Вы находитесь на странице: 1из 18

LAPORAN PENDAHULUAN

MOLAHIDATIDOSA

I. Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem


1.1.1 Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak
dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya
disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya
disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar
uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi
(meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas
kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian
atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk
oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan
tuba uterina. Panjang uterus 5 8 cm dengan berat 30 60 gram. (Verrals,
Silvia, 2003 : 164)

Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :


a) Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b) Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c) Isthmus : terletak antara badan dan serviks

Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga
serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut
interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna.
Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui
annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen
panjangnya 10 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi
pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara kedua
uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-
vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks
uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya
melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis
tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di
dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior
ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus
maupun ovarium.

1.1.1 Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir
ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke
uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu
hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus
bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan
membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada
masa fetus.

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang


sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan
penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di
sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga
menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya
penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada
diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa
karsinoma. (Wiknjosastro, Hanifa, 2002).

II. Konsep Molahidatidosa


1.2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan ciri-ciri stoma vilus
kapilaris langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal
dan tepi vilus-vilusnya membesar dan mengalami udematus, tetap hidup
dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk gugusan
anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan,
kadang-kadang keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah
yang sangat besar dari kehamilan biasa. (Purwaningsih, dkk. 2010).

Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di


mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. (Prawihardjo, 2009)

1.2.2 Etiologi
Penyebab molahidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi.
5. Kekurangan protein.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai
berikut:
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa dan amenore
2. Terdapat perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
serta tidak terdengar bunyi denyut jantung jani
1.2.4 Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan
kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.
Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang
dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan
yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi,
mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis
adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblas.
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan
adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola
banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm
atau lebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
1.2.5 Patway (diagram)
Faktor ovum

Mengalami keterlambatan dalam pengeluaran

Kematian ovum di dalam tubuh

Mengalami degenerasi

Jengot-jengot korion g tumbuh berganda & mengandung cairan

Kista-kista kecil seperti anggur

Molatidatodosa

Tindakan infasif

Kuretase Jaringan terdapat ulkus Kurang informasi


tentang prosudur

Perdarahan bakteri mudah masuk Kurang pengetahuan

Hipovolemik Resiko jaringan ulkus


Anseitas

Resiko kekurangan Resiko Infeksi


volume cairan
Menstimulasi reseptor nyeri

Nyeri

(Sumber: Mitayani, 2011)


1.2.6 Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai
berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
7. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi
moladestruens atau koriokarsinoma

1.2.7 Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat
karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau
infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah
jarang sekali. Segera setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan
mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar
10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada
beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah


kuretasi. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa
berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari
penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan
menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif,
koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).

Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama


pascaevakuasi,yang terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang
menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pascamola hidatidosa adalah
umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi diatas
100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.
1.2.8 Penatalaksanaan medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
a. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
b. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan
di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik
dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan
tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan
serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran
urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya
diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
c. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
d. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi
uterus).
e. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari
penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan
evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung
berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan
kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus
secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari
kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian
hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani
komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama
dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas
Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG
diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast
aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau
beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.
III. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Molahidatidosa
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas ibu
3.1.2 Riwayat penyakit
3.1.3 Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan
pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
3.1.4 Riwayat kesehatan dahulu
3.1.5 Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
b. Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva
c. Hidung, ada atau tidaknya pembengkakan konka nasalis.
Ada/tidaknya hipersekresi mukosa
d. Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering dan warna
mukosa gigi
e. Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB dan tiroid
f. Dada : Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan
torakaabdominal, dan tidak ada retraksi dinding dada.
Frekuensi pernapasan normal. Palpasi : payudara tidak ada
pembengkakan. Auskultasi : terdengar Bj 1 dan II di IC
kiri/kanan, Bunyi napas normal vesikuler
g. Abdomen : Inspeksi : ada/tidak bekas operasi, striae dan linea,
Palpasi : TFU kontraksi ada/tidak, Posisi, kantung kemih
penuh/tidak, Auskultasi : DJJ ada/tidak.
h. Genitalia : Inspeksi : kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda
REEDA (Red, Edema, discharge, approxiamately),
pengeluaran air ketuban (jumlah, warna, bau dan lender merah
mda kecoklatan), Palpas :pembukaan serviks (0-4)
i. Ekstrimitas : edema, varises ada/tidak.
3.1.6 Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan laboaratorium :
1. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,
biopsy, pap smear.
2. Keluarga berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang
KB

Apakah klien setuju. Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan


menggunakan KB jenis apa
Data-data lain :
1. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di rumah sakit. Data psikososial.
2. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi
dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien, dan
mekanisme koping yang digunakan.
3. Status sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
4. Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan
YME dan kegiatan yang biasa dilakukan.

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri persalinan b/d dilatasi serviks
3.2.1 Definisi : Pengalaman sensorik dan emosional yang bervariasi dari
menyenangkan sampai tidak menyenangkan, yang dikaitkan
dengan persalinan dan melahirkan.
3.2.2 Batasan karakteristik
- Diaforesis
- Dilatasi pupil
- Ekspresi wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis).
- Fokus pada diri sendiri
- Kontraksi uterin
- Mual
- Muntah
- Nyeri
- Peningkatan nafsu makan
- Penurunan nafsu makan
- Penyempitan fokus
- Perilaku distraksi
- Perilaku ekspresif
- Perilaku melindungi yang sakit
- Perubahan frekuensi jantung
- Perubahan frekuensi pernapasan
- Perubahan fungsi neuroendokrin
- Perubahan fungsi urinarius
- Perubahan pola tidur
- Perubahan tegangan otot
- Perubahan tekanan darah
- Posisi rileks untuk mengatasi nyeri
- Tekanan perineal
3.2.3 Faktor yang berhubungan :
- Dilatasi serviks
- Ekspulsi fetal

Diagnosa 2 : Resiko Infeksi


3.2.1 Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
3.2.2 Faktor Risiko
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
pathogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan pathogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum buatan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik
Diagnosa 3 : Risiko perdarahan
3.2.1 Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume darah yang dapat
mengganggu kesehatan.
3.2.2 Faktor resiko
- Aneurisme
- Sirkumsisi
- Defisiensi pengetahuan
- Koagulopati intravaskuler diseminata
- Riwayat jatuh
- Gangguan gastrointestinal
- Gangguan hati
- Koagulopati inheren
- Komplikasi pascapartum
- Komplikasi terkait kehamilan
- Trauma
- Efek samping terkait terapi
Diagnosa 4 : Ansietas
3.2.1 Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak diketahui oleh
individu) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
3.2.2 Batasan Krakteristik
Perilaku : penurunan produktivitas, gerakan yang ireleven, gelisah,
melihat sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, agitasi,
menintai, tampak waspada.
Afektif : gelisah, distress, kesedihan yang mendalam, ketakutan,
perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, iritabilitas,,
gugup senang berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan, bngung, menyesal, ragu, khawatir
Fisiologis : wajah tegang, tremor tangan, peningkatan produksi
keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, suata bergetar.
Simpatik : anoreksia, ekstasi kardiovaskular, wajah memerah,
mukosa kering, jantung berdebar, peningkatan denyut nadi,
peningkatan reflek, sulit bernapas, vasokontriksi superficial, lemah,
gangguan perhatian.
3.2.3 Faktor yang Berhubungan
- Perubahan
- Pemajanan toksin
- Infeksi
- Krisis maturasi krisis situasional
- Proses penyakit
- Stress
- Kebutuhan yang tidak dipenuhi
- Konflik tentang tujuan hidup

3.3 Perencanaan
Diagnosa I : Nyeri persalinan
3.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Skala nyeri, control nyeri, tingkat kenyamanan
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri
Melaporkan nyeri berkurang
Menyatakan rasa nyaman
3.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC
a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus
hemoragi ataunyeri tekan abdomen.
Rasional : Ruptur kehamilan ektropik mengakibatkan nyeri hebat,
karena hemoragi tersembunyi saat tuba falopi rupture ke dalam
abdomen
b. Kaji steres psikologi ibu/pasangan dan respons emosional
terhadap kejadian.
Rasional : Ansietas terhadap situasi darurat dapat memperberat
ketidak nyamanan karena syndrome ketegangan, ketakutan, dan
nyeri.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan
rasa nyeri
Rasional : lingkungan yang nyaman dan rileks membuat klien
lebih tenang sehingga stimulus nyeri dari lingkungan berkurang
d. Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi,
misalnya: napas dalam, visualisasi distraksi
Rasional : Dapat membantu dalam menurunkan tingkat asietas
dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan
e. Berikan narkotik atau sedative berikut obat-obat praoperatif bila
prosedur pembedahan diindikasikan
Rasional : Meningkatkan kenyamanan, menurunkan komplikasi
pembedahan
Diagnosa 2: Resiko Infeksi
3.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Status imunologi, pengetahuan mengenai kontrol infeksi dan kontrol
infeksi
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
3.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional NIC
a. Gunakan APD
Rasional : menurunkan resiko infeksi dengan APD
b. Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu seperti DM dan hemoragi
menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka
yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkat resiko
kontaminasi janin.
c. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya peningkatan
suhu, nadi, jumlah sel darah putih atau bau / warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan
dapat mengakibatkan korioamonitis sebelum mengintervensi
bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
d. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
Rasional : transmisi mikroorganisme dapat terjadi dari perawat ke
klien, klien dengan lingkungan, dan klien dengan klien lain
e. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban
telah pecah.
Rasional : membantu mengurangi resiko infeksi asenden.
f. Anjurkan klien meningkatkan intake nutrisi dan cairan
Rasional : intake nutrisi dan cairan yang cukup akan membantu
metabolisme dalam tubuh berlangsung dengan baik sehingga
resiko infeksi dapat ditekan
g. Batasi pengunjung
Rasional : transmisi mikroorganisme dapat terjadi dari perawat ke
klien, klien dengan lingkungan, dan klien dengan klien lain
h. Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : keluarga merupakan orang yang berada dekat dengan
klien selama 24 jam sehingga apabila muncul tanda dan gejala
infeksi pada klien keluarga dapat segera melaporkan kepada
perawat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
i. Kolaborasi pemberian antibiotik spectrum luas parental pada pra-
operasi
Rasional : Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk
mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada
infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.
Diagnosa 3 : Risiko perdarahan
3.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Keparahan kehilangan darah, koagulasi darah Kriteria hasil :
a. Tidak ada hematuria dan hematemesis
b. Kehilangan darah yang terlihat
c. Tekanan darah dalam batas normal sistol dan diastole
d. Tidak ada perdarahan pervaginam
e. Tidak ada distensi abdominal
f. Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
3.3.2 Intervensi keperawatan
a. Identifikasi penyebab perdarahan
Rasional : banyak jenis perdarahan yang dapat terjadi melalui
vagina wanita, pada kasus plasenta previa biasnya perdarahan
tidak disertai nyeri.
b. Monitor ketat tanda-tanda vital
Rasional : tanda-tanda vital merupakan aspek yang penting dalam
pemeriksaan fisik karena menunjukan status organ-organ vital
dalam tubuh, perubahan signifikan 1 tanda vital merupakan tanda
bahwa ada gangguan dalam tubuh.
c. Monitor status cairan yang meliputi intake dan output
Rasional : mengetahui kebutuhan cairan klien perhari membantu
menentukan terapi maupun nutrisi yang harus dimasukan ke
dalam tubuh klien
d. Pertahankan bedrest selama perdarahan aktif
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan sirkulasi yang akan
berdampak pada peningkatan perdarahan.
e. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K seperti buah kiwi, alpukat anggur.
Rasional :makanan yang mengandung vitamin K Membantu
Proses Koagulasi / Pembekuan Darah.
f. Dorong masukan oral
Rasional : masukan oral sangat penting disamping masukan
cairan secara parenteral.
g. Kolaborasi pemberian cairan IV
Rasional : untuk manajemen cairan cara tercepat yang dapat
dilakukan adalah pemasangan cairan IV, Karena akan langsung
masuk di pembuluh darah.
h. Atur kemungkinan transfusi
Rasional : apabila kasus kekurangan cairan semakin buruk
disertai kehilangan komponen darah, maka harus segera di
berikan transfuse untuk menghindari kegawatan lebih lanjut
Diagnosa 4 : Ansietas
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil NOC
Kontrol diri terhadap kecemasan, tingkat kecemasan, koping
3.3.2 Kriteria hasil :
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Menunjukan cara mengatasi cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan aktivitas
menunjukan penurunan kecemasan.
3.3.3 Intervensi keperawatan dan Rasional NIC
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional : klien yang cemas cenderung waspada terhadap kondisi
yang ada dilingkungannya, dengan pendekatan yang menenangkan
diharapkan tidak menambah kecemasan klien dan klien dapat lebih
koopertif
b. Nyetakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
Rasional : klien harus mengetahui dengan jelas apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi kecemasan, hal ini selain
menyadarkan klien tentang keadaannya juga menyadarkan klien
untuk mau mengatasi cemas yang dialami
c. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
Rasional : perawat memiliki peran sebagai konselor, memalui itu
diharapkan perawat mampu memberikan konsultasi yang baik agar
klien dapat mengatasi cemasnya
d. Anjurkan keluarga untuk menemani klien untuk memberikan
keamanan dan mnegurangi takut
Rasional : menurunkan stimulus yang memicu peningkatan cemas,
dengan berada disekitar orang terdekatnya diharapkan klien akan
lebih tenang
e. Identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : dengan mengetahui tingkat kecemasan klien perawat
dapat mengambil keputusan tentang tindakan maupun intervensi
yang akan diberikan.
f. Dorong klien untuk mengungkapkan kecemasan dan perasaan
Rasional : klien yang sedang cemas perlu didengarkan, gali apakah
yang menyebabkan kecemasan dan bersama-sama klien mengatasi
kecemasan yang dirasakan
g. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi
Rasional : teknik relaksasi terbukti dapat membuat tubuh
melepaskan hormone kebahagiaan sehingga menenangkan dan
membuat kondisi tubuh rileks
h. Kolaborasi untuk memberikan obat untuk mengurangi kecemasan
Rasional : apabila dengan terapi nonfarmakologi kecemasan klien
tidak berkurang, maka dianjurkan untuk pemberian obat untuk
menennagkan klien sehingga status kecemasan menurun.
IV. Daftar Pustaka
Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sujiyati. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta : Numed.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty
Wahyuningsih. Jakarta : EGC

Pelaihari, Agustus 2017

Preseptor Laporan, Preseptor Lapangan,

(...) (...)

Preseptor Akademik,

(Yuliani Budiarti, Ns.,M.Kep.,Sp.Mat)

Вам также может понравиться