Вы находитесь на странице: 1из 14

Focus Group Discussion

Nasib Guru Honorer di Sekolah Negeri


PENGAJAR DI SEKOLAH NEGARA
YANG TIDAK DIBAYAR LAYAK
(Sebuah Program Own Motion Investigation Kajian Cepat-Rapid Accesement
Ombudsman RI Perwakilan Sumut)

BAB I
PENDAHULUAN

SALAH satu tujuan Indonesia merdeka menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 Alinea ke-4 adalah untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan kompetensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu, dibutuhkan tenaga pendidik yang disebut guru.
Pengertian guru menurut Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah berupaya mewujudkan tujuan pendidikan dengan


merekrut guru melalui jalur Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tujuan penempatan guru PNS
mendidik di sekolah negara adalah, agar mereka mengabdi sepenuh hati bagi generasi bangsa.

Sesuai ketentuan, guru PNS memiliki masa kerja yang suatu saat pensiun. Itu artinya, secara
otomatis terjadi pengurangan guru PNS di sekolah negeri setiap tahun. Meski begitu,
pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeril Sipil
(CPNS). Itu artinya, kekurangan guru terus terjadi. Belum lagi memenuhi kebutuhan guru di
sekolah yang menambah rombongan belajar (rombel) maupun pendirian sekolah baru baik
SD, SMP maupun SMA/SMK negeri.

Kondisi ini memaksa pemerintah, terutama pihak sekolah merekrut guru honor. Guru honor
merupakan guru non-PNS yang mengabdi di sekolah negeri. Mereka berstatus Pegawai Tidak
Tetap (PTT). Pengangkatan mereka ada yang berdasarkan Surat Keputusan (SK) kepala
daerah, tapi ada juga berdasarkan SK kepala sekolah. Gaji mereka ada yang bersumber dari
pemerintah seperti melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), insentif dari pemerintah
daerah atau bantuan dari orangtua/wali.

Realita di lapangan, membuktikan bahwa keberadaan guru honorer di sekolah negeri


demikian penting. Bahkan, ada banyak sekolah yang jumlah guru honorernya jauh lebih
banyak dari guru PNS. Sehingga proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah
tersebut sangat tergantung dengan keberadaan guru honorer.

1
Meski begitu, sudah sejak lama guru honor mengeluhkan nasib mereka. Selain karena beban
kerja yang sangat penting dan strategis, tapi juga karena hak-hak mereka tidak sebanding
dengan tanggungjawab yang mereka emban. Dari hasil investigasi Ombudsman RI
Perwakilan Sumut, banyak sekolah yang proses belajar mengajarnya sangat tergantung
kepada para guru honorer. Ini terjadi akibat jumlah guru PNS tidak sebanding dengan jumlah
rombel yang harus diajar. Sehingga, proses KBM di sekolah sangat tergantung kepada para
tenaga guru honorer. Ini fakta yang tidak bisa disangkal.

Menarik dengan nasib para guru honor yang mengajar di sekolah negeri inilah, Ombudsman
Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara melakukan Own Motion Investigation dengan
melakukan sebuah kajian cepat (rapid accesement) dengan topik: Nasib Guru Honorer di
Sekolah Negeri: PENGAJAR DI SEKOLAH NEGARA YANG TIDAK DIBAYAR
LAYAK.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui nasib guru honorer secara lebih mendalam,
mendapatkan data sesungguhnya perbandingan guru PNS dengan guru honorer, mencari
solusi agar pemerintah memenuhi tanggungjawabnya memberikan hak-hak guru honor,
termasuk gaji yang selama ini tidak layak.

Dampak yang diharapkan dari kajian ini adalah, agar pemerintah segera memenuhi
tanggungjawabnya dalam mengelola pendidikan secara lebih baik. Pengelolaan sebuah
pendidikan bukan hanya sekadar membangun sekolah dengan gedung bertingkat, mewah dan
dengan sarana dan prasarana yang lengkap. Tapi membangun sekolah yang baik juga sangat
ditentukan oleh para guru yang bertugas mengajar dan mendidik anak-anak siswa/i.

Karena itu, melalui hasil kajian ini, diharapkan pemerintah segera memberi perhatian
terhadap nasib para guru honor, terutama guru honor yang selama ini tenaganya sangat
dibutuhkan dalam proses KBM di sekolah. Pemerintah harus memberikan hak-hak para guru
dengan baik, terutama dengan memberikan gaji mereka dengan layak. Bukan dengan
memberikan gaji seperti memberi uang jajan kepada anak-anak.

Setelah melakukan penelitian dan investigasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan, selanjutnya Ombudsman RI Perwakilan Sumut melakukan FOCUS
GROUP DISCUSSION (FGD). Tujuannya, untuk mengkaji lebih dalam Nasib Guru
Honorer di Sekolah Negeri: PENGAJAR DI SEKOLAH NEGARA YANG TIDAK
DIBAYAR LAYAK. Mendapatkan masukan dari pihak-pihak terkait yang dapat
menyempurnakan hasil kajian cepat ini.

BAB II
METODE PENELITIAN

Kajian cepat ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian pustaka dan wawancara
langsung. Penelitian pustaka dilakukan dengan mempelajari peraturan perUndang-Undangan
yang berkaitan dengan pendidikan dan hak-hak seorang pekerja untuk hidup layak. Beragam
regulasi tersebut amat banyak membantu penelitian ini. Di antara peraturan tersebut adalah :

1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang- Undanga Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru.

2
4. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2013 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengusahan.
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun
2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.

Sedang metode wawancara dalam menjawab persoalan ini, dilakukan secara langsung dan
digali dengan mendalam. Proses pengumpulan data melalui wawancara tersebut dilakukan
awal Mei 2017. Wawancara dilakukan kepada Kepala Dinas Pendidikan, kepala sekolah dan
guru honor. Dalam wawancara digali peran Dinas Pendidikan dalam memajukan pendidikan,
kebijakan sekolah dalam hal pengangkatan guru honor, dan kisah hidup guru honor dengan
gaji yang belum memenuhi standar hidup layak tersebut.

Objek penelitian tidak saja di Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara, tetapi
juga di beberapa kabupaten/kota. Seperti halnya di Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Utara,
Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Kabupaten Simalungun. Tim peneliti dari Ombudsman RI
Perwakilan Sumut bahkan menemui para kepala sekolah dan guru honor di sejumlah pelosok
desa.

Untuk mendapatkan data persebaran guru honor SD, SMP DAN SMA/SMK di Provinsi
Sumatera Utara, Ombudsman telah meminta data guru honor ke Dinas Pendidikan Provinsi
Sumatera Utara dan beberapa Kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota di Sumaatera Utara
melaui surat. adapun daftar nama kabupaten/kota tersebut antara lain :

1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara ;


2. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan ;
3. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang ;
4. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serdang Bedagai ;
5. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karo ;
6. Kepala Dinas Pendidikan Dairi ;
7. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat ;
8. Kepala Dinas Pendidikan Simalungun ;
9. Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Utara ;
10. Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Tengah ;
11. Kepala Dinas Pendidikan Nias Selatan ;

Dari 11 (sebelas) sampel daerah yang dikirim surat oleh Ombudsman RI Perwakilan
Wilayah Sumatera Utara, namun yang membalas surat dan mengirimkan daftar jumlah
guru honor di derah masing-masing antara lain, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera
Utara, Dinas Pendidikan Kota Medan, Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang dan
Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara.

3
Tabel Guru Honor Berdasarkan Daerah

No Nama Daerah Jumlah Guru Honor Sumber Gaji


1. Dinas Pendidikan Provinsi 8356 guru APBD Kabupaten/Kota
Sumatera Utara untuk Tingkat dan Komite Sekolah
SMA/SMK
2. Dinas Pendidikan Kota Medan 1.989 guru Dana BOS dan insentif
Untuk Tingkat SD dan SMP
3. Dinas Pendidikan Kabupaten Deli 2.371 guru BOS
Serdang Untuk Tingkat SD dan
SMP
4. Dinas Pendidikan Kabupaten 1586 guru BOS dan insentif
Tapanuli Utara Untuk Tingkat SD
dan SMP

BAB III
DARI SEKOLAH KEKURANGAN GURU
HINGGA GAJI GURU SERATUS RIBU

ADA hal-hal tidak terduga sebelumnya yang membuat kita harus menghapus dada, saat
menelusuri pengelolaan pendidikan di Indonesia, termasuk di Provinsi Sumutera Utara.
Terlebih lagi bila langsung menelusuri pelosok-pelosok desa di wilayah Sumut. Karena di
sana kita akan menemukan pengelolaan pendidikan yang menurut akal sehat, tidak mungkin
terjadi di sebuah negara seperti Indonesia yang selama ini begitu consern terhadap
pembangunan pendidikan.

DAFTAR PERBANDINGAN GURU PNS DAN GURU HONOR DI BEBERAPA SEKOLAH NEGERI

NO NAMA GURU ROMBONG SK PENGANGKATAN GAJI/BULAN INSENTIF/BU


SEKOLAH AN LAN
DAN BELAJAR
DAERAH
KAB/KOTA
PNS Honor Kepala Kepala BOS Komite
Dearah Sekolah
KOTA
MEDAN
1. 1SDN 11 4 10 - Kepala Rp.500.000 - Rp.
060882 sekolah Rp. 300.000,00
Medan 750.000/bulan
2. SDN 23 5 18 - Kepala Rp. 850.000 - Rp.
060884 sekolah 300.000,00
Medan
3. SMP Negeri 83 6 32 Rp. 250.000- Rp.
3 Medan Rp. 500.000,00 300.000,00
4. SMP Negeri 67 11 33 - Kepala Rp. - Rp.
6 Medan sekolah 250.000,00- 300.000,00
Rp. 600.000,00
5. SMP Negeri 46 11 30 - Kepala Rp. 300.000- - Rp.
8 Medan sekolah Rp. 900.000,00 300.000,00
4
6. SMA Negeri 77 14 - Kepala - Rp. -
4 Medan sekolah 500.000,0
0-Rp.
700.000,0
0
7. SMA Negeri 83 11 38 - Kepala - Rp. -
5 Medan sekolah 300.000,0
0-Rp.
900.000,0
0
8. kSMK Negeri 44 58 - Kepala - Rp. -
j 2 Medan sekolah 200.000,0
o 0-Rp.
500.000,0
0
9. SMK Negeri 76 39 56 - Kepala - Rp. -
7 Medan sekolah 200.000-
Rp.
500.000,0
0
TAPUTANU
LI UTARA
10. SDN 2 6 6 - Kepala Rp. - Rp.
177038 Sekolah 150.000,00- 300.000,00
Robean 300.000,00
11. SDN 3 1 6 - Kepala Rp. - Rp.
173268 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Simasom 300.000,00
12. SSDN 2 4 6 - Kepala Rp. - Rp.
D174577 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Sibagandin 300.000,00
g
13. SDN 3 4 6 - Kepala Rp. - Rp.
173269 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Pahae Julu 300.000,00
14. SDN 2 4 6 - Kepala Rp. - Rp.
173267 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Sitoluama 300.000,00
15. SDN 4 4 6 - Kepala Rp. - Rp.
177035 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Lontung 300.000,00
Dolok
16. SSDN 4 1 6 - Kepala Rp. - Rp.
177923 sekolah 150.000,00- 300.000,00
Parikmatia 300.000,00
17. SMPN 1 10 9 11 - Kepala Rp. - Rp.
Pahae Julu sekolah 150.000,00- 300.000,00
Rp. 300.000,00
18. SMP N 2 7 5 8 - Kepala Rp. 150.000- - Rp.
Pahae Julu sekolah Rp. 300.000,00 300.000,00
19. SMPN 3 5 5 3 - Kepala Rp. 150.000,00 - Rp.

5
Pahae Julu sekolah 300.000,00
20. SSMK Negeri 13 10 9 - Kepala - Rp. -
51 Pahae Sekolah 200.000,0
0-Rp.
700.000,0
0
KABUPATE
N DELI
SERDANG
21. SMK Negri 9 32 20 - Kepala - Rp. -
1 Pantai sekolah 200.000,0
Labu 0-Rp.
600.000,0
0
22. SMPN 3 47 3 30 - Kepala Rp. 250.000- - -
Lubuk sekolah Rp. 500.000,00
Pakam
23. SMK N 1 100 60 65 - Kepala - Rp. -
Lubuk sekolah 300.000-
Pakam Rp.
500.000,0
0
24. TAPANULI
TENGAH
25. SDN 155688 4 7 8 - Kepala Rp. 150.000 - -
Muara sekolah
Sibuntuon
26. SMPN 4 2 17 5 - Kepala Rp. 150.000,00- - -
Sibabangun sekolah Rp. 300.000,00
SIMALUNGU
N
27. SDN 091455 7 4 6 - Kepala Rp. 200.000,00 - -
Marihat sekolah Rp.300.000
Huta

Lihatlah misalnya betapa sakitnya mata dan hati melihat SMP Negeri 4 Sibabangun,
Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Sekolah ini memiliki 5 kelas Rombel. Tapi guru
PNS-nya hanya 1 (satu) orang, yaitu kepala sekolah. Agar proses belajar mengajar tetap
berjalan normal, kepala sekolah akhirnya merekrut 17 orang guru honor. Mereka digaji dari
dana BOS yang dialokasikan 15% untuk guru honor sesuai peraturan. Nilainya? Duh, ironis
sekali! Hanya Rp 100.000-Rp 300.000/orang/bulan. Itu pun dibayar setiap 3 bulan.

Begitu juga di Sekolah Dasar Negeri (SDN) No: 177038 Robean, Kecamatan Purbatua,
Kabupaten Tapanuli Utara (Taput). Di sekolah ini hanya 2 orang guru PNS, yaitu 1 kepala
sekolah dan 1 guru kelas. Sementara jumlah rombel sebanyak 6 kelas. Untuk
mempertahankan proses belajar mengajar tetap jalan, kepala sekolah mengangkat 6 guru
honor dengan gaji Rp 136.000/orang/bulan dibayar sekali tiga bulan sesuai pencairan BOS.
Para guru tersebut diangkat berdasarkan SK kepala sekolah yang setiap tahun diperpanjang.

6
Di SMKN 1 Pantai Labu, Deliserdang tidak kalah memprihatinkan. Sekolah yang baru berdiri
5 tahun lalu ini memiliki 12 rombel. Tapi guru PNS-nya hanya 10 orang. Itu sudah termasuk
kepala sekolah. Kepala sekolah terpaksa merekrut 32 guru honor untuk mempertahankan
proses KBM dengan normal.

Di SDN 091598Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Simalungun yang


memiliki jumlah rombongan belajar 8 kelas dengan jumlah guru PNS 7 guru dan

Di SMP Negeri 6 Medan, kondisi guru honor disekolah ini tdak jauh berbeda dari guru
disekolah yang lain. Guru honor yang mengajar di sekolah ini ada 11 orang dengan jumlah
rombongan belajar 33 kelas dengan jumlah guru PNS 67 guru. Guru honor yang mengajar di
sekolah ini dibayar dengan menggunakan dana BOS setiap bulan. Jumlah gaji yang diterima
guru honor bervariasi sesuai jumlah jam mengajar. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
maka para guru honor harus mencari kerja sampingan yaitu menjadi guru di swasta atau
mengajar les. Dengan gaji yang tidak memenuhi standar hidup layak tersebut, para guru
honor harus menyewa rumah untuk tempat tinggal, bahkan gaji yang tidak memenuhi UMP
tersebut masih digunakan untuk membayar ongkos transportasi.

Kondisi itu belum cukup. Yang lebih mengenaskan adalah nasib para guru honor yang
mengajar di sekolah negara itu sendiri. Meski peran guru honorer sangat penting di sekolah
bahkan proses KBM bisa lumpuh tanpa guru honortapi ternyata pemerintah belum
memberi kehidupan yang layak kepada mereka.

Karena sampai saat ini banyak guru honor di Sumut menerima gaji hanya sebesar Rp 100.000
s/d Rp 300.000 per orang per bulan. Itu pun diperoleh tiga bulan sekali. Gaji tersebut
bersumber dari dana BOS yang disisihkan sebesar 15% dari seluruh dana BOS yang diterima
sekolah. Sementara jumlah dana BOS yang diterima, sangat tergantung jumlah siswa.
Beruntung bila sekolah memiliki banyak siswa dan jumlah guru honornya sedikit. Bila
begitu, bisa mendapatkan gaji agak lebih besar.

Untuk tingkat SMA, karena selama ini ada aturan yang melarang penggunaan dana BOS
untuk gaji guru honorer di tingkat SMA, akhirnya kepala sekolah melakukan pungutan dari
orang tua siswa. Padahal, ini termasuk dalam katagori pungutan liar (Pungli) bila merujuk
pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2012 Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar dan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2016
tentang Komite Sekolah.

Selain gaji yang tidak layak, para guru non-PNS yang mengajar di sekolah negara itu, juga
penuh kerisauan karena ketidakpastian status. Misalnya, SK Pengangkatan mereka bukan dari
kepala daerah (KDh), tetapi hanya dari kepala sekolah. Ini berdampak banyak terhadap hak-
hak para guru honorer.

Misalnya, mereka tidak mendapat gaji yang hidup layak (diatur dalam pasal 14 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan
hidup layak minimum dan jaminan kesejahteraan sosial), tidak mendapatkan Kartu BPJS
Kesehatan dan Ketenagakerjaan karena upah di bawah UMP, (diatur dalam pasal 15 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial disebtukan
bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai

7
peserta kepada BPJS sesuai dengan program jamiinan sosial yang diikuti), tidak
mendapatkan tunjangan profesi guru karena terganjal SK Kepala sekolah,(diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa tunjangan
profesi diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut memiliki sertifikat
pendidik, memenuhi beban kerja sebagai guru, mengajar sebagai guru mata pelajaran atau
guru kelas, terdaftar di Departemen sebagai guru tetap).

Penelusuran yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut terhadap nasib guru honorer
yang mengajar di sekolah negeri, ternyata tidak hanya menemukan ketidakadilan pemerintah
terhadap para pengajar non-PNS di sekolah negara itu. Tetapi juga menemukan betapa
buruknya pengelolaan pendidikan yang selama ini dilakukan pemerintah.

Sebagai misal, bahwa penyelenggaraan pengalolaan pendidikan dasar di Sumut ternyata


belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No: 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas
Permendiknas No: 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.

Dalam peraturan ini dijelaskan, SPM Pendidikan Dasar adalah apabila tingkat Sekolah Dasar
(SD) memiliki 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru
untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan
pendidikan. Kemudian, setiap Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki 1 (satu) orang
guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia (1) satu orang guru untuk
setiap rumpun mata pelajaran.

Selanjutnya, belum adanya pemerataan jumlah guru sesuai kebutuhan guru di sekolah baik di
tingkat pendidikan dasar maupun SLTA. Sehingga masih banyak sekolah yang jumlah guru
PNS-nya jauh lebih sedikit dibanding jumlah rombongan belajar (rombel).

Kemudian, masih banyaknya sekolah yang jumlah guru honornya lebih banyak dari guru
PNS-nya. Kondisi ini membuktikan bahwa keberadaan guru honorer di sekolah demikian
sangat vital. Bahkan bila dilihat dari perbandingannya, ada banyak sekolah yang tidak bisa
melakukan KBM tanpa guru honor.

Selain kecilnya gaji, tenaga guru honor juga belum mendapatkan hak-hak lain seperti jaminan
kesehatan dan ketenagakerjaan. Pengangkatan guru honor masih berdasarkan Surat
Keputusan (SK) Kepala Sekolah, sehingga membatasi guru honorer untuk mendapatkan hak-
hak lainnya.

Untuk menutupi gaji para honorer, ada sekolah yang akhirnya melakukan pungutan uang
kepada orang tua siswa, yang menurut Permendikbud termasuk dalam katagori pungutan liar
(pungli). Dan, terakhir, kebijakan moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) menjadi salah satu penyebab utama kekacauan pengelolaan pendidikan.

BAB IV
SEGUDANG PERTANYAAN UNTUK PEMERINTAH

SEGUDANG pertanyaan muncul di benak kita untuk ditujukan kepada pemerintah, ketika
melihat langsung pengelolaan pendidikan di Indonesia, khususnya di Sumut. Misalnya:

8
kemana pemerintah selama ini? Apa yang dikerjakan para pengelola pendidikan kita di pusat
pemerintahan sana?

Selanjutnya, kenapa pemerintah membiarkan banyak sekolah yang kekurangan guru? Kenapa
pemerintah tega membiarkan guru honor yang perannya sangat penting dalam sebuah proses
KBM, mengajar dengan gaji hanya Rp 100.000 s/d Rp 300.000 per orang per bulan? Kenapa
mereka tidak memberikan hak-hak para guru honor? Dan, masih banyak lagi pertanyaan yang
bisa dilontarkan.

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul setelah melihat dan merasakan jeritan para guru honor itu
sendiri serta keluhan para kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang dipimpimnya.
Mereka seperti sudah pasrah melihat kondisi pengelolaan sekolah seperti ini. Sementara
pemerintah seperti tidak ambil pusing dengan semua keadaan ini.

Beragam pertanyaan ini memang layak untuk diajukan ke pemerintah. Sebab, bagaimana
mungkin bisa terjadi bertahun-tahun sekolah tanpa memiliki guru PNS sesuai kebutuhan?
Bagaimana mungkin bisa terjadi bertahun-tahunbahkan ada sampai belasan tahunguru
honor mengajar di sekolah negara tanpa diangkat PNS? Bagaimana pula mungkin terjadi guru
honorer mengajar di sekolah negara mendapatkan gaji tidak layak? Mereka hanya diberi gaji
seperti sebesar uang jajan anak-anak.

Dan, bagaimana pula mungkin negara mempekerjakan guru honor tanpa memberi hak-hak
lainnya? Seperti jaminan untuk bekerja dengan aman, jaminan kesehatan dan jaminan
ketenagakerjaan? Kemana pemerintah? Kenapa pemerintah tidak hadir di dunia pendidikan?

Tapi, itulah fakta pengelolaan pendidikan kita saat ini. Mestinya, pemerintah bisa melihat
bagaimana memprihatinkannya pengelolaan pendidikan kita saat ini, sehingga kemudian
dapat mengambil langkah-langkah untuk melakukan perbaikan.

Sebagai misal, dengan melihat betapa sangat pentingnya peran guru honorer dalam sebuah
proses KBM di sekolah. Dari perbandingan jumlah guru PNS dan guru honorer yang tidak
seimbang di sekolah itu saja, membuktikan betapa keberadaan guru honor demikian vital
dalam sebuah proses belajar mengajar di sekolah negeri. Karena itu, tidak ada kata lain,
kecuali pemerintah harus segera mencari solusi untuk menyelamatkan nasib para guru
honorer tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah guru honor yang
mengajar di sekolah negara tersebut. Ini bisa dimulai dengan melakukan pendataan guru, baik
guru PNS maupun guru honor. Dari pendataan ini, akan diketahui kebutuhan guru PNS di
setiap sekolah, mulai SD, SMP/MTs dan SMA/SMK. Begitu juga kebutuhan guru honor akan
dapat diketahui.

Setelah mengetahui jumlah kebutuhan guru PNS dan guru honorer, selanjutnya dapat
dilakukan redistribusi atau pemerataan guru PNS. Bila proses pemerataan guru berhasil
dilakukan, tentu sudah dapat diketahui berapa kebutuhan guru honor di setiap sekolah untuk
selanjutnya diangkat dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) kepala daerah.
Pengangkatan guru honorer dengan SK kepala daerah menjadi penting untuk memberi
peluang bagi guru honorer untuk mendapatkan hak-hak lainnya dalam dunia pendidikan.

9
Namun yang lebih penting adalah, selain memikirkan pengangkatan para guru honorer
menjadi PNS, pemerintah juga harus memberi gaji guru honorer sesuai upah layak
sebagaimana diatur dalam ketentuan dan peraturan. Karena faktanya, gaji guru honorer di
Sumut saat ini jauh di bawah apa yang disebut layak sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maupun Upah Minimum
Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK). Padahal pada pasal 88 UU No
13 tahun 2003 sudah menegaskan, setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Sesuai Keputusan Gubernur yang ditetapkan 28 Oktober 2016, UMP di Provinsi Sumut saat
ini sudah mencapai Rp 1.961.354. UMP Provinsi Sumut ini menjadi acuan dalam penetapan
UMK di kabupaten/kota. UMK di Kota Medan sendiri tahun 2017sesuai SK Gubsu Nomor
188.44/698/Kpts/Tahun 2016sudah mencapai Rp 2.528.000. Tapi kenyataannya adalah,
bahwa gaji guru honorer di Sumut saat ini hanya antara sekitar Rp 100.000 s/d Rp 300.000
per orang per bulan yang diberikan sekali dalam tiga bulan.

Kebijakan lain yang bisa dilakukan dalam menyelamatkan guru honor adalah, dengan
mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No: 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer Menjadi CPNS. Ini merupakan peraturan yang melarang pengangkatan guru
honorer. Dalam pasal 8 ditegaskan larangan mengangkat pegawai honorer, termasuk guru
honor.

Peraturan ini menjadi salah satu penyebab kekhawatiran kepala daerah untuk menerbitkan SK
Pengangkatan Guru Honor. Ini diakui Gubernur Sumut HT Erry Nuradi ketika bertemu
dengan Tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut tahun 2016 di Kantor Gubernur Sumut.
Larangan pengangkatan guru honor ini kemudian menurut Gubernur Sumut, tidak memiliki
payung hukum untuk menganggarkan gaji guru honor di APBD.

Banyak dampak lain yang ditimbulkan larangan pengangkatan guru honor itu. Misalnya, guru
honor tidak bisa mendapat Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan
Ketenagakerjaan, para guru honor tidak memperoleh hak untuk dapat tunjangan sertifikasi,
tidak mendapat status yang jelas meskipun mereka nyata dibutuhkan oleh negara, dsb.

Dampak luar biasa kemudian adalah, terjadi pelanggaran demi pelanggaran aturan. Lihatlah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No: 23 tahun 2013 tentang
Perubahan atas Permendiknas No: 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.

Dalam peraturan ini dijelaskan, pendidikan yang sesuai SPM adalah apabila tingkat Sekolah
Dasar (SD) memiliki 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang
guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap
satuan pendidikan. Kemudian, setiap Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki 1 (satu)
orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia (1) satu orang guru
untuk setiap rumpun mata pelajaran.

Untuk mencapai SPM penyelenggaraan pendidikan itulah, kepala sekolah akhirnya terpaksa
mengangkat guru honor meski sebetulnya melanggar PP No: 48 tahun 2005. Tujuannya, agar
KBM tetap berjalan. Karena bila sekolah bertahan dengan mengandalkan guru PNS yang ada,
maka akan banyak sekolah yang tidak bisa melakukan KBM dengan baik. Bahkan mungkin
proses KBM berhenti sama sekali.

10
BAB V
PENUTUP

PENGELOLAAN pendidikan di Sumatera Utara (Sumut), masih jauh dari sebuah


penyelenggaraan pendidikan yang memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana
diatur dalam Permendikbud No: 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas No: 15
tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.

Ini tidak saja dapat dilihat dari kekurangan tenaga guru dan penempatan guru honor di satuan
pendidikan negeri. Tetapi, pemerintah juga belum melakukan kewajiban dan
tanggungjawabnya dalam memberikan hak-hak guru honorer yang telah bertahun-tahun
mengajar di sekolah negara. Jangankan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan, gaji
yang diterima para guru honor saja sangat jauh dari apa yang disebut upah layak.

Memang bila mengacu kepada Permendiknas No: 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas
Permendiknas No: 15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar, masih banyak sekolah
yang tidak memenuhi SPM. Dalam Permendikbud ini disebutkan, untuk mencapai SPM,
maka Sekolah Dasar (SD) harus memiliki 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik
dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat)
orang guru setiap satuan pendidikan. Kemudian, setiap Sekolah Menengah Pertama (SMP)
memiliki 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia
(1) satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran. Kenyataannya, banyak sekolah
belum sesuai dengan ketentuan tersebut.

Ini juga sekaligus menjadi bukti bahwa belum adanya pemerataan jumlah guru sesuai
kebutuhan guru di sekolah baik di tingkat pendidikan dasar maupun SLTA. Sehingga masih
banyak sekolah yang jumlah guru PNS-nya jauh lebih sedikit dibanding jumlah rombongan
belajar (rombel).

Selain itu, juga masih ditemukan sekolah yang jumlah guru honornya lebih banyak dari guru
PNS-nya. Kondisi ini menjadi bukti keberadaan guru honorer di sekolah demikian sangat
vital. Bahkan bila dilihat dari perbandingannya, ada banyak sekolah yang tidak bisa
melakukan KBM tanpa guru honor.

Sampai saat ini, guru honor belum mendapatkan gaji dengan layak sebagaimana diatur dalam
UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maupun Upah Minimum Provinsi
(UMP) atau Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK). Keputusan Gubernur yang ditetapkan
28 Oktober 2016 menyebutkan, UMP di Provinsi Sumut tahun 2017 sudah mencapai Rp
1.961.354. Sedang UMK di Kota Medan tahun 2017sesuai SK Gubsu Nomor
188.44/698/Kpts/Tahun 2016mencapai Rp 2.528.000. Tapi gaji guru honorer di Sumut saat
ini hanya antara sekitar Rp 100.000 s/d Rp 300.000 per orang per bulan yang diberikan sekali
dalam tiga bulan yang disisihkan dari dana BOS.

Persoalan lain yang ditemukan dalam pengelolaan pendidikan di Sumut adalah, terkait soal
pengangkatan guru honor yang masih berdasarkan SK Kepala Sekolah. Ini mengakibatkan
guru honorer tidak bisa mendapatkan hak-hak guru lainnya, seperti jaminan kesehatan dan
jaminan ketenagakerjaan.

11
Untuk tingkat SMA/SMK, kepala sekolah akhirnya nekad melakukan pungutan kepada orang
tua siswa untuk membiayai guru honorer. Padahal, kebijakan ini masuk dalam katagori
pungutan liar bila mengacu pada Permendikbud dan Permendiknas.

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA


PERWAKILAN SUMATERA UTARA

Abyadi Siregar, S.Sos.


Kepala Perwakilan

12
OPSI SARAN DAN PERUBAHAN TEROBOSAN

Pertama, keberadaan guru honor di sekolah negeri sangat dibutuhkan. Fakta menunjukkan,
masih banyak sekolah negeri di Sumut yang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) nya sangat
tergantung kepada guru honor, akibat sedikitnya jumlah guru PNS dibanding guru honor.

Kedua, meski keberadaan guru honor dalam proses KBM di sekolah negeri, tetapi para guru
honor belum mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP)
dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Selama ini, penggajian guru honor hanya disisihkan dari dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sebesar 15% dari jumlah yang diterima sekolah.

Ketiga, pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Sumut maupun Pemerintah Kabupaten/Kota


bertanggung jawab untuk memberikan gaji guru honorer yang mengajar di sekolah negeri
dengan mengalokasikan anggaran baik yang bersumber dari APBN atau APBD mulai SD,
SMP dan SMA/SMK sesuai dengan UMP dan UMK.

Keempat, selain memberikan gaji guru honor yang layak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, pemerintah juga harus memberikan hak-hak lain dari guru honor,
seperti jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan)
berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.

Kelima, pemerintah (Dinas Pendidikan) harus segera menghentikan pungutan uang komite
karena melanggar Permendikbud No 44 tahun 2012 tentang Sumbangan dan Pungutan Pada
Satuan Pendidikan Dasar dan Permenikbud No 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Keenam, dalam rangka memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) pengelolaan


pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 23 tahun 2013 tentang Perubahan
atas Permendikbud No. 15 tahun 2010 tentang SPM, pemerintah harus segera melakukan
pendataan kebutuhan guru PNS dan non-PNS (honorer) di seluruh sekolah di Sumut. Hal ini
guna mengetahui kebutuhan guru di satuan pendidikan, agar sekolah memiliki jumlah guru
sesuai dengan SPM.

Ketujuh, setelah mengetahui kebutuhan jumlah guru di satuan pendidikan, selanjutnya


pemerintah segera melakukan pemerataan (redistribusi) guru sesuai kebutuhan satuan
pendidikan.

Kedelapan, untuk memberi kepastian bagi para guru honor dalam menjalankan tugasnya di
satuan pendidikan, pemerintah juga harus mengangkat guru honor dengan Surat Keputusan
(SK) Kepala Daerah.

Kesembilan, untuk mengatasi kekurangan guru, pemerintah segera membuka moratorium


penerimaan CPNS, khususnya untuk guru.

13
14

Вам также может понравиться