien dengan LES (dikutip dari
Cunningham).12
Antibodi Incidency(%) Clinical Associations
Antinuclear 95 Multiple antibodies, repeated negative test
make lupus unlikely
Anti-DNA 70 Associated with nephritis and clinical
actively
Anti-Sm 30 Spesific for lupus
Anti- RNP 40 Polimyositis, scleroderma,lupus,mixed
connective tissue disease
Anti Ro(SSA) 30 Sjorgen Syndrome, cutaneous lupus,
neonatal lupus
Anti-La(SSB) 10 Always with anti-Ro ; Sjorgens syndrome
Antihistone 70 Common in drug-induced lupus(95%)
Anticardiolipin 50 Antiphospolipid antibody, increased
thrombosis, spontaneous abortion; early
preeclampsia placental infarction; fetal
death; prolonged partial thromboplastin
time; false positive VDRL.
Antierythocytic 60 Overt hemolysis uncommon
Antiplatelet - Thrombocytopenia
Gejala dan tanda kehamilan fisiologis yang dapat menyerupai aktivitas lupus selama
kehamilan:7,18,23
1. Lemas
Keluhan lemas dapat terjadi pada kehamilan fisiologis maupun pada aktivitas lupus
selama kehamilan sebagai bagian dari fibromyalgia.
2. Eritema Palmaris dan facial blush
Pada kehamilan fisiologis peningkatan estrogen dapat mengakibatkan blushing pada
kulit, namun lupus flare juga memiliki tanda tersebut.
3. Artralgia dan efusi sendi
Pada kehamilan juga bisa disertai dengan nyeri kepala dan nyeri punggung bawah
akibat hormon relaksin, peningkatan level estrogen, dan retensi cairan.
4. Sesak napas
Pada kehamilan hal ini terjadi akibat pendesakan
diafragma. 5. Rambut rontok
Dapat terjadi kerontokan rambut selama puerpurium dan pasca persalinan pada
kehamilan normal
6. Penurunan hemoglobin dan platelet
Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah sebesar 50% dan berakibat pada
hemodilusi. Akan tetapi hemolitik anemia dan jumlah platelet kurang dari
100.000/mm3 biasa muncul pada aktivitas lupus selama kehamilan ataupun bagian
dari HELLP syndrome.
7. Peningkatan volume dan laju filtrasi glomerular mengakibatkan penurunan
kreatinin
serum dan peningkatan proteinuria biasa terjadi pada kehamilan normal. Level
kreatinin serum yang stabil selama masa kehamilan merupakan petunjuk adanya
insufisiensi renal yang biasa terjadi pada nefritis lupus. Peningkatan proteinuria lebih
dari 2 kali proteinuria basal merupakan hal abnormal, dimana pada kehamilan
normal biasa mencapai hingga 300 mg/24 jam. Level kreatinin serum >140 mol/L
berkaitan dengan 50% pregnancy loss yang dapat meningkat hingga 80% saat level
kreatinin serum >400 mol/L.
Bertahannya alograf janin in utero pada kehamilan normal diduga terjadi
akibat terbentuknya toleransi maternal terhadap alograf janin yang merupakan hasil
interaksi dari berbagai faktor seperti peranan plasenta, aktifitas sistem imunitas janin,
imunitas seluler dan humoral maternal, blocking faktor maternal dan janin dalam
kehamilan.7,18,23
Plasenta merupakan sawar selektif terhadap pelintasan sel imunokompeten
dan faktor humoral antara ibu dan janin.Diduga plasenta merupakan suatu organ
penyerap imunologik, yang terutama berperanan dalam melakukan pembersihan
antibodi maternal yang dapat menyebabkan pembentukan dan pengendapan
kompleks imun atau antibodi sitotoksik terhadap antigen janin.Plasenta juga
mengikat dan menginaktivasi antibodi maternal terhadap berbagai antigen paternal
seperti antigen kompleks selaras jaringan utama (MHC antigen) paternal yang
melintasi plasenta. Dengan demikian semua antigen maternal, kompleks imun dan
agregat IgG yang melintasi lapisan trofoblas plasenta akan dieliminasi oleh makrofag
janin.18,23
Perubahan imunitas humoral maternal pada kehamilan normal juga
berperanan dalam mencegah terjadinya penolakan alograf janin. IgG calon ibu dalam
kehamilan normal dapat menghambat sifat limfositotoksis maternal terhadap sel
trofoblast janin. Peningkatan kadar hormone progesterone, estrogen dan kortisol,
human Chorionik Gonadotropin(hCG) dan somatotropin dapat menghambat imunitas
seluler pada pertemuan(interface) antara janin dan ibunya. Hormon estrogen dan
progesterone kehamilan diduga bersifat imunosupresif secara lokal pada situs
plasenta, sedangkan hCG dapat menghambat proliferasi limfosit. Terbentuknya
faktor penghambat dalam kehamilan serum pregnancy blocking factors (SPBF)
merupakan salah satu dari beberapa mekanisme yang telah diketahui berpengaruh
dalam melindungi fetus dalam penolakan sistem imunitas maternal.23
Sistem imunitas janin juga berperanan dalam menghambat pengaruh antibodi
maternal.Mekanisme ini diduga terjadi karena terdapatnya suatu soluble suppressor
factor yang disekresi oleh sel T penekan janin yang melintasi plasenta dan masuk ke
dalam sirkulasi ibu untuk menekan antibodi maternal.Selain itu feto protein (AFP)
juga diduga memiliki sifat imunosupresif dan dapat mengaktivasi sel T penekan
janin.Perubahan yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi keparahan
lupus yang melibatkan hormone ibu dan plasenta, peningkatan sirkulasi, peningkatan
volume cairan, peningkatan laju metabolik, hemodilusi, sel fetal dalam sirkulasi,
serta faktor-faktor lainnya yang terjadi selama kehamilan. Lupus flare biasa terjadi
selama kehamilan dengan risiko sebesar 0,06-0,136 selama bulan kehamilan.7,23
Tabel 4. Pengaruh kehamilan terhadap aktivitas LES (dikutip dari Megan 2007)7
Lupus Activity Index in Pregnancy merupakan salah satu alat bantu untuk mengenali
gejala dan tanda aktivitas lupus selama kehamilan yang memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi. Aktivitas lupus saat kehamilan dapat berupa flare yang
sangat parah. Terjadi peningkatan risiko aktivitas lupus selama kehamilan sebesar 2-
3 kali, dibandingkan pasien wanita yang tidak hamil, dimana sebagian besar
mengalami flare ringan, 1/3 kasus mengalami flare sedang hingga berat.Sebagian
besar aktivitas lupus selama kehamilan dapat melibatkan kulit, persendian, dan gejala
konstitusional. Hal tersebut juga nampak pada kehamilan biasa, sehingga seringkali
tidak terdiagnosis sebagai aktivitas lupus.24
Penilaian aktivitas penyakit LES (lupus flare) dapat menggunakan kriteria
MEX SLEDAI, yang meliputi:15
a. Gangguan neurologi (bobot 8)
- CVA (Cerebrovascular accident): sindrom baru,eksklusi arteriosklerosis.
- Kejang: onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, atau pemakaian obat.
- Sindrom otak organik: eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau
penggunaan obat.
- Mononeuritis
- Myelitis: eksklusi penyebab lainnya.
b. Gangguan ginjal ( bobot 6)
- Cast, heme granular atau sel darah merah.
- Hematuria: >5/lpb, eksklusi penyebab lainnya (batu atau infeksi)
- Proteinuria: onset baru > 0,5 g/l pada random spesimen.
- Peningkatan kreatinin (>5 mg/dl)
c. Vaskulitis (bobot 4): ulserasi, ganggren, nodul pada jari yang lunak, infark
periungual, splinter haemorrhages.
d. Hemolisis( bobot 3): Hb<12,0 g/dl dan koreksi retikulosit > 3%,
trombositopenia < 100.000 bukan disebabkan oleh obat.
e. Miositis (bobot 3)
f. Artritis(bobot 2)
g. Gangguan mukokutaneous(bobot 2):
- Ruam malar: onset baru atau malar eritema yang menonjol
- Mucous ulcers
- Abnormal alopenia
h. Serositis(bobot 2): pleuritis, pericarditis, peritonitis
i. Demam(bobot 1)
j. Lekopenia(bobot 1): sel darah putih < 4000/mm3, bukan akibat obat,
limfopeni( limfosit < 1200 mm3, bukan akibat obat)
Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat
pemeriksaan atau dalam 10 hari terakhir. Interpretasinya:15
12 : flare berat, diperlukan pulse dose metilprednisolon 500-1000 mg perhari
selama 3 hari.
9-11 : flare moderate, 4-8 : flare ringan, < 4 : bukan flare.
Untuk flare ringan- moderate, bila sudah mendapat therapi steroid, dilanjutkan
pemberian steroid dengan imunosupresan.
Walaupun demikian terjadinya eksaserbasi LES selama kehamilan,
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu, terutama pada masa
peripartum.Pada suatu penelitian retrospektif, telah dibuktikan bahwa eksaserbasi
LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar pada 20 minggu kehamilan dan 8 kali lebih
besar pada 8 minggu post partum.Beberapa ahli menganggap bahwa kehamilan
mempresipitasi timbulnya LES, di mana kematian yang terkait dengan penyakit
tersebut secara bermakna lebih tinggi.Hal ini merupakan alasan sebagian ahli bahwa
penderita LES tidak diperbolehkan untuk hamil.Dewasa ini para klinisi menganggap
bahwa sesungguhnya hal ini tidak tepat, di mana diagnosis dan penatalaksanaan LES
saat ini tidak lebih baik. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa wanita
dengan LES akan mengalami eksaserbasi selama kehamilan dan masa post partum.25
Pada suatu penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna flare score antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Peneliti yang
sama mengikuti kehamilan 80 wanita dengan LES, disimpulkan bahwa kejadian
eksaserbasi LES dengan kehamilan kurang dari 25% dan sebagian besar dengan
klinis yang ringan. Jika hanya menggunakan gejala dan tanda spesifik untuk LES,
maka kejadiannya hanya 13%.Abortus merupakan suatu tindakan yang sangat tidak
dianjurkan pada penderita LES, karena dapat menyebabkan timbulnya eksaserbasi
klinis pasca abortus.Bila abortus harus dilakukan maka tindakan tersebut harus
dilakukan sedini mungkin. Pasca abortus harus dilindungi dengan pemberian
kortikosteroid oral dosis tinggi selama 6 bulan.7,25
Tabel 5. Jenis dan dosis obat yang dapat dipakai pada LES.23
Pengobatan LES berdasarkan aktivitas penyakitnya:30
a. Pengobatan LES Ringan
Pilar pengobatan pada LES ringan dijalankan secara bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar
tujuan di atas tercapai yaitu:
Obat-obatan:
- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3x 500 mg, bila diperlukan.
- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sesuai panduan diagnosis dan
pengelolaan nyeri dan inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan
potensi ringan).
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kgBB/hari (150-300 mg/ hari) ( 1 tablet
klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa). Catatan: periksa
mata pada saat awal pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan. Sementara
hidroksiklorokuin dosis 5-6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan
periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednisone < 10 mg/ hari atau yang
setara.
Tabir surya: gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor
sekurang-kurangnya 15 (SPF 15).
b. Pengobatan LES Sedang
Pilar pengobatan LES sedang sama seperti pada LES ringan kecuali pada
pengobatan. Pada LES sedang diperlukan beberapa regimen obat-obatan
tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada
serositis yang refrakter: 20 mg/ hari prednisone atau yang setara.
c. Pengobatan LES Berat atau Mengancam Nyawa
Pilar pengobatan sama seperti pada LES ringan kecuali pada penggunaan
obat-obatannya. Pada LES berat atau yang mengancam nyawa diperlukan
obat-obatan sebagaimana tercantum di bawah ini.
- Glukokortikoid dosis tinggi
Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40-60 mg/ hari
(1mg/kgBB) prednisone atau yang setara selama 4-6 minggu yang
kemudian diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian
metilprednisolon intravena 500 mg sampai 1 gram/hari selama berturut-
turut.
- Obat Imunosupresan atau Sitotoksik
Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan/ sitotoksik yang biasa
digunakan pada LES yaitu: azatioprin, siklofosfamid, metotreksat,
siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus
nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali
diberikan gabungan antara kortikosteroid dan imunosupresan / sitotoksik
karena memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.
Algoritma penatalaksanaan LES
emergensi.31,32,33
Pemberian dosis stress kortikosteroid direkomendasikan pada keadaan stress,
infeksi dan pada tindakan perioperatif, termasuk persalinan dan seksio sesaria.15
- Pemberian dosis stress kortikosteroid adalah dua kali atau sampai 15 mg
prednisone atau setaranya.
- Pada tindakan operasi besar dapat diberikan 100 mg hidrokortison
intravena pada hari pertama operasi, diikuti dengan 25 sampai 50 mg
hidrokortison setiap 8 jam untuk 2 atau 3 hari, atau dengan melanjutkan
dosis kortikosteroid oral atau setara secara parenteral pada hari
pembedahan dilanjutkan dengan 25-50 mg hidrokortison setiap 8 jam
selama 2 atau 3 hari.
- Pada bedah minor, cukup dengan meningkatkan sebesar dua kali dosis
oral atau meningkatkan dosis kortikosteroid sampai 15 mg prednisone
atau setara selama 1 sampai 3 hari.
4. Aspirin
Pengobatan dengan aspirin dosis rendah selama kehamilan diindikasikan pada ibu
hamil dengan LES, hipertensi, riwayat preeklampsia, dan penyakit ginjal.Aspirin
dapat melewati plasenta dan menyebabkan kelainan kongenital namun hal ini sangat
jarang terjadi pada manusia.Wanita hamil yang menggunakan aspirin dosis rendah
mengalami penurunan risiko terhadap persalinan preterm dibandingkan kelompok
placebo.Aspirin sendiri memiliki efek antifosfolipid dan sebaiknya dihentikan
penggunaannya 8 minggu menjelang persalinan untuk mencegah kehamilan postterm
dan pemanjangan waktu persalinan, serta risiko perdarahan selama persalinan dan
komplikasi perdarahan pada janin.31,32,33
5. Obat Antihipertensi
Hipertensi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu terbesar.
Tekanan darah(TD) selama kehamilan cenderung meningkat pada trimester pertama
dan kedua. Batasan tekanan darah serta target tekanan darah selama pengobatan
antihipertensif pada kehamilan masih kontroversial. Wanita dengan hipertensi berat (
TD sistolik 160 mmHg dan atau TD diastolic 110 mmHg) diperlukan pengobatan
antihipertensi untuk menurunkan risiko ibu terkait komplikasi sistem saraf pusat.
Target TD pada kehamilan adalah <140/90 mmHg.Pengobatan terbaik meliputi
metildopa dan labetalol.Metildopa merupakan satu-satunya obat antihipertensi yang
diteliti terkait efek jangka panjang pada janin. ACE inhibitor dan ARB sebaiknya
dihindari penggunaannya terkait efek samping pada konsepsi dan gangguan pada
fetus.31,32,33
6. Agen Imunosupresif
a. Siklofosfamid
Pemberian siklofosfamid selama kehamilan dikaitkan dengan risiko terjadinya fetal
loss.Pasien yang menjalani pengobatan dengan siklofosfamid sebaiknya menunda
kehamilan setidaknya hingga 3 bulan setelah penghentian pengobatan. Obat ini
berefek teratogenik, sehingga sebaiknya digunakan setelah melewati trimester
pertama pada penyakit lupus yang sangat parah dan mengancam jiwa.31,32
b. Azathiopurine (AZA)
AZA merupakan analog purin yang berperan dalam sintesis asam nukleat. AZA
mampu melewati plasenta, namun konsentrasi yang mencapai aliran darah janin
relatif sangat minimal.32
c. Methotrexate (MTX)
MTX merupakan golongan obat FDA kategori risiko X, sehingga sangat
kontraindikasi pada kehamilan.Perencanaan kehamilan sebaiknya dilakukan setelah 3
bulan penghentian MTX karena metabolit aktifnya masih beredar dalam darah
selama 2 bulan setelah penghentian.MTX bekerja sebagai antagonis folat dan
mengakibatkan deplesi folat selama kehamilan. Pemberian suplemen folat
direkomendasikan selama masa kehamilan untuk mengatasi hal tersebut.32
d. Mycophenolate mofetil (MMF)
Obat ini digunakan pada lupus renal dan direkomendasikan penggantian atau
switching regimen ke AZA sebelum terjadinya konsepsi.MMF digunakan sebagai
terapi pemeliharaaan terhadap lupus nefritis, lupus kulit yang resisten, aktivitas
penyakit lupus dan manifestasi hematologis.Wanita dengan lupus yang ingin hamil
dan menjalani pengobatan dengan MMF sebaiknya menghentikan pengobatan
tersebut setidaknya selama 6 bulan.31,32,33
e. Siklosforin (CSA)
CSA merupakan agen imunosupresan yang tidak memilki efek teratogenik, namun
pemberiannya selama kehamilan dikaitkan dengan risiko prematur.
7. Agen Biologis
a. Anti TNF-
Konsentrasi immunoglobulin maternal dalam darah janin meningkat sejak awal
trimester kedua melalui mekanisme aliran plasenta.Antibodi maternal ini diperlukan
selama trimester ketiga.Penghambat TNF- (infliximab, etanercept, adalimumab)
dapat melewati sawar plasenta selama trimester pertama dan kemampuannya dalam
menembus sawar plasenta meningkat selama trimester kedua dan ketiga.Pemakaian
anti-TNF- menurunkan aktivitas inflamasi pada LES. FDA mengakategorikan anti
TNF sebagai obat ketagori B. Pasien yang diobati dengan anti TNF- sebelum
maupun setelah terjadinya konsepsi tidak diindikasikan untuk menjalani terminasi
kehamilan kecuali pada kasus gawat janin.31,32,33
b. Rituximab
Obat ini merupakan chimeric dari antibody anti CD-20 cell depleting monoclonal.
Penggunaannya selama kehamilan berkaitan dengan sitopenia termasuk deplesi sel
beta pada janin yang bersifat reversibel.Sehingga, penjadwalan kehamilan sebaiknya
dilakukan setidaknya 12 bulan setelah penghentian pengobatan dengan
rituximab.31,32,33
8. Terapi lainnya
a. Intravenous immunoglobulin (IVIG)
Penggunaan IVIG selama kehamilan tidak menimbulkan abnormalitas pada
janin.IVIG selama kehamilan dapat mengontrol aktivitas lupus berat.
b. Plasma Pharesis
Plasma Paresis (PP) digunakan pada keadaan resistensi siklofosfamid dan penyakit lupus
yang melibatkan ancaman multiorgan.Indikasi absolut pemberian PP meliputi
hiperviskositas dan perdarahan pulmonal.PP cukup aman dan memerlukan pemantuan
intensif selama pemberiannya. Apheresis dapat ditoleransi pada ibu hamil dan digunakan
ibu.31,32,33
4. Kortikosteroid
American Academy of Pediatrics merekomendasikan pemakaian prednisone dan
prednisolon aman pada saat menyusui. Paparan bayi terhadap prednisone dapat
diminimalisir dengan pemberian prednison dalam interval jarang dan mulai
menyusui setidaknya 4 jam setelah mengkonsumsi obat. 31,32,33
5. Siklofosfamid
Pasien LES dengan kondisi penyakit yang mengancam yang mengkonsumsi obat
siklofosfamid selama trimester kedua dan ketiga dilarang untuk menyusui.
Siklofosfamid memiliki kadar yang tinggi didalam ASI. Bayi sendiri perlu dimonitor
terkait keadaan imunosupresif dan keganasan.34
6. AZA
Ibu yang memperoleh pengobatan dengan AZA juga dilarang untuk menyusui terkait
efek samping jangka panjang berupa imunosupresif dan karsinogenesis pada bayi.
Meskipun belum ada studi khusus yang menunjukkan hasil yang signifikan terhadap
masalah tersebut.33,34
7. MTX
American Academy of Pediatrics melarang ibu untuk menyusui selama pengobatan
dengan MTX, mengingat efek samping yang ditimbulkan berupa imunosupresif,
neutropenia, gangguan pertumbuhan, dan karsinogenesis pada bayi.34
8. Siklosforin
American Academy of Pediatrics melarang ibu untuk menyusui selama pengobatan
dengan siklofosfamid, mengingat efek samping jangka panjang yang ditimbulkan
berupa imunosupresif, neutropenia, gangguan pertumbuhan, dan karsinogenesis pada
bayi.34
9. Mycophenolate Mofetil (MMF)
Ibu yang mengkonsumsi obat MMF dilarang untuk menyusui terkait belum adanya
data yang cukup yang menunjang keamanan obat ini selama menyusui.
10. Sulfasalazine
Pemberian ASI selama pengobatan dengan sulfasalazine dikatakan cukup aman,
meskipun masih mungkin menimbulkan efek samping berupa kern ikterus pada bayi.
11. Anti TNF-
Pemberian ASI selama pengobatan dengan anti-TNF- masih belum banyak diteliti,
sehingga belum diketahui secara pasti keamanannya selama menyusui.
12. Rituximab
Sebaiknya ibu tidak menyusui selama pengobatan dengan rituximab mengingat data
yang belum cukup untuk menunjang keamanan obat ini selama menyusui.
13. IVIG
Sebaiknya ibu tidak menyusui selama pengobatan dengan IVIG mengingat data yang
belum cukup terkait ekskresi obat ini dalam ASI.
Tabel 11. Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan obat selama menyusui
(dikutip dari Howard dan Lawrence,1999).5
Bagan 3. Flow Chart Manajemen Pasien hamil dengan LES (dikutip dari R.
Handa, 2006)5
Penyakit gagal ginjal kronik berkaitan secara positif dengan risiko komplikasi
obstetik berupa hipertensi dan keguguran.Penyakit paru restriktif juga bertambah
berat selama kehamilan akibat kompresi toraks.APS sekunder merupakan prediktor
utama dari komplikasi kehamilan berupa keguguran, kematian janin, prematuritas,
dan preeclampsia.Aktivitas penyakit berhubungan dengan fetal loss dan prematuritas
serta antikoagulan lupus merupakan faktor risiko keguguran pada pasien dengan
APS.Pada kondisi ekstrim kehamilan sebaiknya ditunda, terutama pada pasien
dengan lupus aktif yang melibatkan sistem organ internal.Hal ini juga berlaku pada
pasien dengan APS dan thrombosis, terutama thrombosis arteri.Perempuan dengan
penyakit ginjal berat, penyakit paru, ataupun penyakit jantung sebaiknya
menghindari kehamilan terkait kondisi kehamilan yang dapat memperparah penyakit
ibu.Pasien dengan hipertensi pulmoner simptomatik yang berat merupakan
kontraindikasi absolut untuk hamil, mengingat mortalitas ibu yang tinggi pada akhir
kehamilan hingga masa nifas.Pasien dengan kreatinin serum >250 mol/L memiliki
kemungkian keberhasilan kehamilan sebesar <30%.Terlepas dari pengobatan yang
agresif terhadap sindrom antibodi antifosfolipid, risiko terjadinya tromboemboli dan
kematian janin masih tetap tinggi. Lupus flare dapat terjadi selama kehamilan.
Systemic Lupus Activity Measure (SLAM) menyatakan keluhan lemas, alopesia,
penurunan hematokrit, dan peningkatan LED bukan merupakan suatu petunjuk
terjadinya lupus flare dan lupus aktif selama kehamilan. Beberapa petunjuk lupus
flare selama kehamilan meliputi keterlibatan kulit, arthritis, hematuria, demam bukan
karena infeksi, limfadenopati, leukopenia, hipokomplementemia dengan jalur
alternatif, dan peningkatan titer antibodi terhadap DNA. Pasien dengan risiko
kehamilan yang rendah meliputi remisi dengan pengobatan prednisolone dalam dosis
<7,5 mg per hari, fungsi ginjal normal, tidak ada proteinuria, hitung darah lengkap
yang normal, tekanan darah yang normal, kadar komplemen yang normal, dan
dsDNA yang negative.20
Pasien dengan risiko sedang dapat tetap hamil dengan pengawasan yang ketat:7
-Pasien dengan flare ringan disertai arthritis, pleuraperikarditis ringan, lesi kulit,
mendapatkan pengobatan dengan prednisolon 10-15 mg per hari
-Pasien asimptomatik yang secara persisten menunjukkan peningkatan dsDNA dan
penurunan kadar komplemen.
LES sendiri merupakan suatu penyakit kronis dan membutuhkan pertimbangan
terkait risiko dan keuntungan untuk hamil.Konseling prakehamilan setidaknya
meliputi evaluasi riwayat penyakit, genetik, operasi, obstetrik, dan keluarga.
Pemeriksaan profil antibodi meliputi anti-SSA/Ro, anti SSB/La, anti-U1 RNP, ANA,
dsDNA, antikardiolipin (ACL, IgG, dan IgM) dan antikoagulan lupus sebaiknya
diperiksa 2x seminggu selama 6-8 minggu. Anti dsDNA dan kadar komplemen
diperiksa setiap trimester untuk menilai aktivitas penyakit. Pemeriksaan urine 24 jam
untuk memeriksa proteinuria dan albumin serum. Pasien dengan hasil positif
terhadap antiSSA/SSB/U1 RNP sebaiknya mengikuti alur pada bagan 3 untuk
diagnosis dan manajemen congenital heart block. Skrining fungsi hormone tiroid
juga dilakukan mengingat kelainan fungsi tersebut cukup sering ditemui pada pasien
LES.7,20
Gangguan endokrinologi, seperti diabetes mellitus dan hiperprolaktenemia juga
dievaluasi.Jika ditemukan sebelum kehamilan, sebaiknya diterapi setidaknya 6 bulan
sebelum kehamilan.Jika selama 2 minggu terapi lupus belum merespon, diperlukan
pengkajian ulang untuk pemberian agen sitotoksik dan terminasi kehamilan dini,
terutama pada penurunan fungsi ginjal dan sedimen urine yang aktif. Seluruh pasien
sebaiknya menjalani modifikasi gaya hidup selama kehamilan berupa tidak merokok,
tidak mengkonsumsi alkohol, mengurangi konsumsi kafein (<250 mg/hari), dan
sebaiknya mengkonsumsi suplemen asma folat ( minimal 400 mcg/hari).7,20
Tabel 14. Kontraindikasi hamil pada LES (dikutip dari Ruiz, 2008)7
BAB III
RINGKASAN