Вы находитесь на странице: 1из 46

Nama : Mutammima Rizqiyani

NPM : 1102014173

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan mikroskopis Meningen,


Sistema Ventrikularis, Cairan serebrospinal

MENINGES

Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan atau pengaruh
gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.
Meninges terdiri dari:
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan ikat padat.
Dalam otak membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus
(venosus) duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:

1) Duramater Encephali

1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)


Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii).
Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum.
Melekat erat pada foramen magnum dan tidak berhubungan dengan lapisan
luar medulla spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang terbentuk antara lapisan
duramater dengan periosteum dinamakan cavum epidural.
Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural
spinalis, isi cavum epidural:
Jaringan ikat jarang
Sedikit lemak
Plexus venosus
Vena
Arteri
Vasa lymphatica

Antara lapisan dalam dan luar dapat terjadi:


Pembentukan celah sinus (venosus) duramatris
Pembentukan sekat:

Falx cerebri:
Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari
sutura sagitalis memasuki fissura longitudinalis melekat pada crista
galli didepan ke protuberantia occipitale interna dilanjtkan sebagai
tentorium cerebelli.
Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
- Pada tepi atas sinus sagitalis superior
- Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior
- Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus rectus

Tentorium cerebelli

Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke


atas menyambung menjadi falx cerebri
Pada tepi depan terdapat lobang yang ditembus oleh mesencephalon.
Sinus dura yang dibentuk adalah:
- Kelateral dan belakang sinus transvesus
- Kedepan sinus petrosus superior

Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan
kanan.
Diphragma sellae
Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang
terletak pada cekungan sella turcica

2
Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum hypofisis
yang dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus circularis
Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus

2. Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea
Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars
serosa dan peritoneum). Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk
lubrikasi permukaan dalam duramater dengan permukaan luar
arachnoid sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah
kerusakan
Lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis
Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura,
mengandung:
Cairan serosa untuk meredam
Bridging nein menghubungkan antara vena cerebri superior ke
sinus sagitalis superior

2) Duramater spinalis

Lapisan luar melekat pada:


Foramen occipitale magnum, lanjut menjadi dura encephali
Perioceum vertebra cervicalis 2-3
Lig. Longitudinale posterius
Cavum epidural dan subdural
Setinggi os sacrale 2, dura spinalis membungkus fillim terminale dan akhirnya
melekat pada os. Coccygeus
Antara L2 dengan S2 cavum epidural diisi oleh cauda equina yang merupakan
untaian Nn. Spinalis sebelum keluar melalui foramen intervertebralis yang
sesuai. Perlu diketahui, ujung paling bawah medulla spinalis adalah setinggi
vertebra lumnal 2 sehingga banyak sekali Nn. Spinalis yang terbentuk diatas
dan harus turun untuk mencapai foremen intervertebralis yang sesui.
Ruang subarachnoid mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna.
Salah satu pelebaran terbesar adalah sisterna.

ASPEK KLINIS

Benturan benda keras bridging vein putus perdarahan Hematoma


subdural
Pada ruang ekstradural/epidural (antara dura dan tulang tengkorak) terdapat alur-
alur A. Meningea media, anterior dan posterior. Jika fraktur melintasi salah satu
alur merusak A. Meningea (paling banyak A. Meningea media) hematoma
ekstradural/epidural

3
Pembuluh darah yang menembus jaringan otak darah masuk ke jaringan otak
perdarahan intraserebral.

Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat
fibrosa yang dapat bergerak dengan bebas disebut galea aponeurotika yang
membantu meredam kekuatan trauma eksternal.
Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah,
lapisan lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika
yang berisi V. Diploika dan V. Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman
apabila terjadi peningkatan intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial
untuk infeksi intrakranial.

B. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak
meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada
dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum
merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat
dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak,
atau disebut fungsi sub oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus :
TRABEKULA ARACHNOIDEA
Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali
Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea
encephali
Kaudal ikt membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali

C. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter
berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri
membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan
darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum (Willson,
2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri

4
2) Piameter spinalis

VENTRICULUS

Terdiri dari :
1. Ventrikulus lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi)
yang terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus.
Dibedakan :
Corpus : dalam lobus parietalis
Cornu anterior (cornu frontalis)
Cornu posterior (cornu occipitalis)
Cornu inferior (cornu temporalis)
Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum

2. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui
aquaeductus cerebri (Sylvii)

3. Ventrikulus quartus
Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu
1 foramen magendi dan 2 foramen luscka

4. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar

LCS
Letak : systema ventriculi cerbri,cavun subarachnoidea dan canalis centralis

5
Pembentuk : plexus choroidalis dari systema ventriculi cerebri dan sebagian kecil
berasal dari cairan jaringan otak

ASPEK KLINIS
Jika terjadi sumbatan terjadi di hub venticuli cerebri bisa terjadi bendungan LCS
dalam sistem ventrivuli hidrocephalus
Lumbal punksi(Dx LCS spinalis) di linea mediana posterior antara Proc.spinosi
VL 3 dan VL 4. Tusukan ini tidak akan mencederai medula spinalis karena medula
spinalis berakhir setinggi VL 1 atau VL 2
Sisterna punksi(Dx LCS otak) jarum ditusuk diantara atlas dan os.occipitalis
sehingga mencapai cisterna cerbeloomedularis cisterna magna
Anastesi spinalis utk memblok rasa sakit yang disarafi Nn.spinales lumbales et
sacrales. Cairan anastesi dimasukkan ke cavum subarachnoidea spinalis

ANATOMI MIKROSKOPIK

MENINGES
1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan
endosteum merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf.
Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel
selapis gepeng di mesoderm.

2. Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan
serat elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis
gepeng.

3. Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat
kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis.
Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut
memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis.
Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel

yang melapisi jaringan arachnoid.

6
VENTRIKULUS
Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis
medula spinalis
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd
jar. Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr
neural tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS)

1. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi LCS

Definisi

Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk
melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml,
volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari
jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan
total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu
kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi.Untuk mempertahankan
jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali
dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan
klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-
penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta
menentukan prognosa penyakit.Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang
aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme
penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel.CSS
hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat,
Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi.Ph CSS
lebihrendah dari darah.

7
Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum

CSS Serum

Osmolaritas 295 mOsm/L 295 mOsm/L


Natrium 138 mM 138 mM
Klorida 119 mM 102 mM
PH 7,33 7,41 (arterial)
Tekanan CONCUSSION 6,31 kPa 25,3 kPa
Glukosa 3,4 mM 5,0 mM
Total Protein 0,35 g/L 70 g/L
Albumin 0,23 g/L 42 g/L
Ig G 0,03 g/L 10 g/L

Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah
pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di
bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke
ventrikel.Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang
ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan
tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang
stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler
fenestrata).Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai
karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler
fenestrata untuk transport cairan aktif.

Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar
kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi
pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut:
Natriumdipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif,
terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron
sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari
pada dalam plasma.Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain
bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion
penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dgnbantuan Na-K-
ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat
menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya
dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak
larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran.
Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier)

8
bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk
melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke
CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.
Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada
konsentrasinya dalam serum.

Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran
CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air
dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga
sebaliknya.Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan
hipertonik.

Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak
terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III
dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata
pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi
pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.

CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel
III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang
dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang
berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen
magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari
sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid
sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari
daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis,
sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping
serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula
Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah:
metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik
darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran darah vena dalam sinus. Villi
arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur
pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai
bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan
medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan
spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi
melalui dindingnya.

Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling
pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid.Sejumlah kecil
cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler
dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah

9
dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid.Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan
pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada
tingkatan kapiler.

Keterangan:
Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro)
menuju ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus
koroid) melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan
ditambahkan kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel
ke-4 bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis
direabsorsi di vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater kembali
ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

Fungsi Cairan Serebrospinalis (CSS)

1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada
dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar
yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.

2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang
tengkorak

10
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion
Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk
memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus


posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan
transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan


mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui
berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga
subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

2. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Makro dan Mikro LCS

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:

a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:
kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein.
Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari
1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah
lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar.
Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000
sel/ml.

b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap
absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila
salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi,
bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada
daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan
serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang
serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik
padaperubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu
batuk.

Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt


yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena
jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam
waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan.

11
Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa
disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan
serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus.
Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada
hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari
ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya
infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan
dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif
terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke
ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for.
Monroe. Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.

c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.
Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah
dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan
terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut
akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan
dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel
lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika
jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi
rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi
kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada
infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis
tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat
bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat
pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar
glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi
membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio
kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia
menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini
ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut,
tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering
juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan
trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral

12
atau meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang
rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat
menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-
25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg
% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan
serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan
yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan
meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang
lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya
terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor,
reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar
protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis,
acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan
penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di
cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan
memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L,
Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan
pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak
spesifik.

g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat
perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik
alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi
pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak
berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila
metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

Volume LCS yang diperlukan untuk pemeriksaan antara 15 sampai 20 ml dan dibagi dalam 3
buah tabung steril :
1. Tabung pertama untuk analisa kimia, serologi, dan pemeriksaan khusus misalnya
imunologi.
2. Tabung kedua untuk analisa bakteriologi.

13
3. Tabung ketiga untuk analisa mikroskopis sel.

Adakalanya sukar untuk menafsirkan adanya darah segar dalam specimen LCS karena pungsi
dapat melukai pembuluh darah dan menyebabkan ada darah biarpun LCS sebetulnya jernih..
Untuk membedakannya perlu dinilai dalam hal :
1. Pada trauma pungsi menunjukkan adanya penjernihan darah yang berarti antara tabung-
tabung pertama dan ketiga. Jika darah tetap sama banyaknya dalam ketiga tabung, darah
itu sangat mungkin sudah ada sebelum dilakukan pungsi (perdarahan
intraserebral/subarakhnoid).
2. Setelah tabung-tabung disentrifugasi cairan atas tidak berwarna jika darah berasal dari
trauma pungsi, jika sudah ada darah sebelum pungsi cairan atas berwarna kuning pucat
sampai kuning tegas (xanthokromia) yang terjadi karena pelepasan hemoglobin dari
eritrosit yang lisis. Hal ini disebabkan kemungkinan tidak adanya protein dan lemak yang
diperlukan untuk menstabilkan membran eritrosit..

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan berat
jenis :
1. Warna
Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
Merah muda perdarahan trauma akibat pungsi.
Merah tua atau coklat perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat
jelas sesudah disentrifuge.
Hijau atau keabu-abuan pus.
Coklat terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
Xanthokromia mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan
hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi
mungkin juga disebabkan oleh kadar protein tinggi, khususnya jika melebihi 200 mg/dl.
2. Kekeruhan
Normal tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih
terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis
tuberkulosa.
Keruh ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul 3, eritrosit >
400/ml, mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu
dilakukan pungsi, atau media kontras radiografi.

3. Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada
waktu pungsi; darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak
membeku.
Normal tidak terlihat bekuan
Bekuan banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma
pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat
terlihat setelah LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.

14
ANALISA LABORATORIUM

1. Metode : perbandingan dengan aquadest secara visual


2. Prinsip : pada keadaan normal ujud LSC seperti air, dengan membandingkannya dapat
dinilai adanya perubahan ujud LCS.
3. Peralatan yang dipergunakan :
a. Tabung reaksi
b. Kertas putih
4. Tata cara pemeriksaan :
a. Tabung reaksi diisi aquadest secukupnya sebagai pembanding.
b. Contoh bahan diisikan pada tabung reaksi yang sama ukurannya dengan pembanding.
c. Kedua tabung diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
d. Bandingkan contoh bahan dengan aquadest.
5. Tata cara pembacaan hasil :
a. Warna
b. Kejernihan / kekeruhan
0 = jernih
+ 1 = berkabut
+ 2 = kekeruhan ringan
+ 3 = kekeruhan nyata
+ 4 = sangat keruh
c. Bekuan, tidak ada (negatif) atau ada bekuan (positif)

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah atau
sebagai akibat reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal tidak ada dalam
LCS, mungkin dapat ditemukan dalam LCS seorang yang tidak menderita ikterus setelah
terjadi perdarahan intrakranial. Bilirubin itu adalah bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu
menandakan adanya katabolisme hemoglobin setempat dalam SSP.
Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40% dari
lekosit dapat lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam pada suhu
ruangan. Perhitungan jumlah eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik terbatas yaitu untuk
differensial diagnosis trama pungsi vs hemorhagi subarakhnoid dan koreksi jumlah lekosit
LCS dan protein untuk kontaminasi darah tepi yang ada kaitannya dengan trauma pungsi.

Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan limposit)
adalah 0 5 sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 30 sel/ul. Walaupun belum ada kesepakatan
batas tertinggi normal netropil dalam LCS sebagai patokan dapat dipergunakan sampai angka
7%, hal ini dapat disebabkan adanya kontaminasi minimal dari darah tepi. Sedangkan
monosit (14%) lebih rendah dibandingkan limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat
disebabkan karena monosit sering diklasifikasikan sebagai limposit.

15
Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%. Peningkatan
monosit biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma merupakan cirri
khas meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis bakteria kronis.
Sedangkan pada meningoensepalitis viruspada awalnya terjadi netrofilia kemudian berubah
ke respons limposit.

Spesimen yang Mengandung Darah


Adakalanya perlu untuk mengetahui jumlah leukosit atau kadar protein dalam LCS yang
mengandung darah oleh trauma pungsi. Satu cara kasar untuk meniadakan pengaruh dari
darah trauma ialah dengan menganggap bahwa darah itu berisi 1-2 lekosit per 1000 eritrosit;
demikian kalau dalam LCS hanya ada darah yang berasal dari trauma pungsi didapat 20.000
eritrosit/ul maka jumlah lekosit tidak lebih dari 30-40 per ul. Kecuali jika dalam darah pasien
itu ada leukositosis tegas, maka menemukan lebih dari 45 leukosit/ul menunjukkan ada
pleiositosis yang sudah ada sebelum pungsi. Selain itu perdarahan oleh trauma pungsi
menambah sekitar 1 mg protein/dl untuk setiap 1000 eritrosit/ul.

ANALISA LABORATORIUM JUMLAH LEKOSIT


1. Metode : bilik hitung Improved Neubauer
2. Prinsip : LCS diencerkan dalam perbandingan tertentu dan lekosit dihitung dalam volume
tertentu.
3. Alat yang dipakai :
a. Pipet lekosit
b. Bilik hitung Improved Neubauer
c. Tabung reaksi kecil
d. Mikroskop
4. Reagen yang dipakai : larutan Turk
5. Tata cara pemeriksaan
a. Kocoklah dengan perlahan-lahan LCS yang akan diperiksa.
b. Isaplah larutan Turk dengan pipet lekosit sampai tanda 1 (satu).
c. Kemudian LCS dihisap sampai tanda 11 (sebelas) dan seterusnya dikocok.
d. Letakkan kaca penutup di atas bilik hitung.
e. Larutan LCS yang ada dalam pipet lekosit dibuang antara 2-3 tetes, kemudian
diteteskan pada bilik hitng hingga bidang-bidang pada bilik hitung terisi. Diamkan
lebih kurang 5 menit dalam posisi datar.
f. Kemudian diperiksa dalam mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa obyektif 10
kali.
g. Hitung semua lekosit yang terdapat pada 9 (sembilan) bidang besar.

PEMERIKSAAN KIMIA
Analisa kimia LCS dapat banyak membantu dalam diagnosis atau menilai prognosis terhadap
penderita. Pemeriksaan rutin yang sering dilakukan adalah penetapan protein secara
kualitatif, kadar protein, dan kadar glukosa.

16
ANALISA LABORATORIUM PROTEIN KUALITATIF

Dalam keadaan normal, cairan otak hanya mengandung sedikit sekali protein, karena sawar
darah-otak tidak dapat ditembus oleh protein-protein plasma yang besar molekulnya.
Konsentrasi normal kurang dari 1% dari kadar protein dalam serum yang nilainya 5-8 g/dl.
Perbandingan antara albumin dan globulin lebih besar dalam LCS daripada dalam plasma
karena molekul albumin lebih kecil sehingga lebih mudah melalui sawar endotel.
Ada bermacam-macam sebab konsentrasi protein meningkat. Satu di antaranya adalah
permeabilitas sawar darah-otak yang menigkat oleh radang. Pada meningitis yang berat,
semua jenis protein dapat menembus ke dalam LCS, termasuk juga fibrinogen yang
molekulnya besar sekali. Pada meningitis purulenta, protein dalam LCS lebih meningkat lagi
oleh karena bakteri dan sel-sel, baik yang utuh maupun yang rusak menambah protein ke
dalam LCS.

TEST PANDY
1. Prinsip : reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam
bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang
ringan seperti kabut.
2. Alat dan reagen yang dipakai
a. Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
b. Kertas putih
c. Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)
3. Tata cara pemeriksaan
a. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
b. Tambahkan 1 tetes LCS
c. Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.
4. Tata cara pembacaan hasil
a. Negatif : tidak ada kekeruhan
b. Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
+1 : opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)
+2 : keruh
+3 : sangat keruh
+4 : Kekeruhan seperti susu
TEST NONNE APELT
1. Prinsip : reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk
kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin yang terbentuk berhubungan dengan
kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal. Pada
keadaan normal, tidak terjadi kekeruhan.
2. Alat dan reagen yang dipakai
a. Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
b. Reagen Nonne (larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)
3. Tata cara pemeriksaan
a. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne

17
b. Tambahkan 1 ml LCS dengan cara pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan, di mana
lapisan atas adalah LCS. Diamkan selama 3 menit.
c. Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.
4. Tata cara pembacaan hasil
a. Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan
b. +1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
c. +2 : setelah dikocok terjadi opalesensi
d. +3 : mengawan setelah dikocok

GLUKOSA
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS paling mengesankan pada meningitis purulenta di
mana kominasi metabolisme leukosit dan bakteri dapat menurunkan kadar glukosa menjadi
nol. Metabolisme glukosa adalah satu proses aktif yang tetap masih dapat berlanjut setelah
sampel diaspirasi; karena it penetapan glukosa harus segera dilakukan apabila ada
persangkaan bahwa LCS berisi granulosit dan bakteri. Karena semua macam mikroorganisme
menggunakan glukosa, maka penurunan kadar glukosa dapat disebabkan oleh fungi,
protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen. Meningitis oleh virus hanya sedikit
merendahkan kadar glukosa dalam LCS.

ASAM LAKTAT
Konsenttrasi asam laktat mencerminkan aktifitas glikolisis setempat dan karena itu penetapan
kadarnya dapat menambah informasi apabila hasil pemeriksaan lainnya meragukan. Kadar
asam laktat lebih dari 35 mg/dl jarang terjadi kecuali pada meningitis oleh bakteri atau fungi.

3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Lumbal Pungsi

18
Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal
Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik
yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh
orang yang benar-benar ahli.

Indikasi Lumbal Punksi:


1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan
bakteriologi
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal
anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat
kontras pada myelografi

Kontra Indikasi Lumbal Punski:


1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan
papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

Persiapan Lumbal Punksi:


1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasen/keluarga terutama
pada LP dengan resiko tinggi

Teknik Lumbal Punksi:

19
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher,
punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi
crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada
bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan
ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan
meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring
menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan.
Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur
baktri dan sebagainya.

Komplikasi Lumbal Punksi


1. Sakit kepala
Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena pengurangan cairan
serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Untrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal

Manfaat Lumbal Pungsi

Lumbal pungsi sangat penting untuk alat diagnosa.Prosedur ini memungkinkan melihat
bagian dalam seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otak
juga.
Prosedur ini relatif mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang
berpengalaman, Lumbal Pungsi akan menunrunkan angka komplikasi. Ia akan melakukannya
dengan cepat dan du\ilaksanakan di tempat tidur pasien.

4. Memahami dan Menjelaskan Meningitis Bakterial

20
DEFINISI

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer,2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

ETIOLOGI

Bakteri
a. Streptococcus pneumoniae (50%)

Sering terjadi pada orang dewasa berusia di atas 20 tahun dan timbul karena sebelumnya
pasien menderita penyakit sinusitis, otitis media (permasalahan THT). Berhubungan dengan
alkoholisme, penyakit diabetes, hypogammaglobulinemia, dan juga trauma kepala.

b. Neisseria meningitidis (25%)

Kejadian pada anak-anak dan pada dewasa muda berusia 2-20thn sekitar 60%, paling sering
merupakan penyebaran dari infeksi nasofaring dan juga berhubungan dengan pasien yang
menderita diabetes, sirosis, dan Infeksi Saluran Kemih.

c. Streptococcus group B (15%)

Sering pada neonatus dan frekuensi kejadian meningkat pada individu berusia lebih dari 50
tahun serta pasien yang memiliki penyakit infeksi streptokokal.

d. Listeria monocytogenes (10%)

Sering pada neonatus berusia kurang dari 1 bulan dan kejadiannya sering terjadi akibat pasien
meminum susu yang terkontaminasi Listeria.

21
e. Haemophilus influenza type B (<10%)Terjadi pada anak-anak yang tidak menjalani
vaksinasi HiB.

f. Staphylococcus aureus

Sering merupakan akibat dari prosedur bedah saraf (neuro-surgery procedure).

Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus
dan Listeria
monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada
usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus,
Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan
virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering
ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex ,
Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection
yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini
disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan
serebrospinal dan memperbanyak diri didalamya sehingga menimbulkan peradangan
diselaput otak maupun di otak.

KLASIFIKASI MENINGITIS

a. Berdasarkan onset
1. Acute : <24jam
2. Subacute : 1-7hari, pasien mempunyai sakit kepala, kaku kuduk, demam yang tidak
terlalu tinggi dan lethargy untuk beberapa hari ke minggu.
3. Chronic : >7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk >4minggu
dan berkaitan dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5L).
Penyebab :
infeksi meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder, meningitis
kimiawi and infeksi parameningeal.

b. Berdasarkan Penyebab dan hasil Pemeriksaan LCS


1. Meningitis purulenta (Bakterialis)
2. Meningitis Serosa :

22
Meningitis Tuberkulosa
Pada meningitis serosa TBC, cairan serebrospinal berwarna
jernih/opalesen/kekuningan (xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi,
terutama terdiri dari limfosit. Kadar protein meninggi, sedangkan kadar glukosa dan
klorida menurun.
Meningitis Viral / Aseptik
Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
Mengitis Jamur

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Masuknya agen penyebab (Bakteri, Viral, dan Jamur) ke dalam tubuh dapat melalui:
a. Hematogen (infeksi faring, tonsil, endocarditis, dan pneumonia)
b. Infeksi paranasal sinus, mastoid
c. Trauma kepala terbuka
d. Transplasental

Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
yang dapat mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan timbulnya
infeksi oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA protease yang
dapat merusak barier mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada selepitel
nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi karena
bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan anti komplemen, maka
bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak lalu,
mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses
masuk ke ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi dicairan serebrospinal
karena cairan tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit).
Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan
komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam
teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial
melepaskan proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1.
Selanjutnya terjadi serangkaian proses inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar
darah otak. Lekosit dan komplemen mudah masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai
masuknya albumin mengakibatkan edema vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator
lain akan menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis sehingga dapat pula terjadi iskemik
otak dan terjadi edema sitotoksik pada jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan
menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat
meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di otak.

23
MANIFESTASI KLINIS

Trias klasik meningitis : demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk


Iritasi dan kerusakan saraf kranial (selubung saraf yang terinflamasi) :
a. N II : papil edema, kebutaan
b. N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
c. N V : fotofobia
d. N VII : paresis facial
e. N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.

24
DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Apakah pasien pernah mengalami nyeri kepala ?


Adakah gejala penyerta : fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk, atau
bingung ?
Adakah tanda-tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal atau gejala sensoris B
Gejala sistemik lainnya : mual, muntah, demam, atau menggigil.
Adakah Riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat, infeksi telinga
atau sinusitis ?
Adakah riwayat vaksinasi ?
Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau dilingkugan sekitar
Apakah berpergian ke luar negeri ?

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

Pemeriksaan Kaku Kuduk


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

25
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontra lateral.

b. Glasgow Coma Scale (GCS)

26
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan
Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan
derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 = tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 = membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 = membuka mata dengan rangsang suara
E4 = membuka mata spontan
Motorik:
M1 : tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 : reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 : reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 : reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 : tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 : respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 : respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 : bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (conf used)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Diagnosis Banding

a. Abscess Serebral

Merupakan radang suppurativa lokal pada jaringan otak dan penyebab yang terbanyak dari
abscess di lobus temporal. Mikroorganisma penyebab bisa bakteri aerob dan anaerob.
Streptococci, staphylococci, proteus, E.coli, pseudomonas merupakan organisma yang
terbanyak. Abscess Serebral dapat terjadi oleh karena penyebaran bakteria piogenik secara
langsung akibat infeksi dari otitis media, mastoiditis ataupun sinus paranasal. Gejala klinis
dari abscess serebral: Nyeri kepala yang progressif, demam, muntah, papiledema, bradikardi,
serta hemiparesis dan homonymous hemianopia. Pada pemeriksaan laboratorium dan cairan
serebrospinal biasanya tidak memberikan hasil yang spesifik. Pada pemeriksaan CT scan
tanpa kontrast (Non-contrast Computerized Tomography/ NCCT), stadium serebritis pada
permulaannya nampak sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang
menyebar luas yang menggambarkan kongesti vaskuler dan edema pada pada pemberian
kontrast (Contrast Enhancement Computerized Tomography/CECT) enhancement bisa
dijumpai atau hanya sedikit. Dan pada perkembangan proses inflamasi selanjutnya terjadi
perlunakan otak (softening) dan petechial hemorrhage, yang menggambarkan kerusakan
sawar darah otak progressif. Pada stadium ini, CECT menunjukkan area bercorak yang tidak
teratur yang enhance, terutama di gray matter.
Dalam mengevaluasi serebritis tahap dini, pemeriksaan MRI lebih akurat dari pada Head
CT-scan. Oleh karena sensitivitasnya terhadap perubahan kandungan air, MRI dapat
mendeteksi perubahan infeksi pada fase permulaan dengan cepat. T1-W1 menunjukkan
hipointensitas yang ringan dan efek massa.

27
Sering terlihat sulkus yang menghilang. Pada T2-W1 nampak hiperintensitas dari area
inflamasi sentral dan edema sekelilingnya.

b. Empiema subdural

Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat
sangat mirip dengan absess serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian tekanan
intrakranial seperti sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Gambaran MRI dan CT scan
akan membedakan kedua kondisi ini.

c. Lateral Sinus Thrombosis

Merupakan suatu thrombophlebitis dari lateral sinus dan merupakan komplikasi intrakranial
dari otitis media yang sangat berbahaya. Gejala klinis : demam yang intermitten meningkat
secara irreguler, kedinginan, nyeri kepala, anemia serta adanya tanda Greisingers [adanya
edema pada daerah post auricular yang melalui vena emissary mastoid]. Pada funduscopi
terlihat adanya papil edema.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
1. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

28
2. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. Pada Meningitis Purulenta didapatkan
peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi
geligi).

KOMPLIKASI

Komplikasi neurologis yang dapat terjadi antara lain:


a. Ventrikulitis
b. efusi subdural
c. meningitis berulang
d. abses otak
e. paresis
f. hidrosefalus
g. epilepsi
Tanda komplikasi non neurologis :
a. artritis
b. endokarditis bakterial akut
c. SIADH
d. gangguan koagulasi DIC
e. syok

TATALAKSANA

Management Meningitis Bakterialis


Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera diberikan
walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik yang
diberikan harus dapat menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis yang
adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi). Pada kasus-kasus
dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi, pengetahuan tentang pola resistensi
obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara empiris misalnya pada anak-anak
(sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta

29
Kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orangtua
(Ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga). Pemberian sefalosporin generasi ketiga
(seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol masih sangat efektif, obat ini diberikan selama
minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu penuh

PROGNOSIS

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan


penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit
sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai
prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh
persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan
berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.

PENCEGAHAN

1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae
type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide
vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan
Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan

30
MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga
97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-
6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis
dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi
ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik)
kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang
dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Meningitis TBC dapat dicegah
dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan
pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over
crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan
yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan
cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah dari toilet.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi
dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen)
paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita,
rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.

Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
penyebab meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

b. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)


Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan
etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti
inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan

31
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli
atau ketidak mampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

5. Memahami dan Menjelaskan Kejang Demam

Definisi

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun
dan berhubungan dengan demam (suhu rectal diatas 38 0C) serta tidak didapatkan adanya
infeksi atau kelainan lain yang jelas di intrakranial. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Epidemiologi

Kejang demam merupakan tipe kejang terbanyak pada kelompok usia pediatric. Angka
kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa
Barat. Di Negara Asia dilaporkan angka kejadiannya lebih tinggi meningkat menjadi 10% -
15%. Kebanyakan kasus pada usia 6 bulan hingga 3 tahun,dengan Peak Incidence 18 bulan.

Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Bisa juga
disebabkan oleh:
1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
2. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam adalah cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam ataudimana
demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering
disebabkan oleh virus daripada bakterial.

Klasifikasi

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Livingstone), yaitu:


1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

32
- umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
- kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
- kejang bersifat umum
- kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
- pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
- frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
- biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit
- fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam).
- anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam
atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

Patofisiologi

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa. Sifat proses ini adalah
oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan

33
sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial
membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atpase yang terdapat pada
permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion diruang
ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan
kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 oCdan anak dengan
ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih, kejang yang berlangsung lama
(>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan
makin meningkatny asuhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak
yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

34
Faktor Resiko

35
Manifestasi Klinis

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-
klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau
parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds
hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43).

Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yangtinggi dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39oC atau lebih ditanda dengan adanya
kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam
yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik
selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan
serta gerakan sentakan terulang.

Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit,
tergantung pada jenis kejang demam tersebut.Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4
kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari.Pada kejang demam kompleks, frekuensi
dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.

36
Diagnosis

Anamnesis :
1. Demam (suhu > 38oC)
2. Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis
media akut, pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan
etiologi yang menimbulkan kejang demam.
3. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang,
antara kejang sadar atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat
dan pemeriksaan yang didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada
keluarga, riwayat trauma)
4. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan
kelahiran, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi
5. Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain diotak yang
juga memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab
kejang demam
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,atau epilepsy yang
kebetulan terjadi bersama demam.
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas, suhu
2. Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut, mata, telinga,
hidung, mulut, tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung,abdomen, alat kelamin,
anus, ekstremitas : refilling kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan
meningeal)
3. Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala)
Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah rutin ,glukosa darah, elektrolit
2. Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik)
3. Kultur darah
Pemeriksaan penunjang :
1. Lumbal pungsi
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis dan ensefalitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis 0,6-6,7 %. Pada bayi manifestasi meningitis
bakterialis tidak jelas karena itu Lumbal Pungsidianjurkan pada :
- Bayi < 12 bulan : sangat dianjurkan
- Bayi 12-18 bulan : dianjurkan
- Bayi > 18 bulan : tidak rutin
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas
likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi
pada otak. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan
lumbal pungsi.

2. EEG

37
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan
liquor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilatera lmenunjukan kejang
demam kompleks. Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak
direkomendasikan. PemeriksaanEEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal
3. PencitraanFoto X-ray, CT-Scan, MRI
dilakukan atas indikasi :
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema

Diagnosis Banding

- Meningitis
- Ensefalitis
- Abses otak

Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
-Mengatasi kejang secepat mungkin
-Pengobatan penunjang
-Memberikan pengobatan rumat
-Mencari dan mengobati penyebab
-Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
-Pengobatan akut

A.Mengatasi kejang secepat mungkin


Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan
secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka.Kepala sebaiknya miring untuk
mencegah aspirasi isi lambung.Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar
oksigenasi terjamin.Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain,
sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas.Bila
suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi
obat penurun panas/antipiretik.

B.Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah,
pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat.Bila suhu penderita tinggi dilakukan
dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama
adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini
dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung

38
dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih
dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg
dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah
15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason
diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

C.Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi
atas dua bagian, yaitu:

1.Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak
yang bila menderita demam lagi.Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan
obat antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa
panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita
kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2.Profilaksis jangka panjang


Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil
dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

a.Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari.Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.

b.Sodium valproat / asam valproat


Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.Namun, obat ini harganya jauh
lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan
hepar, pancreatitis.

c.Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital.Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun

39
seperti mengobati epilepsi.Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

D.Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut.Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal.Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di
dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium,
magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

E.Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas


Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut.Misalnya
pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.Untuk mencegah agar kejang tidak berulang
kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga
anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir
dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman
yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.Bila kejang berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1.Profilaksis intermitten
2.Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3.Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang

F.Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1.Segera menghilangkan kejang
2.Turunkan panas
3.Pengobatan terhadap panas
4.Suportif

Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1.Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
2.Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir dan
lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
3.Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
4.Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol)
atau dapat diberikan kompres es
5.Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai

40
6.Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk
mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason
0,5-0,6 mg/kgBB.

Komplikasi

Hingga saat ini tidak pernah dilaporkan terjadi kecacatan atau kematian sebagai komplikasi
dari kejang demam. Terdapat beberapa faktor resiko yang meningkatkan resiko kejang
demam berkembang menjadi epilepsi. Faktor resiko tersebut adalah :
- Kelainan neurologis yang nyata sebelum kejang demam pertama
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan
tidak menimbulkan kematian. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan
sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya gejala sisa dikemudian
hari. Dan apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
41
a) Kejang demam berulang (rekurensi). Faktor resiko kejang demam berulang:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam pada keluarga
- Riwayat adanya demam yang sering
- kejang pertama adalah CPS
- kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif normal
b) Epilepsi
c) Kelainan motorik
d) Gangguan mental dan belajar.

6. Memahami dan Menjelaskan Syariat Islam tentang haji

A. Syarat Wajib Haji

Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari
syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Adapun syarat wajib haji
adalah sebagai berikut :

1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu

B. Rukun Haji

Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika
tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut :

1. Ihram
Ihram, yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai pakaian
ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.

2. Wukuf
Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.

3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah
Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.

4. Sa'i
Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali,

42
dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.

5. Tahallul
Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.

6. Tertib
Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.

C. Wajib Haji

Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai
pelengkap Rukun Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap
sah, namun harus membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :

1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.

2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina).

3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh
butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil
berucap, Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap
kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.

4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).

5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).

6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.

7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.

DAM
Dam terbagi pada beberapa henis, jenis-jenis dam tersebut sebagai berikut:

1. Dam haji tamattu dan haji qiran


Dam yang wajib dibayar oleh orang yang mengerjakan umrah sebelum haji (dalam bulan-
bulan haji) atau yang membaca talbiyah untuk haji dan umrah sekaligus. Hal ini
didasarkan pada firman Allah, yang artinya, Maka barangsiapa yang ingin mengerjakan
umrah sebelum haji (di dalam bulan-bulan haji), (wajiblah ia menyembelih binatang
hadyu) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak
mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) bila kamu
telah pulang kembali." (QS. Al-Baqarah:106).

43
2. Dam fidyah
Dan ini diwajibkan kepada jamaah yang mencukur rambutnya karena sakit atau karena
tertimpa sesuatu yang menyakitkan. Ini mengacu kepada firman Allah: Jika ada di antara
kamu yang sakit atau gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya
berfidyah, yaitu berpuasa atau bershadaqah atau menyembelih binatang ternak sebagai
dam. (QS. Al-Baqarah:196).
3. Dam Jaza
Dam yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihram bila membunuh binatang
buruan darat. Adapun binatang buruan itu, maka tidak ada dendanya. (tentang dam ini
telah dijelaskan pada beberapa halaman sebelumnya).
4. Dam Ihshar
Dam yang wajib dibayar oleh jamaah haji yang tertahan, sehingga tidak mampu
menyempurnakan manasik hajinya, karena sakit, karena terhalang oleh musuh atau karena
kendala yang lain. Dan ia tidak menentukan syarat ketika memulai ihramnya. Hal ini
berpijak pada firman Allah: Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit),
sembelihlah binatang hadyu yang mudah didapat. (QS. Al-Baqarah).
5. Dam Jima
Dam yang difardhukan atas jamaah haji yang sengaja menggauli isterinya di tengah
pelaksanaan ibadah haji (ini telah dijelaskan).

Sedangkan ketentuan mengenai Dam adalah sebagai berikut:

1. Hukum pelanggaran atas larangan berupa mencukur rambut, memotong kuku atau
memakai pakaian yang menutup tubuh bagi laki-laki atau menutup muka bagi wanita,
adalah wajib membayar fidyah, yaitu dengan memilih salah satu di antara puasa tiga hari,
bersedekah, 0.5 sha = 4 mud= 2,5 kg beras atau makanan yang mengenyangkan atau
menyembelih seekor kambing.

2. Hukum melanggar atas larangan membunuh hewan (kecuali ular, kala, tikus dan anjing
buas) adalah wajib dam berupa menyembelih hewan persamaannya atau bersedekah
dengan makanan seharga hewan tersebut. Apabila tidak mampu, dam tersebut boleh
diganti dengan berpuasa. Bilangan puasanya disesuaikan menurut banyak makanan yang
mesti disedekahkan, yaitu satu hari puasa sama dengan satu mud makanan.
3. Suami isteri melanggar larangan bersetubuh, maka batallah hajinya. Hal itu menyebabkan
mereka masing-masing wajib membayar dam yang berbentuk kifarat. Kifaratnya masing-
masing adalah:
a. Menyembelih seekor unta atau sapi.
b. Menyelesaikan haji yang batal itu.
c. Harus mengulang haji pada tahun berikutnya,
d. Suami isteri tersebut dilarang bersetubuh sebelum mereka melunasi seluruh kewajiban
tersebut di atas.
4. Jika melakukan akad nikah, di waktu ihram maka pernikahan tidak sah tetapi yang
bersangkutan tidak membayar dam.

44
5. Dam bagi yang melakukan ibadah haji tamattu atau qiran adalah menyembelih seekor
kambing. Kalau tidak mampu, ia diperbolehkan menggantinya dengan puasa 3 hari di
waktu haji sebelum wukuf dan 7 hari dilakukan sesudah sampai negerinya.
6. Apabila seseorang yang sudah berihram haji/umrah, pelaksanaan ibadahnya terhalang
karena sakit atau hal-hal yang di luar kemampuannya maka batallah haji/ umrahnya. Ia
berkewajiban segera membayar dam di tempat terjadinya halangan itu berupa
menyembelih seekor kambing. Setelah itu baru bertahallul.

Adapun cara membayar dam adalah sebagai berikut:


1. Langsung menyembelih binatang. ternak yan diwajibkan dan membagikannya kepada fakir
miskin yang ada di sekitar tanah haram.
2. Mewakilkan kepada orang yang dipercayai untuk melaksanakan penyembelihan dan
pembagiannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC.


2. Johnston MV. 1994. Seizures in Childhood. Dalam: Behrman RE dkk. Nelson
Textbook of Pediatrics. 17th edition.

45
3. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human
Development Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow
Hospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm.
4. Price S. 2004. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
5. Pusponegoro HD, dkk. 2006. Konsensus Pentalaksanaan Kejang Demam. UKK
Neurologi IDAI.
6. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of
Medicine. Mayo Clinic College of Medicine.
www.emedicine.com/med/topic2613.htm
7. Sherwood L. 2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC
8. Soetomenggolo TS. 2000. Kejang Demam. Dalam : Ismail Sofyan. Buku Ajar
Neurologi Anak.
9. Uddin, Jurnalis. 2007. Anatomi Sistem Saraf Manusia. Jakarta : Langgeng Sejati
Offset

46

Вам также может понравиться