Вы находитесь на странице: 1из 17

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : Mempelajari teknik persiapan chamber dan aplikasi sampel pada
KLT.
Mempelajari teknik menjalankan kramatogram dan penentuan
nilai Rf
Mempelajari komposisi eluen yang sesuai dengan sampel untuk
mendapatkan kramatogram/spot yang terpisah dengan baik.
Hari, tanggal : Senin, 10 Mei 2010
Tempat : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM

B. LANDASAN EORI
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena
dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula
mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT
atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada
cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni digunakannya
lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai
pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam.
Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 m. Serbuk halus ini dapat
berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan
penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silica
gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar (Soebagio,
2002 : 87).
Pada KLT, fase cair serupa lapisan tipis (tebal 0,1 2mm) yang terdiri atas bahan padat
yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat
juga terbuat dari pelat polimer dan logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat. Biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Pada KLT, lapisan itu biasanya
berfungsi sebagai permukaan padat yang penyangga zat cair (Gitter, 1991 : 6).
Koefisien kromatograf dan kapasitas cuplikan linear menurun untuk memperkecil
pengaruh antariksa yang kuat, aktivitas penyerap biasanya dikendalikan atau diubah dengan
memakai kadar air atau alkohol. Alkohol atau air atau asetonitril sering ditambahkan pada fasa
gerak dan penyerap (Johnson, 1991 : 63).
Tahap-tahap analisa KLT dimulai dari persiapan tangki kromatograf, aplikasi sampel ke
plat KLT, menjalankan kromatograf dan menentukan nilai Rf. Eluen (fasa gerak/mobile) yag
umumnya dipilih berdasarkan trial dan eror dimasukkan ke dalam tangki kromatograf
(chamber)zat yang akan dianalisa ditotolkan diplat klt menggunakan pipa kapiler dan selanjutnya
dimasukkan pada chamber yang sudah diisi eluen (Munazil, 2008 : 79).
Pertimbangan untuk memilih pelarut pengembang (eluen) umumnya sama dengan
pemilihan eluen untuk kramatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi pengelusi eluen naik
sejalan dengan polaritasnya (misalnya dari heksana aseton alkohol air). Eluen
pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran dengan susunan tertentu. Pelarut-
pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air
atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan (Budiasih,
2008 :88).
Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silica gel, alumina dan fasa diam
lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair yang
paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dlaam seri pelarut mikrostrop diberikan
dalam tabel, yang meliputi (sifat hidrofob menarik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil
asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dalam etanol),
benzena, sikloheksana, dan eter petroleum. Kelompok seri pertama untuk pemisahan senyawa
hidrofil, sedangkan kelompok pelarut seri kedua untuk pemisahan senyawa lipofil. Jika sebagai
fasa gerak digunakan sisitem pelarut campuran, pada lapisan fasa diam susunan pelarut itu dapat
mengalami sedikit demi sedikit. Hal ini akan menghasilkan kedapatan-ulangnya sangat jelek.
Oleh karenanya sistem dua pelarut lebih disenangi. Suatu pendekatan yang menarik terhadap
penggunaan campuran azotrop, misalnya methanol-aseton (12: 88), methanol-benzena (31,7:
68,3), methanol-sikloheksana-metil asetat (17,8 : 33,6: 48,6). Hal yang mempengaruhi kualitas
pemisahan dan kedapatan-ulangnya adalah kejenuhan bejana pengembang (Sudjadi, 1988: 171).
Untuk membantu mengidentifikasi zat-zat yang ada dapat dihitung nilai Rf (Retardation
factor) dari masing-masing zat yang ada pada kromatogram. Nilai Rf dapat dihitung dengan
jarak ( spot )bergerakkeatas
rumus sebagai berikut : Rf = . Persamaan tersebut dapat dijabarkan
jarakpermukaaneluen
dengan pendekatan sebagai berikut: Menurut Cremer dan Muller, jika molekul zat terlarut
tertentu dalam keadaan terus-menerus bergerak dari fasa diam ke fasa bergerak dan sebaliknya,
beberapa molekul karena tidak sama energinya, akan tinggal lebih lama dari yang lainnya dalam
fasa bergerak ataupun ada yang tinggal lebih sebentar. Ini akan menghasilkan suatu pita yang
merupakan kurva konsentrasi krakteristik, mirip dengan kurva distribusi (Khopkar, 1990: 148).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat
Chamber
Plat KLT
Lampu UV
Gelas arloji
Pipet tetes
Gelas ukur 50 ml
Gelas ukur 10 ml
Statif
Klem
Gelas kimia
Corong pisah
Pipa kapiler
Mortal
Pensil
Penggaris
Sendok spatula
Corong kaca

Bahan
Daus suji segar
Kertas saring
Kertas label
CaCO3
Tissue
Larutan n-heksan
Larutan NaCl 10%
Na2SO4
Aquadest
Aseton
Methanol
Amoniak 25%
Sodium sitrat 2,5%
2 propanol
Pewarna makanan
Isopropanol

D. SKEMA KERJA
Pemisahan Pewarna Makanan dengan KLT
a. Larutan pengembang/ eluen (fasa gerak)

Larutan sodium sitrat 2,5%, amoniak 25%, 2-propanol


Dicampur dengan perbandingan 20:5:3

hasil

b. Persiapan Chamber KLT

Larutan pengembang atau eluen


Dimasukkan dalam chamber hingga
0,5 cm dari dasar chamber
Chamber ditutup
Didiamkan 5 menit samapi semua
bagian terjenuhi oleh eluen.
Hasil

c. Aplikasi sampel ke plat KLT


Plat KLT (telah tersedia)
Digaris dengan pensil secara horizontal (1 cm)
atas dan bawah.
Ditotolkan sampel dengan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam chamber yang berada
di atas permukaan eluen (jangan tenggelam)
(pastikan spot berada di atas permukaan
eluen)

Hasil diamati
Diamati kromatogram tersebut (hasil
pemisahan) di bawah uv.
Diberikan tanda masing-masing spot yang ada
pada kromatogram.
Ditentukan nilai Rf tiap spot (dengan rumus)
Jika spot awal tidak bermigran gunakan eluen
yang berbeda.

Hasil

Pemisahan Pigmen Tumbuhan dengan KLT


a. Larutan pengembang/ eluen (fasa gerak)

Larutan n-heksan, isopropanol, aquades


Dicampur dengan perbandingan
100ml:11ml:5ml

eluen
b. Persiapan Chamber KLT

Eluen
Dimasukkan dalam chamber hingga 0,5 cm
dari dasar chamber
Chamber ditutup
Didiamkan 5 menit samapi semua bagian
terjenuhi oleh eluen.

Hasil

c. Ekstraksi pigmen daun

Daun segar
Dihaluskan dengan mortal
+11ml aseton
+ 1,5ml n-heksan
+1 sendok spatula CaCO3

Ekstrak pigmen
disaring

filtrat
Dimasukkan (dalam corong pisah)
+ 100 ml n-heksan
+ 10ml NaCl 10%
dikocok

Hasil: terdapat 2 lapisan


Dipisahkan

Lapisan atas Lapsan bawah


Dibilas dengan 5 ml H2O (3x) Ditampung dalam
gelas kimia
Hasil
Dipisahkan lapisan bawah hasil
Hasil
+ Na2SO4 (1 sendok)

Hasil
Dipisahkan ekstraknya
(dekantasi)
Hasil

d. Aplikasi sampel ke plat KLT

Plat KLT (telah tersedia)


Digaris dengan pensil secara horizontal (1 cm)
atas dan bawah.
Ditotolkan sampel dengan pipa kapiler
Dimasukkan ke dalam chamber

Spot/ titik awal berada di


atas permukaan eluen kromatogram setelah mencapai titik
Diangkat
batas
Diamati (di bawah sinar uv)

Hasil

Spot awal bermigrasi Spot tidak bermigrasi

Dicoba dengan eluen


Diberi tanda masing-masing spot yang berbeda

Hasil

Ditentukan nilai Rf Spot awal bermigrasi


Diberi tanda tiap spot
Hasil
Hasil
Ditentukan nilai Rf

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN
a. Pada proses pemisahan pewarna makanan dengan KLT digunakan 2 jenis pewarna
yaitu pewarna ungu dan hijau. Dalam prosesnya digunakan campuran eluen: sodium
sitrat 2,5%, ammonia 25% dan 2 propanol dengan perbandingan 20 : 5: 3, dimana
kromatograf yang dihasilkan tidak bagus. Pada perbandingan eluen 20 : 5 :5,
diperoleh 2 spot. Namun, pemisahan tersebut hanya dihasilkan pada pewarna
makanan ungu. Sehingga untuk percobaan ini digunakan data dari percobaan
kelompok sebelumnya.
b. Pada proses pemisahan pigmen tumbuhan dengan KLT, dalam proses ekstraksi tidak
diperoleh pemisahan campuran yang maksimal karena campuran cenderung
bercampur sehingga tidak diperoleh hasil pemisahan/spot apapun. Dalam percobaan
ini digunakan data kelompok sebelumnya.

Hasil pengamatan
Pemisahan pewarna makanan dengan KLT
Untuk pewarna makanan hijau :
a1 = 2,8 cm
a2 = 3,7 cm
a3 = 4,6 cm
a4 = 4,9 cm
b = 5,7 cm
Untuk pewarna makanan ungu:
a1 = 1,3 cm
a2 = 1,7 cm
b = 5,7 cm
untuk pemisahan dengan daun suji:
a1 = 2,3 cm
a2 = 2,7 cm
a3 = 2,9 cm
a4 = 3,2 cm
a5 = 3,4 cm
b = 5,7 cm

Keteranagn: a = jarak spot yang bergerak ke atas


b = jarak permukaan eluen.

F. ANALISIS DATA
a. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pewarna makanan
jarak ( spot )bergerakkeatas a
Rumus : Rf = =
jarakpermukaaneluen b
Untuk pewarna makanan hijau
Diketahui: a1 = 2,8 cm
a2 = 3,7 cm
a3 = 4,6 cm
a4 = 4,9 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
a1
Rf1 =
b
2,8cm
=
5,7cm
= 0,49

a2
Rf2 =
b
3,7cm
=
5,7cm
= 0,65

a3
Rf3 =
b
4,6cm
=
5,7cm
= 0,81
a4
Rf4 =
b
4,9cm
=
5,7cm
= 0,86

Untuk pewarna makanan ungu


Diketahui: a1 = 1,3 cm
a2 = 2,0 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
a1
Rf1 =
b
1,3cm
=
5,7cm
= 0,23

a2
Rf2 =
b
1,7cm
=
5,7cm
= 0,30

b. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pigmen tumbuhan


jarak ( spot )bergerakkeatas a
Rumus : Rf = =
jarakpermukaaneluen b
Untuk pewarna makanan hijau
Diketahui: a1 = 2,3 cm
a2 = 2,7 cm
a3 = 2,9 cm
a4 = 3,2 cm
a5 = 3,4 cm
b = 5,7 cm
Ditanya: Rf =..?
Penyelesaian :
a1
Rf1 =
b
2,3cm
=
5,7cm
= 0,40

a2
Rf2 =
b
2,7cm
=
5,7cm
= 0,47

a3
Rf3 =
b
2,9cm
=
5,7cm
= 0,51

a4
Rf4 =
b
3,2cm
=
5,7cm
= 0,56

a5
Rf5 =
b
3,4cm
=
5,7cm
= 0,60
G. PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode analisa yang cukup sederhana
karena dapat menetukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula
mengidetifikasi komponen-komponen tersebut (Soebagio, 2002). Pada kromatografi,
komponen-komponen yang akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase
gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangakan fase gerak akan
melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam
akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak
lebih cepat.

Prinsip kerja KLT memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan.Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dalam bentuk plat
silica dan fase geraknya disesuaikan dengan janis sampel yang ingin dipisahkan.Larutan atau
campuaran larutan yang digunakan dinamakan eluen.Semakin dekat kepolaran antara sampel
dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase geraknya tersebut ( Sohibul,2010).
Dalam praktikum ini terdapat 2 jenis percobaan yaitu proses pemisahan pewarna makanan hijau
dan merah serta pemisahan pigmen tumbuhan pada berbagai jenis daun dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis.

Pada percobaan pertama yaitu pemisahan pewarna makanan, digunakan 2 jenis pewarna
yaitu pewarna hijau dan pewarna ungu. Pada percobaan ini digunakan larutan pengembang/eluen
sebagai fasa gerak dengan komposisi larutan sodium sitrat 2,5%, ammonia 25% dan 2-propanol
dengan perbandingan 20; 5: 3. Dalam prosesnya, diperoleh kromatogram yang tidak bagus
karena tidak terdapat adanya spot yang terbentuk baik pada pewarna makanan hijau maupun
ungu. Sedangkan jika digunakan eluen dengan perbandingan 20:5:5, maka dalam percobaan ini
untuk pewarna makanan ungu, terbentuk adanya spot. Dengan menggunakan bantuan dari sinar
uv dapat diamati adanya pembentukan 2 spot dengan warna pendaran/sinar pada KLT berwarna
biru (dalam sinar uv). Terjadinya pembentukkan kromatogram yang tidak bagus (kromatogram
hanya satu) dikarenakan komposisi dari eluen yang tidak sesuai. Secara konsep suatu eluen/
larutan pengembang disususn menjadi suatu campuran dengan berbagai larutan yang memiliki
tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Selain berupa campuran, suatu eluen dapat pula berupa
pelarut tunggal. Dalam kromatografi, terjadi proses adsorpsi pada fasa diam, dimana eluen yang
ada di dalam chamber akan naik sejalan dengan polaritasnya, yaitu dalam percobaan ini urutan
naiknya eluen adalah dari sodium sitrat ammonia 2-propanol (Soebagio, 2002).
Pada percobaan ini, dilanjutkan dengan perhitungan nilai Rf untuk masing-masing spot
yang diperoleh. Nilai Rf (retaration factor) berperan untuk membantu mengidentifikasi zat-zat
yang ada. Untuk analisis data, perhitungan nilai Rf digunakan data dari kelompok sebelumnya.
Di mana pada pewarna makanan hijau diperoleh 4 nilai Rf dari 4 spot yang masing-masing
sebesar 0,49; 0,60; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna makanan ungu diperoleh 2 spot
sehingga nilai Rf yang didapatkan adalah 0,23; dan 0,30. Terjadi perbedaan jumlah spot
dipengaruhi oleh tingkat adsorpsi dari fasa diam terhadap eluen serta komposisi/tingkat
kepolaran dari masing-masing komponen eluen denagn kecepatan pemisahan dan daya serap
yang nerbeda.
Pada dasarnya, pemisahan senyawa-senyawa dalam kromatogram dipengaruhi oleh
bagaimana kelarutan senyawa dlam pelarut, tergantung pada bagaimana besar antaraksi antara
molekul-molekul senyawa dengan pelarut serta bagaimana senyawa melekat pada fasa diam
yang tergantung pada antaraksi aenyawa dengan fasa diam. Dlam proses analisis spot/pemisahan
zat, chamber yang berisi eluen dijenuhkan dan ditutup dengan tujuan agar pelarut yang
digunakan tidak menguap, karena hl itu nantinya dpat mempengaruhi proses pemisahan.
Pada percobaan yangitu pemisahan pigmen tumbuhan dengan KLT, untuk memperoleh
pigmen tumbuhan dapat digunakan daun suji yang didahului dengan proses ektraksi. Dalam
prosesnya daun suji terlebih dahulu dihaluskan dan ditambahkan dnegan larutan aseton, n-heksan
dan CaCO3. Digunakannya aseton adalah karena aseton merupakan senyawa polar sedangkan
digunakannya n-heksan karena n-heksan merupakan pelarut nnpolar. Di mana dalam prosesnya
aseton yang merupakan senyawa polar larut dalam fasa air sehigga menyebabkan pigmen daun
suji terdistribusi ke dalam fasa organik (n-heksan) dengan komposisi larutannya dalam proses
ekstraksi dipertambah. Penambahan CaCO3 bertujuan untuk menyerap air yang ada. Dengan
adanya penambahan CaCO3, n-heksan dan aseton menyebabkan senyawa-senyawa/ molekul zat
warna akan terurai dan larut dalam campuran tersebut (aseton, n-heksan, CaCO3). Pada proses
selanjutnya sebelum ekstraksi ditambahkan n-heksan 10mL dan NaCl 10%. Di mana n-heksan
berperan dalam proses pengikatana pigmen ke fasa organik sedangkan NaCl 10% berperan
dalam menambahkan kelarutan aseton dalam air. Dalam proses akhir pemisahan, ditambahkan
Na2SO4 bertujuan untuk menyerap air yang ikut/ masih menempel pada fas organik. Akan tetapi,
pada percobaan yang telah dilakukan pada proses awalnya tidak sesuai dengan konsep di atas,
yaitu dalam proses ekstraksi tidak terjadi adanya pemisahan walaupun telah dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali dengan komposisi campuran larutan serta jenis daun selain daun
suji (yang digunakan berbeda). Hal ini dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam
menggunakan campuran untuk ekstraksi pigmen tumbuhan yang kurang/ tidak tepat, serta
dikarenakan kurangnya pemahaman praktikan mengenai metode pemsahan dengan cara
ekstraksi. Karena proses pemisahan fasa pada ekstraksi tidak terbentuk, maka dalam proses ini
tidak diperoleh kromatogram yang diinginkan. Sehingga untuk analisis data digunakan data dari
kelompok sebelumnya.
Dari analisis data, maka diperoleh 5 nilai Rf dari 5 spot yang dihasilkan yaitu masing-
masing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56 dan 0,60. Sebenarnya dalam proses ini diperoleh banyak
spot namun spot yang paling jelas terbentuk hanya 5 spot. Karena pada spot yang terbentuk
terdapat 2 spot yang berada di luar garis pemvbatas dari jarak eluen sehingga nilainya tidak
dihitung. Dari percobaan ini, makin tinggi nilai Rf yang diperoleh maka makin rendah tingkat
polaritas dari zat tersebut. Karena secara konsep,. Makin tinggi kepolaran dari suatu zat, maka
fasa diam yang tersusun atas alumina dan serbuk selulosa yang merupakan senyawa polar akan
saling berikatan dan membentuk ikatan yang sangat kuat sehingga jarak spot akan makin kecil
dan menyebabkan nilai Rf yang semakin rendah. Untuk mengamati jumlah spot yang tidak
terlalu jelas digunakan lampu/sinar uv di mana dari sinar uv akan terdapat adanya pendaran/
pantulan cahaya berupa warna tertentu dari spot dalam KLT. Jika spot yang ada tidak terlihat,
maka dapat digunakan uap iodin untuk menjelaskan spot yang terbentuk.

H. PENUTUP
Kesimpulan

- Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi menjadi komponennya


- Pemilihan eluen yang tepat sangat membantu dalam memperoleh pemisahan-pemisahan
senyawa yang baik.
- Prinsip KLT yaitu fasa gerak, gerak mengalir melalui fase diam dengan membawa
komponen yang terdapat dalam campuran dengan laju tiap komponen berbeda tergantung
pada kepolaran.
- Perhitunga nilai Rf dari spot yang dihasilkan berperan dalam membantu mengidentifikasi
zat-zat yang ada
- Ekstraksi pelarut didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.
- Dengan teknik pencampuran larutan dalam metode ekstraksi yang kurang bags
menyebabkan pemisahan yang tidak sempurna dalam proses ekstraksi pigmen daun.
- Pada proses ekstraksi penambahan NaCl berperan dalam menambah kelarutan aseton
dalam fasa air sedangkan penambahan Na2SO4 pada akhir ekstraksi untuk menyerap air
yang ikut ke dalam fasa organik.
- Dari percobaan pertama diperoleh nilai Rf pada pewarna makanan hijau masing-masing
sebesar 0,49; 0,65; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna ungu sebesar 0,23 dan 0,30.
- Dari percobaan kedua diperoleh nilai Rf masing-masing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56
dan 0,60.
- Semakin tinggi nilai Rf, maka semakin rendah tingkat kepolarannya.

Saran

Petunjuk praktikum harus dipahami dan dimengerti dengan baik agar tidak terjadi
kesalahan dalam praktikum.
Prinsip kerja KLT harus dipahami dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan
Metode ekstraksi harus dipahami dengan baik agar pemisahan larutan yang dihasilkan
dapat maksimal
Dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman dalam menentukan komposisi eluen atau
campuran pelarut yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Budiasih. 2008. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang.

Gitter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.

Johnson, E. L. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Munzil. 2008. Kimia Analitik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.

Вам также может понравиться