Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dalam danger, penolong harus memperhatikan 3 A yaitu amankan diri,
amankan lingkungan, dan amankan pasien. Penolong harus mengamankan diri
terlebih dahulu agar penolong tidak ikut menjadi korban, lalu penolong baru
mengamankan lingkungan untuk mengamankan diri dan juga orang-orang
disekitar agar tidak ikut menjadi korman baru setelah diri sendiri dan
lingkungan aman penolong bisa mengamankan korban.
2.3.2 R (Respon)
Periksa respon korban dengan cara AVPU (Alert Verbal Pain Unrespon).
Yang pertama Alert yaitu pasien sadar baik, lalu Verbal yaitu suruh korban
membuka matanya, lalu Pain yaitu memberikan rangsangan nyeri kepada
korban bisa dengan cubitan atau gerigi pada strernum, dan Unrespon yaitu
korban tidak merespon.
2.3.3 S (Shout For Help)
Penolong dapat berteriak meminta bantuan orang untuk memanggil
ambulan atau penolong bisa langsung mengaktifkan EMS (Emergency Medical
Services) dengan melakukan prosedur EMS yang baku seperti menyebutkan
lokasi no telp dari mana panggilan dilakukan, apa yang terjadi, jumlah korban,
keadaan korban, pertolongan apa yang sedang dilakukan, informasi lain. Untuk
no EMS Bali 118 untuk layanan ambulans, dan 112 untuk layanan darurat
umum dengan bantuan operator.
2.3.4 C (Compression)
Jika dalam Respon pasien unrespon (tidak ada respon), dilanjutkan
dengan mengaktifkan EMS, lalu penolong melakukan pemeriksaan denyut nadi
selama 10 detik (karotis pada orang dewasa, brachialis pada anak) sembari
memeriksa nafas korban dengan melihat pergerakan dada dan rasakan hembusan
nafas. Jika pasien ada nadi tetapi tidak ada nafas lanjut ke AB. Tapi jika pasien
tidak ada nadi maka langsung dilakukan kompresi sebanyak 30 x selama 18
detik dengan syarat tempat yang datar, kering dan keras. Lakukan kompresi
dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:
Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan
maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit,
kedalaman kompresi akan berkurang seiring semakin cepatnya interval
kompresi dada.
3
Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan
kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi
maksimal diperuntukkan mengurangi potensi cedera akibat kedalaman
kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari
diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk
anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas
(remaja), kedalam kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah
sternum) atau dua jadi di atas processus xiphoideus. Petugas berlutut jika
korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban
berada di tempat tidur dengan syarat tempat harus datar kering dan keras.
Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama
melakukan siklus kompresi dada, penolong harus membolehkan rekoil dada
penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk melakukan hal
tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah setiap
kompresi. Recoil minimal 60 %.
Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya
meminimalkan frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk
mengoptimalkan jumlah kompresi yang dilakukan per menit.
Penolong Harus Penolong Tidak Boleh
Melakukan kompresi dada pada Mengompresi pada kecepatan lebih
kecepatan 100 120/min rendah dari 100/min atau lebih cepat
dari 120/min
Mengompresi dengan kedalaman Mengompresi dengan kedalaman <2
minimum 2 inchi (5 cm) inchi (5 cm) atau >2,4 inchi (6 cm)
Membolehkan recoil penuh setelah Bertumpu di atas dada di antara
setiap kompresi kompresi yang dilakukan
Minimalkan jeda dalam kompresi Menghentikan kompresi lebih dari
10 detik
Memberikan ventilasi yang cukup (2 Memberikan ventiasi berlebihan
napas buatan setelah 30 kompresi, (misalnya, terlalu banyak napas
setiap napas buatan diberikan lebih buatan atau memberikan napas
dari 1 detik, setiap kali diberikan buatan dengan kekuatan berlebihan.
dada akan terangkat).
4
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada
Pasien Dewasa
2.3.5 A (Airway)
Setelah melakukan kompresi 30 kali, penolong langsung melalukan
pemeriksaan airway atau jalan nafas. Gangguan pada jalan nafas biasanya
diakibatkan oleh adanya sumbatan pada jalan nafas, sumbatan jalan nafas bisa
dibagi menjadi sumbatan total dan parsial. Sumbatan total contohnya
pembesaran faring pada korban luka bakar, sedangkan sumbatan parsial
contohnya adalah:
Gurgling (ada cairan), dapat ditangani dengan suction atau miringkan kepala
korban atau jika terdapat trauma bisa melakukan rog roll
Snoring (lidah terlipat kedalam), bisa ditangani dengan head tilt chin lift,
jaw trush, atau OPH
Stridor (sumbatan anatomis), dalam membuka jalan nafas korban perhatikan
tanda tanda adanya fraktur servikal. Jika didapat tanda bahwa pasien
mengalami fraktur servikal maka lakukan manajemen airway dengan teknik
jaw trust.
Setelah dilakukan management airway dilakukan kembali pengecekan
nadi bersamaan dengan pernafasan korban, jika nadi ada tetapi nafas belum ada
kita langsung masuk ke Breathing yaitu memberi bantuan nafas, tetapi jika nadi
belum ada maka kita lakukan RJP.
2.3.6 RJP ( Resusitasi Jantung Paru )
Resusitasi jantung paru merupakan sebuah upaya untuk membantu paru
dan jantung untuk kembali berfungsi dan mengantarkan oksigen keseluruh
tubuh guna memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of survival). Tata cara
melakukan RJP yang berkualitas antara lain :
Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan
maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit,
kedalaman kompresi akan berkurang seiring semakin cepatnya interval
kompresi dada.
Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan
kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi
maksimal diperuntukkan mengurangi potensi cedera akibat kedalaman
kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2
5
inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja), kedalam
kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum)
atau dua jadi di atas processus xiphoideus. Petugas berlutut jika korban
terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di
tempat tidur dengan syarat tempat harus datar kering dank eras.
Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama
melakukan siklus kompresi dada, penolong harus membolehkan rekoil dada
penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk melakukan hal
tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah setiap
kompresi. Recoil minimal 60 %.
Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya
meminimalkan frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk
mengoptimalkan jumlah kompresi yang dilakukan per menit.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera servikal maka bebaskan jalan
nafas melalui head tilt chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera
servikal maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.
Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan
kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal,
Combitube, atau saluran udar masker laring), penolong perlu memberikan 1
napas buatan setiap 6 detik (10 napas buatan per menit) untuk pasien
dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada
berkelanjutan
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2
menit.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5 - 6 detik/nafas atau sekitar 10
-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu
siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 dan dilakukan
pengecekan ulang nadi setiap 5 siklus.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, kembalinya
ventilasi dan sirkulasi spontan, penolong lelah, adanya DNAR, adanya tanda
kematian yang irreversible, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi,
petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk
6
pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway. AED
digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED belum tiba,
lakukan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock
diberikan bila ada indikasi / instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan
program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi
shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan
RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat
diterapi shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme.
Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas datang. Jika pasien sudah ada
nadi dan nafas maka berikan posisi mantap.
Pada pasien anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama seperti
pada pasien dewasa dengan beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan ini seperti
yang tercantum pada tabel 2.
Bayi
Anak Anak
(Usia kurang dari 1
Komponen Dewasa dan Remaja (Usia 1 tahun
tahun, tidak
hingga dewasa)
termasuk BBL)
Keamanan Pastikan lingkungan telah aman untuk penolong dan korban
Pengenalan Periksa adanya reaksi
serangan Napas terhenti atau tersengal (misalnya, napas tidak normal)
jantung Tidak terasa denyut yang terasa dalam 10 detik
Pengaktifn Jika Anda sendiri tanpa Korban terlihat jatuh pingsan
sistem tanggap ponsel, tinggalkan korban Ikuti langkah-langkah untuk orang dewasa
darurat untuk mengaktifkan dan anak remaja di sebelah kiri
sistem tanggapan darurat Korban tidak terlihat jatuh pingsan
dan mengambil AED Berikan CPR selama 2 menit
sebelum memulai CPR. Tinggalkan korban untuk mengaktifkan
Atau, kirim orang lain sistem tanggapan darurat dan mengambil
untuk melakukannya dan AED
mulai CPR secepatnya; Kembali ke anak atau bayi dan lanjutkan
gunakan AED segera CPR; gunakan AED segera setelah tersedia
setelah tersedia
Rasio kompresi- 1 atau 2 penolong 1 penolong
ventilasi tanpa 30 : 2 30 : 2
saluran udara
7
lanjutan 2 penolong atau lebih
15 : 2
Rasio kompresi- Kompresi berkelanjutan pada kecepatan 100 120/min Berikan 1 napas
ventilasi dengan buatan setiap 6 detik (10 napas buatan/min)
saluran udara
lanjutan
Kecepatan 100 120/min
kompresi
Kedalaman Minimum 2 inci (5 cm)* Minimum sepertiga Minimum sepertiga
kompresi dari diameter AP dari diameter AP
dada dada
Sekitar 2 inci (5 cm) Sekitar 1 inci (4
cm)
Penempatan 2 tangan berada di separuh 2 tangan atau 1 1 penolong
tangan bagian bawah tulang dada tangan (opsional 2 jari di bagian
(sternum) untuk anak yang tengah dada, tepat di
sangat kecil) berada bawah baris puting
di separuh bagian
bawah tulang dada 2 penolong atau
(sternum) lebih
2 tangan dengan ibu
jari bergerak
melingkar di bagian
tengah dada, tepat di
bawah baris puting
Rekoil dada Lakukan rekoil penuh dada setelah setiap kali kompresi; jangan
bertumpu di atas dada setelah setiap kali kompresi
Meminimalkan Batasi gangguan dalam kompresi dada menjadi kurang dari 10 detik
gangguan
Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang
penolong atau dua (atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada satu
orang penolong, rasio kompresi dada dan ventilasi seperti pasien dewasa yaitu
30 : 2, tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio kompresi dada dan
ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai denyut nadi namun
8
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 3-5
detik/nafas atau sekitar 12 - 20 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali
setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30
: 2 untuk satu orang penolong dan 15 : 2 untuk dua orang atau lebih penolong.
9
Gambar 1. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Satu Orang Penolong
10
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan
Dua Orang Penolong
2.3.7 B ( Breathing )
Breathing yaitu penolong memberikan nafas bantuan, nafas bantuan
diberikan jika korban sudah ada nadi, airway sudah clear tetapi belum ada nafas.
Nafas bantuan dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12
nafas/menit sambil melihat dada korban mengembang dan memeriksa denyut
nadi kembali setiap 2 menit. Nafas buatan bisa diberikan dengan cara mouth to
mouth, mouth to nose mouth to stoma, mouth to mask, bag-valve-mask device.
11
Jika pasien sudah bisa bernafas spontan maka berikan posisi mantap dan
dilakukan observasi setiap 30 menit
12
Cara membedakan antara tersedak yang mild (ringan/ sebagian) dan severe (berat/
total) :
Tersedak yang ringan:
Masih ada pertukaran udara
Korban masih sadar dan dapat batuk sekeras-kerasnya
Tersedak yang berat :
Buruknya pertukaran udara terhadap si korban
Masih bisa batuk, tapi lemah atau tidak dapat batuk sama sekali
Napas bertambah cepat
Tidak dapat berbicara
Memegang leher (tanda universal dari tersedak)
Tidak dapat memasukkan udara/ menarik napas dengan baik
2.4.1 Penanganan Tersedak Untuk Anak Usia > 1 Tahun Dewasa Yang Masih Sadar
Untuk Tersedak Ringan:
Jika korban masih bisa batuk. anjurkan korban untuk batuk terus menerus
sekeras-kerasnya.
Yang tidak boleh Anda lakukan:
o Memberi minum pada korban (jalan napas hanya boleh dilalui oleh
udara)
o Memasukkan jari ke dalam mulut sebagai usaha untuk mengeluarkan
benda asing
Untuk Tersedak Berat:
o Tanyakan kepada korban Apakah Anda tersedak?, sekilas langkah ini
terlihat agak rancu dan tidak mungkin dilakukan. Tetapi hal ini
dilakukan untuk membedakan antara tersedak dan penyakit lain yang
menyebabkan gawat napas.
o Lakukan abdominal thrust (Heimlich manuever) selama beberapa kali
sampai benda asing keluar atau sampai korban menjadi tidak sadar.
Untuk pengananan korban tersedak yang tidak sadar membutuhkan
teknik yang berbeda. Akan dibahas di halaman selanjutnya.
13
Langkah-langkah melakukan Heimlich maneuver
o Berdiri atau berlutut di belakang korban (posisikan tubuh Anda sesuai
dengan tinggi tubuh korban, pada pasien anak kemungkinan Anda
harus berlutut)
o Kepalkan salah satu telapak tangan Anda
o Letakkan kepalan tangan Anda dengan arah ibu jari menempel ke
dinding perut korban, posisikan kepalan tangan Anda 2 jari di atas
pusat (pusat selalu sejajar dengan tulang pinggul atas), Anda tidak
memposisikan kepalan tangan Anda di ulu hati.
o Kencangkan kepalan tangan Anda dengan tangan satunya sehingga
kedua lengan Anda melingkar di perut korban.
o Lakukan penekanan ke arah belakang dan atas sampai benda asing
keluar atau sampai korban menjadi jatuh tidak sadar.
Jika korban tersedak adalah wanita hamil atau orang dewasa yang terlalu
gemuk (obesitas) kita bisa melakukan pilihan lain dengan melakukan chest
thrust yaitu dengan meletakkan kepalan tangan Anda di tengah-tengah
tulang dada
14
Gambar 5. Chest Thrust pada ibu hamil
2.3.2 Penanganan Tersedak Untuk Anak Usia > 1 Tahun Dewasa Yang Tidak Sadar
Panggil bantuan medis segera
Buka jalan napas korban (AIRWAY), jika Anda dapat melihat benda asing
lakukan finger swab atau sapuan jari untuk mengeluarkan benda asing
Segera lakukan CPR/ RJP. Perbedaannya dengan CPR biasa adalah setelah
melakukan 30 kali kompresi dada, periksalah mulut korban terlebih dahulu
sebelum memberikan 2 kali napas bantuan
Anda telah sukses menangani korban tersedak yang tidak sadar jika Anda
sudah melihat tanda-tanda berikut:
o Anda melihat dada nya naik ketika memberikan bantuan napas
o Melihat benda asing keluar dari mulut korban.
Lakukan langkah-langkah berikut ini jika Anda sudah berhasil
menangani korban tersedak. Karena ada beberapa kemungkinan yang akan
terjadi setelah benda asing keluar dari mulut korban:
Berikan 2 kali napas
Lihat respons korban (batuk, muntah, pergerakan) jika Anda terlatih untuk
memeriksa nadi, maka periklsah nadi di leher korban selama 10 detik saja.
15
Jika nadi tidak teraba dan korban juga tidak bernapas, lakukan tindakan RJP
sesuai yang dijelaskan di atas
16
Gambar 6. Back slaps pada bayi tersedak
Jika benda asing belum bisa keluar dan bayi anda menjadi tidak sadar (bayi
terkulai lemas, tidak ada pergerakan, bibir membiru, tidak dapat menangis
atau mengeluarkan suara) penanganan nya adalah sebagai berikut:
o Baringkan bayi di atas permukaan yang rata dan keras.
17
o Buka jalan napas bayi (mulut bayi) dan lihat apakah benda asing
terlihat atau tidak. Jika terlihat ambil dengan menggunakan sapuan jari.
Jika Anda tidak melihatnya jangan lakukan blind finger swab /
mengkorek-korek mulut bayi dengan tujuan untuk mencari benda asing
tersebut.
o Jika benda asing tidak terlihat lakukan langkah selanjutnya yaitu
lakukanlah RJP yang terdiri dari 30 kali penekanan dada diikuti 2 kali
napas. Tetapi, perbedaan RJP korban tersedak dengan korban biasa
adalah setiap anda selesai melakukan 30 kali penekanan dada
periksalah dahulu mulut bayi sebelum memberikan 2 kali bantuan
napas.
o Jika setelah 5 kali siklus RJP, benda asing masih belum dapat keluar
dan bayi masih belum sadar. Panggil bantuan medis segera, kemudian
lanjutkan RJP Anda sampai bantuan medis datang atau benda asing nya
keluar.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
BHD atau BLS adalah usaha atau tindakan yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang
mengancam nyawa dan tanpa menggunakan alat bantu.
Bantuan hidup dasar merupakan pendekatan sistematik untuk penilaian pertama
pasien, mengaktifkan respon gawat darurat dan juga inisiasi CPR atau RJP yaitu
resusitasi jantung paru. BHD harus segera dilakukan karena manusia akan mengalami
kematian otak dan jantungnya sekitar 3- 8 menit.
Menurut Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, rekomendasi terbaik adalah
memulai kompresi sebelum ventilasi. 30 kompresi dan kemudian 2 ventilasi. Kompresi
dada dilakukan dengan kecepatan 100 sampai 120/menit dengan kedalaman 2 inci (5
cm) dan tidak lebih besar dari 2,4 inci (6 cm).
3.2 Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan - kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor, seperti keterbatasan waktu,
pemikiran dan pengetahuan. Oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami
sangat membutuhkan saran - saran dan masukan yang bersifat membangun kepada
semua pembaca.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR dan
ECC. American Heart Association; 2015.
2. American Heart Association 2015. Part 4. Systems of Care & CQI
3. American Heart Association 2015. Part 5. Adult Basic Life Support in Circulation Journal
4. American Heart Association 2015. Part 11. PBLS & CPR Quality
5. Lubrano R, Cecchetti C, Bellelli E, Gentile I, Loayza LH, et al. Comparison of times of
intervention during pediatric CPR maneuvers using ABC and CAB sequences: A
randomized trial. Resuscitation. 2012;12:1473-7.
6. Morrison LJ, Kierzek G, Diekema DS, Sayere MR, Silvers SM, et al. Ethics. 2010
American Health Association Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and
emergency cardiovascular care science. Circulation. 2010;122:S665-75.
7. Neumar RW, Shuster M, Callaway CW, et al. Part 1: executive summary: 2015 American
Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. 2015;132(18)(suppl 2). In press.
8. Hazinski MF, Nolan JP, Aicken R, et al. Part 1: executive summary: 2015 International
Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
Science With Treatment Recommendations. Circulation. 2015;132(16)(suppl 1). In press.
9. Nolan JP, Hazinski MF, Aicken R, et al. Part 1: executive summary: 2015 International
Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
Science With Treatment Recommendations. Resuscitation. In press.
10. Institute of Medicine. Strategies to Improve Cardiac Arrest Survival: A Time to Act.
Washington, DC: National Academies Press; 2015.
20