Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Jefryanto
102013472/D4
Alamat: Jl. Tanjung Duren Selatan 2 No.7 Jakarta Barat
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jefry_p5_xav1@yahoo.co.id
Abstrak
Makanan merupakan sumber energi yang diperlukan oleh semua orang. Makanan dapat menjadi
sumber energi dikarenakan terdapat gizi di dalamnya. Gizi yang ada dapat dijadikan sumber
energi. Pada seseorang keadaan status gizi dapat dilihat apakah kurang atau kelebihan gizi. Gizi
yang berlebih dapat menyebabkan keadaan dimana disebut obesitas dimana merupakan keadaan
lemak tubuh berlebihan. Obesitas yang dimana lemak tubuh terakumulasi atau terkumpul di
daerah abdomen disebut sebagai obesitas sentral. Keadaan dengan obesitas sentral merupakan
keadaan yang rentan terhadap berbagai macam penyakit. Penyakit yang ada terutama adalah
sindroma metabolik. Sindrom metabolik merupakan kumpulan kelainan seperti obesitas sentral,
hipertensi, dislipidemia, hiperglikemia atau diabetes tipe II, dan keadaan dimana terjadi
proinflamasi atau prothrombotic. Untuk menangani sindroma metabolik diperlukan
penatalaksanaan terutama untuk obesitas sentral yang berlanjut menangani sindroma metabolik.
Abstract
Food is a source of energy that is needed by everyone. Food can be a source of energy because
there are nutrients in it. Nutrition that there can be a source of energy. In the circumstances
someone nutritional status can be seen whether the lack or excess nutrients. Excess nutrients that
can lead to circumstances in which the socalled obesity is a condition in which excess body fat.
Obesity is where body fat accumulates, or accumulate in the abdomen known as central obesity.
A state with central obesity is a condition that is susceptible to various diseases. Existing
diseases primarily metabolic syndrome. The metabolic syndrome is a collection of disorders
such as central obesity, hypertension, dyslipidemia, hyperglycemia or diabetes type II, and the
state where there is a proinflammatory or prothrombotic. To handle the management of
metabolic syndrome is needed especially central obesity continues to deal with the metabolic
syndrome.
Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang
dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain
yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam
tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di
tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita.
Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita
cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga
memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di
sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel.1,2
Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan
darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi
(dislipidemia), yang disebut sebagai sindroma metabolik. Etiologi dari sindroma metabolik ini
sendiri bermacam-macam diantaranya adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik
dari orang tua. Sindroma metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab
atas peningkatan kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan
intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif.1,2
Anamnesis
Anamnesis sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien,
dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yakni
segala hal yang diceritakan kepada pasien. Dan pada kasus ini, tindakan anamnesis yang dapat
kita lakukan dalam kasus ini harus memperhatikan kondisi pasien secara keseluruhan terlebih
dahulu. Maksudnya, disini kita harus melihat kondisi pasien apakah sadar sepenuhnya, atau
kondisinya tidak sadarkan diri dan sebagainya. Kalau dalam kondisi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan anamnesis, maka langsung dilakukan tindakan, untuk kemudian proses
anamnesisnya dapat dilakukan setelahnya, atau kepada orang lain yang dekat dengan pasien. Dan
berdasarkan kasus, pasien adalah perempuan 45 tahun yang datang dengan maksud untuk
menurunkan berat badannya. Berdasarkan dari anamnesis yang perlu ditanyakan diantaranya:3,4
Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari pasien, apa
yang telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan usaha mereka.
Riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan kemungkinan
ditemukannya kelainan genetic yang langka. Untuk informasi kenaikan berat badan berguna
untuk menetukan resiko komplikasi kedepannya. 3,4
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam menetukan
derajat keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.3,4
1. Tanda-tanda vital
Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital, dalam hal ini
diantaranya tinggi badan, berat badan, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu.3
2. Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut, lingkar
pinggang dan lingkar panggul.3
Tabel 1: Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang (sumber: handbook of obesity ed 2 h.18)
Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh
pasien. Nilai IMT ini mempunyai curva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan
beberapa level dari resiko tersebut dapat diindentifikasi menggunakan IMT
tersebut.3,4
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 130 mg/dL,
trigliserid 180 mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
Pembahasan
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:2
Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang.
Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.2
Pada kasus di atas, pasien berusia 41 tahun memiliki tinggi badan 150 cm dan berat
badan 80 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 50 kg. Sehingga status gizi
pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal.
Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh
merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan
yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit merupakan
ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat digunakan
untuk menghitung persentase lemak tubuh.3,5
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor penyebab
(atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari keterkaitan
tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Dalam
menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran yang akurat dan
pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan nutrien (zat gizi)
dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan penyesuaian
terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.5
Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan
specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah kebutuhan
kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk
mengukur BMR, yaitu:2
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy Expenditure)
BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]
BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam
3. BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 30
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 25
Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari
oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:4
1. Ringan sekali = 30 %
2. Ringan = 50 %
3. Sedang = 75 %
4. Berat = 100 %
5. Berat sekali = 125 %
Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.2
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah.2
Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk
membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida.
Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat
tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan
bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.6,7
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6,7
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan adiposa.
Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membrane sel,
dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.6,7
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-
30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.6
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk
beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis asam
amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur
ulang dari komponen-komponen tersebut.6
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan
(conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak
dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy dan
bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-20%
total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.6,7
Penatalaksanaan Obesitas
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh,
dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik. Penanganan
pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan, penentuan
faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk menurunkan
berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi normal proses
metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh pengingkatan angka
kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan berat badan terbukti
berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki profil lipid, memperbaiki
toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5
Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,
dan intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan, modifikasi
kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat bermanfaat. Inti
pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan perilaku ini
setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan rangsangan, (3)
penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran hubungan
antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan untuk tidak
terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,6
Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika bersantap.
Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan lingkungan yang
memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata bersantap, tidak
digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau menonton televisi).
Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta mengubah pikiran dan sikap
negatif tentang pengaturan berat badan. Pembelajaran hubungan antar-pribadi diarahkan pada
pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas menimbulkan nafsu
makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang terakhir ialah upaya
berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan keberlangsungan proses pengurangan berat
badan.6
Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI
ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI masih dibawah 30 dan
orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program pengurangan
berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika BMI 30 dan
obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari minus 2 dari BMI
semula.5
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi atau
memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan pada
pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.
Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk
setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energy per hari tentunya diupayakan
jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi, beragam, serta
berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan penukar.
Olahraga
Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan
kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di samping
meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta menyegarkan
pikiran.7
Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45
menit sebanyak 3-5 hari seminggu. Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus dimulai
perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara bertahap. Pasien jangan dipaksa berolahraga,
melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus meragamkan, kegiatan fisik
(misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat tujuan, menggunakan tangga
ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu konvensional ketimbang vacuum cleaner).
Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari
berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan dapat ditingkatkan.2,5
Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,
tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik). Sementara
itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula diubah. Meskipun
tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak dapat dicegah. Jika
memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara membakar kalori makanan
yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien menginginkan kalori yang
terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka pasien harus berjalan kaki
selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit, atau berlari 21 menit.
Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas bir, dia harus memusnahkan
kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki selama 22 menit.5
Farmakoterapi
Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan
berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat mengakibatkan
efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba melonjak. Oleh karena itu,
National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan farmako terapi diarahkan pada
pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup. Upaya farmako terapi juga
ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika pasien memenuhi kriteria BMI 30
tanpa keadaan kormobid atau BMI 27 de ngan minimal satu keadaan komorbid dan/ atau faktor
risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5
Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration
(FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang berfungsi
sebagai pengurang serapan zat gizi.5,8
1. Obat nonadrenergik
Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin,
dietlipropion, fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena
cenderung dislahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan
benzofetamin). Obat-obat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk
penggunaan jangka pendek, beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa
penelitian memang membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu
atau lebih (maksimal 3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan
dosis 10 mg, atau sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.
Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/
konstipasi, euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif
penggunaan obat golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung
kongestif, dan stroke.
2. Obat serotonergik
Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi,
mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor
risiko lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat
sibutramine pada pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner,
gagal jantung kongestif, aritmia jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme,
hipertrofi prostat, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui,
mereka yang memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan obat,
gangguan jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus diterapkan
selama pemberian obat.
Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg
sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg
setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal ini
tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama penggunaan
tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan berat setelah 3
bulan kirang dari 5% berat badan awal. Pengobatan boleh diperpanjang hingga lebih dari
6 bulan jika susutan berat badan lebih dari 10%. Berat badan pengidap obesitas yang
diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori, terbukti berkurang
sebanyak 5-8%.
Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical)
yang merupakan penghambat lipase pankreas dan hati. Obat ini bekerja dengan jalan
berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis lemak
dari makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang mengonsumsi
orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%) lemak yang
tersantap sekitar 1 jam setelah makan.
Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI 30 atau
BMI 28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan
sebelum, sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan. Dosis boleh ditingkatkan
hingga 360 mg sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun. Jika makanan tidak
mengandung lemak, preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa
penggunaan preparat ini tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun,
bahkan dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom
malabsorpsi, serta pengidap kolestatis.
Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan
rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis
(jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang
akan mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin
ADEK perlu dilakukan.
5. Suplemen/ preparat herbal
Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai
dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan
banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen
atau preparat herbal, abik yang dijual bebas di took maupun yang disebar melalui bisnis
MLM (multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat badan
tanpa harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5
Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam
air. Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga menimbulkan
efek rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah pasien DM dan
keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai penekan
nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan berat badan. Sebagai penurun
berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo. Kemanfaatan
psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah secara bermakna
pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu menurunkan berat badan.5,8
Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan
berat badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik,
sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping
berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.8
Pembedahan
Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan
dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau
melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan
dan usia pasien dapat diperpanjang.7
Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien 40 atau BMI 35 dengan
faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien berusia antara
18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat badan, yang dinilai
pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan dengan obat (21%). Meski
demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya bukan pilihan utama, melainkan
sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal,
yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi pada lambung. Rancangan
malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan
mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada lambung merupakan upaya
manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric pouch), dengan
begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7
Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)
merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5
faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 5 Kriteria sindrom metabolik.7
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga yang
menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat meungkin dimiliki seorang pengidap
obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau keduanya.
Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih tinggi
ketimbang kembar dizigot.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,
seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan
kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi pembuluh
darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf secara
berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan insulin, di
samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam
sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel
yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa dalam
darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan ambilan kalsium
yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu keseimbangan kalsium-
magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah perangsangan sel secara berlebihan oleh
kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.
Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat aresistensi insulin. Preparat
yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan -
blocker. NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga mengganggu
permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami tubuh dan membuat
orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis. -blocker meningkatkan
defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan ekskresi magnesium.
Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu memicu ekskresi
banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsium-magnesium
merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.
Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu cepat,
respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau flight.
Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus bertahan tinggi
selama stres tersebut belum teratasi.
Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum pada kriteria
yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO. Meskipun nilai BMI subjek belum terekam
pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya dengan
risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik. Lokasi jaringan lemak
menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal berkorelasi
paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta produksi VLDL
oleh hati.5,8
Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu
contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan
berat badan. Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan
insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di
samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel
terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain
yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8
Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau
melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,
tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian
pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing,
(3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai
menggunakan suplemen.5
Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,
minuman ringan, stimulan, dan karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan berbasis
karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik rendah.diet yang
mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi diabetes tipe 2 dan
pengidap sindrom metabolik. Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan
asupan omega 3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar
kemampuan genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk
menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan insulin.5
Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar 400-
800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari, dan
seng cukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat (eicosapentanoic
acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam linoleat sebesar 2
g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam dosis terbagi,
koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali sehari. Vanadil
sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula darah.5
Tiga dari kriteria berikut Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa
terganggu, TGT (toleransi glukosa
ternganggu), atau resistensi insulin] + 2
kriteria berikut
Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan > BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-
102 cm (laki-laki) laki) dan > 0,85 (perempuan)
HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P) HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)