Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyakit sistemik.
Preeklampsia ditandai dengan adanya hipertensi yang disertai
proteinuria, terjadi pada kehamilan setelah minggu ke 20 dari
kehamilan (terjadi lebih awal jika ada penyakit trophoblast) dan
dapat juga terjadi segera setelah kelahiran.
Hipertensi selama kehamilan menurut American College of
Obstetrician and Gynecologist adalah berdasarkan :1
a) Kenaikan tekanan sistolik 30 mm Hg
b) Kenaikan tekanan diastolik 15 mm Hg
c) Kenaikan Mean Arterial Pressure 20 mm Hg dari nilai
baseline sebelumnya.
Namun jika tidak didapatkan data baseline tersebut, maka pada
2 kali pengukuran dengan interval 6 jam, diagnosis hipertensi
selama kehamilan dapat ditegakkan dengan kriteria sebagai
berikut :
a) Tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih
b) Tekanan diastolik 90 mm Hg atau lebih
c) Mean Arterial Pressure 105 mm Hg atau lebih
Klasifikasi hipertensi selama kehamilan.
I. Pregnancy-induced hypertension
1
A. Preeclampsia
1. Mild
2. Severe
B. Eclampsia
II. Chronic hypertension preceding pregnancy (any etiology)
III. Chronic hypertension with superimposed pregnancy-induced
hypertension
IV. Gestational hypertension
2
7. nyeri epigastrik
8. gangguan fungsi hati
9. trombositopenia
10. DIC
11. HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low
Platelets) syndrome
Gejala-gejala di atas berkaitan dengan morbiditas ibu dan anak.
Insiden
Insiden preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang
di Amerika Utara dan Eropa sama dengan di USA. Insiden
preeklampsia berkisar 5-10% dan eklampsia 5-7 pada setiap
kelahiran.2
Mortalitas/Morbiditas
Meskipun eklampsia merupakan komplikasi yang jarang
dari kehamilan, sekitar 50.000 wanita di seluruh dunia
diperkirakan meninggal setiap tahun karena eklampsia. Angka
kematian ibu yang dilaporkan berkisar antara 1-20%. Angka
kematian perinatal dari neonatus yang dilahirkan dari ibu yang
mengidap eklampsia berkisar antara 1,3-3% 2
Ras
3
Preeklampsia/eklampsia biasanya lebih sering ditemukan
pada ras berkulit hitam daripada ras hispanik. Sementara
wanita hispanik lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan ras berkulit putih. Insiden di negara berkembang
dapat dipengaruhi oleh ras tetapi pengaruh lingkungan dan
faktor sosial tidak dapat disingkirkan.2
Umur
Preeklampsia/eklampsia lebih sering terjadi pada wanita
pada masa ekstrim reproduksi. Wanita muda nulipara <18
tahun lebih sering mengalami kondisi ini. Demikian juga wanita
multipara dengan usia > 35 tahun lebih mudah terkena.2
II. ETIOLOGI
4
plasenta pada awal kehamilan. Pada kehamilan normal, terjadi
invasi trophoblast endovascular ke segmen desidua dari arteri-
arteri spiralis.
Gelombang migrasi kedua invasi tersebut ke segmen
miometrium arteri-arteri spiralis terjadi pada minggu ke 16
masa gestasi.Pada kehamilan normal arteri spiralis dari
miometrium menjadi distensi karena kehilangan tonus muskular
dindingnya, sementara pada preeklampsia perubahan vaskular
ini hanya terjadi pada segmen desidua, sehingga kemampuan
muskuloelastik dari segmen miometrium tidak berubah dan
tetap konstriksi, sehingga terjadi peningkatan resistensi vascular
uterus yang menyebabkan penurunan 30-40% aliran darah ke
uterus dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal tersebut
akan menyebabkan penurunan perfusi plasenta yang akan
mengakibatkan timbulnya infark-infark pada plasenta yang
merupakan predisposisi terjadinya gangguan dalam
pertumbuhan janin.1,2
Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa kerusakan
terhadap sel endotel vascular akan melepaskan substansi
peptide (fibronectin atau endothelin). Penyebab rusaknya sel
endotel vascular tersebut disebabkan karena adanya pelepasan
faktor-faktor atau mitogen yang berasal dari jaringan plasenta
yang iskemik. Kerusakan sel endotel, yang terjadi tidak hanya
terhadap sel endotelium vaskular maternal tapi juga
5
endotelium miokardial maternal dan endotelium vaskular
plasenta, berhubungan dengan berkurangnya sintesis substansi
vasorelaxing, peningkatan produksi vasokonstriktor dan
gangguan sintesis antikoagulan endogen yang membantu
aggregasi platelet dan proses pembekuan darah.
Fibronectin atau endothelin, peptide yang dilepaskan oleh
sel endothelium yang rusak, menyebabkan vasokonstriksi dan
gangguan dinding endothelium kapiler sehingga terjadi
kebocoran cairan dan protein serta agregasi platelet. Kadar
fibronectin yang meningkat pada preeklampsia-eklampsia
menurun jelas 48 jam setelah persalinan. Turunnya tekanan
onkotik koloid dan proteinuria berhubungan dengan
peningkatan kadar fibronectin, yang menunjukkan bahwa
adalah kerusakan endotel, bukan proteinuria, yang merupakan
mekanisme primer 5 dari hipoproteinuria dan penurunan
tekanan onkotik koloid pada preeklampsia.1,2,3 Pada
preeklampsia-eklampsia terjadi ketidakseimbangan antara
produksi dan kadar yang ada di sirkulasi dari prostaglandin
(prostacyclin dan thromboxane). Produksi thromboxane, yang
berhubungan dengan vasokonstriksi, agregasi platelet,
penurunan aliran darah uterus dan peningkatan aktivitas
uterus, meningkat sementara produksi prostacyclin yang
mempunyai efek sebaliknya menurun.
6
Ketidakseimbangan antara thromboxane dan prostacyclin
ini mungkin berhubungan dengan kerusakan sel endothelium.
Pemberian obat yang dapat menurunkan produksi
thromboxane atau zat yang dapat menghambat sintesis
thromboxane terlihat dapat mengurangi insiden dan kegawatan
preeklampsia. Prostaglandin A1, yaitu vasopressor
prostaglandin dengan kemampuan sama dengan prostacyclin,
sangat efektif menurunkan mean arterial pressure pada
preeklampsia berat yang sedang dalam proses induksi
persalinan. Pada preeklampsia peningkatan dalam produksi
progesterone oleh plasenta berhubungan dengan penurunan
produksi prostacyclin oleh plasenta. Apapun patogenesis yang
tepat dari preeklampsia, ini adalah penyakit sistemik yang
secara klinik terlihat jelas dengan adanya perubahan pada
sistem organ-organ mayor.
III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia melibatkan hampir
semua system organ tubuh. Pendapat dahulu mengatakan
patofisiologi primer adalah vasokonstriksi dengan segala
akibatnya, meskipun ternyata vasokontriksi memang
memainkan peranan besar. Bahkan bertentangan dengan yang
diyakini sebelumnya ternyata preeklampsia berhubungan
dengan keadaan kardiovaskular yang hiperdinamik. Kehamilan
7
dan persalinan menyebabkan perubahan fisiologik pada system
kardiovaskular maternal.
Proses vasokonstriksi tersebut melibatkan semua organ mayor
termasuk uterus dan plasenta. Vasokonstriksi umum ini
kemudian akan menurunkan perfusi ke seluruh tubuh sehingga
menyebabkan disfungsi organ.
Volume darah
Pada kehamilan normal, volume darah meningkat sekitar
35%, volume plasma meningkat 45% dan volume sel darah
merah 20%. Hal sebaliknya terjadi pada preeklampsia, di mana
volume plasma turun sekitar 9% lebih rendah dibandingkan
wanita hamil dengan tekanan darah normal. Volume plasma
pada preeklampsia berat 30-40% lebih rendah daripada
kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Tidak jelas
apakah turunnya volume tersebut menyebabkan atau
disebabkan oleh vasokonstriksi umum. Jika pada pertengahan
masa kehamilan (20 24 minggu), volume plasma tetap rendah,
maka dapat dikatakan akan terjadi gangguan pertumbuhan
janin, janin yang kecil untuk masa kehamilan. Selain penurunan
volume plasma, volume ekstravaskular dan interstitial juga
meningkat. Penurunan volume plasma juga akan menyebabkan
hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Perubahan
tersebut akan makin menyebabkan area yang infark pada
8
plasenta bertambah. Maternal hematokrit dan hemoglobin
berhubungan langsung dengan kekerapan infark pada plasenta.
Sistem pernafasan
Kenaikan retensi Na dan air yang disertai penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria dan
kebocoran dari kapiler mengakibatkan transudasi air ke ruang
interstitial. Penurunan PaO2 menunjukkan adanya edema
pulmonal. Pasien menjadi lebih beresiko terhadap terjadinya
edema pulmonal karena pemberian cairan intravena. Edema
tampak pada daerah muka, ekstremitas dan pre lumbosakral.
Edema jalan nafas atas dan laring yang terjadi pada kehamilan
menjadi lebih berat pada preeklampsia dan eklampsia.
Perubahan bentuk dari epiglotis akan menyulitkan intubasi dan
pembebasan jalan nafas. Penyempitan diameter laring dapat
mencapai 5,5 mm ID sehingga menyebabkan kesulitan pada
saat intubasi. Angka kejadian edema paru 2,9% dari pasien
preeklampsia/ eklampsia dan 70% terjadi pada 72 jam pasca
persalinan4. Penyebab edema paru adalah turunnya tekanan
koloid osmotik disertai kenaikan tekanan hidrostatik
intravaskuler dan permeabilitas kapiler yang meningkat.
Tekanan koloid osmotik berfungsi mencegah cairan keluar dari
kapiler dan PCWP (pullmonary capillary wedge pressure) adalah
tekanan hidrostatik yang bekerja sebaliknya.
9
Penyebab kenaikan tekanan hidrostatik dari kapiler paru
adalah akibat kegagalan ventrikel kiri, pemberian cairan dan
kembalinya cairan ekstravaskuler ke dalam intravaskuler pada
pasca persalinan. Kenaikan PCWP pasca persalinan akan
menyebabkan mobilisasi cairan ekstravaskuler ke dalam
intravaskuler dan pemberian cairan tanpa monitoring yang
ketat akan meningkatkan resiko terjadinya edema paru.5
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi preeklampsia/eklampsia disebabkan adanya
vasospasme yang hebat, vasokonstriksi arterial sistemik dan
disertai volume plasma yang menurun, Systemic Vascular
Resistance meningkat, PCWP normal atau menurun dan Central
Venous Pressure yang menurun. Pada preeklampsia/eklampsia
tidak terjadi protective hypervolemia seperti pada kehamilan
normal yang rata-rata mencapai 50%, tetapi justru terjadi
penurunan volume. Secara klinis penurunan volume plasma ini
tampak pada preeklampsia berat. Meskipun terjadi hipovolemia
ternyata pasien tidak mampu menampung tambahan volume
untuk mendapatkan cardiac output yang normal. Akibatnya
dapat mengakibatkan terjadi edema paru.
Sistem Susunan Saraf Pusat
Pemeriksaan CT scan tidak selalu dilakukan. Dari
gambaran CT scan pada eklampsia didapatkan 45% adanya
edema serebri dan dari jumlah tersebut 95% terdapat kelainan
10
EEG. Edema serebri merupakan 20% penyebab kematian dari
preeklampsia. Perdarahan otak merupakan 60% dari penyebab
kematian pasien preeklampsia/eklampsia. MAP (mean arterial
pressure) mencapai 140 mmHg merupakan penyebab
terjadinya perdarahan otak. Nyeri kepala terjadi pada 40% dari
pasien dengan preeklampsia dan 80% dari pasien tersebut akan
menjadi eklampsia. Nyeri kepala dapat disertai dengan mual,
gelisah, ketakutan dan gangguan penglihatan.6
Ginjal
Pasien preeklakmpsia/ eklampsia terjadi iskemia utero
plasenta yang menyebabkan pengeluaran renin like substance
yang akan meningkatkan produksi angiotensin dan aldosteron.
Keadaan tersebut menyebabkan penurunan perfusi ke ginjal
dan GFR (glomerular filtration rate) ringan sampai sedang yang
ditandai dengan meningkatnya kadar serum kreatinin.
Sistem koagulasi
Pemanjangan bleeding time, gangguan pembekuan, dapat
terjadi karena terjadi penurunan jumlah trombosit menjadi
100.000. Pengukuran bleeding time dan jumlah trombosit
diperlukan pada tindakan anestesi regional. Pada pasien dengan
trombosit kurang dari 100.000, ada korelasi 0,45% terjadinya
hematoma epidural. Pemanjangan dari bleeding time
ditemukan pada 10-25% pasien pre-eklampsia dan 11-50%
ditemukan trombositopenia (< 150.000).
11
IV. TERAPI PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA
Tujuan utama terapi adalah
Mencegah timbulnya kejang
Mengontrol dan menstabilkan tekanan darah
Optimalisasi status volume intravascular
Terapi definitive untuk preeklampsia-eklampsia adalah
mengeluarkan janin dan plasenta. Sampai hal tersebut dapat
dilakukan yang harus diperhatikan adalah mengendalikan
perjalanan penyakit.
Kehamilan dapat diteruskan selama kondisi intrauterine
masih adekuat untuk mempertahankan pertumbuhan dan
maturasi dari janin tanpa membahayakan ibu.Terapi yang
dilakukan bersifat simptomatik. Pada preeklampsia berat,
eklampsia dan HELLP syndrome, persalinan harus dilakukan
segera tanpa memperhatikan berat dan maturitas janin.
Memperpanjang masa gestasi pada kehamilan seperti itu sering
sangat berbahaya dengan angka mortalitas janin yang tinggi dan
timbulnya berbagai komplikasi maternal. Selama janin dapat
mentoleransi kontraksi uterus, indulksi dan persalinan
pervaginam dapat dilakukan dan bukan merupakan
kontraindikasi pada preeklampsia. Namun jika terjadi
12
perburukan pada janin atau ibu, maka diperlukan tindakan
bedah Caesar.
Terapi dilakukan untuk meminimalkan vasospasme,
memperbaiki sirkulasi, terutama uterus, plasenta dan ginjal,
memperbaiki volume intravascular, mengkoreksi gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Jika preeklampsia
dapat dideteksi secara dini dan diterapi dengan tepat,
perubahan patofisiologis yang terjadi dapat diminimalkan dan
kehamilan dapat diteruskan sampai aterm. Meskipun
preeklampsia berhubungan dengan retensi air dan garam,
beberapa klinisi masih melakukan restriksi cairan dan garam
karena berpendapat hal tersebut berhubungan dengan edema
pulmonal dan edema serebral. Namun opini yang dominan
adalah pemberian cairan yang adekuat, volume intravascular
yang cukup dengan cairan garam fisiologis berguna untuk
menurunkan tekanan darah ibu dan memperbaiki aliran darah
plasenta dan janin.
Pada masa lalu, yang direkomendasikan adalah restriksi
berat natrium, hal yang ternyata dapat menuju kekurangan
natrium dan kemungkinan peningkatan produksi renin,
angiotensin dan aldosteron. Cairan intravena yang diberikan
harus mengandung natrium untuk mencegah water intoxication
dan kejang.
13
Terapi magnesium
Di Amerika Utara dan di banyak negara dunia ketiga
pemberian magnesium secara parenteral dianggap sebagai
terapi baris pertama untuk mengontrol preeklampsia-
eklampsia. Magnesium adalah anti konvulsan yang efektif,
bersifat tokolitik dan vasodilator sistemik ringan. Mekanisme
anti konvulsan magnesium adalah kemampuannya untuk
mendepresi sistem saraf pusat. Meskipun berbagai jenis anti
konvulsan lain seperti barbiturat, diazepam dan phenytoin telah
pernah digunakan, namun tidak ada yang terbukti lebih baik
dari magnesium baik efektifitasnya maupun efek sampingnya.
Efek tokolitik dari magnesium menjadikannya berguna pada
preeklampsia, di mana kadang kala uterus menjadi hiperaktif.
Magnesium menyebabkan vasodilatasi ringan dengan
mendepresi kontraksi otot polos dan menekan pelepasan
katekolamin
Berbagai mekanisme kerja Magnesium Sulfat pada
Preeklampsia-eklampsia :
1. Antikonvulsan
2. Vasodilatasi
a) Meningkatkan aliran darah uterus
b) Meningkatkan aliran darah ginjal
c) Antihipertensi
14
3. Meningkatkan pelepasan prostacyclin oleh sel endotelial
4. Menurunkan aktivitas renin plasma
5. Menurunkan angiotensin-converting enzymes
6. Meningkatkan respons vaskular terhadap substansi yang
bersifat pressor
7. Mengurangi agregasi trombosit
8. Bronkodilatasi
9. Tokolisis: memperbaiki aliran darah uterus dan
mengantagonis hiperaktivitas uterus
16
Clonidine dan prazosin, 1bloker, juga sudah
dipergunakan dengan hasil baik pada preeklampsia.
Penggunaan -bloker pada preeklampsia dan pada wanita hamil
dengan hipertensi juga lebih umum dilakukan. Pada mulanya
dikhawatirkan bahwa propanolol berhubungan dengan
peningkatan aktivitas uterus, penurunan aliran darah uterus
dan plasenta, penurunan laju nadi janin, penurunan toleransi
janin terhadap hipoksia dan mempengaruhi kondisi janin
setelah lahir. Meskipun penelitian terhadap penggunaan
bloker masih jarang, namun dikatakan bahwa secara klinis
penggunaannya aman terhadap ibu hamil dan janinnya.
Beberapa penulis tidak menganjurkan pemberian derivate
thiazide karena dapat menyebabkan diuresis pada keadaan
volume darah yang sudah berkurang, selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, peningkatan
viskositas darah, intoleransi glukosa baik pada janin atau ibu.
Thiazide juga meningkatkan kadar asam urat dalam darah yang
memang sudah meningkat. Diuretik jarang diindikasikan untuk
terapi hipertensi pada kehamilan, kecuali sebagai terapi edema
pulmonal yang disebabkan gagal jantung kongestif atau faktor
lain. Bila memberikan antihipertensi pada preeklampsia-
eklampsia, laju nadi janin harus dimonitor secara ketat.
Penurunan yang tiba-tiba dari tekanan darah maternal akan
mengakibatkan gawat janin. Berikut adalah obat-obat yang
17
sering digunakan sebagai antihipertensi pada preeklampsia-
eklampsia.
18
Apapun teknik anestesia yang dipilih, harus diingat bahwa
meskipun persalinan adalah terapi untuk preeklampsia, pada
periode post partum perubahan kardiovaskular, cardiac output
dan status cairan, harus tetap dimonitor.3
VI. PENANGANAN PRA ANESTESIA
Dengan banyaknya organ yang mengalami perubahan
patologis, evaluasi pre anestesi dilakukan lebih dini karena
tindakan pembedahan Caesar pada preeklampsia/eklampsia
dapat dilakukan secara semi elektif atau darurat. Pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menentukan pilihan cara anestesinya. Pemeriksaan
laboratorium meliputi platelet, fibrinogen, PT/APTT, ureum,
creatinin, fungsi liver dan konsentrasi Mg, dilakukan setiap 6-8
jam sampai dengan pasca bedah dini. Monitoring dilakukan
terhadap fetus dan fungsi vital ibu, yaitu tekanan darah, cairan
masuk dan keluar, refleks tendon, pelebaran serviks, dan
frekuensi kontraksi uterus.
Tekanan darah dan pulsasi nadi diukur setiap 15 menit
selam minimum 4 jam sampai stabil dan seterusnya setiap 30
menit. Dilakukan pemasangan kateter urin dan urin output
diukur setiap jam disesuaikan dengan pemberian cairan.
Monitoring preeklampsia/eklampsia dapat mendeteksi dini
kelainan irama jantung yang diduga penyebab edema paru yang
mengakibatkan kematian mendadak. Pada eklampsia
19
penanganan pertama ditujukan pada jalan nafas, pemberian
oksigen, left uterine displacement dan penekanan cricotiroid
Intubasi dilakukan bila jalan nafas tidak dapat dipertahankan
bebas, terjadi kejang yang lama atau regurgitasi. Setelah
tindakan pertama dilanjutkan dengan penanganan terhadap
kejang dan menurunkan tekanan darah. Kejang dapat diatasi
dengan thiopental atau diazepam. Pilihan obat anti kejang
adalah obat yang tidak mengganggu neurologis. Pada
preeklampsia kejang dapat dicegah dengan pemberian
magnesium sulfat. Stabilisasi, monitoring fungsi vital, dan
evaluasi gejala neurologis yang teratur dapat mengurangi
penyulit yang mungkin terjadi pada ibu akibat persalinan dan
anestesia.
Pemberian cairan
Pasien dengan preeklampsia murni cenderung untuk
mempertahankan tekanan darahnya meskipun adanya blokade
regional. Jika hal ini terjadi maka loading cairan tidak mutlak
dilakukan dan dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
cairan. Dengan demikian, loading cairan pada preeklampsia
seharusnya tidak dilakukan sebagai profilaksis atau secara rutin,
namun harus selalu dipertimbangkan dan dilakukan secara
terkontrol. Hipotensi jika terjadi dapat dikontrol dengan
pemberian efedrin. Pada pasien preeklampsia kebutuhan cairan
20
pada bedah Caesar harus dipertimbangkan dengan hati-hati
dan pemberian cairan lebih dari 500 ml, kecuali untuk
menggantikan kehilangan darah, semestinya dilakukan dengan
hati-hati.
23
hari setelah persalinan. Kejang pasca bedah terjadi pada 27%
pasien. Obat anti hipertensi masih dibutuhkan selama pasca
bedah. Pemberian cairan selama masa antenatal harus
dilakukan secara hati-hati untuk mencegah kelebihan cairan.
Total cairan intravena harus dibatasi sebanyak 1 ml/kg/jam.
KASUS
Identitas
Nama : Ny. Suryani
Umur : 29TH
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 04028257
Diagnosis :G2P1H31mg, JPKTH, PEB , HELLP Syndrome
Tindakan : SC
Evaluasi Pra anesthesia
25
Pada Anamnesis didapatkan riwayat operasi (-), Riwayat
alergi obat/makanan disangkal, Riwayat penyakit asma,
DM,hipertensi disangkal. Riwayat sakit jantung, paru,kejang,
hepatitis disangkal. Nyeri dada / Sesak nafas disangkal,FC I. Saat
ini tidak ada keluhan demam, batuk, pilek.Gigi palsu / goyang
tidak ada.makan dan minum terakhir 7jam yang lalu.
27
Selama intra operatif hemodinamik relatif stabil dengan
TDS berkisar 120-160 dan TDD berkisar 70-110 , MAP berkisar
68- 125.Frekuensi nadi berkisar 80-105x/menit. Setelah bayi
lahir diberikan oksitosin 20 iu dalam 500cc asering dan metil
ergometrin IV 0,4mg setelah plasnta lahir. Lama operasi 1 jam
30 menit. TD 140/85 mmHg, FN: 90x/m, saturasi oksigen 99%.
Cairan masuk kristaloid 1000 cc, koloid 500 cc. Urine 200 cc.
perdarahan 500 cc.
PEMBAHASAN KASUS
28
diketegorikan PEB karena terdapat hipertensi, proteinuri, HELLP
syndrome yang terjadi diatas kehamilan 20 minggu.
MANAJEMEN ANESTESIA
31
DAFTAR PUSTAKA
32
3. Balestrieri PJ: Preeclampsia.
http://www.gasnet.anesthesiology.com, 2001.
4. Gibson P: Hypertension and Pregnancy.
http://www.emedicine.com, 2004.
5. Romeo R: Preeclampsia. http://www.ramanathans.com, 2004
6. Khalil RA, Granger JP: Vascular mechanisms of increased
arterial
pressure in preeclampsia. Am J Physiology 283:R29-R49,
2002.
7. Gutsche BB, Cheek TG: Anesthetic Consideration in
Preeclampsia-
Eclampsia. Anesthesia for Obstetric 3rd
ed: 305-336, 1993.
33
34
35