Вы находитесь на странице: 1из 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk, yang ditandai dengan
demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu,
gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura,
echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,
trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.1
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Stegomiya
aegipty (Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus (Aedes albopictus) yang
termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yatu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Transmisi virus tergantung dari
faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor virus, vektor
nyamuk, dan pejamu manusia, sedangkan faktor abiotik adalah suhu lingkungan,
kelembaban, dan curah hujan.2 Nyamuk dewasa lebih sering menggigit pada pagi
hari. Setelah menggigit manusia yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk
betina dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi
dalam kelenjar saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini
disebut periode ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian
menggigit manusia lain dan bereplikasi dalam tubuh manusia dengan masa
inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode intrinsik.1
Infeksi sekunder dengan serotipe virus Dengue yang berbeda dari
sebelumnya merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah
Dengue yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini
mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus dengue masih belum jelas,
banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue
antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya sendiri.
Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan
(environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah

1
hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas,
perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor
penular penyakit juga ikut berpengaruh.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada


tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980
seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu
terjadi KLB setiap tahun.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,


disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam


mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas
nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan
menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
3.
memperlihatkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
membahas tentang demam berdarah dengue karena peran dokter sangat membantu
untuk menurunkan angka kematian DBD.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada
kasus Dengue Syock Syndrome (DSS)?

1.3 Tujuan

2
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus
Dengue Syock Syndrome (DSS).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Dengue Syock Syndrome (DSS).
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan Dengue Syock
Syndrome (DSS).
3. Mengetahui cara penatalaksanaan Dengue Syock Syndrome (DSS).

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu
kesehatan anak terutama tentang Demam Berdarah Dengue.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat membantu
dalam mengaplikasikan penatalaksanaan kasus Demam Berdarah
Dengue pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS).
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam memberikan informasi atau edukasi
kesehatan berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga
terutama untuk kasus demam berdarah dengue sehingga angka
morbiditasnya dapat berkurang.

BAB II

3
LAPORAN KASUS

2. 1. Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 53.14.38
Tanggal masuk : 28-12-2016
Nama : Andhara Andika
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 19-11-2014 (2 tahun)
Berat badan : 10 Kg
Tinggi badan : 117 cm
Anak Ke : ke-2
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kasnariansyah lorong Abadi No. 593 Kota
Palembang

Nama ibu : Ny. Susi


Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kasnariansyah lorong Abadi No. 593 Kota
Palembang

Nama ayah : Tn. Husni Tahmrin


Usia : 31 tahun
Pekerjaan orang tua : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kasnariansyah lorong Abadi No. 593 Kota
Palembang

2. 2. Anamnesis
Tanggal : 29 November 2016, pukul 12.00 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)

Keluhan Utama :
Demam sejak 6 hari SMRS

4
Keluhan Tambahan :
Sesak (+), Muntah (+), Lemas (+), Akral dingin (+)

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus menerus. Demam tidak disertai menggigil, kejang tidak
ada, berkeringat tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada. Wajah memerah ada,
ruam tidak ada, nyeri kepala ada, nyeri belakang bola mata tidak ada, nyeri otot
dan sendi ada, nyeri perut ada, muntah tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada.
Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, nafsu makan berkurang, minum
seperti biasa, BAB dan BAK normal, riwayat berkunjung ke luar kota tidak ada.
Penderita sering jajan di sekitar rumah dan sekolah. Penderita diberi obat penurun
panas, demam turun tapi tinggi lagi. Penderita dibawa berobat ke RS YK Madira
disarankan untuk cek laboratorium kemudian diberikan obat, 2 botol obat syrup
(ibu pasien lupa nama obat) namun tidak ada perbaikan.
Hasil Laboratorium RS YK Madhira:
Hematologi: Hemoglobin :13,8
Leukosit :7,2
Hematokrit :39
Trombosis:141*
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita bertambah lemah,
demam ada, menggigil tidak ada, kejang tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk
tidak ada, pilek tidak ada. Sesak ada, Kemerahan di wajah tidak ada, ruam tidak
ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri belakang bola mata tidak ada, nyeri otot dan
sendi ada, nyeri perut ada, muntah ada tidak menyemprot sebanyak gelas
belimbing frekuensi 4 kali, badan dingin (+) membiru, sakit tenggorokan tidak
ada. Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, nafsu makan berkurang ada ,
minum berkurang ada, BAK lebih sedikit dari biasanya, penderita tidak BAB.
Penderita dibawa berobat ke RS Charitas kemudian dirujuk ke RSUD Palembang
Bari.

5
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os tidak ada riwayat penyakit dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga:


o Riwayat sakit yang sama di keluarga disangkal

Riwayat Kehamilan dan kelahiran


o GPA : G2P1A0
o Masa kehamilan : Aterm (37 minggu)
o Partus : Spontan
o Penolong : Bidan
o Berat badan lahir : 3500 gr
o Panjang Badan : 48 cm
o Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makan
o Usia 0-6 bulan
ASI eksklusif, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak
kehausan, frekuensi sebanyak 8-10 kali/hari dan lama menyusui 8-10
menit, bergantian kiri dan kanan.
o Usia 6-8 bulan
Bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan
ASI jika bayi lapar. Buah pisang/ pepaya sekali sehari satu potong (siang
hari).
o Usia 9 bulan saat ini.
Diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk
ikan, ayam/ tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi
hanya kadang-kadang. Buah pepaya/ pisang/ jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup

Riwayat Imunisasi
Jenis 0 I II III

1. BCG - 1 bulan - -
2. DPT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
3. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan 6 bulan
B 2 hari 2 bulan 3 bulan 6 bulan

6
4. Polio - 9 bulan -
5. Campak
6. Hib - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perkembangan Fisik


Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Berbicara : 14 bulan
Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

Riwayat Higienitas dan Lingkungan


- Sumber air berasal dari PDAM, ditampung dalam sebuah bak, dikuras
2x/minggu, tidak ditutup, tidak diberi bubuk anti nyamuk.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
- Riwayat tetangga yang menderita DBD tidak ada.
Kesan : Higienitas baik

Riwayat Perkembangan
Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam masa
tumbuh kembang. Pada pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN (KPSP), di dapatkan
jawaban iya sebanyak 5 ini berarti perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya.

7
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia

Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Tinggal di rumah sendiri dengan 4 anggota keluarga (Ayah, Ibu, dan 1
orang anak). Penderita merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Ayah
penderita bekerja sebagai pedagang. Ibu penderita seorang ibu rumah
tangga.
Kesan: Sosio ekonomi menengah

8
2. 3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

Kesadaran : kompos mentis

Tekanan Darah : 50/30 mmHg

Nadi : 160 kali/menit, ireguler, isi dan tegangan kurang

Pernapasan : 50 kali/menit

Suhu : 36,8 oC

Berat badan : 10 kg

Panjang Badan : 73 cm

Saturasi O2 : 78 %

Status gizi ( Z score) :

BB/U : 0 SD s/d -2 SD (kesan : normal)

PB/U : 0 SD s/d -1 SD (kesan : normal)

BB/PB : 0 SD s/d -1 SD (kesan : gizi baik)

Kepala

Bentuk : normocefali, bulat, simetris

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata, alopecia (-)

Mata : mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+),

refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, 3 mm/3mm

Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)

Telinga : bentuk normal, sekret (-/-), deformitas (-/-)

Mulut : mukosa mulut kering (-), sianosis (-)

Tenggorok : uvula di tengah, tonsil tidak hiperemis, T1-T1, dinding faring

hiperemis

Leher : pembesaran KGB tidak ada

9
Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (+)

Palpasi : strem fremitus kanan = kiri (menurun di ICS..)

Perkusi : redup pada kedua lapangan paru di ICS ...

Auskultasi : vesikuler menurun, ronkhi (+/+), wheezing (-/-).

Jantung

Inspeksi : iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal

Kanan atas : ICS II Linea parasternalis dekstra

Kanan bawah : ICS IV Linea parasternalis dekstra

Kiri bawah : ICS IV Linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR=128 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop


tidak ada. Bunyi Jantung I dan II normal

Abdomen

Inspeksi : kembung

Palpasi : nyeri tekan (+), lemas, hepar - krtj pinggir tumpul,


permukaan rata, kenyal, lien tidak teraba

Perkusi : timpani, shifting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin, edema tidak ada, sianosis ada, CRT>3

10
Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan, ptekie spontan (+) di seluruh ekstremitas
tangan dan kaki.

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Motorik :

Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan kiri

Segala Segala Segala Segala


Gerakan arah arah arah arah

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks
fisiologis +N +N +N +N

Refleks
patologis - - - -

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig

sign (-), Lasseque (-)

2. 4. Diagnosis Banding
Dengue Syock Syndrome (DSS)

Demam dengue

Tersangka Infeksi Saluran Kemih

11
2.5. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal: 28-12-2016 , Pukul : 10:00 am

- Darah Rutin
o Hb : 12,6 g/dl (L: 14-16 g/dl)

o Trombosit (PLT) : 13.000 (150.000-400.000/ul)

o Hematokrit (Ht) : 38% (40-48%)

Tanggal: 28-12-2016 , Pukul : 16:00 pm

- Darah Rutin
o Hb : 12,3 g/dl (L: 14-16 g/dl)

o Leukosit (WBC) : 12.700/mm3 (5000-10.000/ul)

o Trombosit (PLT) : 28.000 (150.000-400.000/ul)

o Hematokrit (Ht) : 36% (40-48%)

o NS 1 : (+)

- Darah Kimia

o Na : 123 mmol/dl (135-155 mmol/dl)

oK : 5,53 mmol/dl (3,6-6,5 mmol/dl)

oCa : 4,8 mg/dl (4,4-5,4 md/dl)

oCl : 92 mmol/dl (95-108 mmol/dl)

Tanggal: 28-12-2016 , Pukul : 20:00 pm

- Darah Rutin
o Hb : 11,5 g/dl (L: 14-16 g/dl)

o Leukosit (WBC) : 23.900/mm3 (5000-10.000/ul)

o Trombosit (PLT) : 13.000 (150.000-400.000/ul)

o Hematokrit (Ht) : 34% (40-48%)

12
oBasofil :0% (0-1%)

oEosinofil :1% (1-3%)

oBatang :2% (2-6%)

oSegmen : 47 % (50-70%)

oLimfosit : 40 % (20-40%)

oMonosit : 10% (2-8%)

oProtrombin : 35 (12-18 detik)

oINR : 2,47

oAPTT : 124 (22-35 detik)

. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (29 Desember 2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 8,3 14-14 g/dl
Leukosit 39,6 x 103* 5-10x103 /ul
Hematokrit 24 37-43 %
Trombosit 33x103* 150-400x103/ul
Prothrombin time 21,4 12-18 detik

INR 1,53
Hasil APTT 88,2 22-35 detik

Pemeriksaan Laboratorium (16 Agustus 2016)

2.6. Diagnosis Kerja


Dengue Syock Syndrome (DSS)

2.7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis

a. Terapi Farmakologis
IVFD RL 54cc/jam gtt 18x/m
Paracetamol 250mg tiap 6 jam bila suhu 38,5oC

13
b. Monitoring
Tanda-tanda vital
Balance dan diuresis/ 6 jam
Observasi tanda perdarahan
Cek Hb, Ht, trombosit/ 24 jam

c. Edukasi
Tirah baring
Pengobatan utama adalah cairan
Monitor tanda kegawatan

Farmakologis

o O2 nasal 2 liter/ menit


o IVFD D5 NS gtt 8 x/menit (makro)
o Injeksi Ampicillin 3x200mg (IV)
o Injeksi Gentamisin 2x20 mg (IV)
o Diazepam pulvis 3x2,5 mg (P.O)
o Parasetamol syr 3x120 mg (3x1 cth) (P.O)
2.8. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.9. Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan

14
28 S: Demam (-), Sesak (+), Muntah P:
November (+), Akral dingin, Lemas (+) - O2 nasal 2 liter/ menit
2016 - IVFD D5 NS gtt 8
O: Keadaan Umum x/menit (makro)
Kesadaran : kompos mentis - Injeksi Ampicillin
3x200mg (IV)
Tekanan Darah : 50/30 mmHg
- Injeksi Gentamisin
Nadi : 160 kali/menit,
2x20 mg (IV)
ireguler, isi dan tegangan kurang
- Diazepam pulvis
Pernapasan : 50 kali/menit
3x2,5 mg (P.O)
o
Suhu : 36,8 C - Parasetamol syr
Berat badan : 10 kg 3x120 mg (3x1 cth)

Panjang Badan : 73 cm (P.O)

Saturasi O2 : 78 %

Status gizi ( Z score) :

BB/U : 0 SD s/d -2 SD
(kesan : normal)

PB/U : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : normal)

BB/PB : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : gizi baik)

Kepala

Bentuk : normocefali, bulat,


simetris

Rambut : hitam, tidak mudah


dicabut, distribusi merata, alopecia (-)

Mata : mata cekung (-),


konjungtiva anemis (-), sklera ikterik

15
(+),

refleks cahaya (+/+),


pupil bulat, isokor, 3 mm/3mm

Hidung : sekret (-), napas


cuping hidung (-)

Telinga : bentuk normal, sekret


(-/-), deformitas (-/-)

Mulut : mukosa mulut kering


(-), sianosis (-)

Tenggorok : uvula di tengah, tonsil


tidak hiperemis, T1-T1, dinding
faring hiperemis

Leher : pembesaran KGB


tidak ada

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis


simetris, retraksi (+)

Palpasi : strem fremitus kanan =


kiri (menurun di ICS..)

Perkusi : redup pada kedua


lapangan paru di ICS ...

Auskultasi : vesikuler menurun,


ronkhi (+/+), wheezing (-/-).

Jantung

Inspeksi : iktus cordis dan


voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas

16
normal

Kanan atas : ICS II Linea


parasternalis dekstra

Kanan bawah : ICS IV Linea


parasternalis dekstra

Kiri bawah : ICS IV Linea


midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR=128 kali/


menit, irama reguler,
murmur dan gallop
tidak ada. Bunyi
Jantung I dan II
normal

Abdomen

Inspeksi : kembung

Palpasi : nyeri tekan (+), lemas,


hepar - krtj pinggir
tumpul, permukaan
rata, kenyal, lien tidak
teraba

Perkusi : timpani, shifting


dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening


tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin, edema tidak ada,


sianosis ada, CRT>3

Kulit

17
Uji bendung (+) pada kulit tangan,
ptekie spontan (+) di seluruh
ekstremitas tangan dan kaki.

A: Dengue Syock Syndrome (DSS)

29 S: Demam (-), Sesak (-), Muntah (-), Akral P:


November hangat, Lemas (+) - O2 nasal 2 liter/ menit
2016 - IVFD D5 NS gtt 8
O: Keadaan Umum x/menit (makro)
Kesadaran : kompos mentis - Injeksi Ampicillin
3x200mg (IV)
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
- Injeksi Gentamisin
Nadi : 148 kali/menit,
2x20 mg (IV)
reguler, isi dan tegangan cukup
- Diazepam pulvis
Pernapasan : 26 kali/menit
3x2,5 mg (P.O)
o
Suhu : 36,5 C - Parasetamol syr
Berat badan : 10 kg 3x120 mg (3x1 cth)

Panjang Badan : 73 cm (P.O)

Saturasi O2 : 97 %

Diuresis : 4,5 cc/kg/jam

Status gizi ( Z score) :

BB/U : 0 SD s/d -2 SD
(kesan : normal)

PB/U : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : normal)

BB/PB : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : gizi baik)

Kepala

18
Bentuk : normocefali, bulat,
simetris

Rambut : hitam, tidak mudah


dicabut, distribusi merata, alopecia (-)

Mata : mata cekung (-),


konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(+), refleks cahaya (+/+), pupil bulat,
isokor, 3 mm/3mm

Hidung : sekret (-), napas


cuping hidung (-)

Telinga : bentuk normal, sekret


(-/-), deformitas (-/-)

Mulut : mukosa mulut kering


(-), sianosis (-)

Tenggorok : uvula di tengah, tonsil


tidak hiperemis, T1-T1, dinding
faring hiperemis

Leher : pembesaran KGB


tidak ada

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis


simetris, retraksi (-)

Palpasi : strem fremitus kanan =


kiri (menurun di ICS..)

Perkusi : redup pada kedua


lapangan paru di ICS ...

Auskultasi : vesikuler menurun,


ronkhi (+/+), wheezing (-/-).

Jantung

Inspeksi : iktus cordis dan

19
voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas


normal

Kanan atas : ICS II Linea


parasternalis dekstra

Kanan bawah : ICS IV Linea


parasternalis dekstra

Kiri bawah : ICS IV Linea


midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR=128 kali/


menit, irama reguler,
murmur dan gallop
tidak ada. Bunyi
Jantung I dan II
normal

Abdomen

Inspeksi : kembung

Palpasi : nyeri tekan (+), lemas,


hepar - krtj pinggir
tumpul, permukaan
rata, kenyal, lien tidak
teraba

Perkusi : timpani, shifting


dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening


tidak ada

20
Ekstremitas

Akral hangat, edema tidak ada,


sianosis tidak ada, CRT>3

Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan,
ptekie spontan (+) di seluruh
ekstremitas tangan dan kaki.

A: Dengue Syock Syndrome (DSS)


30 P:
November
2016

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kejang Demam

21
3.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. 8
Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan
5 tahun.6 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.7
Dengue Syock Syndrome (DSS) adalah kejang yang
berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang
dalam 24 jam. Dengue Syock Syndrome (DSS) merupakan 80%
diantara seluruh kejang demam. 8
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih
dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 8
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam,
yaitu (1) Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana
kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik: > 7 lokus
kromosom (poligenik, autosomal dominan). 8
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.5 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. 7 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.7

22
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat.2

3.3.2 Epidemiologi Kejang Demam


Kejadian kejang demam diperkirakan 2% - 4% di Amerika
Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih
tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17
23 bulan), Usia puncak terjadinya kejang demam pada tahun kedua
kehidupan (14-18 bulan), kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.6
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun.1,4 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2-5%.3,4

3.3.3 Etiologi Kejang Demam


Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.6 Demam yang disebabkan
oleh infeksi ekstrakranial.9

3.3.4 Faktor Risiko Kejang Demam


Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam.2 Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara
kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.2.5 Selain
itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa
neonatus, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium rendah,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang

23
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi.2.5
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih dari satu
kali kejang demam kompleks.5

3.3.5 Patofisiologi Kejang Demam


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ
otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan
baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paruparu dan diteruskan ke otak melalui
kardiovaskuler.2 Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2 Sel dikelilingi oleh
suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na +
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NaKATPase yang terdapat
pada permukaan sel.2 Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.

24
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.2 Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang
akibat hipertermia.5
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

25
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak9. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.2

3.3.6 Klasifikasi Kejang Demam


a. Dengue Syock Syndrome (DSS) (Simple Febrile Seizure)
Dengue Syock Syndrome (DSS) adalah kejang yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.10
Dengue Syock Syndrome (DSS) merupakan 80 % diantara seluruh
kejang demam.9 Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada
Dengue Syock Syndrome (DSS), kejang timbul bukan oleh infeksi
sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di
tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan
sebagainya.
Bila dalam riwayat penderita pada usia sebelumnya terdapat
periode-periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi
akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi
kemudian harus berhatihati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya.6
Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul
ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga
seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa

26
anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tibatiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.6
Kejang pada Dengue Syock Syndrome (DSS) selalu
berbentuk umum, biasanya bersifat tonikklonik seperti kejang
grand mal; kadangkadang hanya kaku umum atau mata mendelik
seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih
dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan
suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana
masih mungkin.6

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)


Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2
kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam.7

3.3.7 Manifestasi Klinik Kejang Demam


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat
yang disebabkan oleh lesi ektrakranial, misalnya infeksi saluran
pernapasan akut, tonsilitis, otitis media akut, gastroenteritis. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-

27
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.2
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi
kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Dengue Syock Syndrome (DSS) (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by
fever).
Modifikasi kriteria Livingston:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari
ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada
epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

3.3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk
mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi
darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan
darah, urin atau feses.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan

28
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam
yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi, misalnya :

Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)

Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis
nervus VI, edema papil).8

3.3.9 Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita
demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang
itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). 9 Pungsi lumbal
terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika
pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi
lumbal.2

3.3.10 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada
algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan
profilaksis intermiten pada saat demam berupa :

29
o Antipiretik, Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
o Anti kejang, Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8
jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
o Pengobatan jangka panjang/rumatan, Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
Kejang lama > 15 menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan. 8
Indikasi rawat

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia dibawah 6 bulan

Kejang demam pertama kali

Terdapat kelainan neurologis. 8

3.3.11 Edukasi Pada Orang Tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan

30
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya: 7
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.

31
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.

Gambar 1 algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus


IDAI 2016

3.3.12 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik
dan tidak menyebabkan kematian.

32
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal7. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap6. Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:8
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25
% - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.7
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

33
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam. 8

BAB IV
ANALISA KASUS

34
Pasien An. AA 2 tahun, laki-laki dibawa ke RSUD Palembang Bari dengan
keluhan akral dingin dan hasil uji bendung (+). Sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien mengeluh demam tinggi mendadak dan berlangsung terus menerus
disertai wajah memerah, nyeri kepala, perut, otot, dan sendi. Berdasarkan keluhan
utama dapat dipikirkan kemungkinan penyebab terjadinya demam tinggi adalah
demam berdarah dengue, demam dengue, dan infeksi saluran kemih. Jika dilihat
dari tipe demamnya, demam yang terjadi pada pasien ini merupakan demam yang
menyerupai pelana kuda dimana demam pertama muncul secara mendadak dan
tinggi selama 4 hari, kemudian pada hari ke 6 demam turun. Demam dengan pola
seperti ini merupakan pola demam yang khas pada demam berdarah dengue atau
demam dengue. Pada infeksi saluran kemih juga ditemukan demam tinggi dengan
keluhan lain antara lain sering berkemih, nyeri pinggang dan nyeri saat berkemih.
Pada pasien ini tidak ditemukan keluhan tersebut sehingga diagnosis infeksi
saluran kemih dapat disingkirkan. Berdasarkan keluhan lain seperti wajah
memerah, nyeri kepala, perut, otot, dan sendi, uji bendung (+), muntah ada tidak
menyemprot sebanyak gelas belimbing frekuensi 4 kali, badan dingin (+)
membiru, BAK sedikit dan hasil dari pemeriksaan fisik dan laboratorium berupa:

Tekanan Darah : 50/30 mmHg

Nadi : 160 kali/menit, ireguler, isi dan tegangan kurang

Pernapasan : 50 kali/menit (tachipneu)

Saturasi O2 : 78 %

Kesan: adanya gejala kegagalan sirkulasi (syock)

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (+)

Palpasi : strem fremitus kanan = kiri (menurun di ICS..)

Perkusi : redup pada kedua lapangan paru di ICS ...

Auskultasi : vesikuler menurun, ronkhi (+/+), wheezing (-/-).

Abdomen

Inspeksi : kembung

35
Palpasi : nyeri tekan (+), lemas, hepar - krtj pinggir tumpul,
permukaan rata, kenyal, lien tidak teraba

Perkusi : timpani, shifting dullness (+)

Kesan pemeriksaan fisik thoraks dan abdomen: adanya perembesan dari


cairan plasma akibat plasma leakage mengakibatkan efusi pleura paru dan
ascites.

Ekstremitas

Akral dingin, sianosis ada, CRT>3

Kesan: adanya gejala kegagalan sirkulasi (syock)

Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan, ptekie spontan (+)
Kesan: Adanya manifestasi perdarahan

Tanggal: 28-12-2016 , Pukul : 10:00 am

- Darah Rutin
o Hb : 12,6 g/dl (L: 14-16 g/dl)

o Trombosit (PLT) : 13.000 (150.000-400.000/ul)

o Hematokrit (Ht) : 38% (40-48%)

Pukul : 16:00 pm

- Darah Rutin
o Hb : 12,3 g/dl (L: 14-16 g/dl)

o Leukosit (WBC) : 12.700/mm3 (5000-10.000/ul)

o Trombosit (PLT) : 28.000 (150.000-400.000/ul)

o Hematokrit (Ht) : 36% (40-48%)

o NS 1 : (+)

Kesan: Anemia, Leukositosis, Trombositopenia, pemeriksaan NS 1(+)


menandakan adanya infeksi virus dengue pada fase awal demam.

36
- Darah Kimia

o Na : 123 mmol/dl (135-155 mmol/dl)

oCl : 92 mmol/dl (95-108 mmol/dl)

Kesan: adanya kebocoran cairan ekstravaskular yang mengakibatkan


akumulasi cairan elektrolit ekstravaskular (Na, Cl) berpindah kebagian
intersisial.

Tanggal: 28-12-2016 , Pukul : 20:00 pm

- Darah Rutin
oMonosit : 10% (2-8%)

oProtrombin : 35 (12-18 detik)

oINR : 2,47

oAPTT : 124 (22-35 detik)

Kesan: Monosit meningkat menandakan adanya infeksi dari virus


dengue, Faal hemostasis terganggu proses pembekuan darah akibat
trombositopenia
Dari hasil yang telah didapat mengarahkan diagnosis ke demam berdarah dengue
derajat III (Dengue Syock Syndrome) karena disertai dengan manifestasi demam
atau riwayat demam mendadak tinggi terus menerus 2-7 hari, (manifestasi
perdarahan: uji bendung positif,ptekie pada ekstremitas), facial flush, muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, lemah, produksi urin sedikit, kaki tangan
dingin, hepatomegali, terdapat pembesaran plasma yang mengakibatkan efusi
pleura dan asites, serta tanda-tanda syock, yaitu: Nadi cepat dan lemah, tekanan
darah sempit jarak sistol dan diastol kurang atau sama dengan 20mmHg, CRT > 3
detik, akral dingin, letargi, dan oliguria. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan dukungan dengan hasil Hb 12,6 gr/dl, 23.900 leukosit /L, trombosit
13.000/L dan Ht 34%. Hasil laboratorium ini menunjukkan adanya leukopenia
dan trombositopenia,
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan DBD
derajat III (Dengue Syock Syndrome). Selama perawatan pasien ini diberikan

37
cairan IVFD RL 54 cc/jam gtt 18x/m dan paracetamol 250mg tiap 6 jam bila suhu
>38,50C. Dilakukan monitoring tanda-tanda vital, diuresis per 6 jam, observasi
tanda perdarahan, serta cek hemoglobin, hematokrit, dan trombosit per 24 jam.
Pasien direncanakan pulang dengan pertimbangan trombosit >50.000/L, bebas
demam 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan sudah baik, tidak ada manifestasi
perdarahan, dan ada perbaikan klinis.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap
terapi yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah
penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun sering,
menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan,
menghindari dari gigitan nyamuk dengan menggunakan lotion anti nyamuk atau
memakai baju dan celana panjang, melakukan 3M plus (menguras, menutup,
mengubur dan memantau), serta mengenali tanda-tanda kegawatan.

BAB V
PENUTUP

38
5.1 Kesimpulan
1. Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi
kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau
syok. DSS adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal.
2. Dengue Syock Syndrome (DSS) derajat III bermanifestasi, yaitu: seluruh
kriteria DBD disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi berupa: penurunan
kesadaran, gelisah/ letargi, nadi cepat dan lemah, hipotensi,tekanan nadi <
20 mmHg, perfusi perifer menurun, kulit dingin serta lembab.

3. Pengobatan dari DSS ialah pemberian terapi oksigen, resusitasi cairan, anti
kejang jika diperlukan,antagonist H2/PPI, vitamin K1, transfusi PRC,
antipiretik dan atasi infeksi/ penyebab demam, terapi rumatan, serta
obsevasi tanda vital.

5.2 Saran
1. Bagi dokter muda yang nantinya akan menjadi dokter umum sebagai
layanan primer, aplikasikan pemahaman mengenai kasus kejang demam
dalam memberikan tatalaksana pada pasien sesuai dengan standar
kompetensi dokter umum agar dapat meningkatkan angka kesejahteraan
hidup.

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Rezeki S, Hindra H. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2000.
2. Moedjito I, Chairulfatah A, Rezeki S. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Penerbit IDAI; 2014.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter
Spesialis PenyakitDalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 2006

4.

40

Вам также может понравиться

  • Daftar Pertanyaan Tiroid
    Daftar Pertanyaan Tiroid
    Документ2 страницы
    Daftar Pertanyaan Tiroid
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Ruptur Tendo Achilles
    Ruptur Tendo Achilles
    Документ22 страницы
    Ruptur Tendo Achilles
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Referat TIROID DR Myra (Anna)
    Referat TIROID DR Myra (Anna)
    Документ39 страниц
    Referat TIROID DR Myra (Anna)
    bona_crazy
    0% (1)
  • Ruptur Tendo Achilles
    Ruptur Tendo Achilles
    Документ22 страницы
    Ruptur Tendo Achilles
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Efektifitas Pengukuran Panjang NGT Metoda MOFE dan NEX
    Efektifitas Pengukuran Panjang NGT Metoda MOFE dan NEX
    Документ70 страниц
    Efektifitas Pengukuran Panjang NGT Metoda MOFE dan NEX
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Daftar Nama PP FK UNSRI
    Daftar Nama PP FK UNSRI
    Документ3 страницы
    Daftar Nama PP FK UNSRI
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Hematokrit
    Hematokrit
    Документ1 страница
    Hematokrit
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • BST Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    BST Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    Документ8 страниц
    BST Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Tugas KWID Filsafat Prof. Kamal - Dr. Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Tugas KWID Filsafat Prof. Kamal - Dr. Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Документ13 страниц
    Tugas KWID Filsafat Prof. Kamal - Dr. Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • GNA Case
    GNA Case
    Документ5 страниц
    GNA Case
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Ruptur Tendo Achilles
    Ruptur Tendo Achilles
    Документ22 страницы
    Ruptur Tendo Achilles
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Case Riedho
    Case Riedho
    Документ15 страниц
    Case Riedho
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • FIX Telaah Ilmiah Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    FIX Telaah Ilmiah Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    Документ44 страницы
    FIX Telaah Ilmiah Mohammad Riedho Cahya Atazsu 04054821517139
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Bahan Referat Riedho
    Bahan Referat Riedho
    Документ9 страниц
    Bahan Referat Riedho
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Fitofarmaka 12
    Fitofarmaka 12
    Документ106 страниц
    Fitofarmaka 12
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Etik Farmasi Dan Etik Farmakoterapi
    Etik Farmasi Dan Etik Farmakoterapi
    Документ61 страница
    Etik Farmasi Dan Etik Farmakoterapi
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ8 страниц
    Bab Iii
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Dext Rome TH Orphan
    Dext Rome TH Orphan
    Документ5 страниц
    Dext Rome TH Orphan
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Blok 12 - It 21 - Autokoid - Saz
    Blok 12 - It 21 - Autokoid - Saz
    Документ35 страниц
    Blok 12 - It 21 - Autokoid - Saz
    Elmo Saviro
    Оценок пока нет
  • Dosis Obat New BVMMMMMMMMMM
    Dosis Obat New BVMMMMMMMMMM
    Документ50 страниц
    Dosis Obat New BVMMMMMMMMMM
    Indah Aprilia
    Оценок пока нет
  • Dosis Obat
    Dosis Obat
    Документ48 страниц
    Dosis Obat
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print
    Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print
    Документ29 страниц
    Laporan Kasus Di Baturaja M. Rizki Print
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Bab Iii (Newest)
    Bab Iii (Newest)
    Документ11 страниц
    Bab Iii (Newest)
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Cara Dan Waktu Pemberian Obat Blok 12
    Cara Dan Waktu Pemberian Obat Blok 12
    Документ39 страниц
    Cara Dan Waktu Pemberian Obat Blok 12
    Achmad Dodi Meidianto
    Оценок пока нет
  • Bentuk Sediaan Obat
    Bentuk Sediaan Obat
    Документ99 страниц
    Bentuk Sediaan Obat
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Bedah Buku Pasir Putih Pasir Laut
    Bedah Buku Pasir Putih Pasir Laut
    Документ2 страницы
    Bedah Buku Pasir Putih Pasir Laut
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    100% (1)
  • 24-Pengantar Otonom-CKF
    24-Pengantar Otonom-CKF
    Документ14 страниц
    24-Pengantar Otonom-CKF
    Liliana Surya Fatimah
    Оценок пока нет
  • Bab Iii (New)
    Bab Iii (New)
    Документ10 страниц
    Bab Iii (New)
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ25 страниц
    Bab Ii
    Mohammad Riedho Cahya Atazsu
    Оценок пока нет